Sebuah taksi berhenti tepat di depan lobi gedung DPG Corporation. Pintu taksi terbuka dan Kanaya melangkah turun. Ia menengadahkan wajahnya menatap gedung megah berlantai enam puluh itu. Setelah menunggu beberapa jam di klinik Life’s Blessing, Dokter Indra yang ditunggu tidak kunjung kembali. Kanaya pun memutuskan untuk pergi menemui Bastian di kantornya. Ia melangkah masuk ke dalam lobi gedung, menuju meja resepsionis. “Selamat Sore, Saya ingin bertemu dengan Pak Bastian,” ucap Kanaya memberanikan diri. “Apa sudah ada janji?” “Belum, tetapi ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan beliau,” jawab Kanaya dengan berterus terang. “Maaf, sebaiknya anda membuat janji terlebih dahulu,” tolak resepsionis itu. Jika tidak ada notifikasi dari atasannya ia tidak bisa membiarkan sembarang orang masuk, apalagi ke kantor CEO. “Nama saya Kanaya. Bisa tolong tanyakan ke kantor Pak Bastian? Ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan beliau,” pinta Kanaya sekali lagi. Ia l
Di dalam kantor CEO Dwipangga Corporation. Bastian berdiri melipat tangannya di depan dada sambil menyandarkan pinggulnya di tepi meja kerjanya. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Bastian tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya dari sosok gadis yang berjalan ke arahnya. Kanaya yang gelisah dan gugup berhenti melangkah. Ia sedang berusaha menekan kegelisahannya dan memberanikan diri untuk bicara. Sifat dominan yang ditunjukkan Bastian membuat tekadnya yang sebelumnya sudah bulat, mengalami pergolakan yang kuat. “A-ada yang ingin saya tanyakan, Pak,” ucap Kanaya memberanikan diri, menguatkan tekadnya bertanya. “Katakan saja apa yang kamu inginkan Kanaya?” tanya Bastian dengan tidak sabar. Bastian tidak pernah menyangka jika gadis timid ini berani mencarinya di kantor. Apa yang begitu ingin ditanyakanya sampai ia berani menyelinap masuk ke dalam gedung kantornya? Kanaya mengepalkan kedua tangannya dengan erat. “Apa Bapak mencari ibu pengganti yang lain? Apa beri
Bastian melirik jam tangannya sambil mendengarkan penuturan Eka, salah satu rekan bisnisnya. Seperti janji mereka, Bastian dan Eka sedang berada di dalam sebuah restoran, membicarakan bisnis sekaligus makan malam bersama. Bastian berusaha untuk fokus pada pembicaraan mereka, namun entah mengapa berkelebat di benaknya ekspresi penuh tekad Kanaya petang tadi. Bagaimana pancaran kedua mata berbentuk almond itu menatapnya, terus mengusik rasa gelisahnya. Aneh, kenapa ia terus memikirkan Kanaya? Apakah karena ucapan gadis itu atau justru karena keberaniannya untuk datang dan bahkan rela untuk melakukan apa saja asalkan kesepakatan mereka terus berjalan? Sejujurnya, Bastian belum membatalkan kesepakatan mereka, dan ia tidak berpikir untuk melakukan hal itu pula. Selain itu, tadi siang Indra juga mengatakan jika dia belum menemukan ibu pengganti lain. Jadi, tidak ada alasan bagi Bastian untuk membatalkan kesepakatannya dengan Kanaya. Sampai detik ini, Kanaya tetap kandidat terbai
Kanaya menyelipkan rambutnya ke belakang telinga dengan gelisah sembari berjalan perlahan menghampiri Bastian yang duduk di sofa. Bastian menatap sosok Kanaya yang berjalan menghampirinya bagaikan siluet seorang gadis ramping dengan sepasang tungkai kaki yang Indah. Aroma lembut dan segar yang sempat ia rasakan kala itu berhembus kembali menyapa indera penciumannya. Campuran aroma lavender, jeruk bergamot dan grapefruit yang samar, membangkitkan rasa menggelitik di dalam dirinya. Kanaya yang memerah pipinya menunduk malu dan gugup. Kedua tangannya memegang erat handuk yang melilit tubuhnya, seakan takut jika satu-satunya penutup tubuhnya itu akan terlepas. Ingatan Kanaya akan rasa sakit yang ia alami saat malam pertama mereka kembali menghantuinya. Ia menguatkan tekad untuk bisa mengandung anak Bastian meskipun harus kembali menahan rasa sakit itu. Bastian beranjak saat Kanaya hampir mendekatinya dan mereka pun berdiri berhadapan. “Kamu menginginkan ini kan?” tanya Ba
Bastian merasakan gejolak dalam dirinya begitu besar. Gadis itu tidak tahu efek yang dia timbulkan saat tangannya menyentuh inchi demi inchi permukaan kulitnya, bahkan menyentuh daerah sensitif syaraf primalnya. Gadis itu sungguh tidak tahu jika sedang membangunkan singa yang sedang lapar, haus dan dahaga! Menatap wajah bersemu merah dihadapannya, Bastian begitu ingin memagut kedua belah bibir ranum itu. Namun keteguhan hati untuk tidak membawa rasa dalam hubungan mereka, menahan keinginannya. Sebagai ganti, ia menyentak tubuh Kanaya dengan tiba-tiba hingga kedua tubuh mereka berbenturan, sebelum ia dengan cepat menggendongnya. “Aahh! P-Pak Bas!” Kanaya memekik karena terkejut dengan gerakan Bastian yang mendadak itu. Kedua tangannya secara refleks berpegangan erat pada leher Bastian dan kedua kakinya terkait melingkari pinggang pria itu. Bastian tidak menggubris teriakan Kanaya dan dengan cepat membawanya ke atas ranjang. Ia menghempaskan Kanaya di tengah ranjang, s
Bastian masuk ke dalam mobilnya, dan ia duduk termangu dalam diam. Apa yang baru saja ia lakukan? Batin Bastian saat teringat kembali apa yang terjadi di dalam kamar itu baru saja. Bastian bisa merasakan kala bukan hanya tubuhnya yang menginginkan Kanaya, namun juga jiwanya. Keinginan itu demikian besar sehingga ia melakukan lebih dari yang seharusya. Cumbuan-cumbuan yang ia lakukan serta begitu lihainya kedua tangannya menjelajahi tubuh Kanaya. Bagaimana mungkin ia melakukan itu? Apa itu artinya ia telah mengkhianati Elsie? "Kita sudah sampai Pak." Pemberitahuan Rafles membuyarkan lamunan Bastian. Ia melihat ke luar jendela dan tampaklah rumah dua lantai di kawasan elite yang ditempatinya bersama Elsie. Saat ia meraih tas kerjanya, Bastian baru menyadari jika ia belum memakai kembali cincin kawinnya. Ia pun segera mengambil cincin yang selalu dikenakannya selama tiga tahun terakhir itu. Elsie sedang berbaring di ranjang sambil bercakap-cakap dengan Rico melalui video ca
Bastian menyugar rambutnya yang basah pagi itu. Ia duduk bersandar di meja kerjanya, sambil membaca sebuah dokumen. Pagi tadi, seperti janjinya, ia telah menunaikan kewajibannya pada Elsie. Namun bukan berarti pikirannya telah jernih seperti harapannya. Bahkan pagi ini di kantornya pun ia masih teringat Kanaya. Kedua mata almond yang menatapnya dengan lugu masih terbayang di benaknya. "Pasti karena aku ingin sekali punya anak," gumam Bastian sambil menghempaskan dokumen di tangannya itu ke atas meja. "Zra, ke kantorku, sekarang!" Perintah Bastian melalui interkom kantornya. "Ada yang bisa saya bantu, Bos?" Mendengar suara Bastian yang terdengar jengkel, Ezra datang secepat mungkin. "Dua orang sekuriti yang kemarin ada di sini, aku mau kamu pindahkan mereka ke tempat lain!" perintah Bastian dengan kesal. Bastian teringat memar ditangan Kanaya, dan tiba-tiba ia sangat geram. "Di mutasi Bos? Alasannya apa?" Ezra terkejut karena Bastian tidak pernah mengurusi masalah mut
Sifa membaca kembali daftar bahan-bahan makanan dan kebutuhan yang ia perlukan. Hari ini ia tengah berada di sebuah supermarket, berbelanja kebutuhan sehari-hari untuk rumah di Sunset Summit. Setelah membayar semua belanjaannya, Sifa keluar mencari taksi. Namun, Tuba-tiba saja dua orang laki-laki mendekatinya. “Sifa Indriyani? Ikut kami, Ibu ingin bicara,” dualar salah satu dari laki-laki itu. Ibu? Sifa tertegun dan menatap kedua laki-laki itu dengan heran. Ia tidak mengenal mereka berdua dan siapa orang yang mereka sebut ibu? “Ibu hanya ingin bicara. Ayo!” Kedua laki-laki itu langsung menggiring Sifa di kedua sisinya. “Pak, pak, pak! Mau di bawa ke mana saya?” protes Sifa saat kedua orang itu membawanya masuk ke dalam sebuah mobil. “Ikut saja, tidak perlu banyak tanya!” sergah salah satu dari mereka. Di dalam mobil pun Sifa tidak bisa melawan, karena diapit oleh kedua orang itu. Tidak lama mobil berhenti di sebuah restoran, dan Sifa digiring masuk ke dalam restoran
*** Flashback***Setelah Bastian selesai berbicara dengan Indra dan Ardyan di toilet, ia menerima panggilan telepon dari Ezra.“Bos, saya baru mendapat berita dari Jay, mengenai… perawat gadungan di ERc waktu itu.”Bastianyang sedang melangkah langsung menghentikan langkahnya. “Dan?”“Jay berhasil menemukannya, dan ternyata dia berkerja untuk—Reno,” lapir Ezra dengan hati-hati.“Reno? Kamu yakin?” Bastian cukup terkejut. Karena ia fokus pada Elsie, Ravioli dan Rizal, ia sama sekali tidak tidak berpikir jika Reno—sepupu sekaligus saingan bisnisnya itu ikut terlibat dalam masalah itu.“Benar Bos, Jay telah mengkonfirmasinya. Reno yang menyuruh orang itu untuk menjatuhkan kalung itu di dekat Bos. Tujuannya adalah dia ingin mengetahui apakah Bos benar-benar lupa ingatan atau tidak.” Bastian menyugar rambutnya sembari mengingat sesuatu. Ia ingat Reno memang mengetahui mengenai Kanaya dan kehamilan palsu Elsie. Namun karena Reno tidak pernah lagi mengusiknya, ia berpikir jika Reno telah b
“Apa kamu tahu kalau Reno yang menolongku?” Raut wajah Bastian berubah saat nama Reno disebut. Ia menegakkan punggungnya dan menyerong kan tubuhnya, menghimpit tubuh Kanaya. “Kalian tidak benaran bertunangan kan?” Tatapan mata Bastian memberi peringatan keras. Sangat jelas jika ia cemburu. Sangat cemburu. Ia yang sempat melupakan pengakuan Reno di hotel Royal tadi menjadi teringat saat Kanaya menyebut nama Reno. Rasanya ia tidak rela jika Kanaya menyebut nama pria lain dihadapannya, terlebih pria yang mengaku sebagai tunangan istri sirinya itu! Kanaya menatap Bastian dengan heran. Ia tidak menyangka Kalau Bastian akan percaya pernyataan Reno itu. “Naya, jawab pertanyaanku! Kalian— kamu dan Reno—” Bastian tidak sabar menunggu jawaban Kanaya. Kenapa dia diam saja dan tidak menyangkalnya? “Naya, kamu istriku! Kamu tidak bisa menerima lamaran orang lain, meskipun dia menyelamatkan nyawamu!” Kanaya mengerutkan keningnya, namun ia hanya membatin saja. Ya ampun, memang semudah itu
Bastian mengangkat alisnya. Senyumnya dikulum melihat Kanaya tampak gugup dan salah tingkah. Diangkatnya dagu istri sirinya itu, dan ia menatapnya dengan tatapan menggoda. “Naya… kamu—cemburu?”Kanaya menghempaskan tangan Bastian dan ia berdecak lalu berbalik badan ke lain arah.“Bukan itu!” sungutnya dengan kesal. Ia bertanya serius, tetapi Bastian justru menggodanya!“Lalu?” tanya Bastian dengan nada yang jauh dari kata serius. Ia menyorongkan wajahnya mendekati Kanaya.Kanaya kembali berdecak pelan dan menunduk, menghindari tatapan Bastian.“Ya… bukannya benar begitu?” lirik Kanaya dengan ragu. “Semua—orang tahu kalau kamu— sangat mencintai— Elsie…” walaupun hatinya berat mengucapkannya, namun diucapkannya juga. Ah, rasanya ia tidak ikhlas mengatakan Bastian mencintai wanita lain. Kenapa tidak Bastian mencintai dirinya saja?“Naya…” Bastian merangkul Kanaya, dan menempelkan dagunya di kepala Kanaya. “Beri aku waktu. Dan akan kubuktikan apakah memang benar aku menikahinya karena ak
Bastian mengangkat tubuh Kanaya dari lantai dan membawanya ke sofa. Namun, saat ia hendak beranjak dari sofa, tangan Kanaya memegangi kerah kemejanya.“Jangan pergi,” ucap Kanaya dengan suara lirih.Bastian kembali duduk dan tersenyum. Ia menyugar rambut Kanaya dan membelai pipinya dengan lembut, menyentuh garis bekas airmata.“Aku tidak ke mana-mana, Naya. Hanya ingin mengambil air minum.” Bastian memberinya tatapan meyakinkan. Bagaimana mungkin ia meninggalkan Kanaya?Kanaya mengangguk lemah mengiyakan dan melepaskan pegangan tangannya.Bastian merasa lega. Ia mendaratkan kecupan di kening Kanaya sebelum beranjak berdiri.Di dapur, Bastian mengambil segelas air putih, dan menghangatkan segelas susu coklat. Kemudian, ia duduk kembali di samping Kanaya.“Minumlah, ini akan membuatmu lebih tenang.” Bastian memegang gelas itu dan mendekatkannya ke mulut Kanaya.Kanaya ikut memegangi gelas itu dan ia meminumnya sedikit demi sedikit.Ia memang membutuhkan segelas coklat hangat. Apalagi,
“Naya…” Suara itu… Tubuh Kanaya menegang mendengarnya. Refleks ia melihat ke bawah, ke sepasang tangan kekar yang memeluknya dengan erat. Tangan itu… tidak salah lagi… Kanaya berbalik badan dengan cepat dan mendorong tubuh pria itu dengan sekuat tenaga. “Pergi kamu! Aku tidak mau—bertemu denganmu!” Suara Kanaya bergetar hebat. Tangannya menunjuk pria itu dengan gemetar, sementara ia menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Bastian, pria yang ada dihadapan Kanaya, terkejut dengan penolakan Kanaya padanya. “Naya? Ini aku Sayang… Ini aku..” Bastian melangkah maju, namun Kanaya menggelengkan kepalanya dengan keras meminta Bastian jangan mendekatinya. “Jangan mendekat! Aku benci kamu!” ucap Kanaya dengan keras, sambil ia berjalan mundur. Bagian dari dirinya yang masih sangat kecewa dan sakit hati pada Bastian, menolak untuk bertemu dengannya. Kanaya begitu kecewa dengan apa yang Bastian lakukan di Hotel Royal. Padahal, setelah apa yang ia alami, mulai dari penculikan, percob
Kanaya terduduk diam di dalam mobil yang membawanya kembali ke rumah Reno. Sesekali airmatanya menetes tanpa bisa dicegah. “Kanaya, aku tahu apa yang kamu rasakan. Tidak apa untuk menangis…” ucap Reno pelan dari tempatnya duduk. Walaupun ia merasa senang segala sesuatu terjadi sesuai dengan keinginannya, akan tetapi melihat raut wajah Kanaya yang begitu sedih, hatinya pun ikut merasa sedih. Saat di hotel tadi, Reno sengaja membiarkan Kanaya sendiri untuk waktu yang lama sambil ia memperhatikan apa yang terjadi dan menunggu saat yang tepat untuk ia keluar menjadi pahlawannya. Awalnya Reno tidak menyangka jika Kanaya akan bertemu dengan Miranda, atau bahkan Azhar. Akan tetapi semua itu hanya membuat keadaan semakin menguntungkan baginya. Terbukti Kanaya merasa “sangat nyaman” saat ia datang “menyelamatkannya”. Reno yakin, sedikit demi sedikit ia akan bisa mengambil hati Kanaya, dan membuatnya melupakan Bastian. Kanaya tidak menimpali ucapan Reno dan hanya memejamkan matanya. Ia h
Kanaya dengan cepat menoleh, menatap Reno. Ia sangat terkejut dengan pernyataan pria itu. Bagaimana mungkin dia mengatakan mereka berdua bertunangan?! Reno balas menatapnya dengan penuh arti. Jari tangan Reno dipinggang Kanaya membuat penekanan, mengirim kode pada Kanaya. “Kenapa sayang? Sudah waktunya kita memberitahu mereka bukan?” Kanaya ingin mengatakan tidak. Ujung lidahnya sudah ingin bicara. Namun, bisikan Reno menghentikannya. “Ikuti saja apa yang aku lakukan. Bukankah kamu ingin tahu reaksi Bastian?” Kanaya belum sempat merespon saat Reno sudah kembali berbicara. Kali ini ditujukan kepada Azhar. “Kakek benar. Sekarang sudah waktunya aku memikirkan masa depan dan tidak lagi bermain-main. Aku akan menikah… dengan Kanaya.” Semua yang ada di sana terkejut mendengarnya. Elsie dan Kanaya langsung menoleh ke arah Bastian. Bahkan Reno ikut melirik ke arah Bastian dan tersenyum padanya. Akan tetapi Bastian tampak sangat santai meresponnya. Ekspresi wajahnya tampak datar saja. Ti
Bastian? Apakah itu suara Bastian? Kanaya yang sudah mengangkat tangannya untuk menahan tangan Elsie, segera menurunkannya, dan dengan cepat menoleh. Begitu pula dengan Elsie. Tangan kanan Elsie berhenti di tengah udara, terlebih saat mendengar namanya dipanggil oleh suara yang sangat familiar. Ia dengan segera menurunkan tangannya dan berbalik badan dengan gugup. Jantung Kanaya berdebar sangat kencang saat ia melihat pria yang sangat di rindukannya berjalan ke arah mereka. Bastian… Batin Kanaya menyebut namanya dalam hati sambil menatap pria yang sudah lama tidak ditemuinya itu. Bastian terlihat sangat tampan dengan baju batik yang dikenakannya. Ia berjalan tegap ke arah mereka. Nafas Kanaya serasa berhenti saat pandangan mata Bastian beralih dari Elsie kepadanya, dan kedua mata mereka terkunci, saling menatap satu sama lain. Saat itu, dunia seakan berhenti berputar, dan waktu berjalan dengan sangat lambat. Yang ada dalam pandangan mata Kanaya hanyalah Bastian seorang. Piki
“Kanaya, beraninya kamu datang ke sini! Apa kamu tidak takut mati?!” seru Elsie dengan geram. Ia sudah menahan diri untuk memaki-maki Kanaya sejak tadi.Dan begitu Miranda pergi, ini lah kesempatan yang ia sudah tunggu sejak tadi!“Kenapa aku tidak boleh datang ke sini? Dan kenapa aku harus takut padamu? Atau.. justru kamu takut aku akan membocorkan semua perbuatan jahatmu?” balas Kanaya sekaligus menggertak Elsie.Kanaya menatap Elsie dengan sama tajamnya. Ia tidak boleh takut pada Elsie, sebab jika ia menunjukkan kelemahannya, Elsie akan semakin berbuat semena-mena. Toh Elsie tidak bisa melakukan apa-apa padanya di tempat itu. Jika Elsie berbuat sesuatu padanya, mustahil tidak ada yang melihat perbuatannya. Dan lagi, orang seperti Elsie tidak mungkin menghancurkan nama baiknya sendiri dengan berbuat sesuatu yang tidak patut di muka umum.Elsie terkejut mendengar Kanaya berani menjawabnya dengan lantang. Kanaya yang ia kenal sebelumnya adalah seorang yang tidak akan melawannya. Kan