Share

Bukan Budak Nafsu Majikan
Bukan Budak Nafsu Majikan
Author: Syiffa Natasya

1.

last update Last Updated: 2023-06-26 22:22:02

Plaaaak!

Tuan Hamiz melayangkan tangan hingga mendarat ke pipiku. Terasa kebas, karena ini tamparan yang ke empat kalinya dalam setengah jam ini. Sementara, sudut bibirku sudah sejak tadi mengalir darah. Aku masih sama, menatapnya tanpa air mata.

”Saya sedang hamil, Tuan,” ucapku sembari menyeka sudut bibir yang basah.

Tuan Hamiz berteriak sambil mencengkram kedua bahuku. ”Cewek bodoh!”

Aku tetap tersenyum karena makian dari mulutnya sudah menjadi makanan sehari-hari. Kupandangi wajahnya yang putih berubah kemerahan karena marah. Tuan Hamiz menendang meja riasku hingga bedak tabur yang ada di atasnya jatuh. Aku memilih duduk saja di pinggir ranjang sambil mengusap perutku yang baru hamil dua bulan.

”Setelah anak ini lahir, kamu akan aku ceraikan!”

Mataku terpejam ketika Tuan Hamiz memilih keluar kamar sambil membanting pintu. Kembali kuusap perutku yang belum membuncit. Semoga, anak yang kukandung tidak sedih mendengar ayahnya seperti itu.

Matanya yang sendu menatapku dua bulan lalu, membuatku semakin berandai jika Tuan Hamiz memiliki perasaan padaku. Tuan Hamiz dengan mulut menguarkan aroma alkohol, mendekap tubuhku hingga sesuatu yang tidak kuinginkan terjadi. Kehormatanku direnggut oleh Tuan Hamiz di bawah pengaruh alkohol.

Kungkungannya yang kuat membuatku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku terlalu syok, hingga meraung pun tidak bisa. Aku menyukainya, Tuan Hamiz cinta pertamaku, tapi tidak seharusnya dengan cara seperti ini kami bersatu.

Tuan Hamiz yang kelelahan langsung tertidur, sedangkan aku memunguti bajuku satu per satu sembari menangis. Aku ingin bungkam tentang ini, akan tetapi pintu terbuka, Tuan dan Nyonya menganga menatap ke arah kami.

”Apa yang kamu lakukan, Alana!” pekik Nyonya. Tanganku diseret bahkan tidak menungguku selesai memakai baju. ”Beraninya kamu ngerayu anak saya! Dasar anak babu! Berandai saja nggak boleh, apa lagi sampai kamu jadi menantu saya!”

Hancur. Apa lagi saat kulirik noda kemerahan di sprei Tuan Hamiz, tanda kesucianku benar-benar terenggut. Benar, seharusnya untuk bermimpi bahkan berandai itu pun tidak boleh. Ibu tidak masuk hari ini karena sudah empat hari sakit. Aku seorang diri memunguti harga diriku yang sudah tumpah ruah. Melirik ke arah Tuan Hamiz yang masih berada di dalam selimut tanpa mendengar makian yang dilayangkan padaku.

Selang beberapa waktu, aku sudah mengetahui jika aku tidak mendapat menstruasi. Aku masih bungkam karena terlalu takut untuk meminta pertanggungjawaban. Tapi, Oma datang dan mendapatiku muntah-muntah di kamar mandi.

”Kamu harus minta Hamiz tanggungjawab ke Alana, Sarah.”

Aku terkejut karena oma mengatakan itu. Bahkan aku tidak dipecat saja sudah sangat bersyukur. Aku tidak bermimpi sejauh itu untuk menikah dengan Tuan Hamiz.

Nyonya Sarah menatapku penuh benci, bahkan meludah. ”Mana mungkin aku mau punya mantu babu, Ma!”

Oma merangkul bahuku, wajahnya sulit kunilai senang atau tidak. Tapi aku kembali hancur mendengar ucapan selanjutnya.

”Tanggung jawab karena itu kesalahan Hamiz, Sarah. Tanggung jawab sampai anaknya lahir dan memiliki identitas, setelah itu kasih saja uang dan rumah. Kamu juga harus buat perjanjian hitam di atas putih, kalo Alana nggak akan menuntut apa pun lagi. Anaknya lahir, ceraikan saja.”

***

Benar, pernikahan akhirnya terjadi dan aku tinggal bersama keluarga Tuan Hamiz. Meski sudah menjadi istri Tuan Hamiz, pembantu tetap pembantu. Profesi yang harus kukerjakan setiap harinya.

”Bu, perutku sering kram.”

Aku mengeluh ke ibu, sambil duduk di antara cucian piring yang menumpuk. Ibu memegang pipiku yang memar, aku hanya menggeleng.

”Hamiz?” tanyanya, aku hanya mengangguk.

”Nak, kita orang miskin, tapi tidak sepantasnya diperlakukan begini.” Ibu memelukku dan kami menangis bersama. Memang sangat sesak jika dirasa, tapi aku tidak memiliki solusi.

Ibu mendongak dan memegangi bahuku. ”Kita pulang kampung saja, Alana. Kita rawat anak kamu di kampung.”

Pandanganku nanar menatap ke depan. Keinginan untuk pulang ke kampung halaman sudah tersirat lama dalam benak, hanya saja cemoohan orang-orang di desa pasti lebih menyakitkan kuterima dibanding di sini. Kutatap meja makan yang panjangnya hampir sama dengan rumahku di desa. Meski penuh kekejaman mengisi rumah ini, aku masih dapat melihat Tuan Hamiz.

Bodoh. Tidak mengerti pada hatiku yang luluh lantak. Di relung jiwaku sana, aku masih berani berandai jika Tuhan menyatukan kami karena memiliki tujuan.

”Alana ....” Ibu memanggilku, membuatku kembali fokus terhadapnya. Tangannya memegangi kedua bahuku yang lunglai. ”Ibu nggak kuat liat kamu diperlakukan nggak baik begini.”

Tidak ada kata yang harus kujawab. Aku hanya kembali berdiri sambil menahan mual dan kembali mencuci piring yang menumpuk. Di saat seperti ini aku ingin menangis, tapi agaknya air mataku sedang enggan keluar.

Aku menghentikan sejenak aktifitas karena sedari tadi ibu mengguncang lenganku untuk menoleh, seakan bising mesin pengering pakaian tidak menjadi pengganggu. Ibu menatapku dalam dan kuakui, aku merasa sedikit takut.

”Kamu emang udah nikah sama Tuan Hamiz, tapi kamu tetap babu, Alana! Ikut ibu pulang! Ibu masih mampu untuk menghidupi anak kamu. Ibu--”

Sebelum ibu melanjutkan ucapannya yang membuatku semakin berandai untuk damai, aku menyela. ”Alana nggak bisa, Bu! Alana takut! Apa kata orang-orang di desa liat Alana udah hamil?” Akhirnya tangis yang kuingin tahan keluar deras. ”Alana udah cukup bikin malu dan dikenal nggak baik di sini. Tapi nggak di desa Bu, kasihan almarhum bapak.”

Bapak meninggal karena difitnah dan julukan anak maling masih melekat hingga kini. Aku bahkan bingung, sebenarnya, apakah aku memiliki tempat untuk bernaung? Ibu hanya diam dan memandangku dengan mata berkaca. Pakaian di dalam mesin cuci dikeluarkan dengan tergesa dan ditaruh ke dalam keranjang. Ibu menghentakkan kaki dan berlalu dari hadapanku.

Ibu marah terhadapku, sedangkan aku sangat murka dengan diriku sendiri. Aku segera membalik badan saat kudengar sepasang sepatu hak beradu dengan lantai, tanda Nyonya Sarah akan datang. Aku mengelap semua piring yang telah kucuci dan memilih untuk mengerjakan pekerjaan lainnya.

Nyonya Sarah hanya memandangku sinis ketika aku melewatinya. Tidak ada kata pada menantunya ini agar istirahat saja, tatapannya justru sangat benci terhadapku.

Saat aku melewati pintu utama, kudengar mobil Tuan Hamiz. Aku melongok sebentar hanya untuk melihat wajahnya setelah menamparku, namun aku memang tidak diperbolehkan berandai-andai. Tuan Hamiz datang dengan seorang wanita berkulit seputih susu berjalan melewatiku tanpa memandang.

”Eh, Dania. Sini duduk, Sayang.”

Nyonya Sarah bahkan mempersilakan tamu yang dibawa Tuan Hamiz. Wajahnya berseri menatap wanita semulus porselen itu.

”Maafin tante ya, Sayang. Pertunangan kalian harus diundur sementara waktu,” imbuh Nyonya. Tangannya memegang jemari lentik wanita bernama Dania.

Pertunangan? Mendadak oksigen di sekitarku seakan menipis hingga kesulitan bernapas.

”Sebenarnya ada masalah apa, Tante? Kenapa pertunanganku sampai diundur.”

Aku tidak tahu persis wajah Dania bagaimana sekarang, akan tetapi melihat Nyonya menatapku benci, aku memilih pergi saja dari pintu utama menuju halaman belakang. Namun karena aku berlari, aku tidak memerhatikan jalanku.

Bug! Aku menabrak Tuan Hamiz.

”Liat penampilan kamu,” kata Tuan Hamiz. ”Seujung kuku aja kamu bukan tipeku. Jangan berandai-andai kalau adanya anak itu bisa membuatmu jadi nyonya di sini.”

Tuan Hamiz kembali melangkah lebar, akan tetapi segera kupegang tangannya. ”Maafkan saya, Tuan.”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ivans
Pesona istri ku sia2kan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Bukan Budak Nafsu Majikan    2.

    ”Kamu serius sama keputusan kamu, kan, Alana?” Ibu menggenggam tanganku. Matanya kembali mengeluarkan buliran kaca yang siap pecah. Bibirnya yang mulai keriput bergetar. Aku mengangguk dan membalas genggaman tangannya. ”Semoga kita bisa lebih damai di desa, Bu.”**Ya, aku akhirnya menyerah hanya karena melihat Nyonya Sarah dan Dania membicarakan tentang pernikahan. Pesta seperti apa yang Dania inginkan. Gaun apa yang hendak dipakai. Makanan apa saja yang hendak disajikan untuk para tamu. Bulan madu di mana dan memiliki berapa anak. Mengingat itu semua hanya membuat perutku kembali kram. Ya, aku kira akan semudah dua bulan ini bersabar. Nyatanya sulit. Tubuhku seperti terbakar melihat Tuan Hamiz mencumbu Dania di kamar yang menjadi saksi kebrutalan Tuan Hamiz padaku. Kamar di mana kehormatanku hilang. Argh!Tanpa sadar aku berteriak dan memukuli kepala. Aku depresi hingga terasa sekarat. Mungkin sopir taksi online menilaiku orang aneh. Aku tidak perduli. Ibu justru kembali menangi

    Last Updated : 2023-06-27
  • Bukan Budak Nafsu Majikan    3.

    ”Iya, Sayang. Kurang dari setahun kita bisa kayak biasa lagi.”Aku mendengar suara Tuan Hamiz tengah menelfon seseorang. Tuan Hamiz berada di dekat kolam ikan yang menyatu dengan taman. Dari caranya menelfon, sudah pasti itu Dania.”Aku nggak bisa nyuruh gugurin. Tenang aja, Sayang. Lagian di surat perjanjian juga, Alana nggak bisa nuntut apa-apa lagi.”Seharusnya aku memang tidak perlu berharap, bukan? Perkataan Tuan Hamiz sudah jelas. Jus alpukat yang hendak kuberi padanya kuurungkan. Lebih baik aku kembali ke dalam rumah. Kupijat pelipisku dan juga mengusap perut. Entah dosa apa yang kulakukan hingga Tuhan memberiku cobaan sebesar ini. ”Alana, kenapa jusnya belum kamu kasih ke Tuan Hamiz?” Ibu mendekat dan mengambil tempat duduk di sebelahku.”Tuan Hamiz lagi telfon sama orang kantor, Bu,” jawabku, memang berbohong. Ibu mengusap perutku dan memandangi wajahku seperti ada noda di sana. Aku tersenyum, tanpa mengatakan apa pun, aku ingin ibu melihatku baik-baik saja. ”Seenggaknya k

    Last Updated : 2023-06-28
  • Bukan Budak Nafsu Majikan    4.

    Malam ini Tuan Hamiz berpakaian rapi. Rambutnya ia sisir klimis dan lehernya memakai dasi berwarna merah tua. Jas yang dipakainya sangat bagus dipadu padankan dengan kulitnya yang bersih. Apa Tuan Hamiz akan menghadiri pesta? Karena jika hanya ke kantor, menurutku terlalu berlebihan. ”Saya mau dinner sama Dania. Kalo kamu ngantuk, tidur saja lebih dulu.”Pertanyaanku terjawab. Ingin rasanya kukatakan jika Dania tengah menemani anaknya yang sakit di ICU. Aku hanya mengiyakan, karena meminta Tuan Hamiz agar tidak pergi pun percuma. Aku memilih keluar kamar saja dan ke dapur, hendak mengiris beberapa buah-buahan. Tuan Hamiz mengekor di belakang, seakan melihatku hendak apa karena membuka kulkas. Akhirnya aku berbalik karena merasa canggung diperhatikan begitu.”Tuan mau saya buatin sesuatu?” tanyaku.Tuan Hamiz menggeleng, justru mengambil buah yang hendak kumakan. Tuan Hamiz mengirisnya dan menaruh di piring lalu diletakkan di depanku. Tuan Hamiz berlalu begitu saja setelah membuatku

    Last Updated : 2023-06-28
  • Bukan Budak Nafsu Majikan    5.

    ”Harusnya kamu sadar posisimu apa. Jangan karena kamu saya perkenalkan sebagai istri, sikapmu jadi seenaknya!” bentak Tuan Hamiz padaku.Ibu diam tidak membelaku karena menurut ibu, jika aku memang bersalah, tidak ada pembelaan meski aku anaknya. Tapi aku memang tidak bersalah dan ibu belum mengetahui apa yang sebenarnya. ”Tapi saya nampar Dania karena dia sudah memfitnahku lebih dulu, Tuan. Dia--”Praaang! Makanan yang tersaji di meja makan jatuh berhamburan karena Tuan Hamiz menarik penutup meja. Aku tidak takut, masih teguh pendirian jika aku memang benar. Tuan Hamiz maju dan wajahnya ia dekatkan padaku. Tangannya mencengkram lenganku erat dan aku yakin setelah ini akan ada tanda biru kehijauan di sana.”Sadar posisimu. Kamu masih anak dari seorang pembantu,” ucapnya lirih, namun terasa sangat panas di telinga.Aku mendongak agar saling bertatapan dengan Tuan Hamiz. ”Benar, Tuan. Saya adalah anak seorang pembantu. Seharusnya, saat saya dan ibu akan pergi dari rumah mewah Tuan. Tu

    Last Updated : 2023-06-29
  • Bukan Budak Nafsu Majikan    6.

    Ternyata untuk berdamai dengan diri sendiri itu sangat sulit. Pertemuan dengan Tuan Hamiz dan berakhirnya aku sekarang hamil anaknya sukar kuterima. Aku tengah duduk menatap jalanan yang basah akibat gerimis. Melihat orang-orang berjingkat menyebrang jalan agar celana dan bajunya tidak terciprat membuatku nyaman.Orang-orang yang di jalanan setidaknya memiliki tujuan, sedangkan aku? Entah apa tujuanku sejak menjadi ibu hamil di usiaku yang baru 20 tahun. Aku memiliki cita-cita, tapi apa harus kukubur? Aku terlalu malu kembali kuliah karena sebentar lagi perutku tidak bisa disembunyikan.Apa kata teman-temanku? Ya, agaknya aku terlalu risau dengan pandangan orang terhadapku. Apa yang harus kuceritakan? berawal dari seandainya dan menjadi begini, begitu? Itu memalukan.Aku memang sedang menenangkan diri di sini, menikmati udara pagi yang dingin sambil meneguk kopi. Keributan yang terjadi di rumah membuatku muak, karena keributan seperti itu akan kembali terulang sampai aku melahirkan na

    Last Updated : 2023-07-18
  • Bukan Budak Nafsu Majikan    7.

    ”Kamu udah bangun? Aku udah bikinin kamu nasi goreng. Dimakan, ya, Sayang. Ibu sebentar lagi pulang dari pasar. Aku harus ke kantor karena ada beberapa masalah.”Tangannya mengusap rambut, tapi yang berantakan justru hatiku. Jantungku kembali berulah. Ah! Rasanya aku ingin berteriak.”Pipi kamu merah,” imbuh Tuan Hamiz sebelum menghilang dari pintu. Bahkan Tuan Hamiz tersenyum sampai matanya menyipit. Aku masih terpaku meski Tuan Hamiz sudah menghilang.Dari saya ke aku. Ada apa ini? Kenapa sikapnya sangat berbeda, tidak kaku seperti biasanya. Kuraba dada yang berdetak kencang untuk memastikan di dalam sana jantungku tidak mengalami serangan. Perutku yang kini berulah. Di dalam sana, perutku minta diisi makanan. Teringat nasi goreng hasil masakan Tuan Hamiz membuatku penasaran. Segera saja aku ke luar kamar untuk mencicipi seenak apa buatan Tuan Hamiz.Kubuka tudung saji dan terlihat nasi goreng dengan dua telur ceplok di atasnya. Di samping piring terdapat catatan kecil bertinta mera

    Last Updated : 2023-07-18
  • Bukan Budak Nafsu Majikan    8.

    ”Kamu udah wudhu, Sayang? Jangan sentuh aku, ya,” canda Tuan Hamiz.Suamiku ini tampak tampan, menawan. Memakai sarung hitam dan baju muslim berwarna merah marun. Kulitnya yang putih terlihat semakin bersih. Wajahnya masih sedikit basah karena baru mengambil wudhu.Tuan Hamiz sendiri yang bilang akan mengimami aku dan ibu. Hal yang tidak kusangka, Tuan Hamiz bisa melakukannya. Aku tersenyum kaku melihatnya tengah memakai kopiah.”Aku ambil air wudhu dulu,” jawabku sambil berdiri dari ranjang.”Sayang. Aku ambil air wudhu dulu, Sayang,” ralat Tuan Hamiz menatapku dengan alis berkerut.”Aku ambil air wudhu dulu, Mas Hamiz.” Tuan Hamiz tersenyum dan mengiyakan. Tangannya hampir mengusap rambutku, tapi segera kuingatkan jika ia sudah berwudhu.”Gemes denger kamu bilang Mas. Ya udah, Mas tunggu di luar ya.”Tanpa menjawab, aku segera ke kamar mandi untuk berwudhu. Selesai berwudhu, ponselku berdering berkedip-kedip menampilkan nomor tak dikenal di layar. Kuabaikan karena ibu dan Tuan Hami

    Last Updated : 2023-07-18
  • Bukan Budak Nafsu Majikan    9.

    Niko. Dulu Niko pernah menyatakan perasaannya padaku, tapi aku tidak ada perasaan apa-apa padanya. Aku tidak tahu juga, Niko akan menunggu jawaban dariku sampai 9 tahun lamanya.”Selama itu, harusnya kamu tau jawabannya, Nik,” candaku sambil tersenyum. Niko duduk di hadapanku, sedikit berjongkok. ”Aku pengen denger jawaban dari kamu, tapi jangan sekarang. Aku bakal pastiin, kamu bakal ubah jawaban kamu. Kita bakal sering ketemu.””Tapi aku ....””Aku pergi dulu. Dah!”Belum kujawab tuntas jika sudah bersuami, tapi Niko lebih dulu berlalu. Kuberdiri, merasa sudah siang dan pasti Tuan Hamiz sudah pergi ke kantor. Saat hendak menengok ke belakang, Tuan Hamiz tengah berdiri dengan pakaian rapi sambil berkacak pinggang. ”Dari mana aja kamu? Siapa cowok tadi?”Aku menatapnya sekilas, tanpa ada gairah untuk menjawab. Aku melangkah lebar tidak peduli Tuan Hamiz mengekor di belakang. Berkali-kali Tuan Hamiz memanggil sampai lalu lalang orang memandang ke arahnya dan arahku. Aku tetap melanju

    Last Updated : 2023-07-18

Latest chapter

  • Bukan Budak Nafsu Majikan    67.

    Lucas serba salah hendak mengambil keputusan bagaimana. Ia memang sekarang tengah berada di rumah Luna karena memang ingin menyaksikan acara lamaran kedua sahabatnya itu. Namun, kejadian naas justru terjadi. Luna kini pingsan setelah Lucas mendapat panggilan video dari Febiola.Ummi Sunita menghampiri Lucas dan memegang lengannya. Wajahnya khawatir. Lucas memang sudah memberitahu tentang talak yang diberikan Jack ke Dania dengan bagaimana perangai mantan istri sahabatnya. Ummi Sunita simpatik jika memang begitu alasannya. Tak ada lagi alasan untuknya membenci Jack yang hanya ingin memperbaiki diri ke jalan yang Allah berikan melalui putrinya."Aku harus pergi dulu, Tante. Kasihan baju Amora dan Leon nggak ada ganti. Di sana temanku pun kerepotan kalau menghandle semua sendirian.""Nak Lucas, ada di rumah sakit mana nak Jack?" tanya Ummi Sunita."Di Rumah Sakit Harapan, Tante."Lucas meninggalkan Luna yang masih tak sadarkan diri akibat syok luar biasa. Ummi Sunita kembali ke putrinya

  • Bukan Budak Nafsu Majikan    66.

    "Alana!"Hamiz menggendong istrinya ke kamar dengan jantung berdegup kencang. Wajah istrinya sangat pucat dan terdapat darah yang keluar dari hidung. "Kita bawa Alana ke rumah sakit aja, Hamiz!" titah Sarah pada putranya.Tanpa pikir panjang karena pikirannya pun kalut melihat darah yang mengalir, Hamiz menggendong lagi istrinya menuju mobil. "Hati-hati, Nak, turun lewat lift!" Cegah Sarah saat melihat Hamiz hendak menuruni tangga. Akan sangat berbahaya jika Hamiz tergelincir dan akan menambah Alana semakin sakit."Bi, jaga Arsen di rumah," pesannya."Iya, Bu. Kita ke atas yuk, Anak Baik."Agar Arsen tak menangis, dialihkan ke ruang bermain. Sarah menyusul Hamiz yang sudah ada di dalam lift begitu lift terbuka ia bukakan pintu mobil untuk Hamiz. Alana ditaruh di belakang dalam posisi berbaring dengan kepala ditaruh di kedua paha Sarah.Namun, saat baru saja hendak membuka pintu mobil, Sarah mendapat telepon dari Oma. Meski sudah diabaikan, akan tetapi telepon seluler terus saja berd

  • Bukan Budak Nafsu Majikan    65.

    Hari-hari Jack terasa kelabu. Meski di satu sisi hati kecilnya merasa lega telah mengambil keputusan untuk pergi dari hubungan yang tidak sehat, ia tetap saja lelaki yang rasa cintanya besar pada seorang wanita yang naasnya menyakiti. Pekerjaan yang digarapnya seolah tidak benar. Beberapa kali ia ditegur atasan di kantor karena beberapa kali melamun.Jack kini tengah berada di salah satu pusat perbelanjaan dengan Lucas. Ucapan sahabatnya yang sedari tadi tak berhenti berbicara sama sekali tak ia dengarkan. Lucas yang menyadari hal itu menarik Jack memasuki cafe."Lo sebenernya kenapa sih, Bro? Berat amat kayaknya tu beban hidup," canda Lucas.Jack mengacak rambutnya sembari mengetatkan rahang. "Bisa gila, gila, gila gue, Lucas! 3 hari yang lalu gue ke apartemen Dania, rencana pengen tau kejelasan pernikahan gue gimana ke depannya. Gimana pun gue emang nggak tegas sebagai laki, makanya gue dateng ke dia bermaksud biar bisa tau langkah selanjutnya ke Luna juga. Tapi ... apa lo tau?""Da

  • Bukan Budak Nafsu Majikan    64.

    Jack tak fokus dengan pekerjaannya. Pikirannya sendiri kacau perihal permintaan Ummi Sunita yang menginginkan adanya restu istri pertama. Sedangkan, bagaimana ia akan membicarakannya dengan Dania? Laptop yang masih menyala, ia tutup. Bu Linda menghampiri putra satu-satunya itu dan memberinya kopi. Bu Linda tahu kegelisahan apa yang tengah dihadapi oleh Jack."Saran ibu, kamu ceraikan saja si Dania, Jack. Dia juga nggak sayang sama kamu, terutama ke anak-anak. Kalo diteruskan, rumah tangga kalian jadi apa? Apa kamu mau kedua anakmu ikut ke jejak ibunya yang begitu?" Perlahan, Bu Linda yang memang tidak setuju memberi pengertian pada putranya agar secepatnya mengambil keputusan. Ia sudah menyukai Luna saat baru pertama bertemu."Jack bingung, Bu. Kadang di hati Jack nggak rela mau lepasin Dania, tapi liat Luna, Jack merasa benar menjadikannya istri meski Jack belum ada perasaan," jelasnya.Bu Linda mengusap rambut putranya yang memang tengah tidur di pangkuan. "Jack, kesampingkan rasa

  • Bukan Budak Nafsu Majikan    63.

    Angin sore ini begitu kencang. Api yang sengaja dibuat menjilat-jilat ke sana ke mari karena angin yang tak tentu arah. Seorang gadis tengah menusuk marshmellow dan membakarnya pada api yang tengah besar menyala."Mau ngapain lagi kamu di sini?" Suara seorang lelaki membuatnya menoleh diiringi bunyi pintu yang dibuka kian lebar. Senyum ia buat semanis mungkin sembari mengacungkan marshmellow di tangan yang mulai berubah warna menjadi kecoklatan."Sini, duduk di sini." Gadis itu menepuk kursi kayu yang sengaja ia bawa jauh-jauh ke tempat itu. Dibukanya lagi box berisi sosis dan daging yang sudah ditusuk rapi."Anggap aja untuk menebus rasa bersalah karena kemarin sikapku keterlaluan. Aku tau kita nggak punya hubungan sama sekali, Niko. Aku hanya berusaha siapa tau kamu punya perasaan yang sama denganku." Niko menutup pintu dan menghampiri Sandra. Di pertemuan terakhir kali, ia pun merasa sedikit keterlaluan memperlakukan Sandra begitu. "Kamu mau camping, kok ada tenda di sini? Yang

  • Bukan Budak Nafsu Majikan    62.

    Luna menghembuskan napas lega karena ternyata bukan mobil wanita yang ia takuti. Lucas mengikuti langkah Bu Linda, begitu juga Luna. Pandangannya menelisik ke sekeliling, malu jika Jack ternyata ada di rumah atau bahkan istrinya.Baru-baru ini, perihal video yang baru viral, ada rasa takut yang menyelinap ke dalam hati. Ia takut, jika nanti Dania berbuat nekat seperti perbuatannya pada lelaki di video di mana sudah mantan, namun berani melawan istri sahnya."Leo, ada Tante Luna, salim dulu, Sayang," ucap Bu Linda, memanggil cucu pertamanya. Leo berdiri dari depan tv menuju Lucas untuk bersalaman, kemudian beralih pada Luna yang kini duduk di depan bocah itu mensejajarkan diri dengan Leo. Ia menelisik wajahnya, di mana duplikat Dania dan Jack. Tampan, namun ia merasa kasihan karena tubuh bocah 5 tahun itu yang kurus."Leo suka lego nggak?" Leo tersenyum dan mengangguk. "Suka, Tante! Papa beliin aku lego banyak banget. Sini ... ikut Leo ke ruang bermain. Lihat susunan lego yang udah a

  • Bukan Budak Nafsu Majikan    61.

    Seorang lelaki tengah mengepulkan asap rokok hingga melambung tinggi. Ia duduk dengan seorang teman yang baru saja datang memesan minuman ke bartender. Wajah lelaki yang tengah merokok itu sudah memerah, tanda alkohol sudah 75 persen mempengaruhinya. Dalam keadaan mabuk, ia tertawa sembari memegang gelas kaca berisi cairan haram yang tinggal sedikit."Langkah lo mau gimana, Bro? Inget kata gue 4 tahun lalu, Dania nggak lebih baik dari Luna. Dia mau nerima Leo dan Amora. Luna denger lo begini aja dia sedih banget," ucap Lucas, wajah blasterannya menampakkan raut prihatin."Gue baru aja dapetin Dania, Bro. Setelah sekian tahun, gue bisa wujudin keinginan Leo buat bareng ibunya," jawab Jack dengan suara bergetar. "Lo boleh pikirin kebahagiaan anak, tapi apa anak lo bahagia lihat ibunya nggak mau deket-deket sama dia? Lo yang bilang siang ini Leo pengen duduk sama Dania dan dia keberatan. Kalo lo pengen anak bahagia, nggak harus sama Dania, Bro. Lo bisa cari perempuan tulus." Lucas bena

  • Bukan Budak Nafsu Majikan    60.

    Bunyi klakson yang tak henti ditekan sejak 15 menit yang lalu tetap tak membuat Dania bergerak dari tempatnya berdiri. Ia membuat jalanan macet karena menyebrangi jalan dengan langkah yang lambat. Kakinya yang jenjang seharusnya bisa memangkas jarak langkah, akan tetapi hatinya yang gundah membuatnya seolah hilang tujuan."Cantik-cantik budek! Minggir, woy! Lo kalo mau cari mati jangan ngerugiin orang!" pekik pengendara mobil.Dania tetap tak mengindahkan teriakan itu. Ia sampai di sebuah taman yang memang ada tak jauh dari mall yang ia singgahi tadi. Wanita berkulit putih seputih porselen itu duduk di kursi yang menghadap ke jalanan. Orang-orang memandang iba, terlebih setelah video pertengkaran yang terjadi di dalam pusat perbelanjaan itu sudah viral. Pandangan iba dan geram menjadi satu. Beberapa ibu-ibu dan anak muda yang melihat aksi Dania mencium Hamiz dengan tiba-tiba membuat orang-orang itu geram. Ada juga yang merasa sedih saat kata-kata Alana yang diucapkan seolah paham deng

  • Bukan Budak Nafsu Majikan    59.

    Sapuan dari angin membuat rambut yang baru saja dicurly berterbangan ke samping. Tangan seorang wanita cantik memegang garpu nampak murung sambil melahap pancake dengan selai apel. Pancake yang ia acak-acak itu membuat kening lelaki di depannya menghela napas. "Dania, bukannya kata kamu tujuanmu udah dekat? Kenapa lagi?" Jack meneguk espresso dalam dua kali teguk. Rasa pahitnya ia anggap sebagai hidupnya yang tetap ia nikmati."Mami, Leo nggak mau jauh lagi dari mami," keluh Leo sambil memeluk lengan Dania. Ia seolah meminta pelukan dari ibu kandungnya yang tetap cuek.Dania hanya mendengkus membuat Leo memasang wajah cemberut ke arah Jack. Tangan Leo saja sampai Dania singkirkan agar tidak bergelayut di sana. Seolah risih dengan perlakuan anak sulungnya."Sini, Leo, sama Papa." Jack memangku anak sulungnya dan menyuapkan sosis ke mulutnya. Kesedihan tetap belum hilang dari wajah Leo.Meski tinggal satu atap, tapi baru hari ini Jack bisa mengajak Dania keluar itu pun karena Leo mema

DMCA.com Protection Status