Kanaya diliputi perasaan bersalah tatkala tak mampu membiayai pengobatan ibunya. Biaya yang begitu besar dan donor yang langka, membuat kesempatannya untuk menyelamatkan ibunya kian menipis. Sampai akhirnya, sebuah penawaran sebagai ibu pengganti dari keluarga yang menginginkan anak pun datang kepadanya. Dengan hadiah yang begitu besar, Kanaya dapat menyelamatkan ibunya dengan mengambil tawaran itu. Namun, keputusannya itu justru membuatnya terjebak dalam pusaran cinta tersembunyi dengan Bastian, pria yang menyewa rahimnya, dan anak yang Kanaya kandung. Dan, pada titik tertentu, Kanaya mengambil keputusan yang mengubah hidupnya sepenuhnya. Dapatkah mereka berdua bergandengan tangan layaknya sepasang kekasih atau memang cinta tak harus memiliki?
View More*** Flashback***Setelah Bastian selesai berbicara dengan Indra dan Ardyan di toilet, ia menerima panggilan telepon dari Ezra.“Bos, saya baru mendapat berita dari Jay, mengenai… perawat gadungan di ERc waktu itu.”Bastianyang sedang melangkah langsung menghentikan langkahnya. “Dan?”“Jay berhasil menemukannya, dan ternyata dia berkerja untuk—Reno,” lapir Ezra dengan hati-hati.“Reno? Kamu yakin?” Bastian cukup terkejut. Karena ia fokus pada Elsie, Ravioli dan Rizal, ia sama sekali tidak tidak berpikir jika Reno—sepupu sekaligus saingan bisnisnya itu ikut terlibat dalam masalah itu.“Benar Bos, Jay telah mengkonfirmasinya. Reno yang menyuruh orang itu untuk menjatuhkan kalung itu di dekat Bos. Tujuannya adalah dia ingin mengetahui apakah Bos benar-benar lupa ingatan atau tidak.” Bastian menyugar rambutnya sembari mengingat sesuatu. Ia ingat Reno memang mengetahui mengenai Kanaya dan kehamilan palsu Elsie. Namun karena Reno tidak pernah lagi mengusiknya, ia berpikir jika Reno telah b
“Apa kamu tahu kalau Reno yang menolongku?” Raut wajah Bastian berubah saat nama Reno disebut. Ia menegakkan punggungnya dan menyerong kan tubuhnya, menghimpit tubuh Kanaya. “Kalian tidak benaran bertunangan kan?” Tatapan mata Bastian memberi peringatan keras. Sangat jelas jika ia cemburu. Sangat cemburu. Ia yang sempat melupakan pengakuan Reno di hotel Royal tadi menjadi teringat saat Kanaya menyebut nama Reno. Rasanya ia tidak rela jika Kanaya menyebut nama pria lain dihadapannya, terlebih pria yang mengaku sebagai tunangan istri sirinya itu! Kanaya menatap Bastian dengan heran. Ia tidak menyangka Kalau Bastian akan percaya pernyataan Reno itu. “Naya, jawab pertanyaanku! Kalian— kamu dan Reno—” Bastian tidak sabar menunggu jawaban Kanaya. Kenapa dia diam saja dan tidak menyangkalnya? “Naya, kamu istriku! Kamu tidak bisa menerima lamaran orang lain, meskipun dia menyelamatkan nyawamu!” Kanaya mengerutkan keningnya, namun ia hanya membatin saja. Ya ampun, memang semudah itu
Bastian mengangkat alisnya. Senyumnya dikulum melihat Kanaya tampak gugup dan salah tingkah. Diangkatnya dagu istri sirinya itu, dan ia menatapnya dengan tatapan menggoda. “Naya… kamu—cemburu?”Kanaya menghempaskan tangan Bastian dan ia berdecak lalu berbalik badan ke lain arah.“Bukan itu!” sungutnya dengan kesal. Ia bertanya serius, tetapi Bastian justru menggodanya!“Lalu?” tanya Bastian dengan nada yang jauh dari kata serius. Ia menyorongkan wajahnya mendekati Kanaya.Kanaya kembali berdecak pelan dan menunduk, menghindari tatapan Bastian.“Ya… bukannya benar begitu?” lirik Kanaya dengan ragu. “Semua—orang tahu kalau kamu— sangat mencintai— Elsie…” walaupun hatinya berat mengucapkannya, namun diucapkannya juga. Ah, rasanya ia tidak ikhlas mengatakan Bastian mencintai wanita lain. Kenapa tidak Bastian mencintai dirinya saja?“Naya…” Bastian merangkul Kanaya, dan menempelkan dagunya di kepala Kanaya. “Beri aku waktu. Dan akan kubuktikan apakah memang benar aku menikahinya karena ak
Bastian mengangkat tubuh Kanaya dari lantai dan membawanya ke sofa. Namun, saat ia hendak beranjak dari sofa, tangan Kanaya memegangi kerah kemejanya.“Jangan pergi,” ucap Kanaya dengan suara lirih.Bastian kembali duduk dan tersenyum. Ia menyugar rambut Kanaya dan membelai pipinya dengan lembut, menyentuh garis bekas airmata.“Aku tidak ke mana-mana, Naya. Hanya ingin mengambil air minum.” Bastian memberinya tatapan meyakinkan. Bagaimana mungkin ia meninggalkan Kanaya?Kanaya mengangguk lemah mengiyakan dan melepaskan pegangan tangannya.Bastian merasa lega. Ia mendaratkan kecupan di kening Kanaya sebelum beranjak berdiri.Di dapur, Bastian mengambil segelas air putih, dan menghangatkan segelas susu coklat. Kemudian, ia duduk kembali di samping Kanaya.“Minumlah, ini akan membuatmu lebih tenang.” Bastian memegang gelas itu dan mendekatkannya ke mulut Kanaya.Kanaya ikut memegangi gelas itu dan ia meminumnya sedikit demi sedikit.Ia memang membutuhkan segelas coklat hangat. Apalagi,
“Naya…” Suara itu… Tubuh Kanaya menegang mendengarnya. Refleks ia melihat ke bawah, ke sepasang tangan kekar yang memeluknya dengan erat. Tangan itu… tidak salah lagi… Kanaya berbalik badan dengan cepat dan mendorong tubuh pria itu dengan sekuat tenaga. “Pergi kamu! Aku tidak mau—bertemu denganmu!” Suara Kanaya bergetar hebat. Tangannya menunjuk pria itu dengan gemetar, sementara ia menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Bastian, pria yang ada dihadapan Kanaya, terkejut dengan penolakan Kanaya padanya. “Naya? Ini aku Sayang… Ini aku..” Bastian melangkah maju, namun Kanaya menggelengkan kepalanya dengan keras meminta Bastian jangan mendekatinya. “Jangan mendekat! Aku benci kamu!” ucap Kanaya dengan keras, sambil ia berjalan mundur. Bagian dari dirinya yang masih sangat kecewa dan sakit hati pada Bastian, menolak untuk bertemu dengannya. Kanaya begitu kecewa dengan apa yang Bastian lakukan di Hotel Royal. Padahal, setelah apa yang ia alami, mulai dari penculikan, percob
Kanaya terduduk diam di dalam mobil yang membawanya kembali ke rumah Reno. Sesekali airmatanya menetes tanpa bisa dicegah. “Kanaya, aku tahu apa yang kamu rasakan. Tidak apa untuk menangis…” ucap Reno pelan dari tempatnya duduk. Walaupun ia merasa senang segala sesuatu terjadi sesuai dengan keinginannya, akan tetapi melihat raut wajah Kanaya yang begitu sedih, hatinya pun ikut merasa sedih. Saat di hotel tadi, Reno sengaja membiarkan Kanaya sendiri untuk waktu yang lama sambil ia memperhatikan apa yang terjadi dan menunggu saat yang tepat untuk ia keluar menjadi pahlawannya. Awalnya Reno tidak menyangka jika Kanaya akan bertemu dengan Miranda, atau bahkan Azhar. Akan tetapi semua itu hanya membuat keadaan semakin menguntungkan baginya. Terbukti Kanaya merasa “sangat nyaman” saat ia datang “menyelamatkannya”. Reno yakin, sedikit demi sedikit ia akan bisa mengambil hati Kanaya, dan membuatnya melupakan Bastian. Kanaya tidak menimpali ucapan Reno dan hanya memejamkan matanya. Ia h
Kanaya dengan cepat menoleh, menatap Reno. Ia sangat terkejut dengan pernyataan pria itu. Bagaimana mungkin dia mengatakan mereka berdua bertunangan?! Reno balas menatapnya dengan penuh arti. Jari tangan Reno dipinggang Kanaya membuat penekanan, mengirim kode pada Kanaya. “Kenapa sayang? Sudah waktunya kita memberitahu mereka bukan?” Kanaya ingin mengatakan tidak. Ujung lidahnya sudah ingin bicara. Namun, bisikan Reno menghentikannya. “Ikuti saja apa yang aku lakukan. Bukankah kamu ingin tahu reaksi Bastian?” Kanaya belum sempat merespon saat Reno sudah kembali berbicara. Kali ini ditujukan kepada Azhar. “Kakek benar. Sekarang sudah waktunya aku memikirkan masa depan dan tidak lagi bermain-main. Aku akan menikah… dengan Kanaya.” Semua yang ada di sana terkejut mendengarnya. Elsie dan Kanaya langsung menoleh ke arah Bastian. Bahkan Reno ikut melirik ke arah Bastian dan tersenyum padanya. Akan tetapi Bastian tampak sangat santai meresponnya. Ekspresi wajahnya tampak datar saja. Ti
Bastian? Apakah itu suara Bastian? Kanaya yang sudah mengangkat tangannya untuk menahan tangan Elsie, segera menurunkannya, dan dengan cepat menoleh. Begitu pula dengan Elsie. Tangan kanan Elsie berhenti di tengah udara, terlebih saat mendengar namanya dipanggil oleh suara yang sangat familiar. Ia dengan segera menurunkan tangannya dan berbalik badan dengan gugup. Jantung Kanaya berdebar sangat kencang saat ia melihat pria yang sangat di rindukannya berjalan ke arah mereka. Bastian… Batin Kanaya menyebut namanya dalam hati sambil menatap pria yang sudah lama tidak ditemuinya itu. Bastian terlihat sangat tampan dengan baju batik yang dikenakannya. Ia berjalan tegap ke arah mereka. Nafas Kanaya serasa berhenti saat pandangan mata Bastian beralih dari Elsie kepadanya, dan kedua mata mereka terkunci, saling menatap satu sama lain. Saat itu, dunia seakan berhenti berputar, dan waktu berjalan dengan sangat lambat. Yang ada dalam pandangan mata Kanaya hanyalah Bastian seorang. Piki
“Kanaya, beraninya kamu datang ke sini! Apa kamu tidak takut mati?!” seru Elsie dengan geram. Ia sudah menahan diri untuk memaki-maki Kanaya sejak tadi.Dan begitu Miranda pergi, ini lah kesempatan yang ia sudah tunggu sejak tadi!“Kenapa aku tidak boleh datang ke sini? Dan kenapa aku harus takut padamu? Atau.. justru kamu takut aku akan membocorkan semua perbuatan jahatmu?” balas Kanaya sekaligus menggertak Elsie.Kanaya menatap Elsie dengan sama tajamnya. Ia tidak boleh takut pada Elsie, sebab jika ia menunjukkan kelemahannya, Elsie akan semakin berbuat semena-mena. Toh Elsie tidak bisa melakukan apa-apa padanya di tempat itu. Jika Elsie berbuat sesuatu padanya, mustahil tidak ada yang melihat perbuatannya. Dan lagi, orang seperti Elsie tidak mungkin menghancurkan nama baiknya sendiri dengan berbuat sesuatu yang tidak patut di muka umum.Elsie terkejut mendengar Kanaya berani menjawabnya dengan lantang. Kanaya yang ia kenal sebelumnya adalah seorang yang tidak akan melawannya. Kan
“Jika tidak dioperasi, ibu nona tidak akan bisa bertahan lebih lama...”Tiba-tiba ruangan itu sunyi, hanya terisi oleh suara mesin-mesin rumah sakit yang berdenting begitu lambat.Kanaya menahan napas, dadanya sesak hampir meledak. Di hadapannya, ibunya terbaring koma dan satu-satunya cara menyelamatkannya adalah dengan operasi transplantasi jantung.“Apa tidak ada cara lain, Dok?”Suara Kanaya bergetar. Sebelumnya Dokter itu juga berkata jika biayanya bisa mencapai 20an miliar. Apa yang harus ia lakukan?Dokter yang menangani Ayunda, ibu Kanaya, menggeleng seraya mengalungkan stetoskop.“Itu... satu-satunya cara...”Kanaya menggenggam tangan ibunya lebih keras, ia terisak. Teringat ibunya yang menolak dibawa ke rumah sakit karena tak mau merepotkannya.“Nona bisa pikirkan terlebih dahulu. Saya pamit,” ucap sang dokter yang mengangguk ke arah Kanaya dan langsung pergi dari ruangan itu.Kanaya tak bergerak, ia membeku.Sejak ayahnya meninggal, satu-satunya orang yang bisa diharapkan ib
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments