"Non, habiskan ya buahnya," Sifa menaruh sepiring buah-buahan segar yang telah dikupas dan di potong ke atas meja di teras belakang. Kanaya yang sakit sejak beberapa hari yang lalu sedang duduk di tepi kolam ikan koi di halaman belakang rumah. Ia menyelupkan tangannya ke dalam kolam dan menyentuh punggung ikan-ikan yang cantik itu. Bermain dengan ikan-ikan itu membuatnya tersenyum dan menghilangkan kebosanan yang ia rasakan. Selama tiga hari ia tidak keluar dari kamar karena Dokter Indra menyuruhnya untuk beristirahat hingga benar-benar pulih. Setelah malam 'pembuahan' itu, bagian kewanitaannya terasa perih karena terluka. Ia bahkan sulit untuk berjalan. Akibatnya ia hanya beristirahat saja di atas ranjang. Baru pagi ini ia berani keluar kamar. Tubuhnya sudah terasa lebih baik, meski terkadang masih ada sedikit rasa nyeri. Kanaya sengaja ingin berjalan di taman, menghirup udara segar dan terkena sinar matahari pagi untuk mengusir rasa jenuhnya. "Oke Bi, terima kasi
Kanaya termangu menatap Bastian, berpikir apakah Bastian berbicara kepadanya? Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari jika ada orang lain yang diajak bicara oleh pria dingin itu. Pintu penumpang depan terbuka dan seorang pria yang kerap berada di dekat Bastian menghampirinya. Kanaya tidak tahu siapa pria itu, namun ia ingat pria itu ada saat pernikahan mereka, dan dia juga ada di dalam rumah sakit bersama Bastian. Kanaya menduga dia adalah orang kepercayaan Bastian, mungkin asisten, sekertaris atau mungkin juga bodyguard? "Bu Kanaya, silahkan masuk, Bapak sudah menunggu," Ezra dengan sopan membukakan pintu untuk Kanaya, membuat Kanaya semakin merasa canggung disebut 'Ibu'. "Mm... Tidak apa, Saya sudah pesan taksi, saya--" "Masuk!" Bastian memotong ucapan Kanaya dengan tidak sabar. Mendengar suara keras dan tegas itu, Kanaya pun langsung masuk ke dalam mobil tanpa berpikir panjang. Jantungnya berdebar kencang setiap kali ia bertemu Bastian. Sebuah dinding i
Selesai bekerja, Bastian pergi ke sebuah cafe untuk bertemu dengan teman-temannya. Dalam perjalanan, Indra menghubunginya. “Sorry Bas, sepertinya aku nggak bisa datang. Salah satu pasienku tiba-tiba mengalami kontraksi dan aku harus stand by di RS,” ujar Indra kala Bastian mengangkat panggilan teleponnya. “Kamu yakin?” “Ya. Pasienku sudah pembukaan tujuh, terlalu beresiko kalau kutinggal,” jawab Indra mengkonfirmasi. "Oke, kita meet up next time," ucap Bastian sebelum mengakhiri percakapan mereka. Di cafe, Bastian masuk ke ruangan khusus yang biasa mereka gunakan. Dua orang teman Bastian lainnya telah sampai terlebih dahulu. Mereka adalah Ardyan dan Fariz. "Hey, Bro! Akhirnya sampai juga," Fariz langsung menghampirinya dan mereka bersalaman 'fist bump' yang biasa mereka lakukan. Ardyan pun mengikuti. "Indra mana?" tanya Ardyan sambil melihat ke belakang Bastian. Biasanya Indra dan Bastian kerap datang bersama. "Dia nggak bisa datang, mendadak ada pasiennya yang l
Jarum suntik baru saja dicabut dari urat nadi di lengan Kanaya. Kanaya menarik nafas panjang, menunggu dengan harap-harap cemas hasil test kehamilan yang sedang dilakukan Dokter Indra di rumahnya pagi itu. Dua minggu sudah Kanaya menunggu saat itu. Apakah ia berhasil hamil? Jika benar, Kanaya akan merasa sangat lega. "Kenapa? Tegang?" Indra menaruh sample darah yang ia ambil ke dalam tempat penyimpanan sambil diam-diam memperhatikan ekspresi wajah gadis di depannya. "Bagaimana kalau saya tidak hamil? Rasanya saya tidak merasa mual muntah, Dokter." Kanaya menghela nafas menceritakan kegelisahannya. Setahu Kanaya, perempuan yang hamil muda akan merasakan mual muntah, tidak enak badan, dan sering merasa lelah serta mengantuk. Sayangnya ia tidak merasakan semua hal itu. "Tenang saja. Tidak semua wanita hamil mengalami gejala yang sama. Ada yang mengalami mual dan muntah, ada yang tidak. Kita tunggu saja hasilnya hari ini, semoga membawa kabar baik." Indra mencoba membesarkan
Bastian baru saja selesai bercinta dengan Elsie pagi itu. Ia tengah meredakan nafasnya dan duduk bersandar di kepala ranjang saat Indra menghubunginya. Bastian memang sudah menunggu telepon Indra karena hari ini temannya itu melakukan tes kehamilan pada Kanaya. Dan ia ingin mengetahui hasilnya. "Bas, hasil tes sudah keluar," terdengar suara Indra dari ujung sambungan telepon. "Dan?" Bastian fokus mendengarkan suara Indra dengan jantung berdebar kencang. Apakah Kanaya hamil anaknya? "Negatif," jawab Indra pendek. "Maaf." Bastian menarik nafas dalam. "Oke, tidak apa," jawab Bastian juga pendek. Apalagi yang harus ia katakan? Meski tidak sesuai harapan, kenyataannya Kanaya belum mengandung anaknya. "Jangan berkecil hati Bas, masih ada kesempatan. Lagipula, memang butuh waktu untuk merencanakan kehamilan alami. Pergunakan kesempatan ini untuk mempersiapkan pembuahan berikutnya," ucap Indra menyemangati temannya itu. "Aku tahu," jawab Bastian. Anehnya, kali ini ia
"Bagaimana perkembangan pencarian ibu pengganti saya? Apa sudah ada yang cocok?" Seminggu sudah Bastian meminta Indra mencari donor serta ibu pengganti untuknya dan Elsie. Namun, Indra belum juga memberi kabar. Elsie yang tidak sabar, datang ke kantor Indra untuk menanyakan perkembangannya. Sayangnya, Indra sedang tidak ada di tempat. Alhasil ia menanyakannya pada Jesy, sekertaris Indra. “Maaf Bu Elsie, mengenai hal ini sebaiknya Ibu bicara langsung dengan Dokter Indra,” jawab Jesy dengan diplomatis sambil tersenyum. Elsie berdecak tidak puas. “Bosmu sedang tidak ada. Kalau ada juga saya pasti tanya sama dia!” “Ini kan permintaan saya dan suami. Dan kamu tahu kan kalau Dokter Indra itu dekat sekali dengan suami saya? Kenapa kamu tidak kasih tau saja perkembangannya?” Elsie bersikukuh mengorek informasi darinya. Jesy ragu. Jika klien lain, ia tidak akan ragu memberikan informasi itu. Namun untuk kasus Bastian dan Elsie yang ditangani oleh Dokter Indra langsung, ia tidak be
Hari ini Kanaya berkesempatan pulang dan mengantar ibunya kontrol ke rumah sakit. Karena ia belum hamil, Indra dan Bastian mengijinkannya menemui Ayunda. Saat sedang berada di rumah sakit, Kanaya bertemu dengan Tika, salah satu perawat yang memberitahukannya mengenai iklan ibu pengganti. "Apa kamu jadi mendaftar sebagai ibu pengganti di klinik Life's Blessing?" tanya Tika setelah ia menarik Kanaya ke tepi. "Memangnya kenapa Suster?" Kanaya heran perawat itu tiba-tiba saja menanyakan perihal ibu Pengganti. “Saya hanya ingin tahu saja. Sebab tadi pagi saya lihat klinik itu mengeluarkan iklan baru pencarian ibu pengganti.” “Iklan baru?” “Ya, mereka sedang mencari seorang ibu pengganti lagi. Apakah kamu tidak lolos kemarin?” Kanaya tertegun sesaat sebelum ia menggeleng. "Saya tidak tahu mengenai hal itu. Saya— sepertinya tidak lolos, karena— mereka tidak memberi kabar.” Kanaya terpaksa berbohong karena ia khawatir perawat itu akan bertanya lebih jauh lagi. Sedangkan, ia
Ucapan Tika dan Elsie terngiang-ngiang dalam benak Kanaya. Apakah yang mereka katakan saling berhubungan? Apakah klinik Dokter Indra mencari ibu pengganti untuk menggantikan dirinya? Apa mereka sudah menemukan ibu pengganti itu? Berbagai pertanyaan datang silih berganti di benaknya. Kelangsungan hidup ibunya tergantung dari anak yang akan ia lahirkan untuk Bastian. Tetapi mereka menggantikannya, maka tidak ada harapan untuk kesembuhan ibunya. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi menemui Dokter Indra. Ia harus bertanya langsung pada Dokter itu. “Dokter Indra pasti bisa menjelaskan yang sebenarnya,” gumam Kanaya pelan. Sore harinya, Kanaya sampai di klinik Life’s Blessing. “Bisa saya bertemu dengan Dokter Indra? Ia bertanya pada petugas front desk. “Maaf, Dokter Indra sedang tidak di tempat. Ada yang bisa dibantu?” Kanaya tidak mungkin bertanya mengenai hal itu pada sembarang orang. Kemungkinan besar mereka pun tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan yang akan ia tanyak
*** Flashback***Setelah Bastian selesai berbicara dengan Indra dan Ardyan di toilet, ia menerima panggilan telepon dari Ezra.“Bos, saya baru mendapat berita dari Jay, mengenai… perawat gadungan di ERc waktu itu.”Bastianyang sedang melangkah langsung menghentikan langkahnya. “Dan?”“Jay berhasil menemukannya, dan ternyata dia berkerja untuk—Reno,” lapir Ezra dengan hati-hati.“Reno? Kamu yakin?” Bastian cukup terkejut. Karena ia fokus pada Elsie, Ravioli dan Rizal, ia sama sekali tidak tidak berpikir jika Reno—sepupu sekaligus saingan bisnisnya itu ikut terlibat dalam masalah itu.“Benar Bos, Jay telah mengkonfirmasinya. Reno yang menyuruh orang itu untuk menjatuhkan kalung itu di dekat Bos. Tujuannya adalah dia ingin mengetahui apakah Bos benar-benar lupa ingatan atau tidak.” Bastian menyugar rambutnya sembari mengingat sesuatu. Ia ingat Reno memang mengetahui mengenai Kanaya dan kehamilan palsu Elsie. Namun karena Reno tidak pernah lagi mengusiknya, ia berpikir jika Reno telah b
“Apa kamu tahu kalau Reno yang menolongku?” Raut wajah Bastian berubah saat nama Reno disebut. Ia menegakkan punggungnya dan menyerong kan tubuhnya, menghimpit tubuh Kanaya. “Kalian tidak benaran bertunangan kan?” Tatapan mata Bastian memberi peringatan keras. Sangat jelas jika ia cemburu. Sangat cemburu. Ia yang sempat melupakan pengakuan Reno di hotel Royal tadi menjadi teringat saat Kanaya menyebut nama Reno. Rasanya ia tidak rela jika Kanaya menyebut nama pria lain dihadapannya, terlebih pria yang mengaku sebagai tunangan istri sirinya itu! Kanaya menatap Bastian dengan heran. Ia tidak menyangka Kalau Bastian akan percaya pernyataan Reno itu. “Naya, jawab pertanyaanku! Kalian— kamu dan Reno—” Bastian tidak sabar menunggu jawaban Kanaya. Kenapa dia diam saja dan tidak menyangkalnya? “Naya, kamu istriku! Kamu tidak bisa menerima lamaran orang lain, meskipun dia menyelamatkan nyawamu!” Kanaya mengerutkan keningnya, namun ia hanya membatin saja. Ya ampun, memang semudah itu
Bastian mengangkat alisnya. Senyumnya dikulum melihat Kanaya tampak gugup dan salah tingkah. Diangkatnya dagu istri sirinya itu, dan ia menatapnya dengan tatapan menggoda. “Naya… kamu—cemburu?”Kanaya menghempaskan tangan Bastian dan ia berdecak lalu berbalik badan ke lain arah.“Bukan itu!” sungutnya dengan kesal. Ia bertanya serius, tetapi Bastian justru menggodanya!“Lalu?” tanya Bastian dengan nada yang jauh dari kata serius. Ia menyorongkan wajahnya mendekati Kanaya.Kanaya kembali berdecak pelan dan menunduk, menghindari tatapan Bastian.“Ya… bukannya benar begitu?” lirik Kanaya dengan ragu. “Semua—orang tahu kalau kamu— sangat mencintai— Elsie…” walaupun hatinya berat mengucapkannya, namun diucapkannya juga. Ah, rasanya ia tidak ikhlas mengatakan Bastian mencintai wanita lain. Kenapa tidak Bastian mencintai dirinya saja?“Naya…” Bastian merangkul Kanaya, dan menempelkan dagunya di kepala Kanaya. “Beri aku waktu. Dan akan kubuktikan apakah memang benar aku menikahinya karena ak
Bastian mengangkat tubuh Kanaya dari lantai dan membawanya ke sofa. Namun, saat ia hendak beranjak dari sofa, tangan Kanaya memegangi kerah kemejanya.“Jangan pergi,” ucap Kanaya dengan suara lirih.Bastian kembali duduk dan tersenyum. Ia menyugar rambut Kanaya dan membelai pipinya dengan lembut, menyentuh garis bekas airmata.“Aku tidak ke mana-mana, Naya. Hanya ingin mengambil air minum.” Bastian memberinya tatapan meyakinkan. Bagaimana mungkin ia meninggalkan Kanaya?Kanaya mengangguk lemah mengiyakan dan melepaskan pegangan tangannya.Bastian merasa lega. Ia mendaratkan kecupan di kening Kanaya sebelum beranjak berdiri.Di dapur, Bastian mengambil segelas air putih, dan menghangatkan segelas susu coklat. Kemudian, ia duduk kembali di samping Kanaya.“Minumlah, ini akan membuatmu lebih tenang.” Bastian memegang gelas itu dan mendekatkannya ke mulut Kanaya.Kanaya ikut memegangi gelas itu dan ia meminumnya sedikit demi sedikit.Ia memang membutuhkan segelas coklat hangat. Apalagi,
“Naya…” Suara itu… Tubuh Kanaya menegang mendengarnya. Refleks ia melihat ke bawah, ke sepasang tangan kekar yang memeluknya dengan erat. Tangan itu… tidak salah lagi… Kanaya berbalik badan dengan cepat dan mendorong tubuh pria itu dengan sekuat tenaga. “Pergi kamu! Aku tidak mau—bertemu denganmu!” Suara Kanaya bergetar hebat. Tangannya menunjuk pria itu dengan gemetar, sementara ia menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Bastian, pria yang ada dihadapan Kanaya, terkejut dengan penolakan Kanaya padanya. “Naya? Ini aku Sayang… Ini aku..” Bastian melangkah maju, namun Kanaya menggelengkan kepalanya dengan keras meminta Bastian jangan mendekatinya. “Jangan mendekat! Aku benci kamu!” ucap Kanaya dengan keras, sambil ia berjalan mundur. Bagian dari dirinya yang masih sangat kecewa dan sakit hati pada Bastian, menolak untuk bertemu dengannya. Kanaya begitu kecewa dengan apa yang Bastian lakukan di Hotel Royal. Padahal, setelah apa yang ia alami, mulai dari penculikan, percob
Kanaya terduduk diam di dalam mobil yang membawanya kembali ke rumah Reno. Sesekali airmatanya menetes tanpa bisa dicegah. “Kanaya, aku tahu apa yang kamu rasakan. Tidak apa untuk menangis…” ucap Reno pelan dari tempatnya duduk. Walaupun ia merasa senang segala sesuatu terjadi sesuai dengan keinginannya, akan tetapi melihat raut wajah Kanaya yang begitu sedih, hatinya pun ikut merasa sedih. Saat di hotel tadi, Reno sengaja membiarkan Kanaya sendiri untuk waktu yang lama sambil ia memperhatikan apa yang terjadi dan menunggu saat yang tepat untuk ia keluar menjadi pahlawannya. Awalnya Reno tidak menyangka jika Kanaya akan bertemu dengan Miranda, atau bahkan Azhar. Akan tetapi semua itu hanya membuat keadaan semakin menguntungkan baginya. Terbukti Kanaya merasa “sangat nyaman” saat ia datang “menyelamatkannya”. Reno yakin, sedikit demi sedikit ia akan bisa mengambil hati Kanaya, dan membuatnya melupakan Bastian. Kanaya tidak menimpali ucapan Reno dan hanya memejamkan matanya. Ia h
Kanaya dengan cepat menoleh, menatap Reno. Ia sangat terkejut dengan pernyataan pria itu. Bagaimana mungkin dia mengatakan mereka berdua bertunangan?! Reno balas menatapnya dengan penuh arti. Jari tangan Reno dipinggang Kanaya membuat penekanan, mengirim kode pada Kanaya. “Kenapa sayang? Sudah waktunya kita memberitahu mereka bukan?” Kanaya ingin mengatakan tidak. Ujung lidahnya sudah ingin bicara. Namun, bisikan Reno menghentikannya. “Ikuti saja apa yang aku lakukan. Bukankah kamu ingin tahu reaksi Bastian?” Kanaya belum sempat merespon saat Reno sudah kembali berbicara. Kali ini ditujukan kepada Azhar. “Kakek benar. Sekarang sudah waktunya aku memikirkan masa depan dan tidak lagi bermain-main. Aku akan menikah… dengan Kanaya.” Semua yang ada di sana terkejut mendengarnya. Elsie dan Kanaya langsung menoleh ke arah Bastian. Bahkan Reno ikut melirik ke arah Bastian dan tersenyum padanya. Akan tetapi Bastian tampak sangat santai meresponnya. Ekspresi wajahnya tampak datar saja. Ti
Bastian? Apakah itu suara Bastian? Kanaya yang sudah mengangkat tangannya untuk menahan tangan Elsie, segera menurunkannya, dan dengan cepat menoleh. Begitu pula dengan Elsie. Tangan kanan Elsie berhenti di tengah udara, terlebih saat mendengar namanya dipanggil oleh suara yang sangat familiar. Ia dengan segera menurunkan tangannya dan berbalik badan dengan gugup. Jantung Kanaya berdebar sangat kencang saat ia melihat pria yang sangat di rindukannya berjalan ke arah mereka. Bastian… Batin Kanaya menyebut namanya dalam hati sambil menatap pria yang sudah lama tidak ditemuinya itu. Bastian terlihat sangat tampan dengan baju batik yang dikenakannya. Ia berjalan tegap ke arah mereka. Nafas Kanaya serasa berhenti saat pandangan mata Bastian beralih dari Elsie kepadanya, dan kedua mata mereka terkunci, saling menatap satu sama lain. Saat itu, dunia seakan berhenti berputar, dan waktu berjalan dengan sangat lambat. Yang ada dalam pandangan mata Kanaya hanyalah Bastian seorang. Piki
“Kanaya, beraninya kamu datang ke sini! Apa kamu tidak takut mati?!” seru Elsie dengan geram. Ia sudah menahan diri untuk memaki-maki Kanaya sejak tadi.Dan begitu Miranda pergi, ini lah kesempatan yang ia sudah tunggu sejak tadi!“Kenapa aku tidak boleh datang ke sini? Dan kenapa aku harus takut padamu? Atau.. justru kamu takut aku akan membocorkan semua perbuatan jahatmu?” balas Kanaya sekaligus menggertak Elsie.Kanaya menatap Elsie dengan sama tajamnya. Ia tidak boleh takut pada Elsie, sebab jika ia menunjukkan kelemahannya, Elsie akan semakin berbuat semena-mena. Toh Elsie tidak bisa melakukan apa-apa padanya di tempat itu. Jika Elsie berbuat sesuatu padanya, mustahil tidak ada yang melihat perbuatannya. Dan lagi, orang seperti Elsie tidak mungkin menghancurkan nama baiknya sendiri dengan berbuat sesuatu yang tidak patut di muka umum.Elsie terkejut mendengar Kanaya berani menjawabnya dengan lantang. Kanaya yang ia kenal sebelumnya adalah seorang yang tidak akan melawannya. Kan