Share

Bab 02

last update Last Updated: 2024-08-20 19:50:13

Saat pintu rumahnya terbuka, ia malah dikejutkan oleh sosok yang cukup— cantik.

"Kamu ini siapa? Sales ya? Maaf ya, aku lagi nggak pengen beli barang apapun."

Perempuan cantik berkulit putih itu meremas tas ransel besar yang ia pegang. "Saya bukan sales Pak. Saya Nilam, ART yang dikirim penyalur ke sini."

Jean kaget.

ART? Mustahil.

Mana ada seorang asisten rumah tangga, berpenampilan cantik begini? Kulitnya putih, wajahnya ayu, rambut hitam lurus, dan bertubuh sintal. Belum lagi dress selutut yang dikenakan oleh perempuan muda itu, seolah sedang memamerkan kaki jenjangnya yang indah.

"Kamu bercanda ya? Dibandingkan jadi ART, penampilan kamu lebih cocok buat jadi model tau," cibir Jean tak percaya.

"Tapi, saya beneran ART yang dikirim ke sini Pak. Kalau nggak percaya, Bapak bisa telfon langsung ke penyalur kok."

Jean menelusuri penampilan perempuan di depannya. "Siapa nama kamu tadi?"

"Ni— Nilam Pak."

"Ya udah bentar."

Jean masuk ke dalam. Mencoba menghubungi nomor penyalur tenaga kerja. Memastikan, apa perempuan di depan sana, benar-benar orang yang mereka kirim untuk menjadi asisten rumah tangga di sini.

*

Nilam berdiri diam di dekat pintu masuk. Gadis 20 tahun itu menunggu dengan sabar calon majikannya tadi.

Sekitar lima menit ia menunggu, sampai akhirnya Jean kembali keluar dan mendekatinya.

"Gimana Pak?" tanya Nilam, dengan suaranya yang terdengar lembut dan juga sopan.

"Ternyata kamu beneran orang yang mereka kirim," balas Jean agak lesu.

Bukannya apa-apa, menurutnya terasa aneh jika ada orang secantik Nilam yang mau bekerja kasar seperti ini.

"Benarkan. Saya itu nggak bohong Pak." Gadis itu tersenyum.

"Ya udah, masuk! Saya harus interview kamu dulu!"

Nilam menganggukkan kepalanya, sembari mengikuti langkah kaki sang majikan yang lebih dulu berjalan masuk ke dalam. Keduanya duduk berhadapan di area ruang tamu, dan mulai berbincang.

"Jadi nama kamu Nilam ya?"

"Iya Pak."

"Umur kamu berapa?"

"Tahun 21, Pak."

'Wah, ternyata beneran masih muda banget?' pikir Jean. "Pernah jadi ART sebelumnya?"

"Belum Pak," jawab Nilam jujur. "Dulu setelah lulus SMA saya langsung kerja di pabrik 2 tahun lalu karena ada PHK, saya milih untuk ikut penyalur."

"Berapa lama kamu di sana?"

"Kurang lebih enam bulan Pak."

Pria berkulit sawo matang itu mengangguk-anggukkan kepalanya. "Gitu ya. Tapi ngerti kan sama pekerjaan rumah? Soalnya istri saya itu agak bawel."

"Oh, kalau itu Bapak tenang aja. Saya jago kok kalau bersih-bersih. Masak juga Pak. Kalau nggak, mana mungkin saya di kirim ke sini."

"Oke. Bagus deh kalau gitu."

Nilam tersenyum. Begitu manis hingga membuat Jean agak salah tingkah. "Oh iya. Masalah gaji, kamu bicarakan aja ya ama istri saya!"

"Baik Pak." Perempuan muda itu menganggukkan kepalanya dengan mimik wajah malu-malu.

"Ya udah, sekarang saya tunjukin di mana kamar kamu!" Jean berdiri dan mengajak Nilam untuk melihat kamarnya.

Mereka berhenti di sebuah ruangan 3*3 meter. Cukup besar untuk ukuran sebagai seorang ART.

"Bagus banget Pak kamarnya?" Nilam berdecak kagum.

"Masak sih? Padahal biasa aja."

Nilam menggaruk belakang kepalanya. Kamar ini cukup mewah untuk ukuran dia yang hanya orang dari kalangan menengah ke bawah. Meskipun cuma diisi singel bed, nakas di bagian kanan dan kiri ranjang, serta lemari pakaian saja. Ah, bahkan di sini ada televisi.

"Udah sana istirahat! Buat jadwal apa aja yang harus kamu kerjakan nanti urus aja ama Ibu."

"Trus saya habis ini harus ngapain Pak? Nggak mungkin dong saya istirahat sampai malam?"

Jean terlihat berpikir. "Ehm, kalau gitu kamu masak aja buat makannya Qila."

"Qila?"

"Qila itu anak semata wayang kami. Kalau jam segini dia biasanya masih sekolah."

"Oh." Perempuan cantik itu mengangguk. "Baik Pak, saya mengerti."

Begitu Jean pergi dari dalam kamarnya, Nilam segera menata bajunya dari dalam ransel ke lemari pakaian. Bajunya tidak banyak, namun rata-rata terdiri dari daster selutut, tank top, atau celana pendek. Maklum, udara di Jakarta begitu panas di malam hari. Jadi dia lebih nyaman dengan pakaian seperti ini.

Sedangkan untuk bekerja, ada beberapa potong seragam dari penyalur yang bisa ia kenakan. Setidaknya dia tidak akan bingung kalau harus mencari baju apa saat bekerja.

Selesai menata semua pakaiannya, Nilam langsung keluar dari kamarnya. Lalu memasak makan siang untuk anak Sang majikan.

Namun saat berada di depan kulkas, ia malah dibuat bingung dengan menu apa yang harus dia buat.

"Ngapain kamu?"

"Eh?" Saat mendengar teguran Sang majikan, Nilam pun langsung berdiri dan menatap lurus ke arah pria 30 tahunan tersebut.

"Ini Pak, saya kan mau buat makan siang buat Mbak Qila. Tapi saya bingung harus masak apa."

Jean yang tadinya akan membuat kopi, terlihat mengerutkan keningnya. Tampak berpikir sejenak sebelum berujar, "Masakin yang simpel aja. Itu ada ayam ukep, kamu goreng aja. Sama buatin sayur sop. Itu menu kesukaannya Qila."

"Bapak sendiri?"

Jean menggeleng. "Kalau aku sih nggak biasa makan siang. Cukup ngopi aja," terangnya sambil memamerkan cangkir kopi yang hendak ia gunakan.

"Oh. Kalau gitu, gimana kalau saya yang buatkan kopi?" tanya perempuan berkuncir satu tersebut. Berusaha menawarkan diri.

Lagi-lagi, pria bertubuh atletis itu tidak langsung memberikan jawaban. Sampai akhirnya...

"Boleh deh. Takarannya dua sendok kopi dan satu sendok gula."

Nilam mengulum senyum yang menawan. Dan hal itu membuat Jean sedikit terpanah. "Anterin ke ruang kerja saya ya. Saya, ada di sana."

"Baik Pak. Tunggu sebentar."

*

Nilam begitu percaya diri saat mengaduk kopi untuk sang majikan. Orang terdekatnya bilang, kopi buatannya yang paling enak dan pas.

Jadi saat ia memberikan cangkir berisi cairan warna hitam itu pada Jean, ia tampak begitu bangga untuk menunggu pujian sang majikan.

"Silahkan Pak, kopinya." Nilam menyodorkan cangkir kopi buatannya setelah Jean mengizinkan ia masuk ke dalam ruang kerjanya.

"Oh. Makasih ya." Pria itu tersenyum kecil. Setelah berbulan-bulan, akhirnya ada yang membuatkan kopi khusus untuk dirinya.

Jean langsung menyeruput kopi itu dengan hati-hati karena masih panas. Menyesap rasa manis dan pahit yang bercampur di dalam mulutnya. Ia bahkan bisa mencium aroma yang berbeda dari uap yang mengepul dari cangkir bermotif batik tersebut.

"Gimana Pak? Udah cocok sama selera Bapak?" Nilam bertanya dengan hati-hati. Karena ini hari pertamanya kerja, jadi dia harus memberikan pelayanan terbaik untuk majikan yang akan membayarnya.

"Kok kopinya beda?" Kening Jean berkerut heran.

"Be— beda gimana Pak?" Nilam balik bertanya. Wajah serius pria berkulit Tan itu malah membuatnya panik. 'Apa dia salah memberikan takaran? Atau kopinya terlalu pahit ya?'

"Rasa kopinya..."

Related chapters

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   Bab 03

    "Rasa kopinya kok beda ya? Ini merk-nya baru?" Nilam kaget. "E— enggak kok Pak. Kopinya sama seperti yang Bapak kasih tadi," terang perempuan cantik itu dengan wajah panik. Ia takut rasa kopi buatannya tidak enak. "Masa sih?" Jean terlihat sangsi. "Emangnya kenapa Pak?" "Soalnya, rasa kopi ini lebih enak dibandingkan sebelumnya. Aromanya juga lebih harum. Makanya aku pikir kopi ini beda merk sama yang sebelumnya." Nilam mengusap dada lega. Dia pikir, Jean tidak suka dengan kopi yang ia buat. "Duh, Bapak bikin saya kaget aja. Kirain tadi kopinya nggak enak." Melihat wajah lega Nilam, membuat senyum kecil Jean terkembang. "Sama. Aku juga kaget karena rasa kopinya lebih enak dibandingin pas buat sendiri." Nilam mengulum senyum. "Makasih Pak." "Ya udah, kamu lanjutin masaknya." "Baik Pak. Saya permisi." Pria dengan bahu kokoh itu melihat Nilam yang berjalan meninggalkan tempat kerjanya. Batinnya menggumam, 'Bahkan, Elisha aja nggak bisa bikin kopi seenak buatannya.' Jean mengge

    Last Updated : 2024-08-20
  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   Bab 04

    "Keterlaluan istri gue. Masa, tiap diajak berhubungan dia nggak pernah mau. Alesan capek-lah, ngantuk-lah. Banyak bangetlah cara dia buat ngehindar." "Sumpah bro, gue sampai sakit kepala gara-gara sering ditolak. Lo bayangin, seminggu aja nggak gituan udah bikin gua stres. Lah ini, hampir tiga bulan gua nggak bisa nyentuh dia." Itulah keluhan Jean siang ini pada teman baiknya. Saka. Pria yang sudah lama jadi kawannya ini adalah tempat curhat yang paling pas untuk menampung segala uneg-unegnya. "Aneh banget istri lo itu, masa suami minta gitu nggak dikasih? Padahal kan lumrah kalau kita sebagai suami minta dilayani soal ranjang." "Nah kan? Giliran jajan di luar dia marah. Tapi pas suami butuh, dia nggak bisa." Jean terlihat kesal. Wajahnya sudah tidak enak sejak semalam. Yah maklum, itu karena dia gagal menyalurkan hasratnya. "Coba deh lo bicarain baik-baik ke Elisha. Gimana pun juga itu kan kebutuhan kita sebagai suami istri. Ya masa, cuma gara-gara capek kita dianggurin gitu aj

    Last Updated : 2024-08-20
  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   Bab 05

    "Nasinya mau berapa banyak Pak?" Nilam memandangi tuannya yang tampak tertegun saat ia bertanya demikian. Dan bagi Jean, itu cukup mengejutkan baginya sebab setelah beberapa waktu terakhir ada seseorang yang mau repot-repot menuangkan nasi untuknya. Yang bahkan, Elisha saja tidak mau melakukan itu untuknya. "Pak? Bapak kenapa? Kok malah ngelamun?" "Eh— enggak. Ini lho, aku—" Jean garuk-garuk kepala seperti orang linglung. "Nasinya mau berapa banyak Pak?" ulang Nilam lagi. "Segini cukup?" tanyanya sambil menunjukkan nasi yang sudah dia tuang ke atas piring. "Udah," jawab Jean singkat. "Lauknya Pak, silahkan ambil sendiri!" Nilam menaruh piring di depan dada Jean. Sementara dia membantu majikannya tersebut untuk membuka tudung saji supaya pria itu dapat mengambil lauknya dengan sepuas hati. "Gimana Pak? Enak nggak?" Perempuan seksi dengan balutan T-shirt dan rok berbentuk A-line bermotif batik itu menatap tuannya penuh harap. Yah, berharap Jean memuji masakan yang telah di

    Last Updated : 2024-08-20
  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   Gagal 'itu...'

    Jean memandangi istrinya, dia agak ragu untuk mengatakan hal ini. Namun dia memberanikan diri berkata, "Sebenarnya aku..." "Aku apa Mas?" "Kamu mandi aja dulu. Nanti aku kasih tau," balas Jean sambil tersenyum. Elisha menekuk wajahnya. Suaminya ini senang sekali membuatnya penasaran. "Ya udah, aku mandi bentar ya." Sekitar 15 menit kemudian, Elisha sudah keluar dari kamar mandi dengan gaun tidurnya. Wanita itu tersenyum ke arah Jean yang masih terjaga sembari mengeringkan rambutnya. "Kirain, kamu udah tidur." "Kan aku nungguin kamu," jawab Jean sambil menutup laptopnya dan menaruhnya di atas tempat tidur. "Oh iya, kamu tadi mau ngomong apa Mas?" tanya Elisha pada sang suami. Ia tatap pria yang sudah 8 tahun itu dia nikahi melalui cermin di depannya. Meskipun lelah, wanita cantik itu tidak pernah melewatkan rutinitasnya untuk menggunakan skincare. Jean tersenyum. Ia turun dari ranjang dan menghampiri istrinya. Pria tampan tersebut berdiri di belakang Elisha sambil memijat pungg

    Last Updated : 2024-09-04
  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   Kopi Spesial

    Suara baritone Jean membuat Nilam menatap ke arah tuannya ini. "Mau saya buatin Pak?""Kamu nggak capek emangnya?""Enggak kok Pak. Orang cuma sebentar aja kok.""Oke deh. Minta tolong antar ke depan ya. Sekalian mau ngerokok!" titah Jean disertai senyum tipisnya."Baik Pak. Siap."Tanpa basa-basi, gadis berkulit putih ini langsung menyiapkan kopi sesuai dengan apa yang Jean inginkan. Dan tak kurang dari 5 menit, kopi pun siap disajikan."Silahkan di minum Pak kopinya!" Suara lembut Nilam, membuat lamunan Jean buyar. Ia pandangi gadis ayu itu sebelum melemparkan senyum manisnya."Terima kasih ya. Maaf lo, malem-malem gini masih minta tolong dibuatin kopi.""Nggak masalah Pak. Toh ini juga udah tugas saya kan?"Jean menganggukkan kepalanya. Ucapan Nilam ada benarnya. Tapi bukan berarti, dia akan seenaknya memanfaatkan perempuan itu bukan? Karena pasti Nilam juga lelah karena seharian bekerja."Kamu nggak tidur?""Iya Pak ini mau tidur.""Udah ngantuk?"Nilam bingung kenapa ditanya sepe

    Last Updated : 2024-09-04
  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   Adu Mulut

    "MAS!" Nada Elisha ikut meninggi, tak terima mendengar ucapan sarkas dari mulut suaminya."APA?!" hardik Jean balik. "Kamu nggak terima kan aku melakukan itu? Tapi apesnya kamu juga nggak bisa puasin aku?"Elisha membeku. Dia benar-benar disudutkan oleh kata-kata sang suami."Udahlah, aku malas debat sama kamu soal ini. Capek tau nggak? Apalagi yang kita bahas hal yang sama dan berulang. Malah bikin aku tambah muak." Dengan langkah menghentak keras, Jean pergi dari hadapan Elisha. Mengabaikan sang ia istri yang mungkin terluka karena kata-katanya.Sementara perempuan berambut hitam itu hanya bisa menangis dalam diam saat menatap punggung sang suami, yang berjalan menjauh darinya. Sungguh dia merasa serba salah menjadi istri Jean. Apapun yang dia lakukan tak pernah dihargai oleh sang suami. Dan itu karena satu kesalahan yang menurutnya kecil."Mas, kenapa kamu kayak gitu sih? Padahal aku kerja juga buat memenuhi semua kebutuhan rumah ini.

    Last Updated : 2024-09-05
  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   Ayo ikut!

    "Mama! Mama liat aku dulu dong! Aku cantik kan?""Iya sayang, apa sih? Mama lagi buru-buru nih. Soalnya Mama harus nyampek kantor lebih cepet," balas Elisha tanpa melihat ke arah anaknya."Tapi Mama bisa liat aku bentar aja kok. Aku pengen denger pendapat Mama soal rambut aku!" pinta Qila tak mau kalah. Bocah kecil itu mana mengerti soal urusan orang dewasa. Yang penting dia happy, itu saja. "Mama!""Wah, iya sayang kunciran kamu bagus sekali. Cantik banget."Qila yang mendengar ucapan Mamanya, bukannya merasa senang, tapi justru jadi kecewa. Bagaimana tidak, Mamanya memberikan pujian demikian tanpa melirik sedikitpun ke arahnya.Jean yang melihat kejadian itu, sebenarnya sedang menahan diri untuk tidak murka. Bagaimana ia tak kecewa melihat istrinya hanya mementingkan dirinya sendiri. Bahkan untuk memberikan pujian pada anaknya yang tidak makan banyak waktu saja, terasa sulit bagi Elisha."Qila sayang—"Panggilan sang P

    Last Updated : 2024-09-05
  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   Pembantu Bikin Salfok

    "Kamu ikut aku ke sekolah Qila ya!"Nilam reflek menautkan kedua alisnya, saat Jean memintanya demikian. "Kenapa Pak?""Soalnya kamu harus tau di mana lokasi sekolahnya Qila, biar pas nanti aku atau Elisha berhalangan dan nggak bisa jemput Qila, kamu bisa gantiin kami," terang Jean dengan entengnya. Sebenarnya dia juga bingung kenapa bisa punya ide seperti itu. Tapi kalau dipikir-pikir, memberitahu lokasi sekolah Qila pada Nilam, tak buruk juga."Baik, Pak. Tapi saya mau ambil jaket dulu ya. Biar rapian sedikit."Jean memberikan anggukan kecil saat sang pembantu meminta ijin padanya untuk mengambil jaket. Sementara ia sendiri menggandeng tangan Qila dan mengajaknya untuk ke depan.Dan sekitar 5 menit kemudian, ketiganya berangkat ke sekolah Qila bersama-sama menggunakan mobil. Jarak ke sekolah tidaklah jauh sebenarnya. Hanya sekitar 15 menit saja. Jadi tidak butuh waktu lama untuk putri pasangan Jean dan Elisha ini untuk segera tiba di sa

    Last Updated : 2024-09-06

Latest chapter

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Makan Berdua

    Sepanjang perjalanan kembali ke kantor, suasana di dalam mobil cukup hening. Jean terlihat sibuk dengan ponselnya, sementara Nilam menatap ke luar jendela.'Ehm, makan bakso enak kali ya?' gumam Nilam saat mobil mereka melewati beberapa warung bakso pinggir jalan. 'Udah lama gak makan bakso abang-abang gitu. Ngebayangin makan bakso urat, sambelnya pedes, kasih kecap plus cuka dikit pasti mantap,' Nilam menelan ludah.'Hmm, jadi lap—'KryuuuukJean yang sedang fokus dengan hapenya tiba-tiba mendengar suara perut Nilam yang keroncongan. Dia melirik ke samping dan menahan senyum. Sedangkan Nilam sendiri langsung memejamkan mata seraya menunduk dalam. Merasa malu."Kamu lapar?" tanya Jean sambil menoleh ke arah Nilam."Enggak!" bantah gadis itu. "Kan tadi udah makan siang, Pak."Jean mendengkus. "Terus barusan bunyi apa?""Gak tau, Pak. Aku gak denger apa-a—"Kryuuuuk'Shit! Perut sialan!' maki Nilam dalam hati."Gak usah sungkan Nilam! Kalau emang kamu masih lapar, kita bisa mampir dulu

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Klien Penting

    Sekitar jam 11 kurang, Nilam menemani Jean menuju hotel tempat pertemuan dengan klien diadakan.Keduanya naik mobil dengan seorang supir di depan sementara keduanya duduk berdampingan di bangku belakang. Situasi di sana cukup canggung. Nilam sibuk mengerjakan sesuatu di tab-nya sementara Jean juga sibuk membalas beberapa chat penting dari kolega.Sekitar 25 menit kemudian mereka tiba di lokasi. Keduanya berjalan menuju lobi hotel tempat makan siang dengan klien Singapura, Nilam melirik sekilas ke arah Jean dan langsung menyadari sesuatu—dasi pria itu agak miring. Ia menggigit bibir, ragu apakah harus mengatakannya atau tidak. Tapi kalau ia diam saja, bisa-bisa klien nanti malah memperhatikan dan itu mungkin sedikit mengurangi kesan profesional Jean. Setelah beberapa detik mempertimbangkan, Nilam akhirnya memberanikan diri untuk berbicara. “Pak Jean…” panggilnya pelan. Jean yang sedang sibuk mengecek ponselnya menoleh. “Hm?” “Dasi Bapak…” Nilam menunjuk ke arah leher Jean, la

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Mau Taruhan?

    "Mau taruhan?""Taruhan apa?""Taruhan gimana reaksi Pak Jean pas liat kamu udah masuk. Dan aku tebak, dia pasti happy banget liat kamu.""Gak mungkin.""Ya udah sih, ayo taruhan!" Talita tetap maksa. "Yang kalah wajib traktir makan siang seminggu? Gimana?"Nilam menggembungkan pipinya. "Kalau Mba kalah?""Ganti aku yang traktir kamu. Gimana?"Jean bilang dia hanya menganggap Nilam sebagai sekretarisnya saja kan? Jadi Nilam yakin kalau saat mereka bertemu nantinya, Jean akan bersikap acuh padanya dan biasa saja. Lagipula dia juga sudah memperingatkan pria itu agar bersikap sewajarnya kan? So— sepertinya taruhan dengan Talita tidak ada salahnya.Nilam menatap Talita dengan penuh keyakinan sebelum akhirnya mengangguk. "Oke, aku setuju. Kalau aku kalah, aku traktir kamu makan siang seminggu. Tapi kalau aku menang— kamu gak boleh kabur Mba," balas Nilam sambil menyeringai."Deal!" Talita tersenyum lebar, seolah yakin bahwa dirinya akan menang.Dan kebetulan, beberapa detik kemudian, suara

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Duh, si Nana!

    "Iya De, aku baru ingat seseorang.""Oh ya? Siapa?""Nana..." Nilam tersenyum sumringah ketika menyadari jika ada satu orang yang bisa membantunya."Bener juga. Kalian kan temenan udah lama."Nayya tersenyum lebar. Dia merasa bangga dengan otaknya yang bisa berpikir cepat. Namun sayangnya, senyuman Nilam tak berlangsung lama karena teringat sesuatu."Kenapa? Kok kamu kayak bingung gitu?""Aku gak bisa nemuin Nana sekarang, De. Kan dia lagi di Surabaya ikut suaminya." Tubuh Nilam langsung longsor ke sandaran kursi. Wajahnya berubah lesu dan bibirnya menekuk ke bawah."Kan kamu bisa telfon dia, Nilam?""Kamu kayak gak tau si Nana aja. Dia itu sejak punya suami dan anak susah banget di telfonnya.""Ya udah, kita temuin aja dia di Surabaya.""Itu lebih mustahil lagi, Dewaaaa...""Kenapa? Gak diijinin Mama kamu?"Nilam menganggukkan kepalanya. "Umph.""Terus gimana?""Aku coba telfon dia dulu deh. Siapa tau dia senggang kan?"“Coba aja dulu, Nilam. Gak ada salahnya kan?” Dewa menepuk bahu

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Dejavu Itu Apa?

    "Aaaarghhh... Stres banget aku..."Nilam mengacak rambutnya, merasa benar-benar stres."Nilam, kamu kenapa?"Nilam menegakkan kepalanya dengan cepat, sedikit terkejut saat mendengar suara Dewa yang tiba-tiba menyadarkannya dari lamunan. Dia hampir lupa kalau sedang bersama pemuda itu sekarang.“Eh... Gak! Aku gak apa-apa kok,” ucap Nilam sambil tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang masih menghantuinya.Dewa menatapnya lekat-lekat, jelas tak percaya dengan jawaban singkat itu. “Yakin?""Iya, Dewa. Beneran." Ia nyengir kecil, berusaha meyakinkan pemuda itu bahwa dirinya baik-baik saja.Dewa menyandarkan tubuhnya ke kursi, menyesap tehnya perlahan. “Kalau boleh jujur, aku ngerasa kamu lagi banyak pikiran.""Uhm?""Iya, Nilam. Kamu ada di sini, tapi pikiran kamu gak tahu ada di mana."Nilam terdiam, jemarinya sibuk memainkan sedotan cappuccino di tangannya. Tatapannya penuh rasa bersalah saat melihat Dewa. "Enggak gitu kok, De. Aku cuma—""It's okay, Nilam. Gak usah pa

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Jadi Kepikiran

    “Rina, si Nilam kasih kabar ke kamu atau tidak?” tanyanya dengan nada datar, tapi jelas sekali tersirat rasa khawatir di kedua manik gelapnya.["Beberapa hari lalu dia bilang kalau Pak Jean sudah kasih ijin buat cuti karena kejadian di lift. Jadi saya gak nanya lagi, Pak."]Jean tampak kecewa mendengar jawaban Rina. Itu sama sekali tidak menjawab rasa penasarannya.["Apa bapak mau saya telfon Nilam langsung buat nanyain kapan dia masuk?"]Saran dari Rina itu seperti memberikan angin segar bagi Jean. Tapi dia malah berkata, "Gak perlu. Nanti aku sendiri yang akan chat dia."["Baik Pak kalau begitu."]["Apa ada lagi yang bisa saya bantu Pak?"]"Enggak. Makasih." Jean mengakhiri panggilannya. Ia membuang nafas berat untuk kesekian kalinya.Ia jadi semakin khawatir pada Nilam, apalagi sejak kejadian di rumah sakit. Ia takut perempuan itu sakit hati dan kecewa karena sikapnya dan memilih resign."Mungkin aku harus chat dia langsung."Jean menatap layar ponselnya, jempolnya mengetik cepat p

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Aku Gak Apa

    Keesokan paginya, sinar matahari yang hangat masuk melalui celah-celah jendela kamar Nilam. Ia membuka matanya perlahan, tubuhnya masih terasa lemas, tapi jauh lebih baik dibanding semalam. Ia menghela napas panjang, mencoba mengusir perasaan sesak yang masih menggantung di dadanya. Setelah beberapa saat, ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar. Di ruang tamu, Bu Mala tengah duduk santai di sofa sambil membaca majalah. Melihat ibunya yang begitu tenang, Nilam tersenyum kecil dan langsung menghampirinya. Ia menjatuhkan diri di samping ibunya, lalu menyandarkan kepala di bahu Bu Mala dengan manja. “Ma...” suara Nilam terdengar lembut, nyaris seperti anak kecil yang minta perhatian. Bu Mala tersenyum, tangannya otomatis membelai rambut putrinya. "Nilam... Kamu udah bangun?" tanyanya lembut. "Gimana perasaan kamu? Udah baik kan?"Nilam mengangguk pelan, tapi masih belum ingin menjauh dari dekapan ibunya. "Lumayan."Tanpa bertanya lebih jauh, Bu Mala langsung menarik p

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Berhenti Berbohong, Pak!

    Nilam terdiam sejenak, pertanyaan Jean seolah menghantam dinding hatinya yang sudah penuh dengan keraguan. Ia menghela napas pelan, mencoba menenangkan dirinya yang mulai merasa sesak. Apa pria ini sedang mengejeknya? "Saya..." Nilam menatap Jean dengan mata yang tampak bimbang. "Saya gak tahu, Pak. Saya cuma ingin semuanya jelas. Saya gak mau lagi merasa digantung dengan perhatian yang bapak berikan, lalu bapak pura-pura gak ada apa-apa." Jean mengepalkan tangannya erat, perasaan yang selama ini ia pendam terasa semakin berat untuk ditahan. Namun, ia tahu ada batasan, ada sesuatu yang harus ia lindungi—keluarganya, reputasinya, dan juga perasaan Nilam sendiri. Ruangan itu tiba-tiba terasa begitu sunyi. Jean hanya bisa menatap Nilam yang kini berdiri, siap pergi meninggalkannya. "Saya pamit dulu, Pak," ucap Nilam dengan suara pelan, lalu melangkah menuju pintu dengan langkah yang sedikit gontai. "Surya udah sampai." Jean ingin menahannya, ingin mengatakan sesuatu yang bisa mem

  • Terjerat Gairah Pembantu Cantik   [S2] Perasaan Apa ini?

    Jean membantu Nilam untuk bangun. Sedangkan Nilam mencoba untuk duduk meskipun kepalanya masih sedikit pusing."Ayo aku antar pulang!"Nilam menatap bosnya dengan pandangan syok. "Enggak perlu, Pak," tolaknya cepat."Kenapa Nilam?"Perempuan itu menggigit ujung lidahnya. "Saya udah terlalu banyak ngerepotin bapak hari ini. Lagipula bapak kan harus segera pulang, pasti istri dan anak bapak juga khawatir kan?"Jean menatap Nilam dengan ragu. “Terus kamu mau pulang dengan kondisi lemes gini? Yang benar saja, Nilam."Nilam tersenyum tipis, meskipun wajahnya masih terlihat pucat. “Saya bisa pesen taksi kok. Ini saya mau chat Surya, supir taksi langganan saya."Jean menghela napas. Jelas ada keinginan dalam dirinya untuk tetap di sisi Nilam, memastikan gadis itu benar-benar sampai di rumah dengan selamat. Namun ia juga bisa sedikit lega jika memang Surya yang akan menjemput Nilam nantinya.“Kalau gitu, biar aku tunggu sampai Surya datang,” ujarnya akhirnya, setengah memaksa. Nilam tertawa

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status