Hanya karena Nila terlahir dari hubungan di luar nikah dan tidak pernah tahu siapa ayahnya, ia diminta mengakhiri hubungan dengan sang kekasih. Permintaan itu menghancurkannya. Nila menyerah pada cinta, memilih untuk tidak lagi membuka hatinya demi menghindari luka yang sama. Namun, hidup tidak pernah sesederhana itu. Ketika hati terusik oleh kesempatan yang tak terduga, Nila harus menghadapi pertanyaan yang selalu ia hindari, benarkah ia bisa menjalani hidup tanpa cinta? Karena nila setitik, rusak sùsu sebelanga. Namun, bagaimana jika nila itu adalah cinta?
View MoreArif terpaku ketika melihat wanita yang duduk tenang di lobi. Tatapan mereka bersirobok dan Arif tahu ia tidak lagi bisa menghindar. Pagi ini juga, ia akan bicara empat mata dengan Deswita.“Mas Arif!”Langkah Arif semakin tertahan, ketika mendengar seseorang memanggilnya. Terlebih, ketika pemilik suara tersebut sudah berada di hadapannya.“Aku mau tanya, cowok yang kemarin di depan lift itu siapa?” Mila bertanya dengan terburu, penuh rasa penasaran.Mila memang sudah tahu nama dan identitas pria itu, tetapi yang belum terjawab adalah hubungannya dengan Arif.“Itu juga yang mau aku tanyakan,” kata Arif pada Mila yang tampak sedikit ngos-ngosan. “Tapi nanti. Karena aku ada urusan yang lebih penting.”“Sekarang.” Mila langsung mencekal lengan Arif sebelum pria itu sempat melangkah pergi. Tatapannya tajam dan menuntut. “Aku cuma mau tahu, dia ada hubungan apa sama kamu?”“Firman.” Arif menghela napas, menatap wanita yang masih duduk di tempatnya sejenak, lalu kembali mengalihkan pandanga
Pada akhirnya, Mila harus menjalankan perusahaan barunya tanpa kehadiran Nila. Ia pun terpaksa mencari seorang karyawan baru, yang ditugaskan sebagai admin yang serba bisa. Selain itu, Mila juga merekrut satu staf tambahan, untuk menjaga kebersihan kantor dan bisa melakukan berbagai hal lainnya.Intinya, Mila tidak mau rugi. Setiap karyawan yang ia rekrut, harus bisa melakuan beberapa hal sekaligus.Untuk sementara, perusahaan kecilnya hanya berjalan dengan dua karyawan. Mila memilih untuk mengikuti saran Gavin, fokus pada perkembangan bisnisnya terlebih dahulu sebelum merekrut lebih banyak tenaga kerja.“Konten buat tiga hari ke depan sudah siap, Bu,” lapor Janice sambil menyembulkan kepala di ruangan Mila. “Bisa dicek dulu. Kalau oke, tinggal atur jadwal seperti biasa.”“Oke!” Mila mengacungkan ibu jarinya. “Aku kabari besok pagi. Dan berapa total sementara yang ikut kelas online raising money for kids kita besok malam?”“Total 97 orang.”“Cut di 100, ya,” pinta Mila. “Dan selebihny
“Yaaa, nggak papa juga, sih.” Mila menggaruk kepala setelah mendengar perkataan Gavin.Papanya dan Djiwa kompak keberatan, jika Nila meneruskan pekerjaannya bersama Mila. Bukan apa-apa, Gavin hanya tidak ingin terjadi fitnah atau kesalahpahaman di kemudian hari, karena Arif bekerja di gedung dan lantai yang sama dengan Nila.Lebih baik mencegah, daripada terlanjur mengobati.“Itu artinya, aku harus cari orang buat gantiin mbak Nila,” sambung Mila sambil memikirkan beberapa hal.“Betul,” jawab Gavin. “Karena perusahaanmu itu masih baru, cari aja satu atau dua admin yang bisa handle semua sekaligus. Jangan maruk harus punya staff ini, staff itu, karena kamu belum tahu bagaimana perputaran uang di perusahaan. Pintar-pintar kamu, bagi jobdesk.”“Aku cari satu dulu,” kata Mila sudah memahami perkataan Gavin. “Nanti aku minta tolong sama tante Atika, buat cari orang sama mau konsul sekalian.”“Tapi, jangan bilang kalau Nila nggak jadi kerja karena Arif,” pinta Gavin yang hanya bisa duduk di
Begitu melihat mobil yang biasa digunakan Mila berhenti di area drop-off lobi. Djiwa bergegas menghampiri dan membuka pintu penumpang belakang. Segera menunduk dan tersenyum lebar ketika melihat putrinya berada di pangkuan Nila.“Sama Papi dulu,” kata Djiwa mengambil alih Emma dari istrinya. “Ke ruanganku atau mau ke kafe?”“Ruangan Papi aja,” jawab Nila sembari keluar dan menutup pintu. Kemudian, ia menoleh pada Mila yang juga baru keluar dari pintu di seberangnya. “Kamu jadi datangin papa?”“Aku ke keuangan aja,” ujar Mila lalu melambai dan melewati keluarga kecil tersebut. Ia tidak ingin menyela kebahagiaan yang ada, karena itu Mila masuk ke dalam lobi dengan segera. “Kabari kalau sudah selesai.”“Pak Budiman baru aja pergi,” ujar Djiwa segera mengajak Nila masuk ke gedung. “Dia bawa cucunya ke sini. Anaknya almarhum.”“Berdua aja?” tanya Nila. “Pak Wahyu sama Anggun nggak ikut?”“Berdua aja.” Djiwa mengangguk. “Cuma berkunjung, ngajak Putra lihat-lihat. Dan kamu tahu, Putra itu mi
“Aduw, aduw, incess-nya Ibuk tambah cantik.” Mila mencium gemas pipi gembil Emma berkali-kali, hingga bayi cantik itu tertawa geli di gendongannya.Mila memang sangat menyayangi satu-satunya keponakan yang dimilikinya saat ini. Setiap melihat baju atau aksesoris yang lucu, tanpa ragu ia akan membelinya untuk Emma.Bahkan, hampir semua baju yang dimiliki bayi itu, berasal dari Mila. Saking sayangnya, Mila tiba-tiba mengubah panggilannya menjadi ibu, tidak mau lagi dipanggil tante.“Nanti habis lihat kantor Ibuk sama mami, kita mampir ke toko oma, ya!” lanjut Mila segera berbalik pergi meninggalkan Nila yang baru keluar kamar mandi. “Aku tunggu di luar, Mbak. Buruan, tante Atika sudah otewe.”Nila tidak menjawab. Ia mematut diri di cermin lalu menghela kecil. Beberapa pakaiannya sebelum hamil sudah tidak muat, karena berat tubuhnya yang belum kunjung turun setelah melahirkan.Namun, apa mau dikata. Setelah melahirkan, porsi makan Nila juga bertambah karena menyusui. Ia jadi cepat lapar d
“Pokoknya, nanti kalau anak kedua laki-laki, harus ada nama Papa nyelip di sana.” Gavin masih saja protes, karena ada gabungan nama Kirana dan Atika pada cucu pertamanya.Ternyata, Arana adalah gabungan dari nama Atika dan Kirana.Nila sudah malas membalas Gavin. Ia sudah bilang hanya akan memiliki satu anak saja, tetapi papanya tetap saja menyinggung perihal anak kedua. Lebih baik ia menghabiskan sarapannya dengan segera, setelah itu kembali ke kamar untuk mengASIhi Emma yang sedang berada di gendongan Gavin.Djiwa saja sampai harus bersabar menunggu giliran menggendong putrinya, ketika Gavin berada di rumah.Untuk sementara, Nila diminta tinggal di kediaman Gavin. Kirana tidak tega jika harus melepas putrinya yang baru melahirkan dan tiba-tiba harus mengurus bayi seorang diri.“Papa! Ayok ke belakang!” ajak Mila yang baru memasuki ruang makan. “Kita berjemur sama Emma.”Nila memangku wajah dengan satu tangan. Terus memakan sarapannya dan membiarkan kedua orang itu membawa Emma untuk
Sambil menahan nyeri yang semakin kuat, Nila bersandar di dada Djiwa, meremas lengan suaminya seakan itu satu-satunya cara untuk menyalurkan rasa sakit yang mendera. Djiwa berdiri di samping ranjang rumah sakit, membiarkan istrinya berpegangan erat. sementara Kirana, duduk di belakang Nila untuk mengusap punggungnya.“Kalau sakitnya gini, anaknya satu aja,” lirih Nila masih sempat-sempatnya protes seraya menahan nyerinya kontraksi.Tatapan Djiwa bertemu dengan Kirana. Ketika wanita itu memberi anggukan, Djiwa segera merespons ucapan istrinya barusan.“Iya, satu aja,” ucap Djiwa dengan terpaksa. Saat ini, Djiwa tidak akan membantah, karena memahami bagaimana kondisi Nila.Mana tahu beberapa tahun lagi pemikiran istrinya bisa berubah dan ingin menambah anak lagi.“Sabar, ya,” ucap Kirana dengan telaten mengusap punggung putrinya untuk menenangkan. “Mama tahu, kamu pasti kuat.”“Apa Mama dulu juga kesakitan gini, waktu mau lahirin aku?” tanya Nila setelah merasa sakitnya mulai berangsur
“Mas, aku gendut banget, ya?” tanya Nila saat berdiri di depan meja riasnya. Berbalik ke kiri dan ke kanan, melihat bentuk tubuhnya yang jauh berbeda seperti sebelum hamil. “Dari pipi sampai ke jempol kaki, bulet semua.”Djiwa baru membuka mulut, tetapi mengatupkannya kembali. Pertanyaan tersebut seperti bumerang. Apa pun jawaban yang nantinya Djiwa beri, akibatnya pasti akan kembali pada dirinya sendiri.“Mas, aku tanya loh,” ujar Nila berbalik dan melihat Djiwa menutup laptop lalu meletakkannya di nakas.“Ini sudah malam dan besok kita diminta datang ke wisuda Nila,” ujar Djiwa berusaha mengalihkan obrolan.“Justru karena mau datang ke wisuda, aku ngerasa—”“Yang terpenting itu, anak kita sehat,” sela Djiwa menyingkap selimut di sampingnya dan meminta sang istri berbaring di sebelahnya. “Masalah badan, nanti setelah lahiran kamu bisa ... yoga atau pilates.”“Anakku siapa yang jaga kalau aku pergi olahraga?” Nila berjalan perlahan menuju tempat tidur, tetapi hanya duduk bersandar pad
“Kamu itu lebay, La,” ujar Nila geleng-geleng setelah mendengar pernyataan Kirana barusan. “Yang ada itu, wisuda baru ditemenin mama sama papa, bukan pas sidang. Kasihan tauk, Mama disuruh nunggu kamu sidang.”“Mama yang mau, kok.” Mila memeletkan lidah pada saudaranya. “Lagian nanti Mama aku bawain laptop, biar bisa nunggu sambil nonton sama ngemil.”“Harusnya jangan mau, Ma,” Nila beralih pada mamanya yang duduk santai di sofa panjang bersama Mila.Sejak pagi, Nila sudah berada di kediaman Gavin karena minta di antar ke rumah tersebut. Ada yang harus dibahas bersama Mila mengenai perusahaan, yang rencananya akan launching awal tahun depan.“Ihh, Mama aja nggak papa. Kok, kamu yang repot, sih, Mbak?” Mila mulai sewot, karena Nila terlalu banyak protes. Padahal, Kirana terlihat santai-santai saja.Nila menyeruput es susu vanilanya, sambil asyik menikmati rujak buah sendirian. Tidak ada yang menemani, karena mangga yang dibeli Kirana rasanya masam. Namun, Nila justru menikmatinya dengan
“Langsung saja,” ucap Deswita tanpa basa-basi. Suaranya tenang, dengan senyum kecil yang mengembang di sudut bibir. Namun, ada ketegasan dingin di balik sorot matanya saat menatap gadis yang duduk berseberangan dengannya saat ini. “Tolong tinggalkan Arif.”Nila membeku di tempat duduknya. Berusaha memberi senyum dan tetap tegar, kendati ucapan ibu dari kekasihnya terasa seperti badai yang menyergap, di tengah keheningan sebuah kafe yang pagi ini tampak lengang.“Tapi kenapa, Tante? Apa saya, selama ini—”“Vanila.” Deswita memotong, masih dengan senyumnya. “Saya baru tahu tentang latar belakang keluargamu. Karena itu, saya yakin kamu bisa mengerti dengan permintaan saya barusan.”“Tapi—”“Ini semua demi kebaikan dan masa depan Arif.” Deswita kembali memotong ucapan gadis itu. “Coba bayangkan kalau kalian menikah dan nggak ada nama ayahmu tertulis di undangan? Ditambah, waktu ijab kabul nanti semua undangan pasti akan tahu kalau istri Arif dan satu-satunya menantu keluarga Adiningrat te...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments