“Mulai sekarang, semua biaya patungan. Mau itu biaya hidup, cicilan KPR, cicilan mobil, semuanya patungan! Adikmu tinggal di rumah kita. Minta dia bayar setengah. Apa gunanya memberi kita 4 juta sebulan? Apa bedanya itu dengan makan dan tidur gratis?”
View MoreYuna berpikir sejenak dan kemudian menjawabnya, “Tante sudah bertahun-tahun tinggal di Mambera dan bergabung ke lingkaran pergaulan kelas atas sejak menikah dan sudah banyak kenal sama orang-orang, tapi Tante nggak pernah dengar ada yang namanya keluarga Brata.”“Dia bilang keluarga Brata bukan orang Mambera, tapi baru menetap di sini. Bisnisnya sudah menyebar sampai ke mana-mana dan katanya juga suaminya itu lebih suka hidup sederhana, jadinya jarang datang ke acara pesta.”“Mau sesederhana apa juga dia tetap pengusaha yang perlu networking. Kalau dia bukan warga Mambera tapi sudah menetap di sini, dia pasti akan tetap berhubungan sama warga lokal.”“Atau mungkin dia belum sekaya itu sampai bisa satu lingkaran pergaulan sama kita?”“Olivia, kamu mau cari tahu tentang dia untuk apa?”Olivia pun menceritakan bagaimana dia bisa kenal dengan wanita itu, “Dia bilang namanya Lisa. Setiap kali aku ketemu dia, aku merasa familier. Mukanya mirip banget sama Giselle. Rosalina juga bilang dia mi
Benar saja, Tiara dan anaknya sedang tertidur pulas. Melihat itu, Olivia menarik Russel dan berkata kepada Yuna, “Tante, biar mereka tidur dulu. Aku nggak mau ganggu.”Yuna mengangguk dan menutup pintunya perlahan. Russel merasa sedikit kecewa, karena dia tadinya ingin bermain dengan si bayi untuk sebentar saja. Alhasil mereka bertiga kembali ke ruang tengah. Russel lanjut memakan camilan dan bermain dengan dirinya sendiri. Di rumah ini juga ada banyak mainan yang Amelia belikan untuk Russel, tetapi biasanya Russel hanya memainkannya di tempat dan tidak dibawa pulang. Sekarang mainannya bertambah banyak karena baru dibeli untuk anaknya Tiara nanti.“Tante Yuna, aku mau minta tolong cari tahu seseorang.”“Siapa orangnya?” tanya Yuna.“Ada satu orang cewek. Kalau aku minta tolong Stefan nggak mungkin. Dia nggak peduli sama cewek lain. Percuma aku minta dia yang cari tahu, nggak bakal mau dia.”“Benar juga. Stefan juga peduli sama kamu seorang. Melihat kamu bahagia sama dia sekarang, Tant
“Tante, “Olivia datang membawakan tas Russel, tidak lupa dia juga menyapa Yuna.“Hari ini kamu yang jemput Russe?”“Iya, Kak Daniel hari ini lagi sibuk. Toh sekarang aku juga lagi santai. Mumpung ada waktu, aku saja yang jemput.” Seraya berkata, Olivia mengulurkan tangannya hendak memeluk Russel. “Russel, ayo turun. Nenek keberatan, lho, harus gendong kamu terus.”“Nggak apa-apa,” sahut Yuna. “Russel sudah makin besar, ya. Tapi dia tetap masih anak kecil. Badannya nggak terlalu berat, kok. Cuma gendong dia sebentar saja nggak masalah.”Walau begitu Russel dengan patuhnya turun dari pelukan Yuna dan berkata, “Aku nggak mau bikin Nenek capek.”Odelina dan Olivia pernah bilang Nenek Yuna sudah cukup tua, makanya Russel tidak boleh terus-terusan minta digendong.“Aduuh, Russel, mulut kamu manis banget, deh.”“Nek, selain mulutku, apa nggak ada lagi yang bisa bikin orang lain suka sama aku?”“Semuanya bisa, kok. Kamu nggak ngapain-ngapain juga orang pasti suka sama kamu,” jawab Yuna terseny
Olivia menggendong Russel duduk di pangkuannya, lalu mengambil sehelai tisu untuk menyeka air mata yang membasahi wajah. Olivia cukup kaget melihat Russel yang biasanya ceria tiba-tiba meneteskan air mata. Bagaimanapun juga dia masih anak berusia tiga tahun yang tidak bisa berpisah dengan ibunya. Meskipun ada Olivia dan Stefan yang menjaga, serta Daniel yang sering datang menemani, Russel masih sering merindukan ibunya di kala dia senggang.“Serius? Oke, kalau begitu aku nggak nangis lagi. Mama, nanti aku sama Om Daniel nggak mengganggu pekerjaan Mama?”Russel sangat merindukan ibunya, tetapi dia tahu ibunya sangat sibuk. Dia khawatir kedatangannya malah akan mengganggu. Namun Odelina berkata, “Nggak apa-apa. Kan akhir pekan Mama juga libur. Kalaupun nggak libur juga Mama akan tetap menemani kamu.”Tidak hanya Russel saja, tetapi Odelina juga merasa rindu. Sayangnya urusan dia di Cianter masih belum selesai sehingga untuk sementara waktu belum bisa pulang ke Mambera. Bahkan tidak menut
“Gimana kalau Tante ajak kamu pergi ke kantornya Om Daniel. Kamu temani Om Daniel kerja, Tante mau pergi ke rumah Nenek lihat bayi,” ujar Olivia meledek.“Aku mau ikut Tante lihat bayi!” kata Russel. “Tante, kapan aku bisa main bareng sama mereka. Setiap kali aku ke sana, dia kalau nggak tidur ya nangis. Kalau lagi nangis juga susah banget untuk ditenangin. Kenapa dia selalu nangis, ya?”“Yang namanya bayi memang begitu. Dia masih belum bisa ngomong, jadi kalau lapar, haus, atau mau kencing, dia pasti nangis karena masih belum bisa menyampaikan kemauannya dengan kata-kata. Begitu nangis, orang dewasa pasti langsung memperhatikan dan cari penyebab kenapa dia nangis. Waktu kamu masih kecil juga begitu. Waktu masih bayi, kamu malah lebih rewel lagi.”Olivia kemudian mencubit pipi Russel dan melanjutkan, “Kamu pikir begitu lahir kamu sudah sebesar ini? Kamu juga awalnya dari bayi terus bertumbuh besar sedikit demi sedikit.”“Waktu aku masih kecil juga begitu? Aku sudah nggak ingat. Tante,
“Iya,” jawabnya. “Aku lumayan dekat sama dia. Mertuaku sibuk kerja, suamiku juga sama. Cuma aku sendiri yang senggang, jadi aku yang bertugas menjemput dia. Makanya setiap hari juga aku yang antar jemput dia ke TK. Dia nggak mau kalau sopir atau pengasuh yang antar jemput.”Giselle makin hari makin percaya diri dengan kemampuannya mengarang cerita. Toh dia cuma perlu menampakkan dirinya di sini untuk bertemu dengan Olivia. Dia tidak perlu benar-benar menjemput anak kecil.“Yang namanya anak kecil memang begitu. Siapa yang sering-sering antar jemput ke sekolah pasti jadi orang yang paling dekat. Aku juga dekat banget sama keponakanku. Kebetulan kakakku lagi ada urusan si luar kota. Untung saja keponakanku nggak rewel minta mamanya yang jemput.”“Iya, sama. Keponakanku juga begitu,” ujar Giselle dengan sabar.Sebelum menikah, Olivia sudah sering kali membantu Odelina menjaga Russel. Dia sudah cukup berpengalaman dalam berhadapan dengan anak kecil. Sekarang pun Olivia sedang hamil dan itu
“Pa, kalau Fani nggak mau pergi, gimana?”Menjadi kakak adik hampir selama tiga puluh tahun, Ivan sudah sangat memahami seperti apa sifatnya Fani. Dia yakin Fani pasti tidak akan mau pergi dan berharap ibunya masih mau memaafkan dia. Selain itu, sekarang Fani tidak punya sumber pendapatan. Kalau dia pergi dari Cianter, bagaimana dia bisa bertahan hidup?”Ya, Fani bisa saja mencari pekerjaan untuk membiayai kehidupannya sendiri, tetapi dengan sifatnya yang manja dan terbiasa hidup enak itu, akan sulit baginya untuk menurunkan ego dan mencari pekerjaan rendahan.“Bujuk dia untuk pergi dari sini sebisa mungkin, jangan sampai dia tinggal di sini lagi,” ucap Cakra.“Pa, tidur dulu saja sebentar. Aku juga agak ngantuk, mau tiduran sebentar.”“Ya, kamu tidur di sofa luar saja.”Cakra masih lumayan menyayangi anak sulungnya. Begitu mendengar Ivan mengantuk dan tampak kelelahan, dia membiarkannya berbaring di sofa yang ada di ruang depan, dan dia pun juga masuk ke alam mimpi. ***Di Mambera
Pada malam itu Odelina dan Riko juga ada di lokasi. Andaikan mereka berdua tidak naik ke atas pun, Ricky naik ke atas dan menyaksikannya dengan kedua matanya sendiri, dan dia pasti akan memberitahukannya kepada mereka berdua.“... Odelina itu cucunya tante kamu. Kalau dia pulang pasti tujuannya untuk merebut posisi kepala keluarga. Aku yakin dia pasti bakal ngomong ke orang lain supaya keluarga kita kehilangan muka. Fani memang bukan anak kandung Papa, tapi dari kecil dia tumbuh di keluarga kita. Dua tahun yang lalu kita masih belum tahu kalau ternyata Fani anak angkat. Kalau saja mama kamu lebih mengedepankan kasih sayangnya ke Fani selama dua puluhan tahun ini, siapa tahu Fani masih bisa naik jabatan. Tapi kalau sudah begini … kayaknya Fani nggak akan punya kesempatan lagi.”“Pa, kalau kami masih ada kesempatan, nggak? Semenjak kami ketahuan selingkuh, Mama jadi lebih peduli sama Felicia. Apalagi sekarang Felicia dibantu sama Pak Vandi. Posisi kami di perusahaan makin melemah. Hubung
Felicia, kakakmu sudah datang. Kamu pulang dulu, gih. Akhir-akhir ini mama kamu lagi kurang bagus suasana hatinya. Dia juga nggak ke kantor. Kamu juga pasti capek. Pulang saja istirahat di rumah,” kata Cakra kepada Felicia.“Iya, Felicia, biar aku saja yang menemani Papa. Kamu pulang saja dulu,” ujar Ivan menambahi.Felicia sendiri juga tidak mau berlama-lama di sini. Hubungan dia dengan ayahnya tidak begitu dekat. Kalau bukan karena dia anak kandungnya, mungkin Felicia tidak akan mau menemui Cakra.“Oke, kalau begitu aku pulang dulu. Kalau ada apa-apa telepon saja.”“Iya, hati-hati di jalan,” sahut Ivan, lalu dia mengantar Felicia dan Vandi keluar. Setelah mereka berdua pergi cukup jauh, Ivan langsung berbalik dan berkata kepada ayahnya. “Pa, Felicia dan Pak Vandi sudah pergi.”“Dua menit lagi coba kamu lihat, pastikan mereka benar-benar sudah pergi dan nggak balik lagi.”Mendengar ayahnya berkata begitu, Ivan langsung tahu ayahnya pasti ingin menanyakan sesuatu tentang Fani. Setelah
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments