"Selamat Kanaya, kamu dinyatakan lolos seleksi Ibu pengganti."
Dokter Indra Wibisono, seorang Dokter endokrin dan fertilitas menjabat tangan Kanaya dengan senyum lebar di wajahnya.
"Terima kasih Dokter!"
Sejak dua minggu yang lalu, Kanaya telah menjalani serangkaian tes untuk menjadi ibu pengganti. Dan mendengar hasil tes itu, Kanaya merasa sangat senang.
Berita itu bagaikan embun yang turun di padang pasir, memberinya semangat dan harapan baru untuk kesembuhan ibunya.
"Sama-sama, Kanaya. Kami senang kamu mendaftar ke klinik kami. Sudah lama kami mencari seseorang dengan kriteria sepertimu," balas Dokter Indra dengan menghembuskan nafas lega.
"Namun ada satu hal yang saya ingin sampaikan terkait program bayi tabung ini, dan saya mengharapkan persetujuan darimu, Kanaya." Dokter Indra berkata dengan nada serius.
Persetujuan? Kanaya merasa ada hal lain yang ingin disampaikan oleh dokter itu.
"Apa ada masalah? Apa ini ada kaitannya dengan uang kompensasi yang saya minta?" Kanaya merasa was-was.
Apakah orang itu keberatan dengan uang dua puluh miliar yang ia minta?
"Begini Kanaya. Ada sedikit perubahan dalam kesepakatan kita." Dokter Indra menatap Kanaya dengan perhatian penuh.
Perubahan dalam kesepakatan? Perubahan apa?
"Untuk proses bayi tabung ini, bayi yang akan kamu kandung nanti bukan berasal dari sel telur orang lain.”
“Maksud Dokter, dari sel telur saya sendiri?” Kanaya membelalakkan matanya dengan terkejut.
Dokter Indra mengangguk. “Benar, Kanaya.”
“Tapi, kenapa?” Kanaya merasa heran.
Jika menggunakan sel telur miliknya, bukankah secara biologis anak itu adalah anak kandungnya dan bukan anak biologis orang yang membayarnya?
"Memang biasanya sel telur yang digunakan adalah milik orang yang menitipkan. Tetapi kali ini, hal itu tidak dimungkinkan. Yah, katakanlah sel telur orang tersebut tidak cukup kuat untuk melalui serangkaian proses ini.”
“Itu sebabnya, saya meminta persetujuan kamu, Kanaya. Jika kamu setuju, kita akan langsung memproses segala sesuatunya," papar Dokter Indra dengan cara yang lugas.
Kanaya menggigit bibirnya memikirkan perubahan kesepakatan itu.
Anak yang harus ia berikan kepada orang lain adalah anak kandungnya sendiri?
Dokter itu menarik nafas panjang sebelum berkata, "Mengenai kompensasi yang kamu minta,” ia menjeda.
“Mereka tidak keberatan. Asalkan, kamu setuju dengan kesepakatan ini,” sambungnya dengan tatapan penuh arti.
Kanaya balas menatap Dokter itu dengan bimbang dan ragu.
Mengapa ia merasa sangat berat memutuskan hal itu? Bukankah seharusnya ia merasa senang tujuannya bisa tercapai?
“Saya tahu apa yang kamu pikirkan dan kenapa kamu merasa berat menyetujuinya,” Dokter itu berkata setelah memberi Kanaya waktu untuk berpikir.
“Menyetujui hal ini, bukan berarti kamu menukar anakmu dengan uang. Sama sekali bukan,” Dokter Indra memberi tatapan dalam, meminta Kanaya untuk mencerna ucapannya.
“Cobalah berpikir dengan cara ini. Bahwa dengan melakukan ini kamu tidak hanya menolong ibumu, namun kamu juga menolong orang lain yang sangat mendambakan keturunan.”
Kanaya masih menatap dokter itu, ia masih membutuhkan sesuatu untuk meyakinkannya. Bagaimana dengan anak itu?
Seakan mengerti keresahan Kanaya, Dokter itu menjelaskan.
“Saya bisa memastikan. Anak itu akan hidup serba berkecukupan. Dia tidak akan kekurangan apa pun bahkan kasih sayang dari orang tua.”
Tatapan Dokter itu begitu meyakinkan seakan dia tahu persis bagaimana kedua orang suami istri itu akan membesarkan anaknya nanti.
“Siapa mereka?”
“Saya tidak bisa memberitahukanmu mengenai identitas mereka. Tetapi percayalah, mereka berasal dari keluarga yang baik dan berkecukupan. Tidak ada yang perlu kamu kuatirkan.”
Mengamati tatapan mata dokter itu, Kanaya merasa dia tidak berbohong dengan ucapannya.
“Tidak mengetahui hal ini adalah jalan terbaik, demi kebaikanmu sendiri,” tambah Dokter itu dengan tatapan penuh arti.
Kanaya mengerti apa yang dokter itu maksudkan. Dengan tidak mengetahui identitas mereka, akan lebih mudah bagi Kanaya untuk memutuskan ikatan batin dengan anak yang ia lahirkan nantinya.
Setelah berpikir selama beberapa hari, Kanaya akhirnya menyetujui kesepakatan itu.
Kesempatan seperti itu tidak datang dua kali. Dan mungkin inilah satu-satunya harapan untuk kesembuhan ibunya.
Kanaya mulai menjalani proses awal mempersiapkan indung telurnya hari ini.
Ia harus menjalani serangkaian induksi hormon untuk meningkatkan kualitas sel telur miliknya.
Dokter Indra sendiri yang menanganinya langsung.
"Setelah ini langsung pulang dan beristirahat. Makan makanan yang bergizi dan jangan tidur terlalu malam. Boleh melakukan olahraga yang ringan, tetapi hindari melakukan aktifitas yang melelahkan," pesan Dokter Indra setelah mereka selesai dengan proses induksi pertamanya hari itu.
Kanaya mengangguk, mengikuti saja apa yang dikatakan oleh dokter itu. "Terima kasih, Dokter."
Kanaya berjalan keluar dari klinik menuju sebuah gedung apartemen yang terletak hanya beberapa ratus meter saja.
Apartemen itu adalah fasilitas yang disediakan oleh klinik untuknya agar memudahkan tim medis program bayi tabung untuk memonitor perkembangan kesehatannya setiap saat.
Sebelum pindah ke apartemen, Kanaya sudah menitipkan ibunya ke rumah Bude Laila, kakak kandung ibunya.
Kanaya tidak menceritakan kepada siapapun jika ia menjadi ibu pengganti. Selain harus menjaga kerahasiaan program itu, ia juga tidak ingin menjadi beban pikiran ibunya.
Ia beralasan mendapat pekerjaan baru di luar kota dan meminta tolong kepada Budenya untuk menjaga ibunya selama ia tidak ada.
Tidak sampai sepuluh menit berjalan, Kanaya sampai di apartemennya.
Ia ingin mandi dan segera beristirahat, menghilangkan rasa letih dan penatnya setelah berbagai proses yang dilaluinya hari ini.
Baru saja Kanaya masuk ke dalam apartemen, ia merasa gatal-gatal. Rasa gatal itu seakan menjalar ke seluruh bagian tubuhnya. Semakin ia menggaruknya, semakin ia merasa gatal.
"Aduh, kenapa gatal sekali? Ada apa ini?” Kanaya terus menggaruk bagian tubuhnya. Rasa gatal itu tidak tertahankan.
Keheranan Kanaya semakin bertambah tatkala melihat bercak kemerahan di lengannya yang sebelumnya tidak ada.
Merasa ada sesuatu yang tidak wajar, ia pun berjalan ke arah cermin.
"Ya ampun, kenapa ini?" pekik Kanaya dengan mata membelalak ketika mendapati kulit wajahnya memerah dengan ruam, dan bibirnya tampak membengkak.
Kanaya meremas dadanya, mulai merasakan sesak nafas. Ya Tuhan, ada apa lagi ini?
Ia berusaha fokus menganalisa apa yang ia rasakan. Semua gejala ini… apakah— alergi?
Obat itu! Mungkinlah ia alergi pada obat yang disuntikkan padanya?
Hanya ada satu cara mengetahuinya.
Dengan susah payah ia meraih telepon genggamnya dan menghubungi Dokter Indra.
"Halo Kanaya?"
"Dok-ter…"
"Ada apa? Apa kamu baik-baik saja?" suara Dokter Indra yang berada di ujung sambungan telepon itu terdengar khawatir.
Di ruangan kantornya di klinik Life's Blessing, Dokter itu menghentikan apa yang sedang ia kerjakan.
"Dok-ter sepertinya… saya… alergi…" Dengan nafas tersenggal-senggak ia mencoba memberitahu dokter itu.
Pikirannya mulai tidak fokus, pandangan matanya pun mulai terasa kabur dan nafasnya semakin terasa berat.
"Apa? Kamu yakin?”
"Dok-ter to--long sa-ya"
Kanaya merasa sulit sekali bernafas. Apakah ini saat terakhirnya? Lalu bagaimana dengan ibunya?
“Bertahanlah Kanaya! Bertahanlah!” Terdengar derap langkah cepat dan nafas Dokter indra yang memburu, sebelum telepon genggam itu terlepas dari tangannya yang gemetar.
Berkelebat wajah ibunya yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit
Tidak! Ibu…
Aku tidak boleh mati! Kalau aku pergi, siapa yang akan menjaga Ibu?
Bertahanlah Kanaya, bertahanlah!
Bruk! Samar Kanaya mendengar suara pintu didobtak dengan kencang, lalu derap suara langkah kaki-kaki yang berlari semakin jelas terdengar.
"Kanaya? Kanaya!!"
Dokter Indra? Pandangan mata Kanaya kabur, namun ia melihat dua titik bergerak cepat ke arahnya.
"Dokter, to--long saya..." ucap Kanaya dengan suara yang tak lagi terdengar jelas.
Ia menggapaikan tangannya. Namun saat ia merasa seseorang telah meraihnya, pandangan matanya menjadi gelap. Gulita.
"Bisa Saya bicara denganmu? Berdua saja.”Dokter Indra datang ke restoran saat Kanaya sedang bekerja.Kanaya tidak menyangka jika dokter klinik kesuburan itu datang mencarinya.Apa yang ia inginkan? Bukankah urusan mereka sudah selesai? Beberapa hari yang lalu Kanaya diketahui mempunyai alergi pada salah satu zat yang ada di hormon kesuburan yang disuntikkan padanya.Untung saja Dokter Indra datang tepat waktu untuk menyelamatkan Kanaya kala itu.Namun yang membuat Kanaya heran, alergi itu tidak terdeteksi sebelumnya.Menurut Dokter Indra, zat itu sebenarnya tidak berbahaya. Akan tetapi, kekebalan tubuh Kanaya mengidentifikasi zat itu sebagai sesuatu yang berbahaya bagi tubuhnya. Itu sebabnya tidak ada yang menyangka jika Kanaya memiliki reaksi alergi pada obat itu.Dan nahasnya lagi, zat itu terdapat pada semua jenis obat hormon kesuburan yang ada yang sangat penting dalam memastikan kualitas sel telur yang akan digunakan sebagai donor. Jika dipaksakan, akan berefek pada kesuburan
Kanaya duduk termangu di sebuah kamar dalam balutan kebaya putih sederhana.Beberapa hari yang lalu, Dokter Indra memberitahukannya jika kliennya setuju menikahinya secara agama. Dan hari ini, pernikahan itu akan diselenggarakan di sebuah rumah di jalan Sunset Summit.Rumah satu lantai itu terletak di sebuah kawasan elit. Di kawasan seperti ini, orang-orang yang tinggal di dalamnya tidak saling berinteraksi. Mereka sangat individual dan tidak pernah bertegur sapa satu sama lainnya.Tidak ada tetangga yang tahu apa yang sedang terjadi di rumah itu. Dan mereka tidak usil mencari tahu. Menjaga privasi adalah hal yang lumrah.Dokter Indra baru saja datang mengatakan jika kliennya akan datang menemuinya. Dan jantung Kanaya berdebar kencang ingin tahu siapa orang yang 'menyewa' rahimnya dan 'membeli' sel telurnya. Orang yang akan menikahinya dan menjadi ayah biologis anaknya kelak.Siapa mereka? Apa ia pernah bertemu dengan mereka sebelumnya?Kanaya berdiri saat pintu kamarnya terbuka dan m
Setelah menikah, Kanaya tinggal di rumah di jalan Sunset Summit bersama seorang perempuan paruh baya bernama Sifa. Sifa bertugas sebagai pengasuh yang menemani dan mengatur segala keperluannya.Beberapa hari sudah Kanaya tinggal di rumah itu, namun Bastian belum pernah datang menemuinya. Hanya Dokter Indra dan timnya yang datang mengecek keadaan Kanaya.Akan tetapi, hari ini berbeda. Tadi pagi Dokter Indra mengabarkan jika Bastian akan datang mengunjunginya malam ini.Ia mengatakan jika sel telurnya berada dalam masa ovulasi. Yaitu waktu di mana sel telur siap untuk dibuahi. Di saat itulah, pembuahan memiliki peluang terbesar untuk berhasil.Itu sebabnya Kanaya duduk dengan gelisah di dalam kamar karena malam ini adalah pertama kali dalam hidupnya seorang pria akan menyentuhnya.Kanaya belum pernah berpacaran, apalagi disentuh oleh laki-laki.Ia tidak punya waktu untuk hal seperti itu karena sisa waktu di luar jam kuliah dipergunakannya untuk bekerja.Kanaya bukan berasal dari keluar
Bastian memutar badannya dan menatap Kanaya dengan heran. Pandang matanya turun ke bawah, ke tangan Kanaya yang memegang pergelangan tangannya. Ia terkejut karena Kanaya berani menyentuhnya. Padahal, sebelumnya gadis itu begitu tegang dan gugup. Menatapnya saja dia tidak berani. Saat itu Kanaya mengira Bastian menyerah, dan hendak pergi meninggalkannya. Itu sebabnya ia mencegah Bastian untuk pergi. Kanaya yang begitu gugup dan takut, membuang jauh-jauh rasa malu, gugup dan ketakutan dalam dirinya. Semua itu demi sang Ibu. Keinginan yang kuat untuk menyelamatkan ibunya membuat keberaniannya timbul. Bagaimanapun pembuahan malam ini harus terjadi. Kanaya mengambil inisiatif. Perlahan, ia berdiri menghampiri Bastian. "Selesaikan tugas Bapak. Lakukan apa yang perlu Bapak lakukan," ucap Kanaya dengan suara bergetar. Tekadnya terlihat jelas. ia memasrahkan dirinya pada Bastian. Perlahan, Kanaya melepas kedua tali gaun di pundaknya sehingga gaun satin putih yang ia kenakan
Elsie duduk di sebuah private room di club malam bersama sahabatnya Rosa. Sepuntung rokok terselip diantara jari telunjuk dan jari tengah, mengeluarkan kepulan asap yang samar. Tiga gelas martini sudah habis diteguknya, membuat kepala Elsie terasa berat. Suara musik yang hingar-bingar terdengar dari luar private room itu, membuat tubuh Elsie dan Rosa bergoyang mengikuti iramanya. Elsie ingin melupakan hari itu. Hari di mana Bastian sedang bercinta dengan wanita lain. Wanita yang bisa memberinya keturunan. "Perempuan sialan! Kalau bukan karena anak, aku tidak akan biarkan dia menyentuhnya!" seloroh Elsie dalam keadaan mabuk sambil membanting gelas ke atas meja dengan keras. Ia benci perempuan itu. Saat melihat Kanaya dalam balutan kebaya pengantin beberapa hari yang lalu, hatinya iri. Iri sekaligus takut karena perempuan itu terlihat begitu sempurna. Dia tidak hanya cantik dari penampilannya saja, tetapi perempuan itu memiliki semua gen bagus yang tidak dimilikinya!
Sifa mengetuk pintu kamar Kanaya pagi menjelang siang hari itu karena tidak seperti biasanya Kanaya belum keluar dari kamarnya. Padahal, Bastian sudah pergi sejak pagi. Sebagai seorang yang ditugaskan menjaga Kanaya di rumah itu, Sifa mengetahui apa yang terjadi diantara mereka. Sifa diharuskan menandatangani perjanjian kerahasiaan saat ia menerima pekerjaan itu. Sehingga ia pun paham apa saja yang harus ia lakukan dan apa saja yang tidak boleh ia bicarakan. Sifa juga tahu jika semalam adalah malam pertama bagi Kanaya. Dan Sifa berpikir jika Kanaya membutuhkan waktu yang lebih untuk beristirahat. Namun, sampai matahari terbit, Kanaya belum juga keluar dari kamar, dan itu membuat Sifa khawatir. "Non?" Sifa kembali mengetuk pintu kamar, namun masih tidak ada jawaban. Ia pun akhirnya membuka pintu kamar itu dan masuk. Kamar itu sunyi. Keadaannya tidak jauh berbeda dari saat semalam ia meninggalkannya. Kecuali ranjang yang berantakan, dan gaun tidur berwarna putih yang
"Kamu pasti belum sarapan. Ayo, aku sudah buatkan kamu sesuatu," ucap Bastian sambil tersenyum, mengalihkan pembicaraan yang bisa membuat hati istrinya menjadi tidak tenang. Bastian menggenggam kedua tangan Elsie dengan penuh kelembutan, sebelum ia menggandengnya ke meja makan. Ia lalu menyajikan Pancake Tacos yang dimasaknya untuk mereka berdua. “Cobalah Elsie, aku harap kamu suka," ucap Bastian sambil duduk di sebelah Elsie. Elsie mencobanya. Bastian memang jarang memasak untuknya, namun jika ia memasak, rasanya enak sekali. Dan satu hal lagi yang membuat Elsie merasa senang dan patut berbangga, suaminya itu hanya memasak untuknya. Bastian tidak pernah memasak untuk wanita lain selain dirinya, terkecuali Miranda tentunya. “Enak Bas, terima kasih," ucap Elsie sebelum mulai menyantap lagi pancake itu. Elsie sangat lapar. Apalagi setelah pergumulan panasnya dengan Rico semalam. "Kalau kamu suka, aku akan masak lagi untukmu," timpal Bastian sambil tersenyum. Tiba-ti
"Non, habiskan ya buahnya," Sifa menaruh sepiring buah-buahan segar yang telah dikupas dan di potong ke atas meja di teras belakang. Kanaya yang sakit sejak beberapa hari yang lalu sedang duduk di tepi kolam ikan koi di halaman belakang rumah. Ia menyelupkan tangannya ke dalam kolam dan menyentuh punggung ikan-ikan yang cantik itu. Bermain dengan ikan-ikan itu membuatnya tersenyum dan menghilangkan kebosanan yang ia rasakan. Selama tiga hari ia tidak keluar dari kamar karena Dokter Indra menyuruhnya untuk beristirahat hingga benar-benar pulih. Setelah malam 'pembuahan' itu, bagian kewanitaannya terasa perih karena terluka. Ia bahkan sulit untuk berjalan. Akibatnya ia hanya beristirahat saja di atas ranjang. Baru pagi ini ia berani keluar kamar. Tubuhnya sudah terasa lebih baik, meski terkadang masih ada sedikit rasa nyeri. Kanaya sengaja ingin berjalan di taman, menghirup udara segar dan terkena sinar matahari pagi untuk mengusir rasa jenuhnya. "Oke Bi, terima kasi
“Freya,” ucap Bastian dengan senyum di wajahnya. “Freya Jacinta Dwipangga.” Miranda dan Ayunda saling bertukar pandang sebelum tersenyum dan mengangguk. “Freya. Nama yang Indah,” gumam keduanya menyetujui. Hari itu semua yang ada di Alpine Nest menyambut baik kehadiran bayi mungil bernama Freya Jacinta Dwipangga. Begitu pula Kenzo yang begitu senang ketika diperbolehkan melihat langsung adiknya itu. Mulai hari itu, ia telah menjadi seorang kakak. Apalagi, adiknya itu hadir sebagai hadiah ulang tahun terindah baginya. Keluarga besar Dwipangga hari itu sangat berbahagia. Bukan hanya karena ulang tahun pertama Kenzo, namun juga hadirnya Freya dalam keluarga mereka. Berita kelahiran Freya langsung tersebar ke seantero Emerald City, meskipun sosok bayi tersebut masih dirahasiakan dan belum di perlihatkan kepada publik. Publik ikut merasa senang dan tidak sabar untuk segera melihat sosok putri keluarga Dwipangga yang diberitakan memiliki paras yang rupawan. Berita persalinan Kanaya p
“Ama… Ama.. atit?” tanya Kenzo pada Haidar, kakeknya. Tampak ia mengkhawatirkan mamanya.Apalagi ia melihat Papanya begitu panik saat membawa mamanya pergi masuk ke dalam ruangan dengan kolam besar yang ada di dekat mereka. Haidar tersenyum dan menggeleng. Ia berusaha untuk tidak tampak gelisah atau khawatir. “Mama tidak sakit, tapi saat ini sedang melahirkan adiknya Kenzo,” terangnya pada cucu kesayangannya itu.“Kenzo di sini dulu ya sama Kakek. Nanti kalau adik sudah keluar dari perut mama, Kenzo bisa ketemu sama adik.” Haidar pun duduk dan memangku Kenzo di sofa.Kanaya sudah pernah menceritakan pada Kenzo mengenai adik bayi yang ada di dalam perutnya, sehingga Kenzo tidak terlalu bingung atau panik saat mengetahui Kanaya akan melahirkan. “Sini, Kenzo boboan di sini.” Haidar menepuk ruang kosong diantara dirinya dan Azhar, agar cucunya itu bisa beristirahat dan tidur. Ia tahu Kenzo tidak akan mau pergi tidur ke kamarnya mengetahui mamanya tengah melahirkan adiknya.Akan tetapi
Ardyan dan Aliya telah menikah sejak 6 bulan yang lalu, dan sekarang kandungan Aliya telah menginjak 3 bulan.Mereka berdua memang tidak menunda kehamilan dan berharap segera diberikan keturunan. Selain itu, Ardyan juga sudah berusia lebih dari 30 tahun, sehingga dia tidak ingin lagi menunda.Dan meskipun kehamilan Aliya masih muda dan belum terlihat benar, namun jika diperhatikan dengan seksama, akan terlihat benjolan kecil di perutnya.Saat ini, Aliya masih bekerja di LiveTV, namun ia tidak lagi bekerja di lapangan untuk mencari berita setelah mengetahui kehamilannya. Ia memilih bertugas di dalam studio untuk sementara waktu. Sedangkan Ardyan, dia masih menjalani hari-harinya sebagai the best neurosurgeon di Emerald City, sekaligus Direktur Emerald Restorative Centre, Rumah Sakit terbesar dan tercanggih di Emerald City.“Bagaimana kehamilanmu kali ini? Ah, Kenzo pasti senang sekali akan segera memiliki seorang adik!” Aliya memegang perut besar Kanaya dan mengelusnya.“Untuk yang
Acara ulang tahun berlangsung dengan sangat meriah. Anak-anak panti yang diundang untuk datang tampak sangat senang. Berbagai macam permainan, hiburan bahkan hadiah-hadiah yang dibagikan membuat mereka tertawa sepanjang acara.Tamu undangan lainnya, keluarga, dan kerabat yang membawa anak-anak mereka juga menikmati acara itu. Mereka membawa berbagai macam hadiah, dari mainan anak-anak yang sangat populer dan diminati, hingga hadiah yang bernilai fantastis.Berbagai macam hidangan disajikan. Dari mulai hidangan berbentuk lucu bertemakan kerajaan untuk anak-anak hingga hidangan estetik dan lezat dari chef terkemuka yang menggunakan bahan-bahan berkualitas premium.Dan Kenzo, bocah berulang tahun yang memiliki paras rupawan perpaduan antara Kanaya dan Bastian, menjadi pusat perhatian di acara itu. Tidak hanya parasnya, tingkah polah anak berusia 1 tahun itu selain menggemaskan juga telah membuat decak kagum tamu undangan. Di usia yang masih sangat kecil, Kenzo telah menunjukkan sikap
Hari itu, di Alpine Nest ramai dengan banyak orang yang datang. Azhar, Haidar, Miranda, Ayunda, Laila, dan Fadly—sepupu Kanaya. Tidak lupa Alea, Fariz dan Clara juga sudah hadir di sana.Mereka semua datang untuk menghadiri ulang tahun pertama Kenzo yang hanya dihadiri oleh orang-orang terdekat, keluarga dan teman serta anak yatim yang sengaja diundang untuk memeriahkan acara itu.Acara dilangsungkan di halaman belakang rumah mereka, dengan mengusung tema Royal Prince. Sesuai dengan tema, maka di dekat danau itu dibangun sebuah miniatur kastil kerajaan, dengan dekorasi balon dan hiasan lainnya yang berwarna emas, biru dan putih.Makanan yang dihidangkan pun dibuat sesuai tema. Mewah, namun dengan bentuk yang lucu dan menggemaskan sesuai dengan usia baby Kenzo yang baru berulang tahun pertama.“Apa semua sudah siap? Di mana Kenzo?” Kanaya baru selesai berpakaian, dan ia memastikan kembali persiapan mereka untuk acara itu.Ia dan Bastian juga ikut mengenakan kostum Royal King dan Queen
“Bos, itu orangnya!” Seorang pria dengan banyak tato di tangannya melapor pada seorang pria yang duduk di dalam sebuah mobil SUV.Jendela mibil SUV itu diturunkan dan tampaklah wajah seorang pria. Dia mengenakan jaket hitam dan kaca mata hitam. Rambut panjangnya yang diikat ke belakang, dicepol kecil dibagian atas, sehingga menampakkan potongan rambut pendek undercut dibagian bawah yang rapi.Pria itu membuka kaca matanya dan melihat ke luar pada sosok dua orang pria yang sedang berdiri membelakangi mereka yang berjarak cukup jauh. Kedua orang itu berpakaian parlente, kemeja rapi dengan sepatu kulit yang mengkilap.“Hanya berdua saja?” tanya Jono—pria berjaket hitam di dalam mobil.“Hanya mereka dan supir di dalam mobil.” Anak buah Jono menunjuk sebuah mobil Mercedes Benz S class berwarna hitam terparkir di ujung bagian jalan itu.Jono tidak mengetahui siapa orang itu. Mereka berpenampilan rapi dan parlente, namun mereka berdua bukan berasalah dari Emerald City.Jono memberi isyarat
Mobil Rolls Royce limited edition itu, memasuki halaman rumah besar dan luas bernama Alpine Nest, dan berhenti tidak jauh dari pintu utama rumah itu.Kanaya dan Bastian turun dari dalam mobil dan masuk ke dalam rumah. Rumah yang kali pertama Kanaya datangi belum memiliki furnitur yang lengkap, saat ini telah berubah menjadi sebuah rumah yang indah dengan berbagai kelengkapan yang memberi kesan tersendiri.Kanaya sengaja memilih furnitur, korden, wallpaper serta berbagai aksesoris rumah lainnya dengan warna dan model yang memberi kesan homy, sebuah tempat tinggal yang hangat dan nyaman untuk ditinggali keluarga mereka.Saat memasuki rumah itu, tidak terasa suasana kaku ataupun asing. Ruangan demi ruangan seakan membuat siapa pun merasa di nyaman berada di sana. Dari mulai ruang tamu, ruang keluarga, dapur, hingga setiap kamar tidur di rumah itu, memberi kesan hangat. “Kenzo mana Bi?” Kanaya bertanya saat ia bertemu Sifa di ruang keluarga.Perempuan yang menjadi pengasuhnya saat menga
“Maaf… maaf, aku tidak sengaja…” ucap orang itu dengan segera. Ia kemudian tampak terkejut ketika melihat Bastianlah yang ia tabrak.“Lain kali jalanlah dengan hati-hati.” tegur Bastian sambil mengingatkan dengan nada dingin.Untung saja dia tidak menabrak Kanaya! Jika sampai itu terjadi, ia akan sangat marah.“Tentu, lain kali saya akan jalan dengan hati-hati.” Mahasiswi yang menabrak Bastian itu tampak tersipu malu. Ia melirik Bastian dengan tatapan menggoda sembari menyelipkan anak rambut ke belakang telinga.Bastian bersikap acuh tak acuh pada perempuan itu dan sibuk merapikan kemeja yang dikenakannya.Lain halnya dengan Bastian, Kanaya justru menangkap gestur perempuan yang dengan sengaja menggoda Bastian. Dan ini membuat Kanaya kesal.Jelas, bukan hanya dirinya saja yang menyadari betapa menariknya Bastian.Selama ia menjadi istri Bastian, tidak sedikit wanita lain yang mengagumi Bastian, bahkan ada yang dengan berani dan terang-terangan berusaha mendekati suaminya itu.Mahasis
“Kulit lebih bersinar, atau di sebut dengan pregnancy glowing…” Bastian membaca sebuah artikel melalui telepon genggamnya. Ia tampak berpikir sebelum bergumam, “Sepertinya benar.”Ia membayangkan kulit istrinya itu memang terlihat lebih glowing di kehamilan kedua. Jadi, apakah semua mitos itu benar?Bastian kembali membaca lanjutan artikel itu.“Payudara sebelah kiri lebih besar dari yang kanan…” Bastian mengerutkan keningnya. Ah, ada-ada saja. Apa iya perbedaan kehamilan bayi perempuan dan laki-laki bisa dilihat dari besarnya payudara kanan dan kiri?Ujung-ujungnya, Bastian geleng-geleng kepala dan lanjut membaca. “Sifat lebih moody, sensitif dan cerewet…” Bastian terkekeh pelan. Mungkin untuk yang satu ini ada benarnya. Sejak kehamilan kedua, Kanaya menjadi sangat perasa dan sensitif, bahkan sebelum mereka mengetahui jenis kelamin anak yang dikandungnya.Walau begitu, Bastian tidak pernah mempermasalahkannya. Apalagi ia memang tidak keberatan direpotkan oleh istrinya itu.“Ehem…