Renjana Ayudya, jurnalis muda yang hidup dalam tekanan keluarga, bertemu kembali dengan Sagara — kakak kelas yang dulu sering meremehkannya — saat meliput konferensi pers. Meskipun pria itu sudah menjadi CEO sukses, tetapi kelakuannya tidak berubah kepada Renjana. Oleh karena itu, Renjana tidak menyangka bahwa Sagara justru akan menjadi sosok yang terus muncul dalam setiap langkah kariernya, memperumit hidupnya dengan sindiran, persaingan, dan tekanan, seolah ingin menjatuhkannya lagi seperti masa lalu.
View More10.30 – Proyek Candra LandRenjana berdiri mematung di tempatnya, menggigit bibir bawahnya dengan frustrasi.Sagara Bumantara Tirta benar-benar bukan tipe orang yang mudah diajak bicara.Pria itu bukan hanya dingin, tapi juga tak peduli—seolah waktu yang ia miliki terlalu berharga untuk dihabiskan sekadar meladeni seorang jurnalis magang."Astaga, bagaimana aku bisa menyelesaikan tugas ini kalau dia bahkan tidak mau menatapku lebih dari tiga detik?"Renjana menghembuskan napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya.Lalu, ia menoleh ke sekitar.Beberapa orang—terutama staf proyek yang memakai jas formal—tampak berbisik-bisik tentang interaksi kecilnya dengan Sagara tadi. Ada yang tersenyum simpul, ada yang mengangkat alis seolah kagum, dan ada pula yang justru tampak terkejut.Tunggu.Renjana menyipitkan mata saat memperhatikan seorang pria yang berdiri tak jauh darinya.Ia mengenakan kemeja biru tua dengan logo kecil bertuliskan Tirta Group di dada kirinya, dan ekspresinya terlihat
Pagi itu, Renjana terbangun lebih awal dari biasanya. Matanya masih terasa berat akibat begadang, tetapi semangat dalam dirinya terlalu besar untuk membiarkan rasa kantuk menang.Setelah mandi dan mengenakan setelan kerja yang rapi—blazer hitam, kemeja putih, dan celana panjang senada—ia menatap bayangannya di cermin."Aku harus terlihat profesional. Tidak boleh gugup."Ia meraih tasnya, memastikan catatan dan rekorder kecilnya sudah masuk, lalu bergegas keluar dari apartemen.---Sesampainya di Grand Hall Tirta Group, tempat konferensi pers akan berlangsung, Renjana melihat suasana sudah ramai. Para wartawan dari berbagai media berkumpul di depan pintu masuk, beberapa di antaranya sibuk berbincang, sementara lainnya mempersiapkan perlengkapan mereka.Keira, teman sesama anak magang, melambai ke arahnya. "Ren! Sini!"Renjana berjalan mendekat. "Udah lama datang?""Baru aja. Tapi lihat tuh, suasananya udah gila banget." Keira menunjuk ke arah para wartawan yang tampak sibuk memasang ka
Konferensi pers akhirnya selesai. Para jurnalis berhamburan keluar dari ruangan, sibukmengejar deadline, mengetik cepat di ponsel atau menelepon kantor. Suasana ramai,namun bagi Renjana, dunia seolah menyempit.Ia berjalan perlahan, menuruni anak tangga kecil menuju lorong hotel. Pundaknya terasapegal, pikirannya penuh. Tapi setidaknya — tugas utamanya hari ini sudah ia selesaikan.Atau begitulah pikirnya, sebelum sebuah sosok menghalangi jalannya.Sagara.Bersandar santai di dinding lorong, lengan terlipat di dada, seperti sengaja menunggu.Renjana berusaha bersikap biasa saja, menarik napas dalam-dalam. Ia mencobamelangkah melewati pria itu tanpa memulai percakapan, tapi suara Sagara menahanlangkahnya."Masih sama seperti dulu," gumamnya. Suaranya berat, rendah, namun penuh sindiran yangmenusuk. "Berusaha keras kelihatan hebat, padahal cuma anak bawang." lanjut pria itu.Renjana berhenti, membalikkan tubuh perlahan. Tatapan mereka bertabrakan di udara.Sagara men
.Langit abu-abu menaungi kota pagi itu. Gerimis tipis membasahi jalanan saat Renjana Ayudya turun dari bus, menenteng tas berisi buku catatan dan perekam suara.Ditangannya, kartu pers tergenggam erat — tanda resminya sebagai jurnalis muda Sentra Media.Hari ini, ia mendapat tugas pertamanya: menghadiri konferensi pers di Hotel Grand Marvell.Sebuah langkah kecil, tapi bagi Renjana, ini berarti dunia.Setibanya di kantor, Pak Arman, pemimpin redaksi, sudah menunggunya di meja.Tanpa banyak basa-basi, pria itu menyerahkan map berisi rundown acara."Fokus ke isu utama. Dengarkan baik-baik. Jangan ragu bertanya,"katanya sambil menatap Renjana dengan serius.Renjana mengangguk cepat. "Siap, Pak."Beberapa menit kemudian, ia kembali keluar, melawan hembusan angin dingin yang menerpa wajahnya. Di dalam perjalanan menuju hotel, pikirannya sibuk membayangkanberbagai kemungkinan: siapa saja yang akan hadir, apa yang harus ia tanyakan, bagaimanananti ia menulis berita pertamanya.Tiba di
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments