Setelah mengetahui kekasihnya berkhianat, Rose memutuskan menghapus semua kenangan yang menyakitkan. Dalam kehancuran hatinya, ia menyerahkan diri pada malam panas penuh gairah bersama seorang pria asing. Pria itu adalah William Hawthorne—Ceo yang terkenal dingin dan tegas. Pria yang tak pernah melepaskan mangsa dengan mudah. Apa yang seharusnya menjadi pelampiasan sesaat berubah menjadi jerat yang sulit dihindari. Akankah Rose mampu bertahan di bawah bayang-bayang William?
Lihat lebih banyakSepanjang perjalanan, Nicholas terus memikirkan ucapan sang ibu. Entah apa saja yang Rose katakan hingga bisa membuat ibunya begitu menginginkan dirinya.“Wanita itu telah mencuci otak ibuku,” geram William, tetapi ketika bertatap muka dengan Rose, ia merasa tertarik begitu kuat, apalagi mantan kekasihnya kini terlihat lebih cantik.“Dan sekarang, pak William dalam pengaruh sihirnya. Wanita itu telah bermain api, dia bahkan tidak takut dianggap wanita kedua dalam rumah tangga orang lain,” lanjut Nicholas mencemaskan Rose. Ia kembali ke tempat tinggal Rose sebelumnya, tempat yang biasa dikunjungi jika begitu lelah dengan pekerjaan. Akan tetapi, semua berakhir ketika Diana datang dan menawarkan cinta untuknya. Cinta yang ia butuhkan, seperti sentuhan dan kepuasan.Sekali lagi, ia mengutuk kebodohan Rose yang menolak bersamanya, andai saja, wanita itu tidak menjual maha, sudah pasti mereka menjadi sepasang kekasih yang bahagia.Ia turun dari mobil, berjalan ke arah depan untuk memastika
“Bu, makan malam Anda,” kata pelayan wanita sudah dengan troli di tangannya.Rose mengangguk dan mengambil alih troli yang dibawa oleh pelayan, kemudian mengganti untuk membawanya masuk ke dalam.Sebelum ia benar-benar membawa makan malam mereka masuk, Rose mendekat dan berbisik, “Apakah nona Kanaya masih ada di lantai bawah?”Di pelayan mengangguk cepat, ia terlihat ragu, tetapi dengan cepat mengatakan jika Kanaya berada di ruang keluarga bersama Matilda.“Apakah dia memang sering menginap?”“Rose.” Suara seseorang dari dalam kamar mengejutkan Rose juga dengan si pelayan. Rose mengangguk kecil dan meminta si pelayan segera beristirahat karena sudah malam.Ia membuang napas pelan, kemudian membawa troli masuk ke dalam dengan langkah cepat.“Ternyata kau suka bergosip, ya.” William berdecak, ia meraih satu botol minuman di dalam lemari dan membawa ke meja.“Tidak ada yang bergosip,” bohong Rose dengan bibir mencebik.“Jangan berbohong, bahkan dinding pintu itu bisa lebih jujur darimu,”
Diana menoleh cepat, ia sejenak terdiam mengingat-ingat, “Aku pernah mendengar kabar jika dia menikah secara tertutup.”Mendengus kasar, Nicholas duduk di sebelah sang kekasih. Ia memijat pangkal hidung dengan kuat. Rasa menyesal dan bersalah kini menyelimuti hatinya.“Ada apa, Nico?” tanya Diana khawatir.“Tidak apa-apa, aku hanya lelah,” ujar Nicholas, “sebaiknya aku kembali, ibu pasti mencariku.”Nicholas berdiri, membenarkan jas miliknya dan melenggang meninggalkan Diana dengan rasa kesal.________Malam hari di kediaman Matilda. Mereka semua sudah berada di meja makan, dengan Kanaya yang berada di sebelah nenek William itu.Wanita cantik itu seolah ingin memberitahu Rose jika posisinya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dirinya yang hanya wanita baru.Seorang pelayan datang memberitahu Rose jika William sudah datang dan memintanya untuk menemuinya. Mendengar itu, Kanaya ikut berdiri, tetapi dengan cepat Matilda menahan lengannya.“Rose, temui suamimu,” pinta Matilda lembut.“P
Rose menghela napas lelah, ia menatap Matilda dan Kanaya secara bergantian, “Kenapa bicara seperti itu? Kau tetap cucu nenek juga, jangan khawatir.”“Jangan pura-pura baik padaku, ya.” Kanaya melipat tangan di dada.“Tidak ada yang pura-pura. Kau jangan cemburu padaku,” balas Rose kembali.Kanaya memicingkan mata, ia duduk lebih dekat dari Matilda, mengusap lengan nenek William itu dengan lembut. “Nenek, apa kau percaya jika William dan dua menikah resmi? Maksudku mungkin saja mereka berdua melakukan kebohongan, kan?”“Tentu saja aku kecata,” jawab Matilda seraya terkekeh, “yang menikahkan mereka adalah kenalan nenek. Tidak mungkin ada kebohongan apalagi di hadapan Tuhan.”Kanaya mematung, jika melirik Rose yang diam-diam tersenyum kemenangan, “Tidak mungkin Nek. Mereka berdua pasti sudah membayar pengurus dan–”“Kanaya, William tidak seburuk itu. Lagipula, untuk apa kaki berdua berbohong?” sela Rose mulai jengah, “kau kan teman Willie, bukankah seharusnya tahu bagaimana dia?”Kanaya
William memijat pangkal hidung, ia menatap ke dalam rumah, di mana neneknya dan Rose berjalan saling bergandengan tangan.“Anda menemukan wanita yang tepat, Pak,” ujar Ethan tersenyum kecil, ia senang selama menikah bosnya bisa sedikit melunak.“Kau pikir begitu?” tanya William tak begitu yakin.“Seharusnya Anda tidak tahu, Pak. Bu Rose begitu piawai selama ini, kan? Beliau mengurus anda dengan dengan sangat baik.”William mengangguk membenarkan. “Ya, kau benar. Aku bahkan lebih sering sarapan di rumah sekarang. Lihatlah, wajahku sudah terlihat mengembang bukan?”“Benar Pak. Anda seperti balon.”“Ethan,” geram William tidak terima dikatain dengan sebutan balon.“Maafkan saya Pak. Kita berangkat?”“Jalankan mobilnya!”________Sementara itu, setelah mengantar William ke bandara, Ethan kembali ke kantor karena banyak pekerjaan yang menunggu dirinya. Sebagai orang kepercayaan William, ia tidak boleh membuat masalah, apalagi apa yang didapatkannya selama ini sudah begitu banyak.Di parkir
“Ini tidak adil,” ujarnya dengan bibir mengerucut.“Kenapa? Bukankah ini lebih baik? Kau pergi berkeliling menyenangkan dirimu?”Rose berdecak, “Aku butuh pekerjaan itu, Willie,” ujarnya dengan nada lemah, “selama ini, aku mendapat banyak sekali hujatan karena tidak bekerja dan ini kesempatan untuk buktikan pada mereka jika takdir bisa berubah.”“Kau aneh,” desah William, “siapa yang bisa meremehkanmu sekarang? Kau adalah istri pengusaha nomor satu dan itu aku.”Mencebik dengan bola mata berputar, “Kita tidak tahu apa yang terjadi ke depan. Jika aku terus bergantung padamu, bisa jadi aku makin rapuh kedepannya.”“Boleh aku tanya satu hal padamu, Rose?”Sesaat suasa terasa lebih hening, hanya suara detak jantung mereka saja yang saling terdengar. Rose yang berada di atas pangkuan William hanya bisa menunduk—takut.“Aku belum bertanya,” dengus Willian.“Aku takut kau menanyakan hal yang tidak bisa kujawab,” cicitnya hampir terdengar seperti bisikan.“Kau sudah tahu apa yang ingin kutany
“Nona Rose, tidak ikut makan siang bersama?” Edwin mendekat dengan penuh harapan.Rose mengangkat wajah dengan senyum kecil di bibirnya. “Terima kasih pak Edwin. Saya makan nanti saja.”“Loh, jangan buang waktu. Kita pergi bersama dengan yang lain, ya,” bujuknya tak ingin gagal.Di belakang sana, Nicholas berdiri masih mengamati Rose yang terlihat biasa saja. Tak terlihat tegang atau pun canggung saat berbicara dengan Edwin.“Dia bahkan sudah berani menggoda pak Edwin,” ujat Nicholas.Rose yang tak sengaja menangkap gerak-gerik Nicholas hanya berdecak kecil. Wanita itu seolah tahu apa yang mantan kekasihnya pikirkan.“Anda ingin ikut dengan saya?” Edwin mundur selangkah dan memberikan jalan pada Rose keluar dari kursinya.“Bu Rose, Anda diminta pak Direktur ke ruangannya.” Ethan yang muncul tiba-tiba mengejutkan Edwin yang langsung patah hati.“Terima kasih pak Ethan,” balas Rose, ia melirik Nicholas yang terpaku di tempatnya.Ethan mengangguk dan berjalan melewati semua dengan gagahn
William menaikkan sebelah alisnya, ia menatap Rose yang terlihat lebih gugup dari sebelumnya. Tak tahan dengan tingkah keduanya, Kanaya berdiri dari duduknya. Ia meraih tasnya dengan kasar dan langsung meninggalkan ruangan William.Melihat itu, Rose hanya mendesah seraya berjalan ke arah William yang terlihat tak acuh. “Dia sepertinya sangat marah, Willie.”William menarik lembut Rose dalam pangkuannya, mendudukkan istri kecilnya yang semakin cantik. “Biarkan saja. Dia yang memaksa ingin ikut.”“Tapi, sepertinya dia menyukaimu, kau tidak tahu?” Rose menahan diri untuk tidak mendesah dengan kelakuan William yang semakin menjadi.“Tahu. Aku berteman dengannya sudah lama. Aku tahu semuanya,” jujur William tetapi tangannya terus bergerilya ke tubuh sang istri.Rose memicingkan mata menggemaskan, “Bukankah ini akan membuatnya sakit hati, kau memilih menikah wanita asing dibandingkan dengan teman lama?”Mengedikkan bahu tak acuh, William berdecak, ia mengulurkan tangan pada wajah Rose dan
Nicholas turun dari mobilnya. Ia menatap takjub pada pemandangan di hadapannya. Gedung tinggi yang kokoh dengan nama nama yang besar terukir megah.Ia membenarkan jas miliknya dan melangkah begitu wibawa. Tak pernah menyangka akan dipindahkan pada perusahaan induk yang menjadi incaran semua orang.“Hidupku sangat beruntung,” katanya bangga pada dirinya sendiri.Melangkah masuk untuk yang pertama kalinya. Nicholas disambut hangat lantaran semua sudah mengetahui tentang kepindahan beberapa hari sebelum ia menginjakkan kaki di tempat ini.“Apakah Anda Pak Nicholas?” Edwin berdiri di sebelah Nico yang hendak memasuki lift. Ia menoleh dan menatap pria dengan tubuh tidak terlalu bagus di sebelahnya.“Benar. Saya dipindahkan beberapa hari yang lalu,” ujarnya seraya tersenyum hangat.Edwin mengangguk paham. “Kamu semua sudah mengetahui hal itu. Bahkan beberapa diantara kami tidak sabar untuk bertemu.”Nicholas tersenyum begitu kecil, hatinya semakin tenang karena tempat ini langsung menyambut
Suara benda terjatuh berhasil mengacaukan semuanya. Di depan pintu kamar, seorang gadis dengan gaun putih berdiri dengan tubuh terlihat bergetar. Di bawahnya, terlihat paper bag dengan sesuatu yang terlihat seperti kue tumpah mengotori lantai marmer. “Nic-nicholas, apa yang kau lakukan dan siapa dia?" Rose berjalan mendekat dengan langkah lemah, air matanya sudah berada di ujung mata. “Siapa dia? Apa yang kamu lakukan dengannya, Nich?” Rose kembali bertanya dengan tatapan nanar kecewa. Dengan napas yang terengah, Rose mencoba menelisik suasana kamar, pakaian sudah tercecer di mana-mana. Bahkan ia berhasil melihat sesuatu di atas nakas. Benda yang seharusnya tidak Nicholas sentuh. “Katakan? Apa yang kau lakukan dengannya, Nicholas?” pekiknya dengan napas terengah, “tidak ingatkah kau jika hari ini adalah anniversary hubungan kita?” Nicholas mencoba turun dari ranjang, meraih baju kaos yang tergeletak di bawah kaki mereka. Sementara itu, wanita yang berada bersamanya hanya meng...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen