Kisah tentang penyesalan Devanagari yang beberapa tahun lalu menodai gadis pujaan hatinya. Setelah menikah dan memiliki istri Devanagari tak kunjung diberi momongan. istrinya Zahira malah keguguran untuk yang ketiga kalinya. Setelah beberapa tahun Sarah gadis yang duku Devanagari nodai bekerja di rumah orang tuanya sebagai pengasuh keponakannya. Akankah trauma masa lalu Sarah bisa sembuh? sedangkan ada rahasia besar bahwa Devanagari saat itu meninggalkan benih di rahim Sarah? Bagaimana kisah selanjutnya baca terus ya kak?
Lihat lebih banyak"Assalamu'alaikum."Wa'alaikumsalam.""Kesini ama siapa, Ma?" tanya Devan mendekat dan mencium punggung tangan Bu Lili setelah memasuki ruang tengah. "Dianterin Lea tadi.""Sudah makan Ma?""Eumm Sarah manjain kita dengan sayur asam juga pepes pindang." Jelas Bu Lili. Wanita paruh baya ibunya itu sedang duduk santai menikmati secangkir teh sambil menemani Shaka makan kue."Terus Sarah mana, Ma?""Baru saja masuk kamar, Dev.""Baru pulang, Ayah?" Shaka mengalihkan pandangannya ke arah Ayahnya itu."Iya, Sayang. Nih Ayah bawakan kamu martabak.""Makasih Ayah.""Ya. Ayah temui, Bunda dulu ya," Devan mengelus rambut Shaka. "Iya, Ayah.""Ma aku permisi masuk kamar dulu, ya. Gerah mau mandi," pamit Devan memberi alasan. Padahal hatinya sudah tidak sabar untuk menemui istrinya."Iya, sana biar seger." Pelan, Devan membuka kamar namun tak di dapati Sarah di sana dan kemudian Devan melangkah masuk menuju kamar mandi. Sarah mendengar suara shower yang menyala dari dalam kamar mandi. itu b
"Dengar semuanya, ini adalah putriku Sarah yang hilang. Yang pernah aku ceritakan waktu itu. Dan aku sudah menemukannya kembali. Kenalkan ini putriku.""Selamat Nyonya. Cantik seperti Nyonya. Semoga dengan hadirnya putrinya Sarah, Anda kembali sehat terus." Kata para asisten. "Aamiin.""Perkenalkan saya, Sarah. Saya seorang istri dan ibu dari seorang anak bernama Shaka.""Salam kenal, Non Sarah." Ucap para asisten. Sarah tersenyum. Lalu menganggukkan kepala. "Satu lagi, Mbak?" tanya Sando tersenyum simpul. "Apa?" tanya balik Sarah. "Suami Mbak Sarah belom.""Oh iya suami saya Devan, beliau masih bekerja belum bisa datang."Semua Asisten menganggukkan kepala. "Dan satu lagi Mbak Sarah sedang hamil."Sarah memukul lengan adiknya itu. "Auww sakit Mbak.""Sando reseh deh."Sando tertawa dan Semuanya pun ikut tertawa. Entah karena belum menyadari sesederhana itu bisa membuat Sarah bahagia. Yang jelas, hari ini Sarah terlalu bahagia hingga rasanya seperti sebuah mimpi. Rumah yang sa
Akhirnya mereka keluar, di sepanjang perjalanan Sarah hanya bingung menatap suaminya yang kebelet makan soto ayam kampung itu. Tujuan mereka adalah soto ayam kampung, tak lama mereka telah sampai di soto ayam kampung. Devan memesan tiga porsi soto. Membuat Sarah menggelengkan kepala. Kini tiga porsi soto sudah sampai di depan Devan. "Sayang kamu satu porsi saja ya. Nah yang dua ini aku."Sarah menggelenhkan kepala ragu. "Ya baiklah."Aroma wangi masakan khas soto ayam kampung menyambut penciuman Devan, saat pria itu menambahkan kecap juga cabai rawit dan langsung menyantapnya. Sarah sampai bingung melihatnya memakan dua porsi dalam sekejap. "Mas pelan-pelan makannya astaga."Devan tertawa kecil. "Iya.""Sudah kenyang?" tanya Sarah setelah melihat dua porsi itu habis. "Aku pengen rujak di depan itu."Kembali Sarah hanya mengangguk. "Hah.""Plis.""Ya baiklah."Selesai membayar Devan mengikuti Sarah yang lagi memesan rujak. "Bang satu rujak petis gak pedas ya," ujar Sarah sedikit be
"Aku tahu Mama banyak melakukan kesalahan karena meninggalkan Ayahmu tapi percayalah hanya ada nama Ayahmu dihati, Mama," ucap Bu Selin membuat Sarah tersadar ini lamunan indahnya. "Aku masih ingat jika Ayah selalu membicarakanmu, Ma." Mama Selin tersenyum. "Benarkah?" "Emm, aku masih ingat. Ayah bilang jika mama adalah Permaisuri hatinya." Bu Selin mengembun. "Ya, Mama yang salah, Nak." Sarah terdiam menatap wanita yang memucat itu. "Seperti apa wajah Ibuku, Ayah?" tanya Sarah pada lelaki yang masih muda kala itu. "Ibumu seperti bidadari, Nak. Kecantikannya sama seperti dirimu. Tidak ada seorang pun yang bisa menyaingi hatinya yang baik." Sarah begitu terluka saat mengingat itu, apalagi Neneknya bilang jika Ibunya sudah meninggal karena kecelakaan. Hati Sarah saat itu hancur. "Sarah." Panggil Bu Selin membuat Sarah tersadar dari lamunannya. "Iya, Ma." "Terima kasih telah memafkan, Mama." Sarah mengangguk. "Sarah juga terima kasih waktu itu mendonorkan darah untuk, Sa
Di ambang pintu, Devan berdiri canggung. Sedangkan Sarah menatap suaminya sekilas, berjalan lalu beralih menatap Devan lagi. "Mas?" Panggilan itu membuat Devan menoleh. "Kenapa, Sayang?" tanyanya. "Gak papa kenapa berdiri di situ." "Tidak apa-apa. Kamu cantik, baik, kenapa tak maafkan Bu Selin. Jangan sampai kamu menyesal kehilangannya." Kata Devan membuat Sarah menghentikannya langkahnya. Dan langkah Devan pun tidak beranjak sama sekali. "Temuilah Ibumu, Sayang." Sarah terdiam. "Aku tahu kamu kecewa. Tapi ibumu itu sering keluar masuk rumah sakit lo." Sarah masih diam, ia membawa nampan berisi secangkir kopi memberikannya pada Devan. "Kopinya, Mas." Devan mengangguk, lalu membiarkan Sarah melangkah meninggalkan dapur. "Sayang." "Ya aku dengar, Mas." "Kau juga memberikan aku kesempatan kedua, meskipun aku telah menyakitimu bukan. Ayolah kau ini istriku yang paling cantik dan baik." Bujuknya. Sarah hanya menarik senyuman di sudut bibirnya. "Bajumu bagus." Devan men
Malam kian larut. Sunyi yang terdengar hanya bunyi keyboard laptop dari ruang kerja Devan. Malam itu Devan kerja lembur di rumah. Ada beberapa kerjaan yang akan ditanganinya. Sarah gelisah tak bisa memejam, Kepalanya terasa nyeri ia berusaha mengatur napas agar tak terasa sesak. Sarah sudah masuk kamar sejak tadi. Biasanya ia akan menemani dan sedikit membantu jika Devan lembur. Tapi sekarang dirinya malas. Ia membaringkan tubuh di atas ranjang. Rasa pusing yang siang tadi diabaikan, Belum lagi dengan permasalahan yang di ciptakannya sendiri soal Ibunya itu. "Sayang, kok belom tidur sih?" tanya Devan mematikan laptopnya. "Gak bisa tidur, Mas.""Hmm. Mau dipeluk?""Mau.""Sini."Lagi-lagi Sarah diam tidak berkutik begitu melihat ke dalam legamnya bola mata elangnya. Seolah-olah separuh nyawa Sarah dibawa terbang dalam dekapannya. Keduanya saling memandang. Sarah tahu sayu netra Devan penuh rayuan. Dan membuatnya paham, sorot mata itu akan bermuara kemana. Bercinta.Benar saja, bibir
Turun dari mobil, Devan sedikit menjauh karena menerima panggilan telepon. Sarah melangkah masuk menunggu suaminya duduk di bangku rumah sakit. Selesai Devan menelepon mereka berjalan melewati koridor rumah sakit, menaiki lift dan turun di lantai tertinggi. Kali ini Sarah melihat suasana yang berbeda. Hati Sarah mendadak berdebar, semakin melangkah, debarannya pun kian kencang. Sekali lagi ini pertanda yang biasa Sarah sebentar lagi akan mengetahui hasil tesnya. Mereka akhirnya sampai di ruangan itu. "Sayang kamu siap?"Sarah terdiam memeganggi lengan Devan erat. "Sayang kamu baik-baik saja?" tanya Devan lagi. "Nervous, Mas.""Aku yakin kamu bisa terima kenyataan mana yang baik dan mana yang buruk. Kamu wanita hebat, dan mungkin aku tak akan bisa setegar kamu."Sarah mengangguk. "Pak Devan. Hasilnya sudah keluar silahkan masuk.""Ya."Setelah lebih dari sepuluh hari dalam penantian, akhirnya hari itu pun tiba. Hari dimana test DNA itu ke luar. Kali ini Sarah masuk ruangan lap bers
Ada banyak yang Sarah pikirkan, membuat kecemasan meningkat drastis. Pagi tadi Bu Lili menelepon mengajak Sarah untuk menemaninya. Dugaannya benar, pagi sekali Bu Lili sudah datang, tetapi kali ini meminta Sarah menemaninya periksa ke dokter gigi. "Serius enggak ikut?" tanyanya pada Shaka sang putra. "Enggak Bunda. Tapi belikan makanan saja ya."Sarah mengangguk. "Baiklah, Sayang."Sengaja mereka berangkat lebih pagi. Bahkan, Sarah juga sudah minta izin Devan via telepon. Di dalam mobil, Bu Lili berbicara panjang lebar pada Sarah. Menceritakan Lea yang tak kunjung punya kekasih. "Jadi ke Dokter pribadi apa ke rumah sakit langganan, Mama?" tanya Sarah pada mertuanya. "Enaknya gimana ya. Aduh, Mama sudah enggak tahan sakit banget, Sarah.""Ya kalau jam segini, ke Dokter saja Ma. Masih jam praktek di rumah juga."Bu Lili tersenyum dan mengangguk pelan, pertanda setuju perkataan Sarah. Mobil terparkir di Dokter spesialis gigi, mereka keluar dan masuk. Ternyata antre juga terpaksa mer
"Maksudnya?" tanya Bibi Nik tak mengerti. Bu Selin tersenyum menelan saliva. Kerongkongan terasa sangat tandus dan kering. "Setelah kepergianku Mas Hadi mencariku lagi dan kami diam-diam bertemu dan kembali menjalin hubungan setelahnya aku mengandung Sando. Lagi Papaku memisahkan kami lagi."Mak Nik hanya mengangguk pelan, seraya menatapnya. "Ya, Hadi pernah bilang padaku, jika ia sering menemuimu."Bu Selin mengangguk. "Kamu mirip sekali dengan Ayahmu. Nak." Bibi Nik juga ikut sesegukan. "Nggeh, Bibi.""Kasihan sekali kamu dan Sarah tak pernah bertemu."Sando hanya diam dan menunduk entah apa yang ada dalam pikirannya. Bu Selin mengatur napas dengan baik, entah ini yang terbaik atau sebaliknya yang jelas ingatan akan wajah almarhum itu tak pernah pudar. Selalu berorasi setiap waktunya berputar dalam ingatannya. Bulir bening berhasil lolos dari sudut matanya lagi. Ada rasa sesak di paru-paru yang membuat sulit untuk bernapas. Rasa sesak yang menghampiri membuat jatuh dalam keterpu
"Gadis yang bernama Sarah itu sudah tidak ada di sini dan sekarang saya tidak tahu keberadaannya."Dada Devan mendadak sesak, bagaimana caranya ia meminta maaf jika gadis itu selama ini menghilang, sudah beberapa kali Devan mencari namun tetap gadis itu menghilang bagai ditelan Bumi. Terakhir Devan mendapatkan alamat rumahnya yang baru pun para tetangganya tak tahu keberadaan gadis itu. "Ibu yakin tak mengenalnya?" tanyanya lagi. "Tidak karena saya membeli rumah ini juga lantaran Pak RT." Jelas wanita paruh baya itu. "Ibu tak pernah melihatnya?"Devan menunjukkan sebuah foto lawas. Foto gadis itu di masa lalu. Terlihat wajah Ibu itu berubah, sepertinya tak sanggup membuka mulut. Wanita paruh baya itu menatap Devan dengan ekspresi bersalah. Terlihat dari arah jalan ada laki-laki paruh baya itu berjalan mendekati Devan san Ibu itu. "Maaf, Ibu ngak tahu." Kata Ibu itu. "Pak RT, ini ada yang mencari seseorang." Wanita paruh baya itu memanggil Pak RT yang kebetulan lewat depan rumahnya...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen