Home / Romansa / Gadis Yang Kunodai / Sarah dan Putranya

Share

Sarah dan Putranya

Author: Purwa ningsih
last update Last Updated: 2025-01-09 08:23:55

Sementara Sarah menyiapkan kebutuhan putranya, karena besok adalah hari keberangkatan putra semata wayangnya menuntut ilmu agama ke pondok sebagai bekalnya kelak. Sarah membuat kue kesukaan putranya selesai ia berjalan ke arah putranya Shaka.

"Sudah selesai mengemas, Nak?" Sarah menghampiri putranya yang masih mengemas baju ke dalam tas.

Shaka mengangguk. "Bun, inilah yang aku rindu usapan dan perhatian Bunda padaku."

Sarah masih mengusap lembut di rambutnya.

Rasa sesak menyergap dada Sarah. Terlebih saat melihat putranya meneteskan air mata.

"Jangan menangis, nanti berat langkahmu pergi ninggalin Bunda."

Sarah segera mengusap air matanya dengan tangan. Mereka berpelukan sebentar, lalu melanjutkan lagi merapikan barang bawaan Shaka. Beres satu tas baju dan tiga kardus kecil barang jajanan juga susu renteng telah siap.

"Oke kita makan malam ya setelah itu kamu istirahat. Bunda tadi belikan baso kesukaan kamu."

Shaka tersenyum. "Baik Bunda."

Sarah tersenyum mengacak rambut putranya.

Ia hampir gil-a memperjuangkan hidup. Sarah mati-matian terlihat bahagia dan baik-baik saja di depan Shaka. Dihajar habis-habisan oleh keadaan yang menusuk pola pikir dan batin, tapi Sarah masih beruntung punya Shaka jika tidak ia pasti sudah gil-a. Tetes demi tetes air matanya terus mengalir membasahi wajah. Sarah berusaha menolak saat Shaka menariknya dalam pelukan. Pelukan yang kemudian terasa semakin erat saat bahu Sarah bergetar kencang.

"Bunda sudah jangan sedih ada Shaka di sini, Shaka akan baik-baik saja di Pondok," bisiknya di telinganya. Sarah mencengkram erat lengan kemejanya, menumpahkan tangis yang sempat tertahan.

"Bunda cuma terharu, saja. Ketika teman-tamanmu tak ingin ke pondok justru kamu ingin mondok, kamu memang jadi kebanggaan Bunda. Jadi anak yang pintar dan soleh ya, Nak."

"Iya Bunda."

Sarah mendongak dengan sisa air mata yang masih menetes, menatapnya masih dengan sisa kelembutan.

"Bisa, kan?" tanya Sarah pelan, tapi dengan sorot mata yang begitu dalam.

Sikap lembutnya seketika membuat air mata Sarah menetes semakin deras, seiring rasa sesak yang memenuhi dada.

"Apapun demi Bunda. Shaka bisa."

"Bunda mencintaimu, Nak."

"Shaka juga. Bunda tahu apa yang disampaikan oleh Ustadz pada Shaka."

"Apa?"

"Bahwa Allah tidak berjanji hidup itu mudah tapi Allah berjanji sesudah kesulitan pasti ada kemudahan."

"Ya itu benar, Nak."

"Semangat, Bunda."

"Eumm harus semangat. Selama ada Shaka Bunda akan baik-baik saja."

Malam hampir larut. Sarah menarik selimut menutup tubuh Shaka sebatas dada. Menyalakan kipas angin dengan suhu rendah agar Shaka bisa tidur dengan nyaman. Akhirnya Shaka tidur setelah meminta untuk membaca cerita.

***

Sarah menatap putranya senang. Jarang-jarang mereka berkumpul karena Shaka lebih memilih ke pondok, hanya liburan saja mereka bisa bercanda dan bersama.

"Ayo habiskan sarapannya," ucap Sarah membawa satu gelas susu untuk Shaka. Lalu meletakkannya di meja makan.

"Cepat makannya Nak, nanti kita terlambat."

"Iya Bunda."

"Sini, biar Bunda suapin." Sarah meraih sendok di tangan dan mulai menyuapinya.

"Bunda Shaka sudah besar. Sudah biasa makan sendiri."

"Shaka please."

Shaka tertawa melihat tingkah Bundanya. "Oke."

Shaka hanya diam memperhatikan Bundanya. Sesekali ia menyeruput susu terenak buatan Bundanya.

"Hari ini Bunda yang akan mengantar Shaka ke Pondok?" tanya Sarah sambil mengarahkan suapan terakhir untuk Shaka.

"Beneran?" tanya Shaka senang.

Sarah mengangguk.

"Asyik!"

Matahari sudah beranjak naik. Sarah sudah siap dengan sepeda motornya, Sarah gelisah menunggu Shaka di ambang pintu. Meremas tangannya mengusir kegusaran.

"Beneran Bunda jadi yang antar?" tanyanya seraya memakai kaos kaki.

"Ya seperti biasa. Siapa lagi?"

"Biasanya kan di titipkan ke Ayahnya Shakila."

"Ya waktu itu kan Bunda masuk kerja. Dan, kali ini Bunda ingin mengantar putra kesayangan Bunda."

Shaka mengangguk.

Sebelum berangkat Sarah memeluk dan menciumi kepala putranya berulang kali. Sarah menangis. Berat rasanya melepaskan putra kesayangannya ke pondok untuk menimba ilmu agama.

"Sudah jangan sedih, Bunda juga tiap jum'at jenguk Shaka kan?"

"Tapi Shaka tak tega jika Bunda di rumah sendirian."

"Oke tapi anak laki-laki tidak boleh cengeng."

"Padahal Bunda yang cengeng."

Sarah tertawa. "Iya benar."

Sarah mengusap kasar air mata di pipi agar tak ketahuan Shaka putranya. Menghirup napas sebanyak mungkin. Ia tidak boleh cengeng dihadapan putranya.

Kembali Shaka memeluk ibunya erat. "Bunda jaga diri ya."

"Eummm. Shaka juga."

"Kan aku banyak teman di pondok nah kalau Bunda?"

"Jangan khawatirin Bunda. Bunda bisa jaga diri."

"Oke."

"Sudah siap yuk berangkat."

"Ya Bun."

***

Jarak dari kampung ke kota lumayan jauh. Akhirnya Sarah mengantarkan Shaka ke pondok. Bismillaah. Do'a Sarah dalam hati agar memantapkan niat dan langkahnya berjuang mencari uang untuk kebutuhan dan biaya pondok untuk Shaka. Sesampainya di pondok tempat Shaka menimba ilmu, suasana pondok pagi itu begitu ramai, ratusan santri baru berkumpul bersama keluarga yang mengantar. Pun dengan Sarah ia sedang menunggu giliran untuk konsultasi pada Bu Nyai. Kini gilirannya menemui Bu Nyai dan menyerahkan kembali Shaka untuk kembali berjuang meraih ilmu yang bermanfaat.

"Shaka jaga diri baik-baik ingat jangan berantem, jangan membully teman dan semanggat belajar ya."

"Siap Bun."

"Bunda pulang ya."

"Bunda ngak kerja?"

"Kerja lah." Bohongnya.

"Ok hati-hati Bunda." Shaka memeluk Ibunya lama.

"Ya sudah sana masuk."

"Ya Bunda."

Sarah merasa sedih, pertama masuk pastilah semua diantarakan sama Ayah dan Ibunya sementara Shaka hanya melihat tanpa bertanya satu katapun padanya tentang Ayahnya. Sejujurnya Sarah juga tahu kegelisahan anaknya itu. Sakit itu berubah menjadi hawa panas. Hawa yang perlahan terasa menyesakkan, lalu panasnya menjalar ke mata hingga berubah menjadi buliran yang kembali membasahi pipi.

"Singkirkan kemarahan ini, Sarah! Jangan biarkan bayangan laki-laki itu menghancurkan keluarga kecilmu. Semua akan kembali baik-baik saja. Ya ... semua pasti baik-baik saja." Bisiknya dlaam hati.

Sarah bangkit dan berjalan ke arah parkir lalu kembali pulang. Meninggalkan separuh hatinya yang tertinggal di sana.

***

Jam istirahat telah mulai sejak tadi, tetapi Geasya juga belom kelihatan. Namun dengan sabar Sarah menunggu sahabatnya itu

"Sarah."

"Ge lama sekali ditungguin."

"Maaf banyak pasien. Gimana rencana kamu?" tanya Geasya.

"Belom tahu."

"Shaka sudah kembali ke pondok?"

Sarah mengangguk. "Ya aku habis mengantarkannya."

"Oh ada apa ke sini?"

"Mengambil sisa gajiku."

"Loh ngak otomatis masuk Rek."

Sarah menggulingkan kepala. "Tidak aku yang harus ke sini sekalian tanda tangan."

"Aneh jangan-jangan ulah Pak Beno."

"Sepertinya begitu."

Related chapters

  • Gadis Yang Kunodai   Ikutlah Bekerja Dengan Bibi

    Sesampainya di rumah Sarah membuka pintu dengan kunci lalu berlari menuju kamar meraih obat dalam tas yang baru saja ia beli dari apotik langganannya, lalu meminumnya dengan segelas air putih. Sarah tidak perlu obat itu lagi, meskipun sebenarnya ia sudah bosan minum obat. Bahkan sudah hampir dua tahun ia tak lagi mengonsumsi obat itu. Namun setelah dengar kabar soal laki-laki itu Sarah jadi ketakutan, Sarah memang depresi tapi tidak gil-a. Sarah sedikit tenang menatap hampa foto Shaka ia memeluknya, tubuhnya rubuh di pembaringan, lalu bangkit lagi duduk di lantai tangannya memeluk lutut, peristiwa kejam itu kembali terbayang dan membuatnya menggigil ketakutan."Sarah kamu dimana, Sarah."Wanita paruh baya itu mendengar isakan dari kamar Sarah. "Kamu kenapa Sarah?" tanya Bibi saat mengunjungi rumah Sarah. Kini Sarah meringkuk dengan tubuh dibasahi keringat.Sarah menggeleng.Bibinya menyentuh kening Sarah yang basah berpeluh. "Aku nggak apa-apa, Bi," ucap Sarah lirih."Kamu kambuh l

    Last Updated : 2025-01-09
  • Gadis Yang Kunodai   Abai Rasa

    Semenjak Bibi bekerja di rumah Pak Adiyasa jarang sekali ia menemui keponakannya Sarah, mereka jarang bertemu. Apalagi setelah Ayahnya Sarah meninggal. "Kamu baik-baik saja, kan?""Ya, aku baik-baik saja. Tadi aku hanya shok saja, Bi.""Bagaimana kabarnya Shaka?"Sarah tersenyum sambil mengangguk. "Aku baru pulang mengantarkan dia ke pondok Bi.""Padahal Bibi sudah rindu dengannya."Sarah tersenyum. "Aku dengar pondok Shaka lumanyan mahal ya Sarah.""Ya lumayan, Bi.""Makanya kamu harus sehat terus demi Shaka.""Tapi kadang, saat anak lain yang sedang diantar sama Ayahnya, ada rasa iri di dalam Shaka aku yakin itu. Temannya, masing-masing punya satu sosok yang dipanggil Ayah, tapi tidak dengan Shaka?"Bibi Nik menarik napas, "bersamamu saja sudah membuat Shaka tersenyum bahagia. Percayalah, bukankah mencari ilmu masuk akal daripada mempertanyakan satu sosok yang tak pernah dilihatnya?""Eumm Bibi benar.""Kalau setuju ikut bekerja sama Bibi. Ini telepon Bibi nanti Bibi jemput kamu y

    Last Updated : 2025-01-09
  • Gadis Yang Kunodai   Melamar Kerja

    Wanita anggun paruh baya itu membuka lembaran kertas yang berada di dalam amplop warna cokelat. Surat yang berisi lamaran kerja Sarah. Nyonya besar itu mencari seorang suster untuk mengasuh cucunya. "Nama kamu siapa?'' tanya wanita paruh baya anggun dan cantik itu menatap lekat ke arah wanita di depannya itu. "Sarah, Nyonya.""Nama lengkap?""Sarah Mia, Nyonya."Wanita paruh baya itu manggut-manggut."Sudah punya anak? Aku dengar dari Bibi jika kamu sudah punya seorang putra?"Sarah mengangguk. "Sudah, Nyonya."Wanita paruh baya itu menatap ke arah Sarah, lalu manggut-manggut. "Sudah tahu pekerjaanmu, menjaga cucuku?''Sarah menunduk. "Sudah, Nyonya.""Eummm. Jadi kamu seorang janda?" tanyanya penuh selidik. Sarah terdiam tak menjawab. Ia hanya menundukkan kepalanya tak berani menatap majikannya itu. "Sarah.""Eumm nggeh, Nyonya," jawabnya berbohong. "Aku ingin cucuku makan teratur. Dan rajin sekolah." Jelas wanita dengan gaya elegan dengan banyak perhiasan melekat ditubuhnya m

    Last Updated : 2025-01-10
  • Gadis Yang Kunodai   Sarah Kah Itu?

    Sarah hanya mengangguk dan menundukkan kepala. Sedangkan Devan masih fokus dengan ponselnya. "Devan ini lo kenalin dulu."Devan mendongak."Eh iya Ma."Sarah tersenyum dan menundukkan kepalanya kembali. Sekilas sebelum Sarah berbalik, Devan mendongak menatap wanita itu sesaat Devan membeku ia menemukan sepasang mata wanita itu. Sepasang mata teduh yang sudah membuatnya dulu jatuh hati. Beberapa tahun tak bertemu hampir Devan tidak mengenali. Tubuh kuning langsat itu kini tampak lebih menawan. Dengan hijab hampir Devan tak bisa mengenali wajah wanitanya dulu itu. DegDevan menatapannya masih sama menghanyutkan seperti dulu. Cantik wajahnya tak berubah sama sekali selain wajah yang terlihat sedikit dewasa namun tak mengurangi kecantikannya meskipun dengan dandanan sederhana. Sepersekian detik, mereka saling tatap dan Devan memalingkan wajah. Sedangkan Sarah kembali menunduk. Sampai Sarah menjauh pun, pandangannya tidak berhenti mengejar. Devan membeku Dia tak menyangka jika wanita it

    Last Updated : 2025-01-11
  • Gadis Yang Kunodai   Harta Dan Tahta

    Devan bingung apa benar itu Sarah wanita yang selama ini membuatnya dimabuk asmara. "Dev apa kamu masuk kantor hari ini?" tanya Sang Mama. Devan menggeleng. "Malas, Ma.""Lo kok gitu.""Pengen tidur seharian, Ma."Bu Lili mengangkat bahunya. "Oke. Tapi kamu baik-baik saja kan?""Aku baik, Ma.""Ya syukurlah."Melihat keanehan yang saat ini ditampakkan Sarah, ada rasa tak nyaman yang kemudian mulai menyambangi dada Devan. Debaran itu terasa jauh lebih kuat. Devan berusaha tenang sambil mengatur napas. Begitupun dengan Sarah yang merasa sedikit gemetar karena ketakutan. Mereka berdua saling terdiam saling memandang dengan pikiran berkecamuk."Eh Dev kamu mau kan antar Tiara sebentar, soalnya sopir mau anterin Mama keluar." Pinta sang Mama. Devan menatap Sarah sebentar. "Boleh, Ma."Tiara bersorak. "Asyik, tapi. Mbak Sarah ikut antar, kan?"GlekSarah menunduk. Jemarinya meremas ujung jilbab yang ia pakai. Sejujurnya ia sangat ketakutan. "Boleh. Sarah kamu antar Tiara ya, nanti pulan

    Last Updated : 2025-02-04
  • Gadis Yang Kunodai   Rawon Terenak

    "Sarah, oh dia baru kemarin datang. Kebetulan Tiara makin bandel jadi adikmu Dea kewalahan. Apalagi kan Dea bantuin kamu kerja. Jadi butuh suster untuk jagain Tiara." "Oh." Devan manggut-manggut ternyata baru kemarin Sarah bekerja di rumah Mamanya. "Cantik dia rajin mama suka. Dan sepertinya Tiara juga nyaman bersamanya." "Semoga saja, Ma." Gejolak bingung terhenti kala Mamanya kembali berbicara. Tidak ingin terlihat tidak sopan, Devan pun menyimak baik-baik ucapan Mamanya. Walaupun itu artinya Devan harus menyingkirkan sejenak tanda tanya yang sebelumnya muncul soal Sarah. Devan berusaha melebarkan bibir guna menciptakan senyum. Rasanya canggung sekali menanyakan soal Sarah lagi. "Wajah kamu agak pucat, Sayang? Kecapekan, ya?" Bu Lili memasang raut khawatir. "Ngak kok, Ma. Aku baik-baik saja." "Baik gimana orang bibir kamu juga kelihatan kering. Kurang minum itu?" "Mama aku baik-baik saja." "Baiklah. Yuk makan." Devan meringis. "Ngak lapar, Ma." "Apa aku minta Bibi untu

    Last Updated : 2025-02-05
  • Gadis Yang Kunodai   Mencari Sarah

    "Gadis yang bernama Sarah itu sudah tidak ada di sini dan sekarang saya tidak tahu keberadaannya."Dada Devan mendadak sesak, bagaimana caranya ia meminta maaf jika gadis itu selama ini menghilang, sudah beberapa kali Devan mencari namun tetap gadis itu menghilang bagai ditelan Bumi. Terakhir Devan mendapatkan alamat rumahnya yang baru pun para tetangganya tak tahu keberadaan gadis itu. "Ibu yakin tak mengenalnya?" tanyanya lagi. "Tidak karena saya membeli rumah ini juga lantaran Pak RT." Jelas wanita paruh baya itu. "Ibu tak pernah melihatnya?"Devan menunjukkan sebuah foto lawas. Foto gadis itu di masa lalu. Terlihat wajah Ibu itu berubah, sepertinya tak sanggup membuka mulut. Wanita paruh baya itu menatap Devan dengan ekspresi bersalah. Terlihat dari arah jalan ada laki-laki paruh baya itu berjalan mendekati Devan san Ibu itu. "Maaf, Ibu ngak tahu." Kata Ibu itu. "Pak RT, ini ada yang mencari seseorang." Wanita paruh baya itu memanggil Pak RT yang kebetulan lewat depan rumahnya

    Last Updated : 2025-01-08
  • Gadis Yang Kunodai   Meninggalkan Sarah

    Sarah berbalik menatap nanar Devan dengan mata basahnya, sedangkan Devan mengalihkan pandangan ke bawah tidak sanggup melihat wajah sedih gadis itu yang dia buat jadi seperti itu. "Aku tidak butuh maafmu, kau kejam," lirih Sarah.Sarah menangis berharap jika apa yang baru saja terjadi adalah sebuah mimpi buruk. "Aku … aku khilaf," ucap Devan."Kenapa kau lakukan perbuatan kejam ini? Kenapa?!" Teriak Sarah seraya menangis histris. Devan mencoba meraih tubuh gadis itu, tapi Sarah teriak mundur lagi mengibaskan tangannya menepis gapaian tangan Devan yang ingin memeluknya."Maaf, aku tadi mabuk dan aku, terbawa suasana," ungkapnya menundukkan kepala.Tampaknya Sarah putus asa dengan jawaban yang Devan berikan. "Kau tidak peduli bagaimana kehidupanku setelah ini." Protes Sarah."Lain kali aku tidak akan melakukan lagi, maafkan aku," ucap Devan sepelan mungkin."Hah lucu sekali kau telah memperko-saku, dan kau telah menghancurkan hidupku.""Maaf," ucap Devan menyerah."Pergi!!" Usir Sar

    Last Updated : 2025-01-08

Latest chapter

  • Gadis Yang Kunodai   Rawon Terenak

    "Sarah, oh dia baru kemarin datang. Kebetulan Tiara makin bandel jadi adikmu Dea kewalahan. Apalagi kan Dea bantuin kamu kerja. Jadi butuh suster untuk jagain Tiara." "Oh." Devan manggut-manggut ternyata baru kemarin Sarah bekerja di rumah Mamanya. "Cantik dia rajin mama suka. Dan sepertinya Tiara juga nyaman bersamanya." "Semoga saja, Ma." Gejolak bingung terhenti kala Mamanya kembali berbicara. Tidak ingin terlihat tidak sopan, Devan pun menyimak baik-baik ucapan Mamanya. Walaupun itu artinya Devan harus menyingkirkan sejenak tanda tanya yang sebelumnya muncul soal Sarah. Devan berusaha melebarkan bibir guna menciptakan senyum. Rasanya canggung sekali menanyakan soal Sarah lagi. "Wajah kamu agak pucat, Sayang? Kecapekan, ya?" Bu Lili memasang raut khawatir. "Ngak kok, Ma. Aku baik-baik saja." "Baik gimana orang bibir kamu juga kelihatan kering. Kurang minum itu?" "Mama aku baik-baik saja." "Baiklah. Yuk makan." Devan meringis. "Ngak lapar, Ma." "Apa aku minta Bibi untu

  • Gadis Yang Kunodai   Harta Dan Tahta

    Devan bingung apa benar itu Sarah wanita yang selama ini membuatnya dimabuk asmara. "Dev apa kamu masuk kantor hari ini?" tanya Sang Mama. Devan menggeleng. "Malas, Ma.""Lo kok gitu.""Pengen tidur seharian, Ma."Bu Lili mengangkat bahunya. "Oke. Tapi kamu baik-baik saja kan?""Aku baik, Ma.""Ya syukurlah."Melihat keanehan yang saat ini ditampakkan Sarah, ada rasa tak nyaman yang kemudian mulai menyambangi dada Devan. Debaran itu terasa jauh lebih kuat. Devan berusaha tenang sambil mengatur napas. Begitupun dengan Sarah yang merasa sedikit gemetar karena ketakutan. Mereka berdua saling terdiam saling memandang dengan pikiran berkecamuk."Eh Dev kamu mau kan antar Tiara sebentar, soalnya sopir mau anterin Mama keluar." Pinta sang Mama. Devan menatap Sarah sebentar. "Boleh, Ma."Tiara bersorak. "Asyik, tapi. Mbak Sarah ikut antar, kan?"GlekSarah menunduk. Jemarinya meremas ujung jilbab yang ia pakai. Sejujurnya ia sangat ketakutan. "Boleh. Sarah kamu antar Tiara ya, nanti pulan

  • Gadis Yang Kunodai   Sarah Kah Itu?

    Sarah hanya mengangguk dan menundukkan kepala. Sedangkan Devan masih fokus dengan ponselnya. "Devan ini lo kenalin dulu."Devan mendongak."Eh iya Ma."Sarah tersenyum dan menundukkan kepalanya kembali. Sekilas sebelum Sarah berbalik, Devan mendongak menatap wanita itu sesaat Devan membeku ia menemukan sepasang mata wanita itu. Sepasang mata teduh yang sudah membuatnya dulu jatuh hati. Beberapa tahun tak bertemu hampir Devan tidak mengenali. Tubuh kuning langsat itu kini tampak lebih menawan. Dengan hijab hampir Devan tak bisa mengenali wajah wanitanya dulu itu. DegDevan menatapannya masih sama menghanyutkan seperti dulu. Cantik wajahnya tak berubah sama sekali selain wajah yang terlihat sedikit dewasa namun tak mengurangi kecantikannya meskipun dengan dandanan sederhana. Sepersekian detik, mereka saling tatap dan Devan memalingkan wajah. Sedangkan Sarah kembali menunduk. Sampai Sarah menjauh pun, pandangannya tidak berhenti mengejar. Devan membeku Dia tak menyangka jika wanita it

  • Gadis Yang Kunodai   Melamar Kerja

    Wanita anggun paruh baya itu membuka lembaran kertas yang berada di dalam amplop warna cokelat. Surat yang berisi lamaran kerja Sarah. Nyonya besar itu mencari seorang suster untuk mengasuh cucunya. "Nama kamu siapa?'' tanya wanita paruh baya anggun dan cantik itu menatap lekat ke arah wanita di depannya itu. "Sarah, Nyonya.""Nama lengkap?""Sarah Mia, Nyonya."Wanita paruh baya itu manggut-manggut."Sudah punya anak? Aku dengar dari Bibi jika kamu sudah punya seorang putra?"Sarah mengangguk. "Sudah, Nyonya."Wanita paruh baya itu menatap ke arah Sarah, lalu manggut-manggut. "Sudah tahu pekerjaanmu, menjaga cucuku?''Sarah menunduk. "Sudah, Nyonya.""Eummm. Jadi kamu seorang janda?" tanyanya penuh selidik. Sarah terdiam tak menjawab. Ia hanya menundukkan kepalanya tak berani menatap majikannya itu. "Sarah.""Eumm nggeh, Nyonya," jawabnya berbohong. "Aku ingin cucuku makan teratur. Dan rajin sekolah." Jelas wanita dengan gaya elegan dengan banyak perhiasan melekat ditubuhnya m

  • Gadis Yang Kunodai   Abai Rasa

    Semenjak Bibi bekerja di rumah Pak Adiyasa jarang sekali ia menemui keponakannya Sarah, mereka jarang bertemu. Apalagi setelah Ayahnya Sarah meninggal. "Kamu baik-baik saja, kan?""Ya, aku baik-baik saja. Tadi aku hanya shok saja, Bi.""Bagaimana kabarnya Shaka?"Sarah tersenyum sambil mengangguk. "Aku baru pulang mengantarkan dia ke pondok Bi.""Padahal Bibi sudah rindu dengannya."Sarah tersenyum. "Aku dengar pondok Shaka lumanyan mahal ya Sarah.""Ya lumayan, Bi.""Makanya kamu harus sehat terus demi Shaka.""Tapi kadang, saat anak lain yang sedang diantar sama Ayahnya, ada rasa iri di dalam Shaka aku yakin itu. Temannya, masing-masing punya satu sosok yang dipanggil Ayah, tapi tidak dengan Shaka?"Bibi Nik menarik napas, "bersamamu saja sudah membuat Shaka tersenyum bahagia. Percayalah, bukankah mencari ilmu masuk akal daripada mempertanyakan satu sosok yang tak pernah dilihatnya?""Eumm Bibi benar.""Kalau setuju ikut bekerja sama Bibi. Ini telepon Bibi nanti Bibi jemput kamu y

  • Gadis Yang Kunodai   Ikutlah Bekerja Dengan Bibi

    Sesampainya di rumah Sarah membuka pintu dengan kunci lalu berlari menuju kamar meraih obat dalam tas yang baru saja ia beli dari apotik langganannya, lalu meminumnya dengan segelas air putih. Sarah tidak perlu obat itu lagi, meskipun sebenarnya ia sudah bosan minum obat. Bahkan sudah hampir dua tahun ia tak lagi mengonsumsi obat itu. Namun setelah dengar kabar soal laki-laki itu Sarah jadi ketakutan, Sarah memang depresi tapi tidak gil-a. Sarah sedikit tenang menatap hampa foto Shaka ia memeluknya, tubuhnya rubuh di pembaringan, lalu bangkit lagi duduk di lantai tangannya memeluk lutut, peristiwa kejam itu kembali terbayang dan membuatnya menggigil ketakutan."Sarah kamu dimana, Sarah."Wanita paruh baya itu mendengar isakan dari kamar Sarah. "Kamu kenapa Sarah?" tanya Bibi saat mengunjungi rumah Sarah. Kini Sarah meringkuk dengan tubuh dibasahi keringat.Sarah menggeleng.Bibinya menyentuh kening Sarah yang basah berpeluh. "Aku nggak apa-apa, Bi," ucap Sarah lirih."Kamu kambuh l

  • Gadis Yang Kunodai   Sarah dan Putranya

    Sementara Sarah menyiapkan kebutuhan putranya, karena besok adalah hari keberangkatan putra semata wayangnya menuntut ilmu agama ke pondok sebagai bekalnya kelak. Sarah membuat kue kesukaan putranya selesai ia berjalan ke arah putranya Shaka. "Sudah selesai mengemas, Nak?" Sarah menghampiri putranya yang masih mengemas baju ke dalam tas. Shaka mengangguk. "Bun, inilah yang aku rindu usapan dan perhatian Bunda padaku." Sarah masih mengusap lembut di rambutnya. Rasa sesak menyergap dada Sarah. Terlebih saat melihat putranya meneteskan air mata."Jangan menangis, nanti berat langkahmu pergi ninggalin Bunda." Sarah segera mengusap air matanya dengan tangan. Mereka berpelukan sebentar, lalu melanjutkan lagi merapikan barang bawaan Shaka. Beres satu tas baju dan tiga kardus kecil barang jajanan juga susu renteng telah siap."Oke kita makan malam ya setelah itu kamu istirahat. Bunda tadi belikan baso kesukaan kamu."Shaka tersenyum. "Baik Bunda."Sarah tersenyum mengacak rambut putranya

  • Gadis Yang Kunodai   Kehilangan

    "Istrimu keguguran lagi. Dokter bilang, kandungannya sudah lima minggu. Keguguran karena stres, kelelahan." Mamanya bicara pada Devan yang baru saja datang. Tak ada jawaban. Devan tak merespon perkataan Mamanya. Ia malas melakukan apa pun, termasuk bicara."Maaf, Mas."Devan memeluk istrinya dari belakang saat tengah melamun menatap ke luar jendela. Pandangannya terasa kosong. Lagi Zahira menangis. Devan membalikan tubuhnya menghadapnya. Menghapus air matanya perlahan. Mengecup keningnya lama istrinya terisak lalu memnamkan wajahnya di dada Devan. "Maaf.""Aku juga sedih, Sayang. Sudah jangan nangis lagi.""Mas.""Hmm?""Aku gak bisa memberikan kamu keturunan.""Kita bisa ya." Devan menenangkan istrinya. "Aku ngak yakin. Ini sudah kali ketiga aku keguguran, Mas."Devan menggelengkan kepala. "Kita usaha sama-sama ya."Kehilangan anak ternyata sesakit itu. Devan merutuki kejadian malam itu. Apa itu karmanya telah menyakiti Mia? Entahlah Kali ini perasaan Devan pada istrinya campur ad

  • Gadis Yang Kunodai   Meninggalkan Sarah

    Sarah berbalik menatap nanar Devan dengan mata basahnya, sedangkan Devan mengalihkan pandangan ke bawah tidak sanggup melihat wajah sedih gadis itu yang dia buat jadi seperti itu. "Aku tidak butuh maafmu, kau kejam," lirih Sarah.Sarah menangis berharap jika apa yang baru saja terjadi adalah sebuah mimpi buruk. "Aku … aku khilaf," ucap Devan."Kenapa kau lakukan perbuatan kejam ini? Kenapa?!" Teriak Sarah seraya menangis histris. Devan mencoba meraih tubuh gadis itu, tapi Sarah teriak mundur lagi mengibaskan tangannya menepis gapaian tangan Devan yang ingin memeluknya."Maaf, aku tadi mabuk dan aku, terbawa suasana," ungkapnya menundukkan kepala.Tampaknya Sarah putus asa dengan jawaban yang Devan berikan. "Kau tidak peduli bagaimana kehidupanku setelah ini." Protes Sarah."Lain kali aku tidak akan melakukan lagi, maafkan aku," ucap Devan sepelan mungkin."Hah lucu sekali kau telah memperko-saku, dan kau telah menghancurkan hidupku.""Maaf," ucap Devan menyerah."Pergi!!" Usir Sar

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status