Bukan Budak Nafsu Majikan

Bukan Budak Nafsu Majikan

last updateHuling Na-update : 2024-03-28
By:  Syiffa NatasyaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
8 Mga Ratings. 8 Rebyu
67Mga Kabanata
26.3Kviews
Basahin
Idagdag sa library

Share:  

Iulat
Buod
katalogo
I-scan ang code para mabasa sa App

Menikah berawal dari sebuah kesalahan adalah hal menakutkan, terlebih ikatan yang tidak bisa untuk main-main hanya sekali seumur hidup. Alana hamil oleh Hamiz, namun Alana tidak merasakan bagaimana rasanya dicintai. Perbedaan status membuat semuanya semakin rumit. Terlebih Alana mendapat cemoohan karena hamil di luar nikah. Bagaimana kisah hidup Alana? Yuk, baca novel ini.

view more

Kabanata 1

1.

Plaaaak!

Tuan Hamiz melayangkan tangan hingga mendarat ke pipiku. Terasa kebas, karena ini tamparan yang ke empat kalinya dalam setengah jam ini. Sementara, sudut bibirku sudah sejak tadi mengalir darah. Aku masih sama, menatapnya tanpa air mata.

”Saya sedang hamil, Tuan,” ucapku sembari menyeka sudut bibir yang basah.

Tuan Hamiz berteriak sambil mencengkram kedua bahuku. ”Cewek bodoh!”

Aku tetap tersenyum karena makian dari mulutnya sudah menjadi makanan sehari-hari. Kupandangi wajahnya yang putih berubah kemerahan karena marah. Tuan Hamiz menendang meja riasku hingga bedak tabur yang ada di atasnya jatuh. Aku memilih duduk saja di pinggir ranjang sambil mengusap perutku yang baru hamil dua bulan.

”Setelah anak ini lahir, kamu akan aku ceraikan!”

Mataku terpejam ketika Tuan Hamiz memilih keluar kamar sambil membanting pintu. Kembali kuusap perutku yang belum membuncit. Semoga, anak yang kukandung tidak sedih mendengar ayahnya seperti itu.

Matanya yang sendu menatapku dua bulan lalu, membuatku semakin berandai jika Tuan Hamiz memiliki perasaan padaku. Tuan Hamiz dengan mulut menguarkan aroma alkohol, mendekap tubuhku hingga sesuatu yang tidak kuinginkan terjadi. Kehormatanku direnggut oleh Tuan Hamiz di bawah pengaruh alkohol.

Kungkungannya yang kuat membuatku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku terlalu syok, hingga meraung pun tidak bisa. Aku menyukainya, Tuan Hamiz cinta pertamaku, tapi tidak seharusnya dengan cara seperti ini kami bersatu.

Tuan Hamiz yang kelelahan langsung tertidur, sedangkan aku memunguti bajuku satu per satu sembari menangis. Aku ingin bungkam tentang ini, akan tetapi pintu terbuka, Tuan dan Nyonya menganga menatap ke arah kami.

”Apa yang kamu lakukan, Alana!” pekik Nyonya. Tanganku diseret bahkan tidak menungguku selesai memakai baju. ”Beraninya kamu ngerayu anak saya! Dasar anak babu! Berandai saja nggak boleh, apa lagi sampai kamu jadi menantu saya!”

Hancur. Apa lagi saat kulirik noda kemerahan di sprei Tuan Hamiz, tanda kesucianku benar-benar terenggut. Benar, seharusnya untuk bermimpi bahkan berandai itu pun tidak boleh. Ibu tidak masuk hari ini karena sudah empat hari sakit. Aku seorang diri memunguti harga diriku yang sudah tumpah ruah. Melirik ke arah Tuan Hamiz yang masih berada di dalam selimut tanpa mendengar makian yang dilayangkan padaku.

Selang beberapa waktu, aku sudah mengetahui jika aku tidak mendapat menstruasi. Aku masih bungkam karena terlalu takut untuk meminta pertanggungjawaban. Tapi, Oma datang dan mendapatiku muntah-muntah di kamar mandi.

”Kamu harus minta Hamiz tanggungjawab ke Alana, Sarah.”

Aku terkejut karena oma mengatakan itu. Bahkan aku tidak dipecat saja sudah sangat bersyukur. Aku tidak bermimpi sejauh itu untuk menikah dengan Tuan Hamiz.

Nyonya Sarah menatapku penuh benci, bahkan meludah. ”Mana mungkin aku mau punya mantu babu, Ma!”

Oma merangkul bahuku, wajahnya sulit kunilai senang atau tidak. Tapi aku kembali hancur mendengar ucapan selanjutnya.

”Tanggung jawab karena itu kesalahan Hamiz, Sarah. Tanggung jawab sampai anaknya lahir dan memiliki identitas, setelah itu kasih saja uang dan rumah. Kamu juga harus buat perjanjian hitam di atas putih, kalo Alana nggak akan menuntut apa pun lagi. Anaknya lahir, ceraikan saja.”

***

Benar, pernikahan akhirnya terjadi dan aku tinggal bersama keluarga Tuan Hamiz. Meski sudah menjadi istri Tuan Hamiz, pembantu tetap pembantu. Profesi yang harus kukerjakan setiap harinya.

”Bu, perutku sering kram.”

Aku mengeluh ke ibu, sambil duduk di antara cucian piring yang menumpuk. Ibu memegang pipiku yang memar, aku hanya menggeleng.

”Hamiz?” tanyanya, aku hanya mengangguk.

”Nak, kita orang miskin, tapi tidak sepantasnya diperlakukan begini.” Ibu memelukku dan kami menangis bersama. Memang sangat sesak jika dirasa, tapi aku tidak memiliki solusi.

Ibu mendongak dan memegangi bahuku. ”Kita pulang kampung saja, Alana. Kita rawat anak kamu di kampung.”

Pandanganku nanar menatap ke depan. Keinginan untuk pulang ke kampung halaman sudah tersirat lama dalam benak, hanya saja cemoohan orang-orang di desa pasti lebih menyakitkan kuterima dibanding di sini. Kutatap meja makan yang panjangnya hampir sama dengan rumahku di desa. Meski penuh kekejaman mengisi rumah ini, aku masih dapat melihat Tuan Hamiz.

Bodoh. Tidak mengerti pada hatiku yang luluh lantak. Di relung jiwaku sana, aku masih berani berandai jika Tuhan menyatukan kami karena memiliki tujuan.

”Alana ....” Ibu memanggilku, membuatku kembali fokus terhadapnya. Tangannya memegangi kedua bahuku yang lunglai. ”Ibu nggak kuat liat kamu diperlakukan nggak baik begini.”

Tidak ada kata yang harus kujawab. Aku hanya kembali berdiri sambil menahan mual dan kembali mencuci piring yang menumpuk. Di saat seperti ini aku ingin menangis, tapi agaknya air mataku sedang enggan keluar.

Aku menghentikan sejenak aktifitas karena sedari tadi ibu mengguncang lenganku untuk menoleh, seakan bising mesin pengering pakaian tidak menjadi pengganggu. Ibu menatapku dalam dan kuakui, aku merasa sedikit takut.

”Kamu emang udah nikah sama Tuan Hamiz, tapi kamu tetap babu, Alana! Ikut ibu pulang! Ibu masih mampu untuk menghidupi anak kamu. Ibu--”

Sebelum ibu melanjutkan ucapannya yang membuatku semakin berandai untuk damai, aku menyela. ”Alana nggak bisa, Bu! Alana takut! Apa kata orang-orang di desa liat Alana udah hamil?” Akhirnya tangis yang kuingin tahan keluar deras. ”Alana udah cukup bikin malu dan dikenal nggak baik di sini. Tapi nggak di desa Bu, kasihan almarhum bapak.”

Bapak meninggal karena difitnah dan julukan anak maling masih melekat hingga kini. Aku bahkan bingung, sebenarnya, apakah aku memiliki tempat untuk bernaung? Ibu hanya diam dan memandangku dengan mata berkaca. Pakaian di dalam mesin cuci dikeluarkan dengan tergesa dan ditaruh ke dalam keranjang. Ibu menghentakkan kaki dan berlalu dari hadapanku.

Ibu marah terhadapku, sedangkan aku sangat murka dengan diriku sendiri. Aku segera membalik badan saat kudengar sepasang sepatu hak beradu dengan lantai, tanda Nyonya Sarah akan datang. Aku mengelap semua piring yang telah kucuci dan memilih untuk mengerjakan pekerjaan lainnya.

Nyonya Sarah hanya memandangku sinis ketika aku melewatinya. Tidak ada kata pada menantunya ini agar istirahat saja, tatapannya justru sangat benci terhadapku.

Saat aku melewati pintu utama, kudengar mobil Tuan Hamiz. Aku melongok sebentar hanya untuk melihat wajahnya setelah menamparku, namun aku memang tidak diperbolehkan berandai-andai. Tuan Hamiz datang dengan seorang wanita berkulit seputih susu berjalan melewatiku tanpa memandang.

”Eh, Dania. Sini duduk, Sayang.”

Nyonya Sarah bahkan mempersilakan tamu yang dibawa Tuan Hamiz. Wajahnya berseri menatap wanita semulus porselen itu.

”Maafin tante ya, Sayang. Pertunangan kalian harus diundur sementara waktu,” imbuh Nyonya. Tangannya memegang jemari lentik wanita bernama Dania.

Pertunangan? Mendadak oksigen di sekitarku seakan menipis hingga kesulitan bernapas.

”Sebenarnya ada masalah apa, Tante? Kenapa pertunanganku sampai diundur.”

Aku tidak tahu persis wajah Dania bagaimana sekarang, akan tetapi melihat Nyonya menatapku benci, aku memilih pergi saja dari pintu utama menuju halaman belakang. Namun karena aku berlari, aku tidak memerhatikan jalanku.

Bug! Aku menabrak Tuan Hamiz.

”Liat penampilan kamu,” kata Tuan Hamiz. ”Seujung kuku aja kamu bukan tipeku. Jangan berandai-andai kalau adanya anak itu bisa membuatmu jadi nyonya di sini.”

Tuan Hamiz kembali melangkah lebar, akan tetapi segera kupegang tangannya. ”Maafkan saya, Tuan.”

Palawakin
Susunod na Kabanata
I-download

Pinakabagong kabanata

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Mga Comments

user avatar
IRRA DAUD
terbaik,harus buat yg lebih baik sy bg 5 bintang cerita best dan menarik.m
2023-12-10 14:42:42
1
user avatar
Itha Novi
cerita nya bagus
2023-11-02 06:09:10
1
user avatar
dr. Juniarsih Jamil
Good novel
2023-10-28 13:54:14
1
user avatar
اولنا امبر وتي
Bagus Ceritanya
2023-10-01 16:34:02
1
user avatar
Afifah
sayang bngt hatus pakai aku ga bisa beli padahal cerita nya bagus Dan seru
2023-10-01 14:23:00
1
user avatar
Syamsul Rhere91
bagus sekali novelnya
2023-09-10 16:54:56
2
user avatar
Syiffa Natasya
Selamat membaca, ya, teman-teman semuanya. Semoga suka dengan karya saya.
2023-09-10 09:56:11
1
user avatar
Rora Han
bagus novel nya kak.. di tunggu next nya ya kak
2023-09-08 22:03:07
2
67 Kabanata
1.
Plaaaak!Tuan Hamiz melayangkan tangan hingga mendarat ke pipiku. Terasa kebas, karena ini tamparan yang ke empat kalinya dalam setengah jam ini. Sementara, sudut bibirku sudah sejak tadi mengalir darah. Aku masih sama, menatapnya tanpa air mata. ”Saya sedang hamil, Tuan,” ucapku sembari menyeka sudut bibir yang basah. Tuan Hamiz berteriak sambil mencengkram kedua bahuku. ”Cewek bodoh!”Aku tetap tersenyum karena makian dari mulutnya sudah menjadi makanan sehari-hari. Kupandangi wajahnya yang putih berubah kemerahan karena marah. Tuan Hamiz menendang meja riasku hingga bedak tabur yang ada di atasnya jatuh. Aku memilih duduk saja di pinggir ranjang sambil mengusap perutku yang baru hamil dua bulan. ”Setelah anak ini lahir, kamu akan aku ceraikan!” Mataku terpejam ketika Tuan Hamiz memilih keluar kamar sambil membanting pintu. Kembali kuusap perutku yang belum membuncit. Semoga, anak yang kukandung tidak sedih mendengar ayahnya seperti itu. Matanya yang sendu menatapku dua bulan l
last updateHuling Na-update : 2023-06-26
Magbasa pa
2.
”Kamu serius sama keputusan kamu, kan, Alana?” Ibu menggenggam tanganku. Matanya kembali mengeluarkan buliran kaca yang siap pecah. Bibirnya yang mulai keriput bergetar. Aku mengangguk dan membalas genggaman tangannya. ”Semoga kita bisa lebih damai di desa, Bu.”**Ya, aku akhirnya menyerah hanya karena melihat Nyonya Sarah dan Dania membicarakan tentang pernikahan. Pesta seperti apa yang Dania inginkan. Gaun apa yang hendak dipakai. Makanan apa saja yang hendak disajikan untuk para tamu. Bulan madu di mana dan memiliki berapa anak. Mengingat itu semua hanya membuat perutku kembali kram. Ya, aku kira akan semudah dua bulan ini bersabar. Nyatanya sulit. Tubuhku seperti terbakar melihat Tuan Hamiz mencumbu Dania di kamar yang menjadi saksi kebrutalan Tuan Hamiz padaku. Kamar di mana kehormatanku hilang. Argh!Tanpa sadar aku berteriak dan memukuli kepala. Aku depresi hingga terasa sekarat. Mungkin sopir taksi online menilaiku orang aneh. Aku tidak perduli. Ibu justru kembali menangi
last updateHuling Na-update : 2023-06-27
Magbasa pa
3.
”Iya, Sayang. Kurang dari setahun kita bisa kayak biasa lagi.”Aku mendengar suara Tuan Hamiz tengah menelfon seseorang. Tuan Hamiz berada di dekat kolam ikan yang menyatu dengan taman. Dari caranya menelfon, sudah pasti itu Dania.”Aku nggak bisa nyuruh gugurin. Tenang aja, Sayang. Lagian di surat perjanjian juga, Alana nggak bisa nuntut apa-apa lagi.”Seharusnya aku memang tidak perlu berharap, bukan? Perkataan Tuan Hamiz sudah jelas. Jus alpukat yang hendak kuberi padanya kuurungkan. Lebih baik aku kembali ke dalam rumah. Kupijat pelipisku dan juga mengusap perut. Entah dosa apa yang kulakukan hingga Tuhan memberiku cobaan sebesar ini. ”Alana, kenapa jusnya belum kamu kasih ke Tuan Hamiz?” Ibu mendekat dan mengambil tempat duduk di sebelahku.”Tuan Hamiz lagi telfon sama orang kantor, Bu,” jawabku, memang berbohong. Ibu mengusap perutku dan memandangi wajahku seperti ada noda di sana. Aku tersenyum, tanpa mengatakan apa pun, aku ingin ibu melihatku baik-baik saja. ”Seenggaknya k
last updateHuling Na-update : 2023-06-28
Magbasa pa
4.
Malam ini Tuan Hamiz berpakaian rapi. Rambutnya ia sisir klimis dan lehernya memakai dasi berwarna merah tua. Jas yang dipakainya sangat bagus dipadu padankan dengan kulitnya yang bersih. Apa Tuan Hamiz akan menghadiri pesta? Karena jika hanya ke kantor, menurutku terlalu berlebihan. ”Saya mau dinner sama Dania. Kalo kamu ngantuk, tidur saja lebih dulu.”Pertanyaanku terjawab. Ingin rasanya kukatakan jika Dania tengah menemani anaknya yang sakit di ICU. Aku hanya mengiyakan, karena meminta Tuan Hamiz agar tidak pergi pun percuma. Aku memilih keluar kamar saja dan ke dapur, hendak mengiris beberapa buah-buahan. Tuan Hamiz mengekor di belakang, seakan melihatku hendak apa karena membuka kulkas. Akhirnya aku berbalik karena merasa canggung diperhatikan begitu.”Tuan mau saya buatin sesuatu?” tanyaku.Tuan Hamiz menggeleng, justru mengambil buah yang hendak kumakan. Tuan Hamiz mengirisnya dan menaruh di piring lalu diletakkan di depanku. Tuan Hamiz berlalu begitu saja setelah membuatku
last updateHuling Na-update : 2023-06-28
Magbasa pa
5.
”Harusnya kamu sadar posisimu apa. Jangan karena kamu saya perkenalkan sebagai istri, sikapmu jadi seenaknya!” bentak Tuan Hamiz padaku.Ibu diam tidak membelaku karena menurut ibu, jika aku memang bersalah, tidak ada pembelaan meski aku anaknya. Tapi aku memang tidak bersalah dan ibu belum mengetahui apa yang sebenarnya. ”Tapi saya nampar Dania karena dia sudah memfitnahku lebih dulu, Tuan. Dia--”Praaang! Makanan yang tersaji di meja makan jatuh berhamburan karena Tuan Hamiz menarik penutup meja. Aku tidak takut, masih teguh pendirian jika aku memang benar. Tuan Hamiz maju dan wajahnya ia dekatkan padaku. Tangannya mencengkram lenganku erat dan aku yakin setelah ini akan ada tanda biru kehijauan di sana.”Sadar posisimu. Kamu masih anak dari seorang pembantu,” ucapnya lirih, namun terasa sangat panas di telinga.Aku mendongak agar saling bertatapan dengan Tuan Hamiz. ”Benar, Tuan. Saya adalah anak seorang pembantu. Seharusnya, saat saya dan ibu akan pergi dari rumah mewah Tuan. Tu
last updateHuling Na-update : 2023-06-29
Magbasa pa
6.
Ternyata untuk berdamai dengan diri sendiri itu sangat sulit. Pertemuan dengan Tuan Hamiz dan berakhirnya aku sekarang hamil anaknya sukar kuterima. Aku tengah duduk menatap jalanan yang basah akibat gerimis. Melihat orang-orang berjingkat menyebrang jalan agar celana dan bajunya tidak terciprat membuatku nyaman.Orang-orang yang di jalanan setidaknya memiliki tujuan, sedangkan aku? Entah apa tujuanku sejak menjadi ibu hamil di usiaku yang baru 20 tahun. Aku memiliki cita-cita, tapi apa harus kukubur? Aku terlalu malu kembali kuliah karena sebentar lagi perutku tidak bisa disembunyikan.Apa kata teman-temanku? Ya, agaknya aku terlalu risau dengan pandangan orang terhadapku. Apa yang harus kuceritakan? berawal dari seandainya dan menjadi begini, begitu? Itu memalukan.Aku memang sedang menenangkan diri di sini, menikmati udara pagi yang dingin sambil meneguk kopi. Keributan yang terjadi di rumah membuatku muak, karena keributan seperti itu akan kembali terulang sampai aku melahirkan na
last updateHuling Na-update : 2023-07-18
Magbasa pa
7.
”Kamu udah bangun? Aku udah bikinin kamu nasi goreng. Dimakan, ya, Sayang. Ibu sebentar lagi pulang dari pasar. Aku harus ke kantor karena ada beberapa masalah.”Tangannya mengusap rambut, tapi yang berantakan justru hatiku. Jantungku kembali berulah. Ah! Rasanya aku ingin berteriak.”Pipi kamu merah,” imbuh Tuan Hamiz sebelum menghilang dari pintu. Bahkan Tuan Hamiz tersenyum sampai matanya menyipit. Aku masih terpaku meski Tuan Hamiz sudah menghilang.Dari saya ke aku. Ada apa ini? Kenapa sikapnya sangat berbeda, tidak kaku seperti biasanya. Kuraba dada yang berdetak kencang untuk memastikan di dalam sana jantungku tidak mengalami serangan. Perutku yang kini berulah. Di dalam sana, perutku minta diisi makanan. Teringat nasi goreng hasil masakan Tuan Hamiz membuatku penasaran. Segera saja aku ke luar kamar untuk mencicipi seenak apa buatan Tuan Hamiz.Kubuka tudung saji dan terlihat nasi goreng dengan dua telur ceplok di atasnya. Di samping piring terdapat catatan kecil bertinta mera
last updateHuling Na-update : 2023-07-18
Magbasa pa
8.
”Kamu udah wudhu, Sayang? Jangan sentuh aku, ya,” canda Tuan Hamiz.Suamiku ini tampak tampan, menawan. Memakai sarung hitam dan baju muslim berwarna merah marun. Kulitnya yang putih terlihat semakin bersih. Wajahnya masih sedikit basah karena baru mengambil wudhu.Tuan Hamiz sendiri yang bilang akan mengimami aku dan ibu. Hal yang tidak kusangka, Tuan Hamiz bisa melakukannya. Aku tersenyum kaku melihatnya tengah memakai kopiah.”Aku ambil air wudhu dulu,” jawabku sambil berdiri dari ranjang.”Sayang. Aku ambil air wudhu dulu, Sayang,” ralat Tuan Hamiz menatapku dengan alis berkerut.”Aku ambil air wudhu dulu, Mas Hamiz.” Tuan Hamiz tersenyum dan mengiyakan. Tangannya hampir mengusap rambutku, tapi segera kuingatkan jika ia sudah berwudhu.”Gemes denger kamu bilang Mas. Ya udah, Mas tunggu di luar ya.”Tanpa menjawab, aku segera ke kamar mandi untuk berwudhu. Selesai berwudhu, ponselku berdering berkedip-kedip menampilkan nomor tak dikenal di layar. Kuabaikan karena ibu dan Tuan Hami
last updateHuling Na-update : 2023-07-18
Magbasa pa
9.
Niko. Dulu Niko pernah menyatakan perasaannya padaku, tapi aku tidak ada perasaan apa-apa padanya. Aku tidak tahu juga, Niko akan menunggu jawaban dariku sampai 9 tahun lamanya.”Selama itu, harusnya kamu tau jawabannya, Nik,” candaku sambil tersenyum. Niko duduk di hadapanku, sedikit berjongkok. ”Aku pengen denger jawaban dari kamu, tapi jangan sekarang. Aku bakal pastiin, kamu bakal ubah jawaban kamu. Kita bakal sering ketemu.””Tapi aku ....””Aku pergi dulu. Dah!”Belum kujawab tuntas jika sudah bersuami, tapi Niko lebih dulu berlalu. Kuberdiri, merasa sudah siang dan pasti Tuan Hamiz sudah pergi ke kantor. Saat hendak menengok ke belakang, Tuan Hamiz tengah berdiri dengan pakaian rapi sambil berkacak pinggang. ”Dari mana aja kamu? Siapa cowok tadi?”Aku menatapnya sekilas, tanpa ada gairah untuk menjawab. Aku melangkah lebar tidak peduli Tuan Hamiz mengekor di belakang. Berkali-kali Tuan Hamiz memanggil sampai lalu lalang orang memandang ke arahnya dan arahku. Aku tetap melanju
last updateHuling Na-update : 2023-07-18
Magbasa pa
10.
Badanku menggigil duduk di depan meja makan, berhadapan dengan wajah garang ibu. Sejak pelarianku dan ibu dari kampung, baru kali ini aku melihat wajah ibu yang semarah ini hingga menamparku. ”Diam dan jangan ungkit-ungkit tentang bapak!” Ibu memandangku tanpa berkedip, nada bicaranya terselip kemarahan. ”Nggak bisakah kamu bahagiain ibu sedikit aja, Alana? Cukup diam di sini, layani Tuan Hamiz jadi istri yang baik. Kamu malah apa? Pengen balik ke kampung? Nanggung malu?”Ibu berdiri, mengitari meja makan. Aku sudah menunduk sambil meringis memegangi pipi. Hatiku sakit diperlakukan seperti ini oleh ibu.”Urusan Tuan Hamiz di luaran, itu urusannya. Mau dia pacaran sama Dania, atau siapa, ya terserah dia. Yang terpenting kamu dikasih uang bulanan gede, rumah mentereng, nggak miskin.” ”Ibu!” Ucapan ibu sudah kelewatan. Ibu seolah menjelma menjadi orang lain sejak tinggal di rumah ini. Aku tidak bisa membendung tangis. Kasihan anak yang ada di kandunganku, calon ibunya tidak bahagia.”
last updateHuling Na-update : 2023-07-18
Magbasa pa
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status