Share

Bab 4

Author: Pena_sihir
last update Last Updated: 2025-03-05 11:44:11

10.30 – Proyek Candra Land

Renjana berdiri mematung di tempatnya, menggigit bibir bawahnya dengan frustrasi.

Sagara Bumantara Tirta benar-benar bukan tipe orang yang mudah diajak bicara.

Pria itu bukan hanya dingin, tapi juga tak peduli—seolah waktu yang ia miliki terlalu berharga untuk dihabiskan sekadar meladeni seorang jurnalis magang.

"Astaga, bagaimana aku bisa menyelesaikan tugas ini kalau dia bahkan tidak mau menatapku lebih dari tiga detik?"

Renjana menghembuskan napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya.

Lalu, ia menoleh ke sekitar.

Beberapa orang—terutama staf proyek yang memakai jas formal—tampak berbisik-bisik tentang interaksi kecilnya dengan Sagara tadi. Ada yang tersenyum simpul, ada yang mengangkat alis seolah kagum, dan ada pula yang justru tampak terkejut.

Tunggu.

Renjana menyipitkan mata saat memperhatikan seorang pria yang berdiri tak jauh darinya.

Ia mengenakan kemeja biru tua dengan logo kecil bertuliskan Tirta Group di dada kirinya, dan ekspresinya terlihat penuh perhatian sejak tadi.

"Dia mungkin salah satu orang yang bekerja langsung di bawah Sagara," pikir Renjana cepat.

Tidak ingin membuang waktu, ia melangkah mendekat.

"Permisi," sapanya sopan.

Pria itu menoleh dan sedikit terkejut ketika melihat Renjana. Namun, ia segera tersenyum kecil.

"Oh, Anda jurnalis magang tadi, ya?"

Renjana mengangguk. "Betul. Saya Renjana."

"Nama saya Adrian," balasnya sambil mengulurkan tangan. "Saya bagian dari tim perencanaan proyek ini."

Renjana segera menangkap kesempatan.

"Kalau begitu, Anda pasti cukup sering bertemu dengan Tuan Sagara, bukan?" tanyanya, mencoba terlihat kasual.

Adrian terkekeh pelan. "Tuan Sagara memang pemilik perusahaan, tapi dia tidak selalu hadir dalam rapat kecil seperti ini. Hanya jika ada hal yang sangat penting."

Renjana mengangguk paham. "Berarti, kalau dia datang hari ini, pasti ada sesuatu yang besar, ya?"

Adrian menatapnya sejenak sebelum tersenyum tipis.

"Anda cukup pintar untuk menyadarinya," katanya. "Benar, hari ini beliau datang untuk meninjau perkembangan proyek ini langsung. Beliau tipe yang sangat perfeksionis. Tidak ada yang boleh keluar dari rencana."

"Perfeksionis, ya?" pikir Renjana.

Ia kemudian mencoba mendekat lagi.

"Kalau boleh tahu, Tuan Sagara memang selalu sesibuk ini?"

Adrian tertawa kecil. "Selalu. Bahkan mungkin lebih sibuk daripada yang bisa Anda bayangkan."

Renjana menatapnya penuh minat. "Lalu… apakah ada cara untuk bisa berbicara dengannya secara lebih santai?"

Adrian menatap Renjana dengan tatapan penuh arti.

"Santai?" ulangnya. "Saya ragu ada satu orang pun yang bisa berbicara santai dengan beliau. Bahkan di rapat resmi, beliau hanya berbicara jika perlu."

Renjana mengerjapkan mata.

"Jadi dia memang sedingin itu."

Namun, bukannya mundur, hal ini justru semakin membangkitkan rasa penasaran Renjana.

"Apa dia juga tidak pernah menerima wawancara media sebelumnya?" tanyanya lagi.

Adrian menghela napas, kemudian mengangkat bahu.

"Kalau wawancara, mungkin pernah. Tapi hanya dalam kondisi tertentu dan dengan media besar," katanya. "Lagi pula, orang-orang di perusahaan ini sudah tahu kalau mendekati Tuan Sagara itu seperti mendekati tembok es."

"Tembok es?"

Renjana tertawa kecil dalam hati.

"Menarik sekali."

Ia tidak menyangka bahwa bos besar Tirta Group ini lebih sulit ditembus daripada dugaan awalnya.

Namun, justru karena itulah, Renjana menjadi semakin tertantang.

13.00 – Kembali ke Kantor Sentra Media

Sesampainya di kantor, Renjana langsung menuju meja kerjanya dan menghidupkan laptop.

Saat ia sibuk mengetik ulang catatan wawancaranya dengan Adrian, tiba-tiba sebuah suara familiar terdengar di dekatnya.

"Renjana."

Renjana menoleh dan menemukan Mas Rakha berdiri di sampingnya, kedua tangannya disilangkan di dada.

Raut wajah pria itu tidak terlihat senang.

"Gimana hasilnya?" tanyanya, suaranya sedikit ketus.

Renjana menghela napas.

"Sagara Bumantara Tirta benar-benar tidak bisa ditembus," katanya jujur.

Mas Rakha mengangkat alis, jelas tidak puas dengan jawaban itu.

"Kamu menyerah begitu saja?"

"Tentu saja tidak," balas Renjana cepat. "Aku hanya sedang menyusun strategi baru."

Mas Rakha terdiam sejenak, sebelum akhirnya mengangguk kecil.

"Bagus," katanya. "Tapi cepatlah. Berita ini tidak bisa menunggu terlalu lama."

Setelah mengucapkan itu, pria itu pun pergi, meninggalkan Renjana yang kembali merenung.

"Strategi baru, ya?"

Ia menatap layar laptopnya yang masih terbuka.

Kalau mendekati Sagara lewat wawancara langsung tidak mungkin, maka mungkin ia harus mencoba pendekatan lain.

"Aku harus mencari tahu lebih banyak tentang kehidupannya."

"Mungkin ada sesuatu yang bisa kugunakan untuk membuatnya berbicara."

22.00 – Apartemen Renjana

Renjana duduk di meja kerjanya, menelusuri berbagai berita dan artikel tentang Sagara Bumantara Tirta.

Namun, semakin banyak ia membaca, semakin ia sadar bahwa informasi tentang pria itu sangat terbatas.

Tidak ada wawancara mendalam.

Tidak ada kehidupan pribadi yang terekspos.

Hanya ada artikel bisnis, berita proyek, dan spekulasi tentang bagaimana dia mengelola Tirta Group dengan tangan besi.

"Ini semakin aneh."

Bagaimana mungkin seorang CEO besar tidak memiliki sedikit pun informasi pribadi yang bocor ke media?

Renjana menggigit bibirnya, matanya berkilat-kilat penuh antusiasme.

"Sepertinya aku benar-benar menemukan seseorang yang menarik."

Dan aku tidak akan berhenti sampai aku bisa berbicara dengannya.

23.30 – Apartemen Renjana

Renjana masih terjaga, mata hitamnya tajam menatap layar laptop, sementara jemarinya terus bergerak di atas keyboard.

Ia sudah membuka hampir semua berita yang membahas tentang Sagara Bumantara Tirta, namun tidak ada satu pun yang memberikan informasi personal tentang pria itu.

Hanya ada laporan tentang kesuksesan bisnisnya, merger perusahaan, serta proyek-proyek besar yang ia tangani.

"Seakan-akan dia hanya hidup untuk bisnisnya," gumam Renjana dalam hati.

Namun, ada satu hal yang membuatnya semakin tertarik—semua berita tentang Sagara terasa sangat ‘terkontrol’.

Tidak ada wawancara pribadi.

Tidak ada rumor.

Tidak ada gosip sensasional seperti yang biasa muncul tentang para konglomerat.

"Seseorang pasti mengendalikan semua berita tentangnya," pikirnya.

Tapi siapa?

Renjana menggerakkan kursinya ke belakang, meregangkan punggungnya yang sudah mulai kaku karena terlalu lama duduk.

Pikirannya masih sibuk mencari cara untuk bisa mendekati pria itu.

Jelas, mengandalkan wawancara formal tidak akan berhasil.

Sagara terlalu tertutup dan terlalu eksklusif.

Jika ingin mendapatkan informasi yang menarik, Renjana harus menggunakan strategi yang berbeda.

Tapi apa?

Tring!

Sebuah pesan masuk di layar ponselnya, memecah lamunannya.

> Mas Rakha

"Ren, sudah ada perkembangan soal wawancara Sagara?"

Renjana menatap pesan itu dengan ragu sebelum akhirnya membalas.

> "Belum, Mas. Dia terlalu sulit ditembus."

Tak butuh waktu lama sebelum balasan dari Mas Rakha masuk kembali.

> "Kalau begitu, cari cara lain. Aku tidak mau kamu gagal di tugas pertamamu."

Renjana menghela napas.

"Ya Tuhan, seakan aku tidak tahu itu," pikirnya kesal.

Namun, alih-alih menyerah, tekadnya justru semakin kuat.

"Baiklah. Kalau aku tidak bisa mendekatinya sebagai jurnalis, maka aku harus menciptakan situasi di mana dia TIDAK punya pilihan selain berbicara denganku."

09.00 – Kantor Sentra Media

Keesokan harinya, Renjana datang ke kantor lebih awal.

Namun, belum sempat ia duduk, gadis magang lain yang bekerja di divisi berbeda menghampirinya.

"Aku dengar kamu dapat tugas wawancara Sagara Bumantara Tirta?" tanya gadis itu dengan nada penuh rasa ingin tahu.

Renjana menoleh ke arahnya, sedikit terkejut.

"Ya. Tapi kenapa?"

Gadis itu, yang belakangan Renjana ketahui bernama Nadia, tersenyum kecil.

"Kamu tahu nggak kalau pria itu bisa dibilang hampir mustahil untuk diwawancara?"

Renjana mengangguk pelan. "Aku sudah menyadarinya."

Nadia tertawa kecil.

"Tapi ada satu hal menarik," katanya, mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, seolah akan membisikkan sesuatu yang penting.

"Apa?" Renjana ikut mendekat.

"Aku dengar… dia sangat membenci wartawan."

Renjana membelalakkan matanya.

"Membenci wartawan?"

"Ya," lanjut Nadia, "aku tidak tahu kenapa, tapi dari yang kudengar, dia selalu menolak permintaan wawancara dari media, kecuali dalam kondisi tertentu."

"Kondisi tertentu?"

Renjana semakin penasaran.

"Apa ada yang tahu kenapa dia membenci wartawan?" tanyanya.

Nadia menggeleng. "Itu masih misteri. Bahkan media besar pun tidak pernah berhasil menggali informasi pribadinya."

Renjana terdiam sejenak, mencerna informasi itu.

"Jadi, bukan hanya dia sulit diwawancarai, tapi dia juga membenci wartawan?"

"Lalu, kenapa perusahaan besar seperti Tirta Group tetap muncul di berita kalau CEO-nya membenci media?"

Ada sesuatu yang aneh di sini.

Dan Renjana bertekad untuk mencari tahu lebih banyak.

11.00 – Mencoba Strategi Baru

Siang itu, Renjana duduk di meja kerjanya, menyusun rencana baru.

"Jika dia membenci wartawan, maka mendekatinya sebagai jurnalis jelas bukan pilihan."

"Tapi bagaimana kalau aku mendekatinya dari sudut pandang lain?"

Renjana mengusap dagunya, berpikir keras.

Tiba-tiba, sebuah ide muncul di kepalanya.

"Bagaimana kalau aku berpura-pura menjadi investor kecil yang ingin tahu lebih banyak tentang bisnisnya?"

"Atau mungkin, aku bisa mencari tahu tentang event atau seminar yang akan dia hadiri."

Itu mungkin bisa menjadi kesempatan emas.

"Kalau aku bisa mendekatinya dalam suasana yang lebih santai, dia mungkin tidak akan langsung mengabaikanku."

Dengan cepat, Renjana mulai mencari informasi tentang acara atau pertemuan bisnis yang akan dihadiri oleh Sagara.

Dan akhirnya, setelah beberapa menit menelusuri internet…

Bingo!

Di sebuah situs berita ekonomi, ia menemukan informasi tentang seminar bisnis tertutup yang akan digelar minggu depan.

Seminar itu akan membahas tentang investasi dan perkembangan bisnis properti—dan Sagara Bumantara Tirta adalah salah satu pembicara utamanya.

"Inilah kesempatanku!"

Namun, ada satu masalah besar.

Seminar itu hanya bisa dihadiri oleh undangan khusus.

"Aku harus mencari cara untuk bisa masuk ke acara itu."

Dengan semangat baru, Renjana segera mencari tahu bagaimana ia bisa mendapatkan akses ke acara tersebut.

Ia tidak peduli seberapa sulitnya.

Dia akan menemukan jalan.

Karena kali ini, ia tidak hanya ingin mewawancarai Sagara.

Ia ingin memahami pria misterius itu lebih dalam.

07.30 – Apartemen Renjana

Renjana menatap undangan seminar bisnis di layar laptopnya.

Seminar itu akan digelar di salah satu hotel bintang lima di pusat kota—acara eksklusif, hanya untuk investor, eksekutif, dan tokoh penting di dunia bisnis.

Masalahnya?

Renjana tidak termasuk dalam kategori mana pun.

Ia menghela napas, mencoba mencari celah.

"Aku bisa menyamar sebagai investor, tapi bagaimana cara masuk tanpa undangan resmi?"

Ia kembali menelusuri situs acara itu, mencari informasi tambahan.

Setelah beberapa menit membaca, ia menemukan sesuatu yang menarik.

Ada satu bagian di website yang bertuliskan:

> “Tiket VIP hanya tersedia untuk tamu undangan.

Namun, beberapa kuota terbatas dibuka untuk wartawan bisnis yang telah terverifikasi.”

Renjana langsung duduk tegak.

"Ini dia! Aku bisa masuk sebagai wartawan bisnis!"

Tapi sebelum ia terlalu bersemangat, ia membaca lebih lanjut.

> “Hanya media yang telah mendaftar dan mendapatkan persetujuan yang diperbolehkan meliput.”

"Jadi, aku harus meminta izin dulu?"

Renjana menggigit bibirnya, berpikir keras.

Kalau ia meminta izin resmi dari kantor, risikonya besar.

Karena jika Sagara tahu ia dari media, kemungkinan besar pria itu akan langsung menghindarinya.

"Aku harus masuk dengan cara lain."

Satu-satunya pilihan?

Menyusup.

09.00 – Kantor Sentra Media

Setibanya di kantor, Renjana langsung mencari informasi lebih lanjut.

Ia menemukan bahwa Sentra Media memang mendapatkan beberapa undangan untuk wartawan bisnisnya.

Tapi masalahnya, undangan itu hanya diberikan kepada senior—bukan anak magang seperti dirinya.

Saat ia masih berpikir, Mas Rakha tiba-tiba datang menghampirinya.

“Kamu masih belum dapat akses ke Sagara?” tanyanya.

Renjana menggeleng.

“Dia benar-benar tertutup, Mas,” jawabnya jujur.

Mas Rakha menghela napas.

"Aku bisa coba bicara ke atas, mungkin bisa ada pengecualian," katanya.

Renjana langsung menatapnya penuh harapan.

“Serius, Mas?”

“Tapi ada syaratnya,” Mas Rakha menyipitkan matanya.

“Syarat?”

“Kamu harus bisa mendapatkan informasi eksklusif yang belum pernah muncul di media mana pun.”

Renjana terdiam.

"Itu artinya aku harus menggali sesuatu yang bahkan media besar pun tidak tahu."

"Bagaimana kalau aku benar-benar masuk ke seminar itu dan melihat sendiri bagaimana Sagara berinteraksi dengan orang-orang di sana?"

Ia menatap Mas Rakha dengan penuh tekad.

“Baik, Mas. Aku akan mencari informasi yang tidak biasa.”

Mas Rakha tersenyum kecil.

“Kita lihat saja nanti.”

20.00 – Hari Sebelum Seminar

Renjana duduk di kamarnya, mencari cara untuk masuk ke acara itu tanpa ketahuan.

Dan akhirnya, ia menemukan satu jalan.

Pendaftaran peserta akan dibuka satu jam sebelum acara dimulai.

Dan dari daftar yang ia lihat, ada seorang wartawan dari media lain yang bernama hampir sama dengannya.

"Jika aku bisa mendahului orang itu, mungkin aku bisa menyamar."

Ini memang rencana yang berisiko.

Tapi ini satu-satunya cara.

08.00 – Hari Seminar

Renjana berpakaian rapi, mengenakan blazer dan celana panjang hitam, serta sepatu hak rendah.

Dengan ID card palsu yang ia buat semalam, ia berjalan ke meja registrasi.

Ia berusaha menenangkan detak jantungnya yang berpacu.

"Tolong jangan ada masalah."

Seorang wanita di meja registrasi tersenyum padanya.

“Nama?”

Renjana menelan ludah.

Ini saatnya.

“Ren—”

Namun, sebelum ia bisa menyebutkan nama yang ia rencanakan…

Suara berat yang sangat dingin terdengar di belakangnya.

“Dia bukan dari media.”

Jantung Renjana langsung berhenti.

Darahnya membeku.

Suara itu…

Sagara Bumantara Tirta.

Ia perlahan menoleh ke belakang.

Dan benar saja—pria itu berdiri di sana, mengenakan jas hitam dengan kemeja putih yang terbuka di bagian kerahnya.

Tatapan matanya tajam dan penuh penilaian.

Ia menatap langsung ke mata Renjana dengan ekspresi datar yang mengintimidasi.

Sejenak, Renjana tidak bisa bergerak.

Namun, ia tahu satu hal.

Ia tertangkap basah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Breaking News: Aku Jatuh Cinta   Bab 1 ~ konferensi pers

    .Langit abu-abu menaungi kota pagi itu. Gerimis tipis membasahi jalanan saat Renjana Ayudya turun dari bus, menenteng tas berisi buku catatan dan perekam suara.Ditangannya, kartu pers tergenggam erat — tanda resminya sebagai jurnalis muda Sentra Media.Hari ini, ia mendapat tugas pertamanya: menghadiri konferensi pers di Hotel Grand Marvell.Sebuah langkah kecil, tapi bagi Renjana, ini berarti dunia.Setibanya di kantor, Pak Arman, pemimpin redaksi, sudah menunggunya di meja.Tanpa banyak basa-basi, pria itu menyerahkan map berisi rundown acara."Fokus ke isu utama. Dengarkan baik-baik. Jangan ragu bertanya,"katanya sambil menatap Renjana dengan serius.Renjana mengangguk cepat. "Siap, Pak."Beberapa menit kemudian, ia kembali keluar, melawan hembusan angin dingin yang menerpa wajahnya. Di dalam perjalanan menuju hotel, pikirannya sibuk membayangkanberbagai kemungkinan: siapa saja yang akan hadir, apa yang harus ia tanyakan, bagaimanananti ia menulis berita pertamanya.Tiba di

    Last Updated : 2025-03-02
  • Breaking News: Aku Jatuh Cinta   Bab 2 ~ undangan khusus

    Konferensi pers akhirnya selesai. Para jurnalis berhamburan keluar dari ruangan, sibukmengejar deadline, mengetik cepat di ponsel atau menelepon kantor. Suasana ramai,namun bagi Renjana, dunia seolah menyempit.Ia berjalan perlahan, menuruni anak tangga kecil menuju lorong hotel. Pundaknya terasapegal, pikirannya penuh. Tapi setidaknya — tugas utamanya hari ini sudah ia selesaikan.Atau begitulah pikirnya, sebelum sebuah sosok menghalangi jalannya.Sagara.Bersandar santai di dinding lorong, lengan terlipat di dada, seperti sengaja menunggu.Renjana berusaha bersikap biasa saja, menarik napas dalam-dalam. Ia mencobamelangkah melewati pria itu tanpa memulai percakapan, tapi suara Sagara menahanlangkahnya."Masih sama seperti dulu," gumamnya. Suaranya berat, rendah, namun penuh sindiran yangmenusuk. "Berusaha keras kelihatan hebat, padahal cuma anak bawang." lanjut pria itu.Renjana berhenti, membalikkan tubuh perlahan. Tatapan mereka bertabrakan di udara.Sagara men

    Last Updated : 2025-03-02
  • Breaking News: Aku Jatuh Cinta   Bab 3~Konferensi pers

    Pagi itu, Renjana terbangun lebih awal dari biasanya. Matanya masih terasa berat akibat begadang, tetapi semangat dalam dirinya terlalu besar untuk membiarkan rasa kantuk menang.Setelah mandi dan mengenakan setelan kerja yang rapi—blazer hitam, kemeja putih, dan celana panjang senada—ia menatap bayangannya di cermin."Aku harus terlihat profesional. Tidak boleh gugup."Ia meraih tasnya, memastikan catatan dan rekorder kecilnya sudah masuk, lalu bergegas keluar dari apartemen.---Sesampainya di Grand Hall Tirta Group, tempat konferensi pers akan berlangsung, Renjana melihat suasana sudah ramai. Para wartawan dari berbagai media berkumpul di depan pintu masuk, beberapa di antaranya sibuk berbincang, sementara lainnya mempersiapkan perlengkapan mereka.Keira, teman sesama anak magang, melambai ke arahnya. "Ren! Sini!"Renjana berjalan mendekat. "Udah lama datang?""Baru aja. Tapi lihat tuh, suasananya udah gila banget." Keira menunjuk ke arah para wartawan yang tampak sibuk memasang ka

    Last Updated : 2025-03-05

Latest chapter

  • Breaking News: Aku Jatuh Cinta   Bab 4

    10.30 – Proyek Candra LandRenjana berdiri mematung di tempatnya, menggigit bibir bawahnya dengan frustrasi.Sagara Bumantara Tirta benar-benar bukan tipe orang yang mudah diajak bicara.Pria itu bukan hanya dingin, tapi juga tak peduli—seolah waktu yang ia miliki terlalu berharga untuk dihabiskan sekadar meladeni seorang jurnalis magang."Astaga, bagaimana aku bisa menyelesaikan tugas ini kalau dia bahkan tidak mau menatapku lebih dari tiga detik?"Renjana menghembuskan napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya.Lalu, ia menoleh ke sekitar.Beberapa orang—terutama staf proyek yang memakai jas formal—tampak berbisik-bisik tentang interaksi kecilnya dengan Sagara tadi. Ada yang tersenyum simpul, ada yang mengangkat alis seolah kagum, dan ada pula yang justru tampak terkejut.Tunggu.Renjana menyipitkan mata saat memperhatikan seorang pria yang berdiri tak jauh darinya.Ia mengenakan kemeja biru tua dengan logo kecil bertuliskan Tirta Group di dada kirinya, dan ekspresinya terlihat

  • Breaking News: Aku Jatuh Cinta   Bab 3~Konferensi pers

    Pagi itu, Renjana terbangun lebih awal dari biasanya. Matanya masih terasa berat akibat begadang, tetapi semangat dalam dirinya terlalu besar untuk membiarkan rasa kantuk menang.Setelah mandi dan mengenakan setelan kerja yang rapi—blazer hitam, kemeja putih, dan celana panjang senada—ia menatap bayangannya di cermin."Aku harus terlihat profesional. Tidak boleh gugup."Ia meraih tasnya, memastikan catatan dan rekorder kecilnya sudah masuk, lalu bergegas keluar dari apartemen.---Sesampainya di Grand Hall Tirta Group, tempat konferensi pers akan berlangsung, Renjana melihat suasana sudah ramai. Para wartawan dari berbagai media berkumpul di depan pintu masuk, beberapa di antaranya sibuk berbincang, sementara lainnya mempersiapkan perlengkapan mereka.Keira, teman sesama anak magang, melambai ke arahnya. "Ren! Sini!"Renjana berjalan mendekat. "Udah lama datang?""Baru aja. Tapi lihat tuh, suasananya udah gila banget." Keira menunjuk ke arah para wartawan yang tampak sibuk memasang ka

  • Breaking News: Aku Jatuh Cinta   Bab 2 ~ undangan khusus

    Konferensi pers akhirnya selesai. Para jurnalis berhamburan keluar dari ruangan, sibukmengejar deadline, mengetik cepat di ponsel atau menelepon kantor. Suasana ramai,namun bagi Renjana, dunia seolah menyempit.Ia berjalan perlahan, menuruni anak tangga kecil menuju lorong hotel. Pundaknya terasapegal, pikirannya penuh. Tapi setidaknya — tugas utamanya hari ini sudah ia selesaikan.Atau begitulah pikirnya, sebelum sebuah sosok menghalangi jalannya.Sagara.Bersandar santai di dinding lorong, lengan terlipat di dada, seperti sengaja menunggu.Renjana berusaha bersikap biasa saja, menarik napas dalam-dalam. Ia mencobamelangkah melewati pria itu tanpa memulai percakapan, tapi suara Sagara menahanlangkahnya."Masih sama seperti dulu," gumamnya. Suaranya berat, rendah, namun penuh sindiran yangmenusuk. "Berusaha keras kelihatan hebat, padahal cuma anak bawang." lanjut pria itu.Renjana berhenti, membalikkan tubuh perlahan. Tatapan mereka bertabrakan di udara.Sagara men

  • Breaking News: Aku Jatuh Cinta   Bab 1 ~ konferensi pers

    .Langit abu-abu menaungi kota pagi itu. Gerimis tipis membasahi jalanan saat Renjana Ayudya turun dari bus, menenteng tas berisi buku catatan dan perekam suara.Ditangannya, kartu pers tergenggam erat — tanda resminya sebagai jurnalis muda Sentra Media.Hari ini, ia mendapat tugas pertamanya: menghadiri konferensi pers di Hotel Grand Marvell.Sebuah langkah kecil, tapi bagi Renjana, ini berarti dunia.Setibanya di kantor, Pak Arman, pemimpin redaksi, sudah menunggunya di meja.Tanpa banyak basa-basi, pria itu menyerahkan map berisi rundown acara."Fokus ke isu utama. Dengarkan baik-baik. Jangan ragu bertanya,"katanya sambil menatap Renjana dengan serius.Renjana mengangguk cepat. "Siap, Pak."Beberapa menit kemudian, ia kembali keluar, melawan hembusan angin dingin yang menerpa wajahnya. Di dalam perjalanan menuju hotel, pikirannya sibuk membayangkanberbagai kemungkinan: siapa saja yang akan hadir, apa yang harus ia tanyakan, bagaimanananti ia menulis berita pertamanya.Tiba di

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status