Tolong beri aku keadilan! Dinikahkan secara paksa, padahal usiaku masih sangat belia, ahkan impianku belum tergapai. Namun, keadilan bagi gadis miskin sepertiku rasanya lenyap–hanya karena utang orang tua. Aku memiliki suami yang bejat. Perlahan sikapnya membunuh jiwaku. Dia layaknya manusia yang tak memiliki hati. Dipaksa melayani, dimarahi, dimaki, aku sudah terlalu kenyang menyantapnya. Tolong! Beri aku keadilan! Sampai kapan hidup seperti ini? Sampai kapan terus menangis? Aku ini manusia, bukan anjing yang menggonggong tanpa durjana.
View MoreSemua yang terlihat adalah pembaruan. Dunianya umpama perawan–tak pernah tersentuh. Gadis dengan tubuh mungil itu dipaksa siap pergi meninggalkan tempat dan ruang di mana dia dia dilahirkan. Raut muka yang sedih dibalut air mata yang terus mengalir mengiringi langkahnya menuju luar rumah.“Kamu yang betah, ya, di sana!” ujar Yudo sambil mengelus kepala Hanum lembut.Hanum hanya tersenyum keberatan mendengar ucapan ayahnya, menerima dengan sakit adalah kunci jawaban atas kehidupannya saat ini. Dia melanjutkan langkahnya untuk menaiki kendaraan jemputan dari keluarga Afian.Mobil mewah membawa keluarga Hanum menuju rumah Afian, dengan segala perbekalan sembari menyerahkan Hanum sebagai istri Afian. Kerabat yang semalam menginap pun tak ingin ketinggalan supaya bisa ikut mengantarkan Hanum tinggal di rumah keluarga barunya. Semuanya begitu bahagia, tidak peduli dengan perasaan Hanum yang sebenarnya.Hanum duduk di kursi paling belakan
Bayang-bayang mengerikan tentang sesuatu yang berhubungan dengan malam pertama, terus terngiang-ngiang di pikiran Hanum. Dia memang masih sendiri di kamar, karena sedari tadi Afian masih sibuk berkenalan dengan keluarga Hanum. Tentu, sebagai pengganti paksaan, malam ini adalah malam yang paling mengerikan bagi dirinya.“Hanum! Nama yang cantik.”“Kenapa harus menangis seperti itu? Kamu enggak suka dinikahin sama saya?”Afian tiba-tiba masuk kamar, menyapa Hanum yang sedang menangis sejadi-jadinya. Dia berjalan mendekati jiwa yang sedang ketakutan itu.“Kamu kenapa tegang banget wajahnya? Aku, kan, udah jadi suami kamu,” ujarnya sedikit menggoda.Gerak-gerik Afian di mata Hanum adalah keasingan, ketika Afian duduk di sampingnya, Hanum malah menjauh beranjak dari tempat tidur. Dia berusaha menghindar dari kewajibannya sebagai seorang istri. Tanpa harus bertanya pun, Afian sudah paham cara Hanum bertingkah laku. Dia
Dinding rumah yang kini telah diselimuti dekorasi cantik, telah sempurna memperindah hari kebahagiaan yang seharusnya milik Hanum. Kamarnya kini dihias menjadi surganya para pengantin. Hanum tampil cantik dengan pakaian putih yang membalut tubuhnya.Tanggal yang dijatuhkan telah tiba, ini adalah hari pernikahan Hanum.Wajah yang sebelumnya dibalut luka dan darah, kini tersamarkan oleh warna make-up yang membuatnya semakin cantik. Sayangnya, tidak ada senyum sedikit pun yang terbit. Dia dituntut seseorang untuk mengikuti acara ijab qobul di tempat yang telah disiapkan.“Selamat, ya, Neng! Udah, enggak usah tegang gitu, santai aja,” bisik seorang MUA menggoda Hanum.Hanum hanya menyunggingkan senyum, kemarahannya di hatinya belum juga mereda. Rasa sakit yang teramat dalam yang terjadi pada hari ini, adalah sejarah paling menyakitkan dalam hidupnya.“Hanum, ayo cepat!” perintah Yuli melihat kelambatan Hanum.Dia telah be
“Ini ya, yang namanya Hanum itu? Cantik sekali!” sapa seorang wanita berusia empat puluh tahun kepada Hanum, saat dia dipaksa ibunya masuk ruang tamu. Nampak, seluruh keluarga dari calon suami Hanum sudah datang untuk menanyakan kesiapan pernikahan anak mereka.“Hai, Hanum!” kata seorang pria muda, hidung bangir, berpengawakan atletik, pria itu bernama Afian, pria yang tak lain adalah calon suami Hanum. Deretan giginya menunjukkan kalau dia adalah pria yang dan sopan, juga menyenangkan. Tentu, ibu Hanum sangat setuju dan merasa cocok Afian akan menjadi suami Hanum.Gadis itu sedikit menyunggingkan senyum, pura-pura baik-baik saja agar tidak kena marah ibunya dan menyembunyikan kebenaran di depan orang-orang kalau dia sedang tidak baik-baik saja.“Hanum, salim, dong!” perintah Yuli sembari menepis tangan Hanum.***Cakap demi cakap telah terlewati untuk membuka inti dari pertemuan kedua keluarga itu. Tak lain adal
“Enggak usah kuliah, kamu udah Ibu jodohkan sama anak milik perusahaan tempat Ayah kerja!” ucap seorang wanita tiba-tiba membentur fokusnya pada selebaran kertas soal-soal latihan tes masuk perguruan tinggi.“Maksud Ibu?” tanya Gadis itu memperjelas. Rasa tidak percaya dengan apa yang dilontarkan ibunya, membuat dia merasa salah dengar.“Ya, kamu mau kamu nikahkan sama anak orang kaya!” kata ibunya tegas.Deg! Jantungnya memberi sentuhan tak kepalang dengan apa yang diucapkan Yuli–ibunya. Tangan tiba-tiba gemetar, lembaran soal yang melekat manis dalam genggaman ikut berserakan seperti berserakannya perasaannya saat ini. Napasnya kembang kempis, matanya melotot menatap wajah mamanya tajam. Penuh ketidakpercayaan.“Tapi aku enggak mau, Bu. Aku mau sekolah, aku mau impianku tercapai, aku belum mau nikah, Bu,” pekiknya sambil berdiri. Sungguh sakit luar biasa, baginya ini seperti buruk, dan dia sendiri in
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments