Share

Bab 8

Auteur: Anggur
Stefan sangat peduli dengan tubuhnya. Dia tidak akan membiarkan dirinya menjadi gemuk karena makan sembarangan, karena akan sangat sulit untuk menurunkan badan.

Olivia tertawa, “Pak Stefan badannya bagus, kok.”

“Kalau begitu, aku kembali ke kamarku dulu, ya?”

Stefan mengiyakan.

“Selamat malam.” Olivia mengucapkan selamat malam pada pria itu dan berbalik badan, hendak pergi.

“Tunggu. Eh, Olivia.” Stefan menghentikannya.

Olivia berhenti, menoleh, dan bertanya pada pria itu, “Apa ada yang lain?”

Stefan memandangnya dan berkata, “Mulai sekarang, jangan keluar kamar memakai piyama.”

Olivia tidak mengenakan pakaian dalam di balik piyamanya. Stefan memiliki mata yang tajam, jadi dia bisa melihat segala sesuatu yang tidak seharusnya dia lihat.

Mereka adalah suami istri, jadi tidak apa-apa kalau dia melihatnya. Namun, bagaimana dengan orang lain?

Dia tidak ingin tubuh istrinya dilihat oleh pria lain.

Olivia tersipu, bergegas kembali ke kamarnya, dan menutup pintu dengan keras.

Stevan, “....”

Dia saja tidak merasa canggung, tapi wanita itu malah canggung.

Setelah duduk sebentar, Stefan masuk ke kamar utama. Rumah ini dia beli tanpa rencana, dan unit yang dia beli sudah didekorasi dengan lengkap sebelumnya, sehingga dia hanya perlu membawa koper dan sudah bisa tinggal.

Namun, karena dia terlalu sibuk, dia juga belum merapikan kamarnya.

Yang membuatnya cukup puas adalah Olivia masih tahu diri dan tidak mencoba untuk tidur sekamar dengannya.

Selain itu, wanita itu juga tidak memintanya untuk menunaikan tanggung jawabnya sebagai seorang suami.

Malam itu, pasangan suami istri baru itu pun pun tidur dengan damai.

Keesokan harinya, Olivia bangun jam enam pagi seperti biasa.

Dulu, setelah bangun tidur, dia akan menyiapkan sarapan terlebih dahulu, kemudian membersihkan rumah. Selain itu, kalau dia punya cukup waktu, dia akan membantu kakaknya menjemur pakaian.

Bisa dibilang, dia telah melakukan pekerjaan pembantu selama bertahun-tahun selama hidup bersama kakaknya. Namun, dia melakukan itu karena tidak ingin kakaknya kelelahan, karena semua yang mereka lakukan itu dianggap wajar oleh kakak iparnya. Kakak iparnya juga memerintah kakaknya layaknya seorang pembantu.

Ketika Olivia bangun tidur hari ini, dia memandangi kamar yang masih tidak familier di matanya itu dengan bingung. Ketika ingatan kembali ke otaknya, dia bergumam, “Aku tidur sampai linglung. Aku masih mengira ini rumah kakakku. Padahal ini rumahku sendiri. Aku bisa tidur lebih lama.”

Dia pun menjatuhkan dirinya kembali ke tempat tidur dan ingin lanjut tidur.

Sayang sekali, rutinitas setiap hari terlalu teratur. Dia tidak bisa tidur lagi meskipun dia mau.

Perutnya juga lapar, jadi dia pun memutuskan untuk bangun.

Setelah mandi dan berganti pakaian, dia keluar dari kamar dan melihat ke kamar Stefan. Pintunya masih tertutup, jadi pria itu pasti belum bangun.

Iya juga, sih. Pria itu pulang semalam itu kemarin. Mana bisa bangun di jam segini.

Olivia pun berjalan ke dapur. Melihat dapur yang kosong, dia terdiam sesaat, lalu berbalik badan dan keluar.

Dia sudah memesan banyak peralatan dapur kemarin, tetapi barang-barang itu belum sampai.

Tahu begini, dia tidak akan memesan secara online. Dia seharusnya langsung pergi ke supermarket besar saja, akan lebih cepat.

Ketika dia pindah ke sini kemarin, dia ingat ada melihat sebuah restoran yang menjual menu sarapan di dekat kompleks.

Olivia memutuskan untuk keluar dan membeli dua porsi sarapan.

Namun, dia tidak tahu Stefan suka makan apa.

Dia tidak mungkin membangunkan pria itu sekarang untuk menanyakan hal ini, jadi dia terpaksa membeli beberapa jenis makanan.

Dia membeli nasi gulung, pangsit kukus, Cahkwe, susu kedelai dan bubur telur asin. Semua ini adalah menu sarapan yang sering dimakan orang-orang di Mambera.

Stefan larut malam tetapi tidak bangun terlambat. Ketika Olivia pergi keluar untuk membeli sarapan, dia terbangun.

Dia tidak terbiasa memiliki istri, jadi dia melupakan keberadaan Olivia lagi. Dia keluar tanpa memakai baju dan ingin menuang segelas air.

Pada saat ini, Olivia membuka pintu dan masuk ke rumah.

Pasangan suami istri baru itu pun bertemu.

Detik berikutnya, Stefan menutupi dadanya dengan kedua tangan, berbalik badan dan berlari ke kamar. Tingkahnya sangat mirip dengan Olivia tadi malam.

Olivia tertegun sesaat, lalu tertawa.

Dia berkata dalam hati, “Apa yang mau dilihat dari tubuh bagian atas pria? Paling-paling otot di perut. Masak pria itu menutupi dadanya. Hahaha, lucu sekali!”

Setelah beberapa saat, Stefan muncul kembali di hadapan Olivia. Pria itu sudah memakai jas dan bersepatu kulit. Ekspresi di wajahnya sangat masam, tetapi dia juga tidak bisa menegur Olivia.

Siapa suruh dia lupa kalau ada wanita asing tinggal di rumahnya sekarang? Wanita asing ini bahkan adalah istri sahnya.

Dia biasanya tinggal di vila besarnya sendiri. Ketika bangun di pagi hari, dia hanya sendirian di lantai dua. Selama dia tidak turun, para pelayan di rumah juga tidak akan berani naik ke atas. Dia terkadang keluar kamar tanpa memakai baju.

Hari ini juga sama. Namun, wanita licik itu jadi melihat tubuh bagian atasnya.

“Pak Stefan, aku ada membeli sarapan untukmu. Ayo makan sarapannya.”

Setelah tertawa sampai perutnya sakit, Olivia tidak lupa untuk makan. Dia meletakkan semua makanan yang dia beli di atas meja di ruang makan, lalu memanggil pria yang kelihatan trauma karena dilihat tubuhnya itu untuk datang makan bersama.

Stefan terdiam sesaat, lalu berjalan mendekat. Dia melirik sarapan yang dibeli Olivia dan bertanya dengan dingin, “Kamu nggak bisa masak?”

“Bisa, dong. Masakanku enak.”

“Sarapan yang dibeli di luar, apalagi yang dibeli di restoran kecil di pinggir jalan biasanya nggak terlalu higienis. Lain kali kurangi memakannya. Kalau kamu bisa masak sendiri, masak sendiri saja di rumah. Lebih higienis dana man.”

Sebagai kepala keluarga Adhitama, Stefan belum pernah makan sarapan seperti yang sering disantap oleh orang-orang Mambera pada umumnya.

Olivia bertanya balik, “Apa kamu pernah melihat siri dapurmu sendiri? Di sana lebih bersih dari wajahmu. Nggak ada apa-apa. Kalaupun aku seorang koki di hotel bintang lima, aku tetap nggak akan bisa masak apa-apa di sana. Nggak ada peralatan masak, nggak ada bahan masak.”

Stefan terdiam sesaat.

“Kamu mau makan, nggak?” Olivia bertanya padanya.

Stefan juga sudah lapar, tapi supaya tidak ketahuan bahwa dia juga mau memakannya, dia duduk dan berkata dengan nada datar, “Kamu sudah beli, jadi sayang kalau nggak dimakan. Makan sekali dua kali juga nggak akan bahaya, kok.”

DIa mencoba menarik balik perkataannya sendiri.

Olivia membagi setengah dari setiap porsi makanan yang dia beli pada pria itu.

Kemudian, dia duduk dan berkata kepada pria itu sambil makan setengah porsi lainnya, “Aku sudah menyadari hal ini kemarin ketika baru pindah ke sini. Jadi, aku memesan banyak peralatan secara online. Kalau nggak, aku juga nggak akan membiarkanmu makan makanan pinggiran.”

Stefan bekerja di perusahaan besar, jadi dia mungkin memiliki jabatan yang cukup tinggi di kantor. Pria ini adalah pria kantoran, jadi makanannya harus diperhatikan.

Olivia terbiasa memasak sendiri atau memesan makanan take-away ketika berada di toko. Kalau Stefan memang begitu memperhatikan makanan, maka dia akan mengikuti keinginan pria itu.

“Kita masih kekurangan banyak barang di rumah. Boleh nggak aku yang urus semuanya?”

Stefan menatap istrinya yang duduk di seberang dan terus memakan sarapannya. Sarapannya enak.

“Kita sudah mengurus buku nikah. Itu artinya kita suami istri. Terserah kamu mau bagaimana mengurusnya, asal jangan menyentuhku kamarku.”

Wanita itu bisa melakukan apa pun yang dia mau di tempat lain.

“Oke.”

Setelah mendapatkan izin dari Stefan, Olivia memutuskan untuk melakukan apa yang diinginkannya.

Dia ingin memelihara beberapa tanaman di balkon, membeli kursi ayun dan menaruhnya di sana. Dia jadi bisa membaca buku sambil melihat tanaman-tamannya ketika sedang bersantai.

“Ngomong-ngomong, kemarin Nenek menyuruhku untuk pulang ke rumahmu dengan kamu di akhir pekan nanti, untuk bertemu dengan orang tuamu.”

Stefan berkata dengan acuh tak acuh, “Kita bicarakan lagi nanti di akhir pekan. Aku harus lihat dulu aku punya waktu atau nggak. Kalau nggak ada waktu, aku akan meminta Nenek untuk membawamu bertemu dengan orang tuaku. Kalian makan bersama saja.”

Olivia tidak membantah.

Related chapter

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 9

    Selesai makan, Stefan mengeluarkan dompetnya. Dia tidak punya banyak uang cash, jadi dia mengeluarkan sebuah kartu ATM dan meletakkannya di depan Olivia.Olivia menatapnya dengan alis terangkat.“Kalau kamu mau beli sesuatu dan butuh uang, kamu bisa memakai kartu ini. Kata sandinya adalah ….”Dia mengambil pena dan kertas, menuliskan kata sandinya, dan menyerahkan kertas itu kepada Olivia.“Ke depannya, uang dalam kartu ini bisa digunakan untuk keperluan rumah tangga. Aku akan mengirim uang ke kartu ini setelah gajian setiap bulannya, tapi kamu harus mencatat semua yang kamu beli. Aku nggak keberatan kalau uang yang kamu gunakan itu banyak, tapi aku mau tahu uangnya digunakan untuk apa.”Waktu mereka mengurus buku nikah, Olivia pernah bertanya pada Stefan, apa mereka perlu patungan. Pria itu menolaknya dan bilang, mereka sudah menikah dan menjadi sepasang suami istri. Jadi, dia tidak keberatan kalau Olivia menggunakan uangnya.Lagipula, uangnya sangat banyak, sampai dia juga tahu ada b

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 10

    Olivia pergi ke rumah kakaknya.Dia membuka pintu, masuk ke rumah dan mendapati kakaknya sudah bangun dan sedang sibuk di dapur.“Kak.”“Oliv, kamu sudah datang.”Odelina keluar dari dapur dan sangat senang melihat adiknya, “Kamu sudah makan belum? Kakak ada masak mie. Kamu mau dimasakkan satu mangkuk?”“Nggak usah, aku sudah makan, Kak. Kakak sudah masak mie-nya? Kalau belum, nggak usah masak. Aku ada beli sarapan untuk Kakak dan Russel.”“Belum, Russel demam kemarin. Kakak nggak cukup tidur semalam! Pagi ini juga bangunnya kesiangan. Kakak iparmu pergi sarapan di luar jadinya, juga mengomeli Kakak tadi, bilang Kakak nggak melakukan apa-apa di rumah, cuma mengurusi anak saja, tapi masih nggak bisa buatkan sarapan untuknya?”Odelina merasa agak sedih.Olivia sangat kesal mendengarnya, “Kok Russel bisa demam? Kalaupun sudah nggak demam lagi, Kakak juga harus membawanya ke dokter, supaya nggak kambuh lagi. Suami Kakak itu juga, sudah jelas anaknya sakit, bukannya bantu, hanya tahu memara

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 11

    “Jalan.” Stefan memaki Olivia dalam hati, tapi dia tidak mengatakan apa pun, apalagi melakukan apa pun.Olivia adalah nama istrinya, tetapi mereka berdua tidak ada bedanya dengan dua orang asing yang tinggal bersama.Sopirnya tidak berani mengatakan sepatah kata pun, akhirnya kembali menjalankan mobil.Olivia tidak tahu bahwa dia baru saja hampir menabrak mobil mewah suaminya. Dia mengendarai motor listriknya dan bergegas pergi ke toko. Rumah Junia ada di dekat sana, jadi temannya itu selalu datang lebih cepat ke toko.”“Olivia.”Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Junia memesan sarapan untuk dirinya sendiri. Dia sedang makan ketika temannya itu datang. Dia pun tersenyum dan bertanya, “Kamu sudah makan?”“Sudah.” Junia pun memakan sarapannya sendiri.Junia mengambil sebuah kantong, meletakkannya di atas meja kasir dan berkata kepada temannya, “Aku membawakanmu dua kotak makanan camilan. Enak banget, cobalah.”Olivia meletakkan kunci motor listriknya di atas meja kasir, duduk dan menari

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 12

    Pesta itu diadakan di Mambera Hotel, tempat yang biasanya tidak akan pernah dikunjungi Olivia.Mambera Hotel adalah salah satu hotel paling eksklusif di kota ini, dikenal sebagai hotel bintang tujuh. Olivia tidak tahu apakah hotel itu benar-benar bintang tujuh. Dia sendiri juga tidak peduli.Bibinya Junia tiba di hotel sebelum mereka. Setelah menyapa para istri konglomerat yang dikenalnya, dia menyuruh putra dan putrinya masuk ke hotel terlebih dahulu, sementara dia tetap berdiri di dekat pintu masuk hotel untuk menunggu kedatangan keponakannya.Bibinya Junia tersenyum ketika melihat mobil yang dia siapkan untuk menjemput keponakannya datang.Setelah beberapa saat, Junia menggandeng Olivia dan berjalan ke arah bibinya, “Tante.”“Tante.” Olivia ikut menyapa bibinya Junia.Awalnya, bibinya Junia agak sedikit keberatan ketika tahu bahwa keponakannya akan membawa Olivia. Dia pernah bertemu dengan Olivia sebelumnya. Harus diakui, anak yatim piatu ini. Jelas-jelas latar belakang keluarga Oli

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 13

    Stefan masuk ke ruangan. Semua orang memerhatikannya. Dia tidak menyadari keberadaan istri barunya di sudut ruangan, sedangkan Olivia sendiri juga tidak bisa melihat menembus kerumunan.Olivia berjinjit untuk waktu yang lama, tetapi tetap tidak bisa melihat orang yang masuk. Dia pun kehilangan minat, duduk lagi, menyenggol Junia, dan berkata, “Nggak usah lihat lagi. Banyak sekali orang di sana. Kita juga nggak akan bisa melihatnya. Makan saja.”Baginya, hal yang paling penting malam ini adalah makan!“Oliv, kamu tunggu aku di sini. Aku akan pergi mencari tanteku dan bertanya padanya, siapa yang datang barusan. Heboh sekali, seperti raja yang datang saja.” Junia sangat penasaran.Olivia mengiyakan dengan santai.Junia pun pergi sendirian.Olivia sudah menghabiskan semua makanan yang dia ambil. Dia pun bangkit dan membawa piringnya. Selagi orang-orang sedang mengerumuni tokoh besar itu, dia bisa mengambil makanan dengan santai. Tidak perlu menghadapi tatapan aneh dan pengawasan dari oran

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 14

    Junia mengambil segelas wine dan menyesapnya.“Kamu terlalu banyak membaca novel. Ada banyak orang dengan nama dan nama keluarga yang sama di dunia. Apalagi orang dengan nama keluarga yang sama. Contohnya, orang terkaya di Hong Kong yang bermarga Li. Apakah semua orang bermarga Li adalah keluarganya?”Junia tersenyum, “Benar juga.”“Suamiku itu adalah seorang pekerja kantoran. Dia mengendarai mobil biasa, yang harganya hanya kurang lebih 240-260 juta. Menurutmu, apa tuan muda dari keluarga Adhitama mau mengendarai mobil seperti itu? Kamu ini, jangan sembarangan, deh.”Olivia tidak pernah berkhayal bahwa dirinya akan menjadi Cinderella. Menurutnya, bermimpi itu boleh, tapi jangan sampai tidak realistis.“Ngomong-ngomong, kalau pria itu begitu nggak suka para wanita mendekatinya, apa itu artinya dia gay? Apa dia sudah menikah?”Olivia tidak ingin tahu pria itu berpenampilan seperti apa. Dia malah menganggap pria itu begitu tidak menyukai wanita karena, kalau bukan karena memang suka meny

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 15

    Junia juga sudah kenyang. Dia berkata sambil tersenyum, “Albert, Kak Olivia nggak tertarik dengan pemuda-pemuda itu. Aku dan Olivia hanya datang untuk memperluas wawasan kami dan mencicipi makanan lezat di sini. Ini hotel bintang tujuh. Makanan di sini sangat enak. Aku dan Olivia sangat puas.”Albert, “....”“Sekarang, kami sudah puas makan dan minum. Hari juga sudah larut. Albert, aku dan Olivia pergi dulu. Tolong bilang ke Tante, ya.”Albert sedikit cemas. Dia menatap Olivia dan berkata, “Kak Olivia, apa Kakak mau pergi sekarang? Pestanya belum selesai dan ini belum terlalu malam. Setidaknya jam sebelas malam baru selesai.”Olivia berkata, “Junia dan aku masih harus buka toko besok. Jadi, kami nggak bisa menunggu jam sebelas malam.”Keduanya bangkit dari kursi. Albert mengikuti mereka.“Sebenarnya, buka agak siangan kan juga nggak apa-apa.”Albert mengikuti Olivia, berusaha keras untuk membuat kedua wanitai tu tetap tinggal di sana.“Nggak bisa, kalau kami melewatkan penjualan di pag

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 16

    Dalam dunia bisnis di kota Mambera, siapa pun yang disukai Stefan akan mengalami perubahan besar dalam hidupnya. Masa depannya akan cerah.Ayah dan ibu Albert membawa putra mereka ke pesta sebenarnya hanya supaya anak mereka bisa berteman dengan anak-anak dari keluarga lain, supaya bisa membuka jalan untuk masa depan putra mereka. “Pak Albert barusan ....”“Aku baru saja mengantar dua kakakku keluar untuk naik taksi, kemudian kembali ke sini.”Sebelum Stefan sempat menyelesaikan pertanyaannya, Albert berinisiatif untuk menjelaskan apa yang baru saja dia lakukan. Dia takut Stefan salah paham, mengira dia tidak suka dengan acara seperti ini, atau mengira dia menganggap pelayanan hotelnya tidak bagus.Mambera Hotel adalah salah satu hotel milik keluarga Adhitama.Stefan menanggapi dengan singkat, lalu berjalan melewati Albert, bersikap seolah-olah dia hanya menyapa Albert atas dasar kesopanan.Albert tidak paham apa yang sedang terjadi. Dia hanya melihat kerumunan orang mengepung Stefan

Latest chapter

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 3388

    Karena dia melahirkan dua putra dan satu putri, akhirnya ibu mertuanya benar-benar menerimanya. Sejak saat itu, dia benar-benar merasa dalam dunia bisnis, semuanya lancar. Ibu mertuanya sangat menyayangi Amelia, karena kepribadian gadis itu cukup mirip dengan neneknya. "Bu Yuna terlalu rendah hati. Anda benar-benar mewarisi kemampuan Bu Reni. Di mana pun Anda berada, Anda pasti bisa bersinar," kata Setya dengan nada penuh kebanggaan. Itu adalah kebanggaan seorang yang menganggap "anaknya" sebagai yang terbaik. Yuna membantu Setya keluar dari kamar. Perempuan itu tersenyum dan berkata, "Saya tidak ada status sebagai penerus keluarga Gatara. Kalau saya nggak memulai bisnis sendiri, maka di mana pun saya bekerja, saya tetap membutuhkan seseorang yang bisa mengenali bakat saya. Seorang pekerja nggak bisa menentukan nasibnya sendiri." Selanjutnya, dia juga memiliki perusahaan sendiri. Setelah putranya mengambil alih bisnis keluarga, dia juga menyerahkan perusahaannya kepada putranya un

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 3387

    Setya berbicara tentang masa lalu Sarah, lalu melirik ke arah Rudy. "Om Setya, saya juga selalu mendengarkan istri saya," kata Rudy dengan segera, memahami makna dari tatapan Setya. Dia ingin menunjukkan bahwa dirinya juga adalah pria yang mencintai istrinya. Lelaki itu tersenyum puas dan menjawab, "Terlihat jelas bahwa kamu sangat memanjakan Bu Yuna." Di dalam hati Yuna terasa hangat. Setya seperti keluarga dari pihak ibunya. Jika kedua orang tuanya masih hidup, dengan status serta kasih sayang Setya terhadap dia dan adiknya, dia benar-benar bisa dianggap sebagai keluarga dari pihak ibunya. Baik ayah maupun ibunya selalu berkata bahwa Setya adalah orang yang paling setia, tidak perlu khawatir bahwa dia akan berkhianat. Setya sering membantu ibunya menyelesaikan berbagai urusan. Terkadang mereka berdiskusi berdua, dan ayahnya tidak pernah merasa cemburu atau khawatir. Dalam ingatan Yuna, ibunya memiliki kesehatan yang buruk dan sering beristirahat di tempat tidur. Ayahnya adalah o

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 3386

    Ingatan tentang Yuna yang dulu masih kecil, kini sudah menjadi seorang nenek. Sudah tua, semuanya sudah tua. Cucu-cucu dari Reni pun sudah menikah dan memiliki anak. Jika kepala keluarga masih hidup, pasti akan sangat bahagia melihat tiga cucu perempuannya yang luar biasa. Tidak perlu khawatir tentang penerus keluarga. Siapa pun dari cucu perempuan itu yang dipilih untuk memikul tanggung jawab, tidak akan ada yang perlu dikhawatirkan. Sayangnya, kepala keluarga tidak bisa melihat pencapaian keturunannya. Saat Setya terbangun dan menyadari bahwa ini bukan mimpi, bahwa semuanya nyata, bahwa dia benar-benar bertemu dengan Yuna, air matanya pun jatuh. Dia teringat pada kepala keluarga dan merasa tidak adil untuknya. Kakak perempuan Patricia membesarkannya dengan penuh kasih saying selayaknya seperti seorang ibu. Namun, pada akhirnya justru hancur di tangan Patricia. Reni menganggap Patricia sebagai adik, bahkan seperti putrinya sendiri, sangat mencintai dan sangat memercayainya. Satu-

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 3385

    Cakra menatap tajam putra sulungnya dan berkata, "Kalau kalian kasih tahu mamamu, lalu dia melarang kalian kasih uang saku ke aku, apakah kalian benar-benar nggak akan kasih lagi?" "Tentu saja nggak. Kami akan berusaha mendapatkan sejumlah uang saku untuk Papa, asalkan Papa bisa menjamin nggak akan..." Ivan tiba-tiba teringat bahwa ayahnya sudah tidak bisa lagi melakukan hal itu, jadi dia tidak melanjutkan kata-katanya. Wajah Cakra menjadi muram. Dia tahu bahwa putra sulungnya berkata yang sebenarnya. Setelah menghela napas, dia pun berkata, "Terserah kalian, kalau mau bilang, silakan. Aku ini papa kalian. Sekarang aku sudah tua dan nggak punya penghasilan, apa salahnya kalian kasih aku uang saku? Apakah Patricia masih berniat untuk melarangnya?" Karena kesal terhadap Patricia, Cakra kini langsung menyebut nama istrinya begitu saja tanpa embel-embel. "Papa, aku yakin Mama nggak akan melarangnya." "Papa, sudahlah, jangan membahas hal ini lagi. Ayo, kita makan. Malam ini, kita haru

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 3384

    Lelaki yang benar-benar dicintai oleh Patricia lebih tua darinya sekitar belasan hingga dua puluh tahun, dan dia adalah asisten dari kakak perempuannya. Namun, lelaki itu hanya setia kepada majikannya saja, sementara perasaan Patricia hanyalah cinta sepihak. Mungkin karena cinta yang bertepuk sebelah tangan itulah, Patricia akhirnya membunuh kakaknya karena rasa benci yang lahir dari cinta. Cakra memang tidak memiliki bukti bahwa Patricia membunuh kakaknya, tetapi sebagai suaminya selama puluhan tahun, dia sangat memahami sifat kejam perempuan itu. Ditambah lagi, dia pernah mendengar bisik-bisik orang-orang di dalam keluarga besar mereka. Seperti kata pepatah, tidak ada asap jika tidak ada api. Bisa jadi, Patricia memang naik ke posisi penguasa dengan cara membunuh kakaknya. Dengan karakter seperti itu, apalagi yang tidak bisa dia lakukan? Kalau pria yang benar-benar dicintai oleh Patricia masih hidup sampai sekarang, pasti dia sudah menemukannya. Namun, besar kemungkinan pria itu

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 3383

    Saat membahas soal memberi uang kepada ayah mereka, Ivan dan kedua adiknya hanya tersenyum dan segera mengganti topik pembicaraan, lalu mereka mengapit ayah mereka kembali ke dalam rumah. Setelah pengalaman sebelumnya, mana berani mereka diam-diam memberikan uang kepada ayah mereka? Jika ayah mereka butuh sesuatu, mereka bisa membelikannya. Namun, jika langsung memberi uang, mereka benar-benar tidak berani. Bagaimana kalau ayah mereka menggunakan uang itu untuk melakukan sesuatu yang akan mengkhianati ibu mereka lagi? Mereka bahkan tidak berani membayangkan akibatnya. Cakra sangat memahami pemikiran anak-anaknya. Wajahnya langsung berubah muram, merasa tidak senang. Setelah masuk ke dalam rumah, lelaki itu langsung berjalan ke sofa, duduk, lalu mengambil sebungkus rokok di atas meja. Dia mengeluarkan satu batang, menyalakannya, dan bersandar sambil mengisap rokok dengan wajah penuh kekesalan. Dia merasa dirinya benar-benar gagal dalam menjalani hidup. Sebagai seorang suami, dia tid

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 3382

    Di depan publik, yang membuat Fani bunuh diri adalah ibu kandung dan kakak kandungnya, tetapi sebenarnya, yang memaksanya hingga mati adalah Patricia dan mereka semua. Cakra sangat memahami hal itu, tetapi dia tidak punya cara untuk menuntut keadilan bagi Fani. Dia sendiri tidak memiliki kekuatan atas apa pun jika dihadapan dengan Patricia.“Bukan hanya mamamu yang memanfaatkan Fani, tapi mereka juga yang memaksanya mati. Mamamu, Felicia, dan juga Odelina, ditambah istri-istri kalian... Mereka semua nggak ingin lihat ani hidup bahagia.” “Mereka membunuh putriku...” Cakra terisak. “Papa...” Ivan juga ikut merasa sedih. Perasaannya terhadap Fani cukup rumit. Dulu, dia mencintai Fani sebagai seorang kakak terhadap adiknya, tetapi kemudian, perasaan itu berubah menjadi cinta seorang pria terhadap wanita. “Papa, jangan seperti ini. Kalau ada yang memotret dan mengirimkan ke Mama, kita semua akan mendapat masalah.” Meskipun vila ini atas nama Ivan, dia juga tidak bisa menjamin bahwa t

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 3381

    Ivan menjawab, “Belum, aku minta Felicia telepon Mama. Dia sudah tanya, tapi Mama belum kasih kami jawaban, sepertinya belum akan kembali secepat itu.” Mendengar bahwa istrinya belum akan segera kembali, ekspresi Cakra menjadi lebih rileks. Tinggal di rumah putranya, dia tetap mengkhawatirkan istrinya, takut wanita kejam dan tanpa ampun itu datang mencarinya untuk membuat masalah dan tidak membiarkannya hidup dengan tenang. Cakra sendiri juga sudah tua. Dia bahkan lebih tua beberapa tahun dari Patricia. “Kita nggak bisa mengatur apa yang mamamu lakukan. Kapan dia akan kembali, kalau dia mau kita tahu, dia pasti akan kasih tahu kita. Kalau dia nggak mau kita tahu, kita pun nggak akan bisa mengetahuinya. Lebih baik jangan cari tahu. Kalau nggak, dia akan curiga ada sesuatu yang kita sembunyikan.” Cakra menghela napas dan berkata, “Aku dan mamamu sudah menikah selama puluhan tahun, tapi pada akhirnya aku jadi seperti ini. Untungnya, kami punya kalian bertiga. Mamamu mungkin nggak pern

  • Pernikahan Dadakan dengan CEO   Bab 3380

    Lift membawa Felicia dan Odelina ke lantai pertama. Setelah keduanya keluar dari lift, mereka mengganti topik pembicaraan ke topik yang lebih ringan. Mereka berjalan ke luar sambil mengobrol dan tertawa.Felicia berhenti di pintu masuk gedung kantor sambil melihat Odelina masuk ke mobil dan pergi. Setelah Odelina pergi, dia pun masuk ke mobilnya sendiri dan pergi. Tidak ada yang tahu apa yang mereka bicarakan. Hanya tahu kalau keduanya mengobrol dengan seru.Di musim dingin, hari lebih cepat gelap. Lampu di setiap rumah sudah menyala. Tempat yang tidak ada cahaya lampu begitu gelap gulita. Felicia langsung memacu mobilnya kembali ke kota, tapi tidak pulang ke rumah. Dia pergi menemui klien sesuai jadwal malamnya. Mengenai kepulangan ibunya yang tiba-tiba, dia tidak ambil pusing. Dia pura-pura tidak tahu apa pun tentang hal itu.Patricia suka melakukan serangan mendadak. Felicia pun membiarkannya saja. Toh, Felicia tidak melakukan kesalahan apa pun. Jadi dia tidak perlu takut dengan ser

Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status