Share

Kopi Spesial

Suara baritone Jean membuat Nilam menatap ke arah tuannya ini. "Mau saya buatin Pak?"

"Kamu nggak capek emangnya?"

"Enggak kok Pak. Orang cuma sebentar aja kok."

"Oke deh. Minta tolong antar ke depan ya. Sekalian mau ngerokok!" titah Jean disertai senyum tipisnya.

"Baik Pak. Siap."

Tanpa basa-basi, gadis berkulit putih ini langsung menyiapkan kopi sesuai dengan apa yang Jean inginkan. Dan tak kurang dari 5 menit, kopi pun siap disajikan.

"Silahkan di minum Pak kopinya!" Suara lembut Nilam, membuat lamunan Jean buyar. Ia pandangi gadis ayu itu sebelum melemparkan senyum manisnya.

"Terima kasih ya. Maaf lo, malem-malem gini masih minta tolong dibuatin kopi."

"Nggak masalah Pak. Toh ini juga udah tugas saya kan?"

Jean menganggukkan kepalanya. Ucapan Nilam ada benarnya. Tapi bukan berarti, dia akan seenaknya memanfaatkan perempuan itu bukan? Karena pasti Nilam juga lelah karena seharian bekerja.

"Kamu nggak tidur?"

"Iya Pak ini mau tidur."

"Udah ngantuk?"

Nilam bingung kenapa ditanya seperti itu oleh Jean. Namun, ia pun menjawab, "Sebenarnya sih belum terlalu Pak."

"Mau temenin saya ngobrol nggak?" tawar Jean tanpa sungkan.

"Ehm— itu..."

"Sebentar aja kok. Soalnya aku lagi suntuk banget."

Nilam sedikit bingung. Dia mau menolak, tapi tidak enak hati.

"Tapi kalau kamu nggak mau, aku juga nggak masalah kok. Aku juga nggak ma—"

"Sebentar aja ya Pak. Takut nggak enak kalau ada Ibu," sela Nilam kemudian.

"Rasa kopi buatan kamu kenapa selalu pas ya? Manisnya pas sesuai selera saya."

Perempuan bertubuh ramping yang duduk di sebelah Jean itu hanya bisa menarik sudut bibirnya ketika lagi-lagi, kopinya mendapatkan pujian dari sang majikan. "Saya biasa bikinin Bapak kopi saat di kampung Pak, dulu juga pernah bantuin ibu di warung pas masih nganggur. Dan kalau di warung kan, tiap orang seleranya beda-beda. Mungkin gara-gara itu saya jadi paham gimana bikin kopi yang enak sesuai dengan karakternya," cerita Nilam.

"Hm, pantesan kamu jago banget buat kopinya," puji Jean sembari menyeruput kopi buatan Nilam. "Ada campuran jahenya ya?"

"Iya Pak, tapi cuma sedikit. Itu supaya badan Bapak fit dan lebih seger," jawab Nilam apa adanya.

Mendengarkan jawaban Nilam, Jean hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Ia kagum dengan Nilam yang tampak teliti dalam melakukan pekerjaannya. Menurutnya sangat jarang ada orang yang bekerja dengan tulus dari hati begini. Kebanyakan mereka hanya bekerja karena uang saja. Yah, walaupun terlalu cepat bagi Jean untuk menilai demikian, karena Nilam baru dua hari bekerja di sini.

"Kayaknya saya bakal ketagihan ama kopi buatan kamu."

"Bapak bisa aja. Gimana pun juga kopi buatan Bu Elisha pasti lebih enak Pak."

"Harusnya sih ya. Tapi sejak sibuk bekerja, dia jarang banget bikinin kopi kayak gini lagi. Sesempat-sempatnya pun, dia hanya buat saat pagi hari pas sarapan, selebihnya ya, aku sendiri yang buat," curhat Jean. Mengenang apa yang istrinya lakukan untuknya.

Jean sepertinya masih menganut pepatah, "Istri tak boleh mengabaikan tugas utamanya, meskipun sedang bekerja". Pria tampan itu tidak pernah menghargai istrinya walau Elisha sudah berbuat banyak untuknya hanya karena satu kesalahan saja.

"Mungkin, Ibu udah capek Pak. Makanya nggak sempet ngelakuin hal lain," ujar Nilam menenangkan. "Lagipula, kan sekarang udah ada saya, jadi kalau Bapak butuh sesuatu bisa bilang ke saya aja."

"Emang kamu mau nurutin perintah saya?"

"Iya Pak. Gimana pun juga, saya kan asisten rumah tangga di sini. Kewajiban utama saya kan harus menyiapkan semua kebutuhan di rumah ini."

"Semuanya?" tanya Jean dengan mata memicing. Ia menatap wajah ayu Nilam dari samping.

"Iya Pak."

"Termasuk kebutuhan seks saya?"

DEG!

Nilam terkejut Bukan main saat mendengar pertanyaan itu keluar dari bibir Jean. Ia menoleh ke arah majikannya dengan kedua bola mata yang melebar. "Ma— maksudnya gimana ya?"

Sadar juga ucapannya sedikit kelewatan, Jean pun berucap, "Enggak kok, aku cuma bercanda."

Nilam menelan ludah. Tawa yang keluar dari bibir Jean sama sekali tidak membuat Nilam merasa lebih nyaman jika dibandingkan sebelumnya.

"Nilam... Nilam... jangan terlalu diambil serius dengan apa yang aku ucapkan ya! Aku cuma bercanda kok," kata Jean lagi.

Nilam menganggukan kepalanya dengan gerakan yang sedikit kaku. "Bapak, bikin saya kaget aja."

Jean hanya tertawa hambar saat mendengar balasan dari Nilam. "Kamu ini lucu banget sih Nilam? Gimana pun juga aku sangat mencintai Elisha. Mana mungkin aku tega mengkhianatinya."

Nilam lagi-lagi hanya mengangguk. Membenarkan ucapan majikannya tersebut. "I— iya Pak."

"Udah malem nih, kamu nggak mau tidur dan istirahat?" tanya Jean tak berapa lama kemudian.

Nilam berdiri dari duduknya. Benar juga, ia lebih baik istirahat agar tidak memikirkan hal-hal yang tak perlu. "Iya Pak, Saya permisi masuk duluan ya!"

"Hn."

Setelah pendapat persetujuan dari Jean, Nilam pun beranjak dari sana dan meninggalkan majikannya itu seorang diri di sana.

Sekitar 5 menit setelah Nilam masuk ke kamarnya, Elisha turun dari lantai 2 untuk mencari keberadaan sang suami. Karena di dapur dia tidak mendapati pria tersebut, Ibu satu anak berlangsung bergegas mencari suaminya di lokasi lain.

Dan saat mengecek ke halaman samping, ia mendapati suaminya duduk melamun sendirian sambil menghisap rokoknya. Entah sudah batang yang keberapa dihabiskan oleh pria itu, Elisha tak sempat mencari tau karena fokus pada suaminya ini.

"Mas..."

Panggilan Elisha itu mengalihkan lamunan Jean. Pria tersebut seketika menengok ke arah sang istri yang tampak sendu ketika memandangnya.

"Aku cariin kamu ke mana-mana tadi."

"Ngapain pake nyariin? Toh kamu kan lebih asyik ngobrol ama Bos kamu itu," jawab Jean dengan sinis.

"Maafin aku Mas," gumam Elisha sambil menarik jemari suaminya. "Tadi itu beneran panggilan mendesak yang nggak bisa ditunda."

"Oh, sekarang yang jadi prioritas kamu itu Bos kamu ya? Kalau emang kayak gitu— kenapa kamu nggak tinggal aja sama Bos kamu itu?"

"Mas, kok kamu ngomongnya gitu? Kalau nggak penting banget aku juga nggak akan sampai kayak gini?"

"Tapi faktanya kamu lebih mentingin kerjaan kan? Sampai kebutuhan seks suami kamu aja, nggak penting lagi buat kamu." Jean meninggikan nada bicaranya. Ia tampak murka karena sang istri lalai akan kewajiban utamanya.

"Mas, aku—"

"Kamu boleh kerja, kamu boleh fokus sama bos kamu, tapi kamu bisa kan sedikit aja kasih waktu buat aku? Bahkan buat seks nggak lebih dari 1 jam aja, sulit banget buatku."

Elisha terlihat ingin menangis ketika mendengar kalimat yang terlontar dari mulut suaminya. Padahal ini hanya masalah sepele tapi kenapa suaminya malah membesar-besarkan hal ini.

"Apa kamu lebih suka aku 'jajan' di luar daripada melayani suami kamu sendiri?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status