Setiap hari berjalan seperti menaiki roller coster saat menghadapi Pak Bos yang gampang tantrum. Ada aja kesalahan yang bikin beliau marah-marah nggak jelas. Tapi anehnya itu cuma sama aku. Ada apa sih sebenarnya sama Pak Bos?
View MoreIni." Pak Yogi menyerahkan satu kardus lumayan besar, entah isinya apa. Beliau bilang ini titipan dari mama.Aku menerimanya dengan senang hati, rasanya cukup berat, aku jadi semakin penasaran dengan isinya."makasih. Bapak mau masuk dulu?" tawarku."Bisa nggak sih, kalau panggilannya diganti?""Hah, maksudnya diganti gimana?" Kenapa harus diganti? Bukannya di mana-mana anak buah memanggil bosnya dengan sebutan bapak."Saya ini calon suami kamu, masak panggilnya BAPAK. Berasa saya ini orang tua kamu," jelas pak Yogi."Mau dipanggil apa?""Ya terserah. Mau panggil Mas, Kakak, Abang, atau Sayang juga boleh," ujarnya.Aku harus memanggil dengan sebutan apa? Sementara selama ini aku sudah nyaman dengan sebutan bapak."Lebih enak dipanggil Mas Yogi atau Bang Yogi?" Sedikit aneh saat mengucapkannya, tapi aku akan berusaha."Sayang aja, kedengerannya lebih enak," jawabnya."Sayang? Terus pas banyak orang manggil Yang, gitu? Malu sama umur lah, Pak. Diketawain banyak orang nanti," ucapku. "U
Mengerjakan laporan sambil menyimak pesan di grup alumni. Grup sedang ramai membahas perceraian salah satu teman seangkatan yang ketahuan selingkuh, lalu viral di dunia maya karena istrinya melabrak pelakor. Beruntung dia tidak satu kelas, jadi aman pergibahan di grup kami. [Dasar memang lakiknya doyan cewek murahan, makanya sampek kegoda.] Tulis Arina, dia memang masih saudara dengan perempuan korban perselingkuhan itu. [Iya, padahal juga nggak ganteng-ganteng banget. Kaya juga nggak, tapi kok banyak tingkah.] Timpal Diana. [Greget banget aku. Kalau aku jadi ceweknya, udah tak bunuh dia. Emang dari dulu udah tukang selingkuh!] Tulis Nanda penuh emosi, dia memang salah satu mantan dari lelaki itu dan mereka putus karena si lelaki selingkuh. Mungkin masih dendam. Aku hanya menyimak, selama ini tidak tahu kehidupan mereka. Beberapa tahun tidak ikut reuni, bukan karena tidak mau, tapi karena selalu bertepatan saat banyak pekerjaan yang tidak bisa ditinggal. [Cieee, yang udah pen
I love you." Sayup-sayup aku mendengar suara bisikan itu. Entah itu benar atau aku hanya berhalusinasi karena sudah sangat mengantuk?Aku tidak tahu jam berapa pak Yogi mematikan video call, yang jelas tadi saat bangun pukul lima, panggilan sudah diakhiri.Aku sudah mandi dan gosok gigi, beres-beres kamar juga sudah kulakukan. Menyapu kamar dan mencuci baju juga sudah, sekarang waktunya membuat sarapan.Membuat nasi goreng dari sisa nasi kemarin, sayang kalau tidak dimanfaatkan. Beruntung masih punya sawi sisa membuat mi kemarin, tidak lupa aku beri taburan bawang goreng dan telur mata sapi di atasnya. Sepertinya aku akan membawa sisa nasi goreng untuk bekal karena masih cukup banyak.Aku sudah siap berangkat kerja, baju sudah rapi, badan wangi, muka sudah dipoles bedak dan kaki sudah terbungkus sepatu. Tidak lupa tas aku sampirkan di pundak dan membawa bekal yang sudah kusiapkan.Menutup pintu kamar, aku lalu berjalan ke depan untuk menunggu pak Yogi menjemput."Nggak bawa motor lagi
"Mama nggak salah kok, Mama pasti ingin yang terbaik buat aku. Makasih ya, Ma," ucapku. Mama adalah sumber bahagiaku dan aku nggak mungkin bikin mama kecewa."Mbak besok nggak usah pulang, nanti aja kalau acara lamaran. Nanti Budhe tambah marah kalau lihat mbak pulang bareng pak Yogi. Mama tutup dulu ya, mau tutup toko dulu," pamit mama."Iya, Ma. Jangan capek-capek."Mama memutuskan sambungan telepon, aku lalu berjalan ke dapur miniku untuk membuat mi instan. Aku membuka laci lalu memilih mi goreng kesukaanku. Satu mi instan, aku beri irisan sawi, telur ayam dan aku juga memasukkan dua buah cabe rawit. Pasti mantap sore-sore begini makan mi goreng pedas.Keringat dingin mengucur dari dahi, kenikmatan yang sangat luar biasa memang mi instan ini. Baru saja selesai mencuci mangkuk, pintu kamar ada yang mengetuk."Mbak Linda sibuk nggak?" tanya Irma dan Reni saat aku sudah membuka pintu."Enggak sih, kenapa?""Anterin beli baju buat besok, Lulu sama Riska juga ngikut," pinta Reni."Kenap
Wajah pak Yogi semakin dekat, tangannya berpegangan pada jok yang aku sandari, sementara tangan satunya berusaha meraih pintu, mungkin untuk berpegangan? Dalam kondisi seperti ini, aku memilih memejamkan mata. Semoga Tuhan mengampuni dosaku."Ngapain tutup mata?" Aku segera membuka mata dan terkejut karena tidak ada sesuatu yang terjadi seperti perkiraanku."Hmm," aku tidak tahu harus menjawab apa."Saya mau bukain pintu, emang kamu pikir saya mau ngapain?" Pak Yogi sudah membuka pintu di sampingku."Aww!" pekikku karena pak Yogi menyentil dahiku."Pikiranmu ya, berbahaya!"Wajahku rasanya sangat panas, malu sekali dan ingin segera menutup wajahku dengan bantal. Dasar pak Yogi, kenapa nggak buka pintu dari luar saja, pikiranku kan jadi ke mana-mana."Dasar perawan! Nanti kalau sudah halal, sekarang tahan dulu," ujarnya. Kenapa jadi aku yang terkesan aku yang tidak sabaran!"Siapa juga yang mikir ke sana. Saya mau turun!" Aku lalu segera turun dari mobil, bisa-bisa aku bertambah malu
Pukul sembilan kami berpamitan pada pak Bram, aku dan pak Yogi harus segera ke resort. Masih banyak laporan akhir bulan yang harus diselesaikan."Besok ada undangan nikahan, kamu pergi sama saya," ucap pak Yogi saat kami sudah sampai di resort.Aku mengangguk saja, karena memang kami mendapat undangan yang sama.Hari ini pekerjaan selesai dengan tepat waktu. Aku memilih memesan ojek online karena pak Yogi tidak bisa mengantar. Setelah menunggu sekitar sepuluh menit, akhirnya ojek yang aku tunggu sampai juga."Mbak Lin, tumben pulang cepet," sapa Ruri, gadis cantik yang saat ini sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas."Iya nih, kerjaan nggak banyak. Kamu mau ke mana?" Kulihat dia sudah cantik dalam balutan gaun merah muda."Mau ada acara keluarga, bentar lagi dijemput kakak," jelasnya. Meski sudah berstatus mahasiswi, tetapi wajah Ruri tetap imut seperti anak baru gede."Mbak masuk kamar dulu ya, salam buat keluargamu," ucapku.Entah apa yang di cari oleh Ruri, anak orang
"Linda pulang dulu, Tante." Aku mencium punggung tangan bu Sandra."Harusnya kamu nginep di sini aja, temenin Mama," pinta bu Sandra."Nggak bisa, Ma. Nanti kalau Yogi khilaf gimana?" ucap pak Yogi."Mama kunci pintunya. Linda di sini buat temenin Mama, bukan buat kamu," jawab bu Sandra."Tapi kan ....""Mungkin lain kali, Tante. Linda juga nggak bawa baju ganti, besok mau ada rapat pagi-pagi," jelasku.Akhirnya bu Sandra pasrah dan membiarkanku pulang di antar pak Yogi. Sekarang sudah pukul delapan, tapi jalanan masih cukup ramai."Kamu cantik," ujar pak Yogi.Yang benar saja, pak Yogi bisa mengatakan itu padaku?"Tumben?""Dipuji malah ngeledek. Nggak jadi muji aja," ucap pak Yogi yang membuatku tidak bisa menahan tawa. Lucu sekali kalau pak bos ngambek."Jangan ngambekan, nanti gantengnya luntur," ujarku."Belajar gombal dari mana? Aku kira cewek batu nggak bisa gombal." Memang ya, kalau orang nyebelin itu sampai kapanpun akan tetap begitu."Makasih. Bapak nggak usah turun, saya m
"Wih, nggak sabar mau cobain." Pak Yogi lalu duduk di hadapanku."Arya mau lauk apa?" tanyaku, piring milik Arya masih berisi nasi saja."Ayam sama sayur lodehnya dikit aja," jawabnya. Aku cukup heran, anak orang kaya tapi mau makan sama sayur lodeh. Aku menyerahkan piring berisi nasi dan lauk pada Arya."Ambilin punya Yogi sekalian, sambil belajar jadi istri ya," ucap bu Sandra yang lebih terdengar seperti godaan.Pak Yogi mengulurkan piring kosongnya padaku. Aku mengisinya dengan nasi. "Mau lauk apa?""Sayur lodeh sama tempe aja," jawabnya.Aku menyerahkan setelah piring sudah terisi, lalu aku mengisi piringku sendiri."Enak juga, bisa nih, tiap hari dateng ke sini buat masakin," ujar pak Yogi."Tidur sini aja Lin, daripada di kos sendiri. Di sini kamu bisa temenin Mama. Mama udah nggak balik ke singapura," ujar bu Sandra."Jangan lah, Ma, nanti Yogi khilaf. Nanti aja kalau sudah sah, dia tinggal sini," jawab pak Yogi. Kok aku deg-degan ya?"Beneran ya, Mama nggak mau tinggal di si
Kuembuskan napas secara perlahan, berharap degup jantungnya bisa lebih pelan. Andai bisa memilih, ingin rasanya aku pergi dari sini. Bayang penolakan semakin menghantui."Assalamualaikum, Tante," ucapku menyapa Bu Sandra.Beliau menatapku, lalu seulas senyum muncul di bibirnya. "Waalaikumsalam." Bu Sandra lalu meletakkan ponselnya, berdiri lalu berjalan mendekatiku. "Ih, anak cantik. Lama ya kita tidak bertemu."Bu Sandra memelukku erat, beliau menepuk-nepuk punggungku dengan pelan. Hatiku rasanya seperti dipenuhi bunga-bunga. Bu Sandra selama ini memang sebaik ini. Di usia beliau yang genap tujuh puluh tahun, beliau masih terlihat cantik dan bugar. Sangat menyukai olahraga senam, membuat beliau tampak awet muda."Iya, Tante," jawabku. Sebenarnya saat ini aku sangat tegang, tidak tahu harus mengucapkan apa.Selama hidup dengan Bu Najwa, beberapa kali aku bertemu dengan Bu Sandra. Pembawaan beliau yang tenang selalu memancarkan aura positif dalam dirinya. "Masuk yuk, katanya Yogi, kam
"Lin, pokoknya saya mau nikah!" Astaga! Kesambet apa Pak Bos ini. Pagi-pagi sudah bikin heboh saja. "Nikah, ya, nikah aja, Pak," jawabku dengan suara lirih. Saat ini kami hanya berdua. Aku sedang mengerjakan laporan, sementara beliau mempermainkanku. Bagaimana tidak? Tadi Pak Yogi yang memintaku segera menyelesaikan pekerjaan, tetapi sekarang malah diminta mendengarkan curhatannya. Sungguh terlalu. "kalau mau nikah,menurut kamu yang harus saya pilih? Wanita muda dan cantik, apa dewasa dan keibuan?" Sebuah pertanyaan dilontarkan oleh Pak Yogi. Aku tetap fokus pada data di depan mata, meski telingaku tetap saja mendengarkan pada pertanyaan Pak Yogi. Penasaran juga orang yang ditaksir Pak Bos ini. "Kalau menurut saya, yang harus Bapak pilih, ya, wanita yang bisa diterima sama Arya," jawabku. Akhirnya aku mengangkat wajah demi melihat Pak Yogi yang berdiri di samping mejaku. Arya adalah anak dari pak Yogi. Jadi, menurutku lebih adil kalau dia yang disuruh memilih. Seorang dud...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments