Kanaya duduk termangu di sebuah kamar dalam balutan kebaya putih sederhana.
Beberapa hari yang lalu, Dokter Indra memberitahukannya jika kliennya setuju menikahinya secara agama. Dan hari ini, pernikahan itu akan diselenggarakan di sebuah rumah di jalan Sunset Summit.
Rumah satu lantai itu terletak di sebuah kawasan elit. Di kawasan seperti ini, orang-orang yang tinggal di dalamnya tidak saling berinteraksi. Mereka sangat individual dan tidak pernah bertegur sapa satu sama lainnya.
Tidak ada tetangga yang tahu apa yang sedang terjadi di rumah itu. Dan mereka tidak usil mencari tahu. Menjaga privasi adalah hal yang lumrah.
Dokter Indra baru saja datang mengatakan jika kliennya akan datang menemuinya. Dan jantung Kanaya berdebar kencang ingin tahu siapa orang yang 'menyewa' rahimnya dan 'membeli' sel telurnya. Orang yang akan menikahinya dan menjadi ayah biologis anaknya kelak.
Siapa mereka? Apa ia pernah bertemu dengan mereka sebelumnya?
Kanaya berdiri saat pintu kamarnya terbuka dan masuklah sepasang suami istri. Namun, ia begitu terkejut tatkala melihat dua orang yang berjalan menghampirinya itu.
Bagaimana tidak? Siapa yang tidak mengenal kedua orang itu? Mereka adalah Bastian Aryo Dwipangga dan istrinya Elsiana Zhiva.
Bastian adalah seorang pengusaha muda yang sukses, anak satu-satunya keluarga konglomerat Dwipangga, keluarga nomor satu yang ada di Eastasia.
Pantas saja mereka sangat merahasiakan kesepakatan ini dan mau mengeluarkan begitu banyak uang untuk mendapatkan seorang anak.
Kabar bahwa Bastian sangat loyal pada sang istri dan selalu menolak godaan begitu banyak wanita sudah bukan rahasia. Itu sebabnya, Bastian menjadi idola bagi banyak wanita.
Tidak hanya tampan, kaya dan sukses, namun ia juga setia. Wanita mana yang tidak mengaguminya?
Semakin dekat langkah mereka, semakin kencang jantung Kanaya berdebar.
Bastian dan Elsie berhenti satu meter dari tempat Kanaya berdiri.
"Saya Bastian, dan ini Istri Saya, Elsie. Seperti yang kamu tahu, Saya sudah memiliki seorang istri. Jadi, pernikahan ini hanya formalitas saja seperti permintaanmu."
Pertama kali Kanaya mendengar langsung suara pria yang hanya pernah dilihatnya melalui layar kaca. Suara maskulin itu nyaris tanpa emosi. Dingin dan datar. Sikapnya pun acuh tak acuh, seakan hanya menghadiri acara biasa saja dan bukan pernikahannya sendiri.
Kanaya mengangguk, tidak berani mengangkat wajahnya untuk menatap Bastian.
Elsie yang berada di samping Bastian melangkah mendekati Kanaya.
"Kanaya, Saya berterima kasih padamu karena kamu mau menerima penawaran kami," ucap Elsie dengan lembut.
"Saya mengerti alasan kamu meminta pernikahan ini," tambah Elsie yang tiba-tiba mengangkat dagu Kanaya hingga kedua mata mereka bertemu.
"Tetapi kamu harus ingat, bahwa ini adalah bagian dari kesepakatan. Saya harap kamu bisa bersikap profesional, dan tidak menganggapnya sebagai hal yang bersifat pribadi."
Cara Elsie mengucapkannya penuh dengan kelembutan, namun dibalik tatapan mata dan kata-kata yang diucapkannya, ada makna yang sangat dalam yang mengingatkan Kanaya akan posisi dan status mereka yang berbeda.
Elsie adalah istri sah yang sangat dicintai Bastian. Sedangkan dirinya tidak lain hanyalah perempuan yang mereka sewa untuk mengandung dan melahirkan anak untuk mereka.
"Saya hanya melakukan apa yang ada dalam kesepakatan. Ibu tidak perlu kuatir, saya tahu tugas dan tanggung jawab Saya," ucap Kanaya sambil membalas tatapan Elsie sesaat sebelum ia kembali menunduk. Ia tahu diri untuk tidak berbuat lancang.
Kanaya pun tahu alasan Elsie mengatakan hal itu padanya.
Sebagai sesama perempuan, ia bisa merasakan apa yang dirasakan Elsie dan Ia tidak ingin menabur garam pada luka.
Kanaya bertekad untuk melakukan tugasnya menjadi ibu pengganti anak mereka. Ia tidak berniat menjadi wanita penggoda atau orang ketiga dalam rumah tangga mereka.
Ia sudah mengatakan alasan dirinya meminta dinikahi dan itu bukan untuk menjadi perebut suami orang.
Kanaya ikhlas memberikan anak biologisnya untuk kebahagiaan kedua pasangan yang telah membantunya memberikan harapan hidup bagi ibunya.
Samar Kanaya mendengar hembusan nafas Elsie, sebelum ia kembali berdiri di samping Bastian.
Setelah itu, tidak ada lagi yang mereka katakan dan acara berlanjut dengan akad nikah.
Akad nikah itu berlangsung singkat dan sederhana. Tidak ada dekorasi dan jamuan mewah di dalam rumah ataupun tamu undangan.
Hanya beberapa orang saja yang hadir, yang diperlukan untuk memenuhi syarat sahnya pernikahan itu. Selain Kanaya, Bastian dan Elsie, ada Dokter Indra dan serta beberapa orang lainnya yang Kanaya tidak kenal.
Sedangkan di sisi Kanaya, hanya ada Fadly, sepupu Kanaya, anak dari adik laki-laki almarhum ayah Kanaya. Dia yang menjadi wali nikah Kanaya.
Hal ini karena ayah dan kakek serta om Kanaya telah meninggal dunia. Dan Fadly adalah satu-satunya saudara laki-laki dari sisi ayahnya.
Dalam kesepakatan mereka tidak disebutkan mengenai mahar. Namun rupanya, Bastian menyiapkan untuk Kanaya sejumlah uang, dan satu set perhiasan berupa kalung, gelang dan anting sebagai mahar untuknya.
Tidak ada cincin di dalamnya.
Kanaya sendiri tidak mempermasalahkan ketiadaan cincin. Yang terpenting baginya adalah syarat pernikahan itu terpenuhi. Lagipula, cincin sebenarnya bukanlah sesuatu yang wajib diberikan dalam pernikahan.
Toh pernikahan itu bukan untuk jangka waktu yang lama. Setelah ia melahirkan anak mereka, hubungan mereka akan berakhir, dan pernikahan ini akan mengiap dengan sendirinya.
Setelah acara ijab qabul, dilanjut dengan foto singkat yang sama sekali tidak berkesan, sebelum akhirnya Bastian pergi bersama Elsie.
Itulah acara pernikahan yang dijalani oleh Kanaya. Tidak ada tangisan haru atau senyum kebahagiaan. Hanya sebuah formalitas karena ia memintanya sebagai bagian dari kesepakatan.
Bukanlah sebuah pernikahan impian yang ada dalam bayangan Kanaya selama ini, akan tetapi itu adalah pilihannya dikala ia harus memilih antara hidupnya dan kelanjutan hidup ibunya.
Setelah menikah, Kanaya tinggal di rumah di jalan Sunset Summit bersama seorang perempuan paruh baya bernama Sifa. Sifa bertugas sebagai pengasuh yang menemani dan mengatur segala keperluannya.Beberapa hari sudah Kanaya tinggal di rumah itu, namun Bastian belum pernah datang menemuinya. Hanya Dokter Indra dan timnya yang datang mengecek keadaan Kanaya.Akan tetapi, hari ini berbeda. Tadi pagi Dokter Indra mengabarkan jika Bastian akan datang mengunjunginya malam ini.Ia mengatakan jika sel telurnya berada dalam masa ovulasi. Yaitu waktu di mana sel telur siap untuk dibuahi. Di saat itulah, pembuahan memiliki peluang terbesar untuk berhasil.Itu sebabnya Kanaya duduk dengan gelisah di dalam kamar karena malam ini adalah pertama kali dalam hidupnya seorang pria akan menyentuhnya.Kanaya belum pernah berpacaran, apalagi disentuh oleh laki-laki.Ia tidak punya waktu untuk hal seperti itu karena sisa waktu di luar jam kuliah dipergunakannya untuk bekerja.Kanaya bukan berasal dari keluar
Bastian memutar badannya dan menatap Kanaya dengan heran. Pandang matanya turun ke bawah, ke tangan Kanaya yang memegang pergelangan tangannya. Ia terkejut karena Kanaya berani menyentuhnya. Padahal, sebelumnya gadis itu begitu tegang dan gugup. Menatapnya saja dia tidak berani. Saat itu Kanaya mengira Bastian menyerah, dan hendak pergi meninggalkannya. Itu sebabnya ia mencegah Bastian untuk pergi. Kanaya yang begitu gugup dan takut, membuang jauh-jauh rasa malu, gugup dan ketakutan dalam dirinya. Semua itu demi sang Ibu. Keinginan yang kuat untuk menyelamatkan ibunya membuat keberaniannya timbul. Bagaimanapun pembuahan malam ini harus terjadi. Kanaya mengambil inisiatif. Perlahan, ia berdiri menghampiri Bastian. "Selesaikan tugas Bapak. Lakukan apa yang perlu Bapak lakukan," ucap Kanaya dengan suara bergetar. Tekadnya terlihat jelas. ia memasrahkan dirinya pada Bastian. Perlahan, Kanaya melepas kedua tali gaun di pundaknya sehingga gaun satin putih yang ia kenakan
Elsie duduk di sebuah private room di club malam bersama sahabatnya Rosa. Sepuntung rokok terselip diantara jari telunjuk dan jari tengah, mengeluarkan kepulan asap yang samar. Tiga gelas martini sudah habis diteguknya, membuat kepala Elsie terasa berat. Suara musik yang hingar-bingar terdengar dari luar private room itu, membuat tubuh Elsie dan Rosa bergoyang mengikuti iramanya. Elsie ingin melupakan hari itu. Hari di mana Bastian sedang bercinta dengan wanita lain. Wanita yang bisa memberinya keturunan. "Perempuan sialan! Kalau bukan karena anak, aku tidak akan biarkan dia menyentuhnya!" seloroh Elsie dalam keadaan mabuk sambil membanting gelas ke atas meja dengan keras. Ia benci perempuan itu. Saat melihat Kanaya dalam balutan kebaya pengantin beberapa hari yang lalu, hatinya iri. Iri sekaligus takut karena perempuan itu terlihat begitu sempurna. Dia tidak hanya cantik dari penampilannya saja, tetapi perempuan itu memiliki semua gen bagus yang tidak dimilikinya!
Sifa mengetuk pintu kamar Kanaya pagi menjelang siang hari itu karena tidak seperti biasanya Kanaya belum keluar dari kamarnya. Padahal, Bastian sudah pergi sejak pagi. Sebagai seorang yang ditugaskan menjaga Kanaya di rumah itu, Sifa mengetahui apa yang terjadi diantara mereka. Sifa diharuskan menandatangani perjanjian kerahasiaan saat ia menerima pekerjaan itu. Sehingga ia pun paham apa saja yang harus ia lakukan dan apa saja yang tidak boleh ia bicarakan. Sifa juga tahu jika semalam adalah malam pertama bagi Kanaya. Dan Sifa berpikir jika Kanaya membutuhkan waktu yang lebih untuk beristirahat. Namun, sampai matahari terbit, Kanaya belum juga keluar dari kamar, dan itu membuat Sifa khawatir. "Non?" Sifa kembali mengetuk pintu kamar, namun masih tidak ada jawaban. Ia pun akhirnya membuka pintu kamar itu dan masuk. Kamar itu sunyi. Keadaannya tidak jauh berbeda dari saat semalam ia meninggalkannya. Kecuali ranjang yang berantakan, dan gaun tidur berwarna putih yang
"Kamu pasti belum sarapan. Ayo, aku sudah buatkan kamu sesuatu," ucap Bastian sambil tersenyum, mengalihkan pembicaraan yang bisa membuat hati istrinya menjadi tidak tenang. Bastian menggenggam kedua tangan Elsie dengan penuh kelembutan, sebelum ia menggandengnya ke meja makan. Ia lalu menyajikan Pancake Tacos yang dimasaknya untuk mereka berdua. “Cobalah Elsie, aku harap kamu suka," ucap Bastian sambil duduk di sebelah Elsie. Elsie mencobanya. Bastian memang jarang memasak untuknya, namun jika ia memasak, rasanya enak sekali. Dan satu hal lagi yang membuat Elsie merasa senang dan patut berbangga, suaminya itu hanya memasak untuknya. Bastian tidak pernah memasak untuk wanita lain selain dirinya, terkecuali Miranda tentunya. “Enak Bas, terima kasih," ucap Elsie sebelum mulai menyantap lagi pancake itu. Elsie sangat lapar. Apalagi setelah pergumulan panasnya dengan Rico semalam. "Kalau kamu suka, aku akan masak lagi untukmu," timpal Bastian sambil tersenyum. Tiba-ti
"Non, habiskan ya buahnya," Sifa menaruh sepiring buah-buahan segar yang telah dikupas dan di potong ke atas meja di teras belakang. Kanaya yang sakit sejak beberapa hari yang lalu sedang duduk di tepi kolam ikan koi di halaman belakang rumah. Ia menyelupkan tangannya ke dalam kolam dan menyentuh punggung ikan-ikan yang cantik itu. Bermain dengan ikan-ikan itu membuatnya tersenyum dan menghilangkan kebosanan yang ia rasakan. Selama tiga hari ia tidak keluar dari kamar karena Dokter Indra menyuruhnya untuk beristirahat hingga benar-benar pulih. Setelah malam 'pembuahan' itu, bagian kewanitaannya terasa perih karena terluka. Ia bahkan sulit untuk berjalan. Akibatnya ia hanya beristirahat saja di atas ranjang. Baru pagi ini ia berani keluar kamar. Tubuhnya sudah terasa lebih baik, meski terkadang masih ada sedikit rasa nyeri. Kanaya sengaja ingin berjalan di taman, menghirup udara segar dan terkena sinar matahari pagi untuk mengusir rasa jenuhnya. "Oke Bi, terima kasi
Kanaya termangu menatap Bastian, berpikir apakah Bastian berbicara kepadanya? Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari jika ada orang lain yang diajak bicara oleh pria dingin itu. Pintu penumpang depan terbuka dan seorang pria yang kerap berada di dekat Bastian menghampirinya. Kanaya tidak tahu siapa pria itu, namun ia ingat pria itu ada saat pernikahan mereka, dan dia juga ada di dalam rumah sakit bersama Bastian. Kanaya menduga dia adalah orang kepercayaan Bastian, mungkin asisten, sekertaris atau mungkin juga bodyguard? "Bu Kanaya, silahkan masuk, Bapak sudah menunggu," Ezra dengan sopan membukakan pintu untuk Kanaya, membuat Kanaya semakin merasa canggung disebut 'Ibu'. "Mm... Tidak apa, Saya sudah pesan taksi, saya--" "Masuk!" Bastian memotong ucapan Kanaya dengan tidak sabar. Mendengar suara keras dan tegas itu, Kanaya pun langsung masuk ke dalam mobil tanpa berpikir panjang. Jantungnya berdebar kencang setiap kali ia bertemu Bastian. Sebuah dinding i
Selesai bekerja, Bastian pergi ke sebuah cafe untuk bertemu dengan teman-temannya. Dalam perjalanan, Indra menghubunginya. “Sorry Bas, sepertinya aku nggak bisa datang. Salah satu pasienku tiba-tiba mengalami kontraksi dan aku harus stand by di RS,” ujar Indra kala Bastian mengangkat panggilan teleponnya. “Kamu yakin?” “Ya. Pasienku sudah pembukaan tujuh, terlalu beresiko kalau kutinggal,” jawab Indra mengkonfirmasi. "Oke, kita meet up next time," ucap Bastian sebelum mengakhiri percakapan mereka. Di cafe, Bastian masuk ke ruangan khusus yang biasa mereka gunakan. Dua orang teman Bastian lainnya telah sampai terlebih dahulu. Mereka adalah Ardyan dan Fariz. "Hey, Bro! Akhirnya sampai juga," Fariz langsung menghampirinya dan mereka bersalaman 'fist bump' yang biasa mereka lakukan. Ardyan pun mengikuti. "Indra mana?" tanya Ardyan sambil melihat ke belakang Bastian. Biasanya Indra dan Bastian kerap datang bersama. "Dia nggak bisa datang, mendadak ada pasiennya yang l
“Freya,” ucap Bastian dengan senyum di wajahnya. “Freya Jacinta Dwipangga.” Miranda dan Ayunda saling bertukar pandang sebelum tersenyum dan mengangguk. “Freya. Nama yang Indah,” gumam keduanya menyetujui. Hari itu semua yang ada di Alpine Nest menyambut baik kehadiran bayi mungil bernama Freya Jacinta Dwipangga. Begitu pula Kenzo yang begitu senang ketika diperbolehkan melihat langsung adiknya itu. Mulai hari itu, ia telah menjadi seorang kakak. Apalagi, adiknya itu hadir sebagai hadiah ulang tahun terindah baginya. Keluarga besar Dwipangga hari itu sangat berbahagia. Bukan hanya karena ulang tahun pertama Kenzo, namun juga hadirnya Freya dalam keluarga mereka. Berita kelahiran Freya langsung tersebar ke seantero Emerald City, meskipun sosok bayi tersebut masih dirahasiakan dan belum di perlihatkan kepada publik. Publik ikut merasa senang dan tidak sabar untuk segera melihat sosok putri keluarga Dwipangga yang diberitakan memiliki paras yang rupawan. Berita persalinan K
“Ama… Ama.. atit?” tanya Kenzo pada Haidar, kakeknya. Tampak ia mengkhawatirkan mamanya.Apalagi ia melihat Papanya begitu panik saat membawa mamanya pergi masuk ke dalam ruangan dengan kolam besar yang ada di dekat mereka. Haidar tersenyum dan menggeleng. Ia berusaha untuk tidak tampak gelisah atau khawatir. “Mama tidak sakit, tapi saat ini sedang melahirkan adiknya Kenzo,” terangnya pada cucu kesayangannya itu.“Kenzo di sini dulu ya sama Kakek. Nanti kalau adik sudah keluar dari perut mama, Kenzo bisa ketemu sama adik.” Haidar pun duduk dan memangku Kenzo di sofa.Kanaya sudah pernah menceritakan pada Kenzo mengenai adik bayi yang ada di dalam perutnya, sehingga Kenzo tidak terlalu bingung atau panik saat mengetahui Kanaya akan melahirkan. “Sini, Kenzo boboan di sini.” Haidar menepuk ruang kosong diantara dirinya dan Azhar, agar cucunya itu bisa beristirahat dan tidur. Ia tahu Kenzo tidak akan mau pergi tidur ke kamarnya mengetahui mamanya tengah melahirkan adiknya.Akan tetapi
Ardyan dan Aliya telah menikah sejak 6 bulan yang lalu, dan sekarang kandungan Aliya telah menginjak 3 bulan.Mereka berdua memang tidak menunda kehamilan dan berharap segera diberikan keturunan. Selain itu, Ardyan juga sudah berusia lebih dari 30 tahun, sehingga dia tidak ingin lagi menunda.Dan meskipun kehamilan Aliya masih muda dan belum terlihat benar, namun jika diperhatikan dengan seksama, akan terlihat benjolan kecil di perutnya.Saat ini, Aliya masih bekerja di LiveTV, namun ia tidak lagi bekerja di lapangan untuk mencari berita setelah mengetahui kehamilannya. Ia memilih bertugas di dalam studio untuk sementara waktu. Sedangkan Ardyan, dia masih menjalani hari-harinya sebagai the best neurosurgeon di Emerald City, sekaligus Direktur Emerald Restorative Centre, Rumah Sakit terbesar dan tercanggih di Emerald City.“Bagaimana kehamilanmu kali ini? Ah, Kenzo pasti senang sekali akan segera memiliki seorang adik!” Aliya memegang perut besar Kanaya dan mengelusnya.“Untuk yang
Acara ulang tahun berlangsung dengan sangat meriah. Anak-anak panti yang diundang untuk datang tampak sangat senang. Berbagai macam permainan, hiburan bahkan hadiah-hadiah yang dibagikan membuat mereka tertawa sepanjang acara.Tamu undangan lainnya, keluarga, dan kerabat yang membawa anak-anak mereka juga menikmati acara itu. Mereka membawa berbagai macam hadiah, dari mainan anak-anak yang sangat populer dan diminati, hingga hadiah yang bernilai fantastis.Berbagai macam hidangan disajikan. Dari mulai hidangan berbentuk lucu bertemakan kerajaan untuk anak-anak hingga hidangan estetik dan lezat dari chef terkemuka yang menggunakan bahan-bahan berkualitas premium.Dan Kenzo, bocah berulang tahun yang memiliki paras rupawan perpaduan antara Kanaya dan Bastian, menjadi pusat perhatian di acara itu. Tidak hanya parasnya, tingkah polah anak berusia 1 tahun itu selain menggemaskan juga telah membuat decak kagum tamu undangan. Di usia yang masih sangat kecil, Kenzo telah menunjukkan sikap
Hari itu, di Alpine Nest ramai dengan banyak orang yang datang. Azhar, Haidar, Miranda, Ayunda, Laila, dan Fadly—sepupu Kanaya. Tidak lupa Alea, Fariz dan Clara juga sudah hadir di sana.Mereka semua datang untuk menghadiri ulang tahun pertama Kenzo yang hanya dihadiri oleh orang-orang terdekat, keluarga dan teman serta anak yatim yang sengaja diundang untuk memeriahkan acara itu.Acara dilangsungkan di halaman belakang rumah mereka, dengan mengusung tema Royal Prince. Sesuai dengan tema, maka di dekat danau itu dibangun sebuah miniatur kastil kerajaan, dengan dekorasi balon dan hiasan lainnya yang berwarna emas, biru dan putih.Makanan yang dihidangkan pun dibuat sesuai tema. Mewah, namun dengan bentuk yang lucu dan menggemaskan sesuai dengan usia baby Kenzo yang baru berulang tahun pertama.“Apa semua sudah siap? Di mana Kenzo?” Kanaya baru selesai berpakaian, dan ia memastikan kembali persiapan mereka untuk acara itu.Ia dan Bastian juga ikut mengenakan kostum Royal King dan Queen
“Bos, itu orangnya!” Seorang pria dengan banyak tato di tangannya melapor pada seorang pria yang duduk di dalam sebuah mobil SUV.Jendela mibil SUV itu diturunkan dan tampaklah wajah seorang pria. Dia mengenakan jaket hitam dan kaca mata hitam. Rambut panjangnya yang diikat ke belakang, dicepol kecil dibagian atas, sehingga menampakkan potongan rambut pendek undercut dibagian bawah yang rapi.Pria itu membuka kaca matanya dan melihat ke luar pada sosok dua orang pria yang sedang berdiri membelakangi mereka yang berjarak cukup jauh. Kedua orang itu berpakaian parlente, kemeja rapi dengan sepatu kulit yang mengkilap.“Hanya berdua saja?” tanya Jono—pria berjaket hitam di dalam mobil.“Hanya mereka dan supir di dalam mobil.” Anak buah Jono menunjuk sebuah mobil Mercedes Benz S class berwarna hitam terparkir di ujung bagian jalan itu.Jono tidak mengetahui siapa orang itu. Mereka berpenampilan rapi dan parlente, namun mereka berdua bukan berasalah dari Emerald City.Jono memberi isyarat
Mobil Rolls Royce limited edition itu, memasuki halaman rumah besar dan luas bernama Alpine Nest, dan berhenti tidak jauh dari pintu utama rumah itu.Kanaya dan Bastian turun dari dalam mobil dan masuk ke dalam rumah. Rumah yang kali pertama Kanaya datangi belum memiliki furnitur yang lengkap, saat ini telah berubah menjadi sebuah rumah yang indah dengan berbagai kelengkapan yang memberi kesan tersendiri.Kanaya sengaja memilih furnitur, korden, wallpaper serta berbagai aksesoris rumah lainnya dengan warna dan model yang memberi kesan homy, sebuah tempat tinggal yang hangat dan nyaman untuk ditinggali keluarga mereka.Saat memasuki rumah itu, tidak terasa suasana kaku ataupun asing. Ruangan demi ruangan seakan membuat siapa pun merasa di nyaman berada di sana. Dari mulai ruang tamu, ruang keluarga, dapur, hingga setiap kamar tidur di rumah itu, memberi kesan hangat. “Kenzo mana Bi?” Kanaya bertanya saat ia bertemu Sifa di ruang keluarga.Perempuan yang menjadi pengasuhnya saat menga
“Maaf… maaf, aku tidak sengaja…” ucap orang itu dengan segera. Ia kemudian tampak terkejut ketika melihat Bastianlah yang ia tabrak.“Lain kali jalanlah dengan hati-hati.” tegur Bastian sambil mengingatkan dengan nada dingin.Untung saja dia tidak menabrak Kanaya! Jika sampai itu terjadi, ia akan sangat marah.“Tentu, lain kali saya akan jalan dengan hati-hati.” Mahasiswi yang menabrak Bastian itu tampak tersipu malu. Ia melirik Bastian dengan tatapan menggoda sembari menyelipkan anak rambut ke belakang telinga.Bastian bersikap acuh tak acuh pada perempuan itu dan sibuk merapikan kemeja yang dikenakannya.Lain halnya dengan Bastian, Kanaya justru menangkap gestur perempuan yang dengan sengaja menggoda Bastian. Dan ini membuat Kanaya kesal.Jelas, bukan hanya dirinya saja yang menyadari betapa menariknya Bastian.Selama ia menjadi istri Bastian, tidak sedikit wanita lain yang mengagumi Bastian, bahkan ada yang dengan berani dan terang-terangan berusaha mendekati suaminya itu.Mahasis
“Kulit lebih bersinar, atau di sebut dengan pregnancy glowing…” Bastian membaca sebuah artikel melalui telepon genggamnya. Ia tampak berpikir sebelum bergumam, “Sepertinya benar.”Ia membayangkan kulit istrinya itu memang terlihat lebih glowing di kehamilan kedua. Jadi, apakah semua mitos itu benar?Bastian kembali membaca lanjutan artikel itu.“Payudara sebelah kiri lebih besar dari yang kanan…” Bastian mengerutkan keningnya. Ah, ada-ada saja. Apa iya perbedaan kehamilan bayi perempuan dan laki-laki bisa dilihat dari besarnya payudara kanan dan kiri?Ujung-ujungnya, Bastian geleng-geleng kepala dan lanjut membaca. “Sifat lebih moody, sensitif dan cerewet…” Bastian terkekeh pelan. Mungkin untuk yang satu ini ada benarnya. Sejak kehamilan kedua, Kanaya menjadi sangat perasa dan sensitif, bahkan sebelum mereka mengetahui jenis kelamin anak yang dikandungnya.Walau begitu, Bastian tidak pernah mempermasalahkannya. Apalagi ia memang tidak keberatan direpotkan oleh istrinya itu.“Ehem…