Warning 21+ Jean pikir, niatnya mengijinkan sang istri bekerja membawa hal baik baginya. Sayangnya, semua salah besar. Kedatangan Nilam sebagai pembantu di rumahnya justru membuat rumah tangganya menjadi semakin kacau. "Tuan, kalau kesepian bilang ya! Nanti biar saya temenin." — Nilam "Emm— Bisa mundur sedikit gak! Aku takut istriku liat!" Jean
Lihat lebih banyakTiba-tiba seorang pria berseragam dokter muncul di hadapan mereka sambil membawa nampan dan piring kosong."Permisi," suara itu terdengar tenang, sedikit berat namun tetap lembut di telinga. Elisha menoleh dan menemukan seorang pria berdiri di hadapannya. Di tangannya, ia membawa nampan berisi piring-piring kosong. Wajahnya tampak bersih dengan rahang tegas dan mata yang tajam namun juga lembut di saat bersamaan."Boleh ambil nasi kan?" lanjut pria itu, menatapnya dengan ekspresi ramah. Elisha menerima nampan itu tanpa berkata-kata."Yang lain makannya lahap banget. Aku jadi penasaran seenak apa makan siang hari ini," ucap pria itu lagi. Senyum ramah masih terpatri di wajahnya.Devi yang juga masih berdiri di sana langsung menyahut, "Hari ini ketua timnya Elisha Pak Dok, dia itu terkenal jago masak di sini. Jadi wajar kalau semua orang suka karena emang rasanya enak."Elisha hanya diam, tapi sekilas ia bisa merasakan pria itu meliriknya dengan sedikit rasa ingin tahu. "Begitu ya
Di dalam sel yang sunyi, hanya ada suara detak jam dinding tua yang menggema di lorong. Elisha duduk di sudut ranjang sempitnya, punggungnya bersandar pada dinding dingin yang mulai retak. Cahaya lampu redup di luar sel menyinari sebagian wajahnya, memperlihatkan garis-garis kelelahan yang semakin jelas. Di pangkuannya, sebuah buku catatan lusuh terbuka. Tangannya yang kurus memegang pena dengan erat, menuliskan kata-kata dengan penuh emosi. Sudah berbulan-bulan—atau mungkin bertahun-tahun—ia mengisi halaman-halaman itu dengan harapan dan impian yang terus ia pertahankan dalam hatinya. Namun, dari semua hal yang ia tulis, hanya satu hal yang paling memenuhi pikirannya. Qila. Putri kecilnya. Elisha menggigit bibirnya, menahan emosi yang mendesak keluar dari dadanya. Ia menuliskan namanya berkali-kali di halaman itu, seolah dengan begitu, ia bisa membawa Qila lebih dekat ke dalam dekapannya. "Aku ingin melihat Qila. Aku ingin memeluknya. Aku ingin mendengar suaranya memanggi
["Kamu nginep di sana terus. Apa gak takut di grebek warga? Kalian kan belum menikah."]Nilam menghela napas kecil sambil mengaduk soto yang sedang dimasaknya. Ia sudah menduga kalau Mamanya bakal menyinggung soal ini. "Mama, aku ngerti kok. Tapi ini gak akan jadi masalah, tenang aja." ["Kamu terlalu percaya diri. Gimana kalau tiba-tiba ada tetangga yang kepo dan ngomongin kamu?"]Nilam tersenyum kecil. "Ma, ini komplek perumahan elite. Orang-orangnya sibuk sendiri-sendiri. Gak ada yang peduli aku nginep di mana atau sama siapa." ["Tetap aja, Nilam. Bukan soal orang lain, tapi soal kamu sendiri. Soal adat, soal sopan santun. Kamu itu perempuan, masih belum resmi jadi istri Jean. Jangan sampai kebiasaan kayak gini bikin orang salah paham, apalagi kalau ada yang lihat kamu bolak-balik ke rumah laki-laki."] Nilam tahu Mamanya bukannya marah, tapi lebih ke khawatir. Dia juga paham kalau bagi orang tua, terutama generasi Mama, hal-hal semacam ini masih sangat dijaga. "Ma, aku gak
"Pak Jean—""Aku gak mau tidur lagi," bisik pria itu, suaranya rendah dan serak di dekat wajah Nilam. "Aku lebih suka kayak gini…"Nilam bisa merasakan bagaimana genggaman Jean menghangat di kulitnya, menciptakan debar aneh di dadanya. Ia ingin menarik diri, tapi matanya bertemu dengan tatapan Jean yang begitu dalam, begitu lembut. Sejenak mereka hanya saling menatap dalam keheningan. Hanya ada suara napas mereka yang pelan, bercampur dengan dentingan halus jam dinding di kamar itu. Jean mengangkat tangannya, menyelipkan beberapa helai rambut yang jatuh di pipi Nilam. "Kamu capek, ya?" tanyanya pelan. Nilam mengerjapkan mata, tidak menyangka Jean justru bertanya hal seperti itu. "Kenapa nanya gitu?"Jean tersenyum kecil. "Karena aku tahu. Kamu pasti sibuk ngurusin aku, belum lagi nemenin Qila. Kamu gak istirahat, kan?" Nilam menghela napas kecil. "Aku baik-baik aja, kok. Yang penting sekarang kamu dan Qila ada yang urus.""Aku jadi makin gak enak ama kamu."Nilam langsung mence
“Tumben?""Emang gak boleh?"Nilam terlihat mengulum senyum dan membalas, "Ya boleh lah. Nanti aku sampaikan.""Gak! Gak!" Talita lebih dahulu memotong. "Jangan disampaikan! Barusan aku cuma bercanda kok. Siapa aku yang berani banget nitip salam ke Bos.""Yaaah, baru aja aku mau bilang ke Pak Jean.""Gak usah ngaco!"Nilam masih terkekeh."Ya udah deh. Aku tutup telfonnya ya! Bye Nilam.""Bye Mba Tal. Semangat kerjanya.""Kamu juga."Setelah panggilan berakhir, Nilam menghela napas panjang. Ia memandang ponselnya sejenak, sebelum akhirnya meletakkannya di atas meja. Bohong pada Talita sebenarnya membuatnya merasa sedikit tidak nyaman. Apalagi, ia tahu kalau perempuan itu tidak mungkin punya niat buruk. Tapi entah kenapa, ada sesuatu dalam dirinya yang berkata bahwa ini adalah pilihan yang tepat. Mungkin karena Jean sendiri tidak pernah benar-benar terbuka dengan orang lain. Atau mungkin… karena tanpa sadar, ia ingin menjaga pria itu dari terlalu banyak pertanyaan dan perhatian yan
Nilam bisa merasakan detak jantung Jean yang stabil di dadanya, juga kehangatan tubuh pria itu yang sedikit lebih panas dari biasanya karena demamnya. Awalnya, ia masih merasa canggung. Tapi melihat wajah Jean yang terlihat lelah dan tenang dalam posisi ini, perlahan ia mulai rileks. "Nilam…" suara Jean terdengar lebih lembut sekarang. "Makasih ya, udah jagain aku." Nilam tersenyum kecil. "Gak perlu bilang makasih Pak. Ini kan hal biasa.""Tapi aku perlu mengucapkan itu."Nilam menarik sudut bibirnya. "Terserah kamu aja deh.""Nilam...""Apalagi sayang?""I love you."Gadis itu agak kaget saat Jean berkata begitu, namun sejurus kemudian ia membalas pernyataan cinta Jean dengan mengatakan hal serupa.Tak lama kemudian, napas Jean mulai lebih teratur, tanda kalau pria itu akhirnya tertidur. Nilam menatap wajahnya sejenak, lalu tersenyum tipis. "Akhirnya dia tidur juga," gumamnya pelan. Tapi ia tetap membiarkan Jean memeluknya. Dan tanpa ia sadari, perlahan matanya pun ikut ter
"Aku antar ke kamar ya!" ucap Nilam.Jean mengulurkan tangannya, dengan manja ia menggelayut di pundak Nilam. Ia memasang wajah lesu dan manja. "Mataku berat banget.""Makanya kamu istirahat. Biar aku buatin bubur supaya bisa buat ganjal pas minum obat," balas Nilam sembari melirik ke arah Jean. Meskipun sedikit keberatan dan agak susah karena badan Jean yang lebih besar, gadis itu tampak tak mempermasalahkan hal tersebut.Setelah memastikan Jean tertidur dengan nyaman di ranjangnya, Nilam keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur. Ia mengikat rambutnya menjadi kuncir kuda, lalu mulai mengeluarkan bahan-bahan untuk memasak."Hari ini, aku harus masak yang bergizi biar Pak Jean cepat sembuh," gumamnya pada diri sendiri sambil membuka kulkas. Ia mengambil beberapa bahan—beras, ayam, wortel, dan daun bawang—untuk membuat bubur ayam hangat. Setelah mencuci beras dan memasukkannya ke dalam panci bersama air, ia menyalakan kompor dengan api kecil. Sementara bubur mulai mendidih, Nilam
"Kamu ini bawel banget, ya?" "Lagian siapa suruh ngeyel?" sahut Nilam tajam. Saat lift akhirnya terbuka, mereka melangkah masuk. Untungnya, hanya mereka berdua di dalam. Nilam menekan tombol menuju basement.Suasana sempat hening selama beberapa detik sebelum Nilam kembali bersuara. "Bapak kepikiran mimpi tadi malam sampai sakit gini."Jean menatap pantulan mereka di dinding lift yang mengkilap. "Itu karena aku benar-benar takut kehilangan kamu."Nilam mendengus. "Kan aku udah bilang itu cuma bunga tidur. Jangan terlalu dipikirkan!"Jean hanya melirik malas ke arah gadis di sampingnya. "Gimana aku gak kepikiran. Coba bayangkan, Dikta yang harusnya udah tobat setelah keluar dari penjara malah kerja sama dengan Talita buat nyakitin kamu."Nilam sedikit terbelalak. Namun sejurus kemudian ia justru tertawa. "Mimpi kamu absurd sekali.""Kamu pikir begitu?""Iya. Kayaknya itu juga efek nonton horor sebelum tidur.""Tapi gimana kalau itu salah satu firasat?"Nilam mengerutkan kening. "P
"Kok, Papa keliatan sedih?" Qila memiringkan kepalanya, menatap Jean dengan bingung. "Lagi sakit?"Jean tersenyum keill, menggeleng. "Nggak, Qila sayang, Papa cuma masih ngantuk aja." Nilam masih menatapnya dengan tatapan penuh perhatian. Ia bisa melihat sorot mata Jean yang berbeda pagi ini—ada sesuatu yang masih mengganjal di pikirannya. Mungkin efek mimpinya tadi."Minum kopinya dulu Pak, biar segeran dikit!" ucap Nilam.Jean menatapnya sejenak, lalu tersenyum tipis. "Thank's Nilam."Setelah memastikan jika Jean dan Qila sudah sarapan, Nilam pamit untuk mandi dan bersiap untuk ke kantor. Untung saja dia sudah siap baju ganti kemarin.Yah— weekend kemarin dia sengaja menginap di rumah Jean untuk menghabiskan banyak waktu dengan Jean dan Qila. Puncaknya kemarin malam saat mereka berdua menikmati momen nonton film horor sampai ketiduran. Walaupun saat bangun, Jean harus mengalami mimpi yang tidak menyenangkan.***Mobil melaju dengan kecepatan sedang di bawah langit yang mulai cera
"Mas, besok sore aku pulang agak telat ya. Soalnya ada tamu penting dari kantor. Jadi aku harus nemenin Bos buat jamu dia." Pria bernama Jean itu tak mengatakan apapun. Dia sibuk menatap layar laptopnya dalam diam. Toh dia juga bingung harus menjawab apa. Sebab ini, bukan pertama kalinya Sang istri ijin untuk pulang terlambat. Bahkan, dia tak ingat ini permohonannya yang ke berapa. Elisha yang sibuk mengoleskan Skin Care Routinenya langsung menengok ke arah sang suami yang duduk bersandar di kepala ranjang. Diamnya pria 30 tahun itu tentu saja membuatnya resah. "Mas!" Ia menatap pria itu, "Kok kamu diem aja? Kamu ngasih ijin kan?" tanya perempuan dengan gaun tidur berbahan satin itu sedikit penekanan. Jean hanya mendengus. "Terus aku harus jawab apa? Ngelarang juga mustahil kan? Toh kamu nggak akan pernah nurut." Jawaban ketus suaminya membuat Elisha jengah. Jika sudah seperti ini pasti ujung-ujungnya hanyalah pertengkaran saja. "Ya gimana pun juga, aku kan butuh restu kamu Mas....
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen