Share

Bab 7

last update Last Updated: 2025-02-12 17:57:21

Di dalam kamar dengan cahaya yang tidak terlalu terang, di sisi pintu ada Nicholas dan Diana yang berdiri berdampingan. Sementara di sisi lain, ada Rose dan Margaret yang duduk di pinggir ranjang.

Margaret mengangkat tangan tanda tak ingin mendengar apa pun lagi dari putranya. Wanita setengah abad itu, meminta Nicholas dan Diana keluar dari kamarnya.

“Ibu …,” tolak Nicholas.

“Aku ingin bicara dengan putriku Rose, kalian berdua tidak berhak mendengarnya,” ujar Margaret tanpa mengalihkan pandangan dari Rose yang terlihat menunduk.

Diana menarik Nicholas keluar dengan paksa, tetapi pria itu, begitu penasaran apa yang akan ibunya katakan. Ia khawatir jika Rose berusaha mempengaruhi dengan kata-kata manis.

“Ibu, tolong jangan membuatku bersamanya lagi. Aku tidak bisa mencintai wanita itu,” tegas Nicholas dengan nada yang begitu malas.

Mendengar penolakan Nicholas yang begitu jelas, Rose hanya membuang napas pelan, bukankah selama enam bulan terakhir, kata-kata penolak sudah sering ia dengar?

Rose menoleh, menatap Nicholas yang terlihat jengah. “Aku tidak akan memaksa Ibu agar kita bersama, tenanglah!”

“Sombong sekali,” timpal Nicholas, “ingat ya. Kau tidak boleh mempengaruhi ibuku atau–”

“Keluarlah Nico!” seru Margaret mulai jengah.

Diana berdecak, ia menarik Nicholas dan membawa kekasihnya menunggu di ruang tamu. “Sayang, lebih baik kita menunggu di luar saja."

Nicholas akhirnya mengangguk seraya mengusap wajah, khawatir jika ibunya terus memaksa. “Oh ayolah! Aku sangat khawatir ibu memaksa kami terus bersama.”

“Kenapa wajahmu begitu khawatir, Nico? Ini hanya masalah kecil, jika kau tidak ingin maka jangan lakukan,” kata Diana membuang napas.

“Kau tidak tahu bagaimana ibuku, Diana. Dia bisa memaksa dengan cara yang berbeda,” gusar Nicholas, “semoga saja aku salah dalam berpikir.”

Tak lama, Rose keluar dari kamar Margaret dengan nampan yang berisi mangkuk kosong, di dalam hati, Nicholas senang karena Rose berhasil membujuk ibunya makan dan minum obat.

“Apa yang kau katakan pada ibuku?” cegah Nicholas menghadang jalan mantan kekasihnya.

“Lepaskan tanganmu, Nicholas!” sentak Rose menatap ke arah mantan kekasihnya, “jaga perasaan wanitamu,” katanya lagi melirik ke arah Diana yang terlihat kesal.

“Kau tidak mempengaruhi ibuku, kan? Awas saja ya,” ujarnya.

Rose berdecak, ia melewati keduanya ke arah dapur, setelah itu membersihkan semua yang berantakan. Entah apa saja yang Diana lakukan hingga tak sempat membersihkan dapur.

“Ingat ya. Jangan kembali lagi.” Diana bersedekap di sebelah Nicholas. Wanita dengan gaun merah menyala itu membuang napas kasar.

“Aku tidak akan kembali,” balas rose sembari melirik malas pada wanita yang terus menatap tidak suka padanya.

Nicholas yang tak puas kembali menghentikan langkah mantan kekasihnya dengan cara dicekal. “Jangan pergi dulu. Aku harus periksa apa saja yang kau bawa dari rumahku.”

“Nico!”

“Jangan meninggikan suara, Rose. Mungkin saja, kau membawa sesuatu dari rumahku, kan?” Nicholas meminta Diana untuk memeriksa tas serta pakaian Rose.

“Kau berpikir jika aku melakukan itu. Kita sudah lama bersama dan kau–”

“Lalu dari mana kau dapatkan cincin itu? Benarkah dari menjual diri?”

Satu tamparan mendarat sempurna, Nicholas mengerang marah karena ini pertama kalinya Rose melakukan tindakan ini padanya.

“Kau berani, Rose?” Nicholas sudah mengangkat tangan ingin membalas, tetapi suara bariton seseorang menghentikan gerakannya.

Dalam kemarahan itu, Nicholas semakin terlihat murka ketika pria yang tak dikenal tiba-tiba datang dan merengkuh pinggang si cantik.

“Siapa kau?” tanya Diana, “apakah kau pria yang dibayar olehnya?”

Rose menahan napas, ia menatap Nicholas yang semakin terbakar emosi. Pria itu, seolah masih mencintai dirinya.

“Kau tidak apa?” tanya William lembut.

“Hum,” jawab Rose seraya memegang tangan William yang berada di pinggangnya, “aku baik-baik saja.”

“Syukurlah. Ayo kembali.”

Rose mengangguk dan siap untuk meninggalkan rumah Nicholas, tetapi sebelum dia benar-benar pergi, ia menatap Nicholas sekali lagi dan berkata, “Aku tidak seburuk itu, kita sudah lama bersama dan kau tahu bagaimana aku.”

________

Sampai di rumah, Rose langsung naik ke lantai atas di mana kamarnya berada. Wanita itu, menahan diri agar tidak menangis di depan William.

Namun, ketika ia hendak menutup pintu, tangan besar menahannya, William masuk dengan kotak obat di tangan.

Ia membuang napas pelan, kemudian menutup pintu dengan perlahan. Rose menoleh ke arah William yang sudah duduk menatap dirinya.

“Kemarilah!” katanya dengan gerakan tangan.

“Pak, saya ingin membersihkan diri,” ujarnya ingin menghindar.

Namun, William menggeleng dan tetap meminta Rose mendekat ke arahnya. “Kemarilah! Jangan mandi sebelum aku membiarkanmu.”

Merasa khawatir, ia membulatkan mata dan mundur dengan kedua tangan berada di depan dada. “Apakah Anda akan mendikte apakah aku boleh mandi atau tidak?”

“Rose, jangan berlebihan. Untuk apa menutupi tubuhmu sedangkan aku sudah pernah melihat keseluruhannya,” kata William dengan wajah datar.

“Jangan katakan itu, aku malu,” cicit Rose dengan wajah merah.

“Kemarilah!” panggil William lagi.

Dengan berat hati, Rose mendekat, ia tetap waspada dengan kedua tangan masih berada di dadanya.

“Duduk!” seru William.

Membuang napas pelan, Rose duduk dan seraya mengerutkan kening. Ia tahu jika yang berada di tangan William adalah kotak obat, tetapi ia belum tahu untuk apa kotak obat tersebut.

“Majukan wajahmu!”

“Wajahku?” Rose mengerjap, ia memegang wajahnya yang terasa panas, kemudian tak sengaja menyentuh sesuatu yang basah di bawah rambut.

“Kenapa tidak melawan? Siapa yang melakukan ini padamu?” tanya William mulai mengulurkan tangan.

“Ini hanya luka kecil, jangan memasang wajah seperti itu, Pak,” jawabnya sembari meringis.

“Luka kecil, tetapi bisa membuatmu meringis,” sindirnya.

Rose terkekeh kecil masih dengan ringisan kecil, “Maksudnya, ini bisa sembuh dengan sendiri, tidak perlu diobati.”

“Begitukah?” William menekan luka tersebut dan mendapatkan pukulan di paha.

“Kau!” seru William geram.

“Ah maafkan saya,” katanya, "Anda menekan luka saya terlalu keras," protesnya.

“Bukannya kau bilang tidak sakit?” William menutup kotak obat, kemudian menyerahkan kembali di atas paha Rose.

“Katakan padaku, siapa yang melakukan ini padamu?”

“Aku yang terjatuh karena tidak melihat jalan,” kilahnya tak ingin membahas soal Diana.

“Kau tidak berbohong? Atau mungkin kau menyembunyikan perbuatan kekasihmu itu,” balas William sinis.

“Tidak, Pak. Saya benar-benar terjatuh.” Rose berdiri dengan kotak obat di tangannya. “Saya akan bawa ini, setelah itu istirahat."

"Hum, pergilah," ujar William seraya tersenyum lembut.

Rose meninggalkan tempat dengan langkah terburu. Ia menyimpan kotak obat di atas nakas kemudian menghilang masuk ke dalam kamar mandi.

“Dia sangat lucu,” gumam William seraya menatap ke mana Rose melangkah.

Membuang napas pelan, William menelpon Ethan dan kembali memberikan tugas baru untuk asistennya. "Halo, Ethan--"

Related chapters

  • Terjerat Cinta Ceo Posesif    Bab 8

    “Lagi?” Rose menghentikan kunyahannya, ia menatap William yang mengangguk seraya tersenyum. Pria itu, seperti itu saja sudah sangat tampan.Sudah tiga Minggu setelah mereka menikah, semua terasa baik-baik saja sebelum William keluar kota dalam waktu yang begitu insten.“Pak, Anda baru saja kembali dan besok harus pergi lagi?” tanya Rose kembali, ia begitu terkejut.“Ada ada dengan ekspresimu?” William meletakan sendok dengan anggunnya, kemudian menatap Rose yang berdehem karena malu.“Dan kenapa masih memanggilku dengan sebutan pak? Kau adalah istriku jadi kewajibanmu memanggilmu dengan sebutan yang lebih akrab,” selorohnya.“Saya masih belum terbiasa,” jawab Rose, “jadi, Anda akan pergi lagi?” jawabnya seraya mengulang pertanyaan.“Hanya beberapa hari,” balas William, “pergilah ke rumah nenek jika bosan kau bisa melakukan apa pun di sana.”Rose menggeleng pelan. “Pak, saya merasa gugup setiap kali di dekat nenek.”“Kenapa? Bukankah kulihat kalian begitu akrab?” “Benar, tapi–”Rose m

    Last Updated : 2025-02-13
  • Terjerat Cinta Ceo Posesif    Bab 9

    Masih di dalam ruang kerja dengan warna hitam yang mendominasi. Ethan masih menatap serius pada pria tampan di hadapannya.“Singkirkan isi kepalamu itu, Ethan,” tukas William mendengus, “aku melakukan semua ini karena tidak ingin nenek mencurigaiku.”Entan mengangguk, ia menyandarkan tubuhnya pada badan sofa seraya menatap William dengan tatapan selidik. “Jika benar, tidak ada masalahnya juga Pak. Anda dan bu Rose sudah sah menjadi suami istri."“Ethan, jaga sikapmu. Aku adalah bosmu, bersikap sopanlah!” seru William dengan napas terengah. Aroma tubuh Rose begitu memabukkan.Ia menggosok leher dengan pelan, kemauan sesekali terlihat menatap pintu dengan gelisah.“Pak, naiklah ke kamar Anda, saya akan selesaikan ini sendiri,” kata Ethan mulai menyadari jika bosnya tengah menahan sesuatu.“Tidak perlu. Untuk apa naik, ini adalah tanggung jawabku juga,” tolak Willian serasa berdecak.“Ya mungkin saja–”William spontan berdiri, ia berdehem beberapa kali untuk menghilangkan rasa gugup dala

    Last Updated : 2025-02-14
  • Terjerat Cinta Ceo Posesif    Bab 10

    Pagi telah bersambut, Rose terbangun dengan tubuh terasa remuk redam. Pertempuran semalam menguras semua tenaganya. Ia merentangkan tangan ke atas dengan ringisan kecil dari bibirnya yang kecil.“Oh tubuhku rasanya sakit semua,” desahnya dengan mata masih tertutup.Sesaat ia terdiam dengan tangan masih berada di atas kepala. Wajahnya langsung memerah saat mengingat kembali kejadian semalam. Sentuhan serta gerakan intens William begitu mendebarkan.Rose membuka mata, ia menatap sebelah sisinya, wangi William bahkan masih tercium begitu kuat.“Oh, andai saja pernikahan ini berlandaskan cinta. Aku sudah pasti menjadi wanita paling bahagia,” ucapnya dengan getir, “tapi kenyataannya aku bahkan merelakan diriku demi pekerjaan.”Rose bangkit dari tidurnya, duduk dengan wajah lesu. Ia mengedarkan pandangan ke segala arah. Kamar besar, lemari kaca yang indah dengan segala macam keindahan di dalamnya.Seluruh gajinya bahkan tidak akan mampu membeli satu lampu tidur di kamar William."Sempurna.

    Last Updated : 2025-02-15
  • Terjerat Cinta Ceo Posesif    Bab 11

    Rose melangkah cepat. Ia memasuki koridor rumah sakit dengan wajah tegang. Beberapa menit yang lalu, ia harus membujuk William agar mengizinkan dirinya ke rumah sakit. Tak mudah, tetapi untungnya ia mendapatkannya.Ia berdiri di depan pintu kamar rawat Margaret. Namun sebelum ia masuk tak lupa dirinya berdoa.“Rose, ayo!” ujarnya menyemangati diri sendiri.Pintu didorong dengan pelan, Rose menatap sekeliling dan mendapati Margaret seorang diri. Wanita itu langsung memasang wajah sumringah ketika melihat kehadirannya.“Ibu, kau sendiri?” Rose melangkah ke arah ranjang, memeluk wanita yang dirawatnya selama beberapa tahun terakhir.“Dengan siapa lagi? Bukankah selama ini, hanya kau yang bersamaku,” jawabnya seraya tersenyum hangat.Menghela napas pelan, Rose duduk di kursi dekat ranjang. Mengusap lengan keriput yang terlihat kurus.“Maaf karena terlambat datang, Ibu,” katanya, “di mana Nico?”Tersenyum lemah, Margaret menggeleng dengan mata yang berkaca-kaca. “Dia memutuskan kembali ke

    Last Updated : 2025-02-16
  • Terjerat Cinta Ceo Posesif    Bab 12

    “Kenapa terkejut?” Diana melebarkan senyumnya, “kau iri karena sebentar lagi, aku menjadi istrinya? Manager Nicholas dan Diana yang cantik,” katanya seraya tertawa menang.“Kau yakin di akan menikahimu?” tanya Rose dengan tatapan tak kalah mengejek.“Tentu saja,” balas Diana, “kau akan menjadi tamu undangan spesial kami. Tunggu saja, ya.”“Aku bahkan tidak tertarik.” Rose melanjutkan langkahnya dengan terburu-buru, mengetahui jika Diana hamil, cukup melukai hatinya. Sebuah fakta jika Nicholas dan Diana memang telah lama berhubungan di belakang.“Dia pasti terluka,” desah Diana menatap punggung Rose yang semakin menjauh.Sementara itu, di dalam mobil. Rose berulang kali membuang napas panjang, ada sesuatu yang menjanggal dalam benaknya.“Mereka telah lama bersama,” katanya dengan lirih, “tetapi aku baru saja mengetahui kebenaran itu.”“Nico, kau …,” ucap Rose ingin menangis.“Untuk apa aku menunggu terlalu lama saat itu, dia … dia jelas telah memberi banyak tanda jika sudah tak mencint

    Last Updated : 2025-02-17
  • Terjerat Cinta Ceo Posesif    Bab 13

    “Ini kamarku?” Rose meletakkan tas kecil miliknya di atas sofa, kemauan melangkah maju menatap takjub pada kamar mereka.“Kamar kita!” seru William melepas jas miliknya dan duduk sembari membuka kancing baju.Rose menoleh pelan, ia menelan ludah kasar dengan pemandangan di hadapannya. William membuka baju hingga terpampang otot perut yang alot.“Ini kamar kita,” tegas William sekali lagi. Ia melangkah maju dengan tatapan lurus pada sang istri. “Pak …,” ucap Rose tergagap.“Aku lelah, bagaimana jika kita mandi berdua,” tawar William dengan seringai kecil di bibirnya.“Ti-tidak Pak. Saya bisa sendiri,” tolak Rose tergagap, tingginya yang hanya sepundak William membuatnya mendongak.“Tapi aku tidak bisa sendiri,” balas William menatap lurus istrinya.“Tidak bisa? Lalu bagaimana Anda mandi sebelumnya?” Rose bergeser sedikit demi sedikit. Namun, dengan cepat, William menahan tangannya.“Mau kemana?” tanya William menelengkan kepalanya.“Saya–”William menoleh tatkala pintu kamar mereka te

    Last Updated : 2025-02-18
  • Terjerat Cinta Ceo Posesif    Bab 14

    Wajah Rose memerah, permainan semalam masih membekas dengan jelas dalam benaknya. Ia berdehem mencoba menenangkan diri agar tidak gugup.“Ada apa?” William melepas kacamata miliknya, kemudian meminta Rose duduk di hadapannya.“Duduk. Kita sarapan bersama,” katanya, “aku ada pertemuan sampai siang kau bisa menunggu di kamar sebelum aku kembali.”“Boleh aku keluar? Jika di kamar aku pasti bosan,” balas Rose, ia sudah sejauh ini keluar dari rumah tidak mungkin hanya di kamar.“Kau tahu jalan kembali?” “Tentu saja. Aku penghafal yang baik Pak,” jawabnya, “boleh ya.”William terdiam sesaat. Ia menimbang apakah Rose boleh keluar sendiri atau tidak. Yang ia ketahui, kota ini terlalu besar, terlalu sulit mendapati gadis kecil ini jika hilang.“Usia saya 22 tahun. Tidak mungkin hilang,” katanya menebak isi kepala suaminya.“Baiklah,” pria William, ia mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong jas miliknya.“Jangan lepaskan cincin ini,” katanya seraya menyematkan di jari manis sang istri, “jika k

    Last Updated : 2025-02-20
  • Terjerat Cinta Ceo Posesif    Bab 15

    William mengancing kemeja miliknya seraya tersenyum puas. Ia menatap Rose dari pantulan cermin. Wanitanya masih tertidur dengan pulas dengan wajah lelah yang menggemaskan.Dering ponselnya mengejutkan Rose yang akhirnya membuka mata dengan perlahan. Ia membuka mata dengan perlahan dengan tatapan lurus pada William yang juga menatapnya.“Kau sudah bangun?” tanya William berjalan ke arahnya. Wangi William begitu memabukkan.“Anda sudah mandi?”“Ya. Kau ingin kita mandi berdua?” goda William menyeringai.Rose mengerucutkan bibir, ia mengeratkan selimutnya dan menggeleng pelan. “Tidak. Aku bisa melakukan semuanya sendiri.”Terkekeh kecil, William mengusap rambut sang istri lembut. “Aku mungkin kembali terlambat. Kau bisa keluar jika ingin tapi, ingat ya, jangan sampai hilang.”Rose mengangguk pelan, ia merasa di sayang selama bersama William. Mereka tak saling kenal sebelumnya, tetapi perhatian William membuatnya seperti wanita yang berharga.“Pak, bisa saya pinjam beberapa rupiah? Saya t

    Last Updated : 2025-02-21

Latest chapter

  • Terjerat Cinta Ceo Posesif    Bab 16

    Rose mencoba menengahi, tetapi Nicholas masih tetap kekeh untuk mengetahui siapa pria asing yang memanggil Rose begitu sopan.“Kau pria yang malam itu? Kau kekasih bayarannya?” tanya Nicholas selidik.“Nicholas, jaga bicaramu!” sentak Rose kesal.Ia menoleh pada mantan kekasihnya, “Apakah dia lelaki yang malam itu menjemputmu di rumah? Dia yang memberikan semua perhiasan padamu, Rose?”Rose mencoba tenang, mencoba tidak terpancing dengan mata melotot Nicholas, “Bukan urusanmu. Bukankah kita sudah tidak ada hubungan?”“Oh my God, Rose,” kata Nicholas dengan wajah terkejut, “dibandingkan dia, aku jauh lebih kaya. Kau–”“Setidaknya dia jauh lebih baik darimu, Nico. Pergilah, kau merusak hari bahagiaku,” usir Rose dengan nada rendah.“Kau berani padaku, Rose?”Membuang napas pelan, Rose menoleh. Ia menatap Nicholas yang wajahnya sudah merah dengan mata melotot. “Tidak ada yang harus kita bicarakan. Aku tidak mengikutimu, itu yang benar,” kata Rose, “aku akan kunjungi ibu setelah kembali d

  • Terjerat Cinta Ceo Posesif    Bab 15

    William mengancing kemeja miliknya seraya tersenyum puas. Ia menatap Rose dari pantulan cermin. Wanitanya masih tertidur dengan pulas dengan wajah lelah yang menggemaskan.Dering ponselnya mengejutkan Rose yang akhirnya membuka mata dengan perlahan. Ia membuka mata dengan perlahan dengan tatapan lurus pada William yang juga menatapnya.“Kau sudah bangun?” tanya William berjalan ke arahnya. Wangi William begitu memabukkan.“Anda sudah mandi?”“Ya. Kau ingin kita mandi berdua?” goda William menyeringai.Rose mengerucutkan bibir, ia mengeratkan selimutnya dan menggeleng pelan. “Tidak. Aku bisa melakukan semuanya sendiri.”Terkekeh kecil, William mengusap rambut sang istri lembut. “Aku mungkin kembali terlambat. Kau bisa keluar jika ingin tapi, ingat ya, jangan sampai hilang.”Rose mengangguk pelan, ia merasa di sayang selama bersama William. Mereka tak saling kenal sebelumnya, tetapi perhatian William membuatnya seperti wanita yang berharga.“Pak, bisa saya pinjam beberapa rupiah? Saya t

  • Terjerat Cinta Ceo Posesif    Bab 14

    Wajah Rose memerah, permainan semalam masih membekas dengan jelas dalam benaknya. Ia berdehem mencoba menenangkan diri agar tidak gugup.“Ada apa?” William melepas kacamata miliknya, kemudian meminta Rose duduk di hadapannya.“Duduk. Kita sarapan bersama,” katanya, “aku ada pertemuan sampai siang kau bisa menunggu di kamar sebelum aku kembali.”“Boleh aku keluar? Jika di kamar aku pasti bosan,” balas Rose, ia sudah sejauh ini keluar dari rumah tidak mungkin hanya di kamar.“Kau tahu jalan kembali?” “Tentu saja. Aku penghafal yang baik Pak,” jawabnya, “boleh ya.”William terdiam sesaat. Ia menimbang apakah Rose boleh keluar sendiri atau tidak. Yang ia ketahui, kota ini terlalu besar, terlalu sulit mendapati gadis kecil ini jika hilang.“Usia saya 22 tahun. Tidak mungkin hilang,” katanya menebak isi kepala suaminya.“Baiklah,” pria William, ia mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong jas miliknya.“Jangan lepaskan cincin ini,” katanya seraya menyematkan di jari manis sang istri, “jika k

  • Terjerat Cinta Ceo Posesif    Bab 13

    “Ini kamarku?” Rose meletakkan tas kecil miliknya di atas sofa, kemauan melangkah maju menatap takjub pada kamar mereka.“Kamar kita!” seru William melepas jas miliknya dan duduk sembari membuka kancing baju.Rose menoleh pelan, ia menelan ludah kasar dengan pemandangan di hadapannya. William membuka baju hingga terpampang otot perut yang alot.“Ini kamar kita,” tegas William sekali lagi. Ia melangkah maju dengan tatapan lurus pada sang istri. “Pak …,” ucap Rose tergagap.“Aku lelah, bagaimana jika kita mandi berdua,” tawar William dengan seringai kecil di bibirnya.“Ti-tidak Pak. Saya bisa sendiri,” tolak Rose tergagap, tingginya yang hanya sepundak William membuatnya mendongak.“Tapi aku tidak bisa sendiri,” balas William menatap lurus istrinya.“Tidak bisa? Lalu bagaimana Anda mandi sebelumnya?” Rose bergeser sedikit demi sedikit. Namun, dengan cepat, William menahan tangannya.“Mau kemana?” tanya William menelengkan kepalanya.“Saya–”William menoleh tatkala pintu kamar mereka te

  • Terjerat Cinta Ceo Posesif    Bab 12

    “Kenapa terkejut?” Diana melebarkan senyumnya, “kau iri karena sebentar lagi, aku menjadi istrinya? Manager Nicholas dan Diana yang cantik,” katanya seraya tertawa menang.“Kau yakin di akan menikahimu?” tanya Rose dengan tatapan tak kalah mengejek.“Tentu saja,” balas Diana, “kau akan menjadi tamu undangan spesial kami. Tunggu saja, ya.”“Aku bahkan tidak tertarik.” Rose melanjutkan langkahnya dengan terburu-buru, mengetahui jika Diana hamil, cukup melukai hatinya. Sebuah fakta jika Nicholas dan Diana memang telah lama berhubungan di belakang.“Dia pasti terluka,” desah Diana menatap punggung Rose yang semakin menjauh.Sementara itu, di dalam mobil. Rose berulang kali membuang napas panjang, ada sesuatu yang menjanggal dalam benaknya.“Mereka telah lama bersama,” katanya dengan lirih, “tetapi aku baru saja mengetahui kebenaran itu.”“Nico, kau …,” ucap Rose ingin menangis.“Untuk apa aku menunggu terlalu lama saat itu, dia … dia jelas telah memberi banyak tanda jika sudah tak mencint

  • Terjerat Cinta Ceo Posesif    Bab 11

    Rose melangkah cepat. Ia memasuki koridor rumah sakit dengan wajah tegang. Beberapa menit yang lalu, ia harus membujuk William agar mengizinkan dirinya ke rumah sakit. Tak mudah, tetapi untungnya ia mendapatkannya.Ia berdiri di depan pintu kamar rawat Margaret. Namun sebelum ia masuk tak lupa dirinya berdoa.“Rose, ayo!” ujarnya menyemangati diri sendiri.Pintu didorong dengan pelan, Rose menatap sekeliling dan mendapati Margaret seorang diri. Wanita itu langsung memasang wajah sumringah ketika melihat kehadirannya.“Ibu, kau sendiri?” Rose melangkah ke arah ranjang, memeluk wanita yang dirawatnya selama beberapa tahun terakhir.“Dengan siapa lagi? Bukankah selama ini, hanya kau yang bersamaku,” jawabnya seraya tersenyum hangat.Menghela napas pelan, Rose duduk di kursi dekat ranjang. Mengusap lengan keriput yang terlihat kurus.“Maaf karena terlambat datang, Ibu,” katanya, “di mana Nico?”Tersenyum lemah, Margaret menggeleng dengan mata yang berkaca-kaca. “Dia memutuskan kembali ke

  • Terjerat Cinta Ceo Posesif    Bab 10

    Pagi telah bersambut, Rose terbangun dengan tubuh terasa remuk redam. Pertempuran semalam menguras semua tenaganya. Ia merentangkan tangan ke atas dengan ringisan kecil dari bibirnya yang kecil.“Oh tubuhku rasanya sakit semua,” desahnya dengan mata masih tertutup.Sesaat ia terdiam dengan tangan masih berada di atas kepala. Wajahnya langsung memerah saat mengingat kembali kejadian semalam. Sentuhan serta gerakan intens William begitu mendebarkan.Rose membuka mata, ia menatap sebelah sisinya, wangi William bahkan masih tercium begitu kuat.“Oh, andai saja pernikahan ini berlandaskan cinta. Aku sudah pasti menjadi wanita paling bahagia,” ucapnya dengan getir, “tapi kenyataannya aku bahkan merelakan diriku demi pekerjaan.”Rose bangkit dari tidurnya, duduk dengan wajah lesu. Ia mengedarkan pandangan ke segala arah. Kamar besar, lemari kaca yang indah dengan segala macam keindahan di dalamnya.Seluruh gajinya bahkan tidak akan mampu membeli satu lampu tidur di kamar William."Sempurna.

  • Terjerat Cinta Ceo Posesif    Bab 9

    Masih di dalam ruang kerja dengan warna hitam yang mendominasi. Ethan masih menatap serius pada pria tampan di hadapannya.“Singkirkan isi kepalamu itu, Ethan,” tukas William mendengus, “aku melakukan semua ini karena tidak ingin nenek mencurigaiku.”Entan mengangguk, ia menyandarkan tubuhnya pada badan sofa seraya menatap William dengan tatapan selidik. “Jika benar, tidak ada masalahnya juga Pak. Anda dan bu Rose sudah sah menjadi suami istri."“Ethan, jaga sikapmu. Aku adalah bosmu, bersikap sopanlah!” seru William dengan napas terengah. Aroma tubuh Rose begitu memabukkan.Ia menggosok leher dengan pelan, kemauan sesekali terlihat menatap pintu dengan gelisah.“Pak, naiklah ke kamar Anda, saya akan selesaikan ini sendiri,” kata Ethan mulai menyadari jika bosnya tengah menahan sesuatu.“Tidak perlu. Untuk apa naik, ini adalah tanggung jawabku juga,” tolak Willian serasa berdecak.“Ya mungkin saja–”William spontan berdiri, ia berdehem beberapa kali untuk menghilangkan rasa gugup dala

  • Terjerat Cinta Ceo Posesif    Bab 8

    “Lagi?” Rose menghentikan kunyahannya, ia menatap William yang mengangguk seraya tersenyum. Pria itu, seperti itu saja sudah sangat tampan.Sudah tiga Minggu setelah mereka menikah, semua terasa baik-baik saja sebelum William keluar kota dalam waktu yang begitu insten.“Pak, Anda baru saja kembali dan besok harus pergi lagi?” tanya Rose kembali, ia begitu terkejut.“Ada ada dengan ekspresimu?” William meletakan sendok dengan anggunnya, kemudian menatap Rose yang berdehem karena malu.“Dan kenapa masih memanggilku dengan sebutan pak? Kau adalah istriku jadi kewajibanmu memanggilmu dengan sebutan yang lebih akrab,” selorohnya.“Saya masih belum terbiasa,” jawab Rose, “jadi, Anda akan pergi lagi?” jawabnya seraya mengulang pertanyaan.“Hanya beberapa hari,” balas William, “pergilah ke rumah nenek jika bosan kau bisa melakukan apa pun di sana.”Rose menggeleng pelan. “Pak, saya merasa gugup setiap kali di dekat nenek.”“Kenapa? Bukankah kulihat kalian begitu akrab?” “Benar, tapi–”Rose m

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status