Home / Romansa / Breaking News: Aku Jatuh Cinta / Bab 2 ~ undangan khusus

Share

Bab 2 ~ undangan khusus

Author: Pena_sihir
last update Last Updated: 2025-03-02 10:34:50

Konferensi pers akhirnya selesai. Para jurnalis berhamburan keluar dari ruangan, sibuk

mengejar deadline, mengetik cepat di ponsel atau menelepon kantor. Suasana ramai,

namun bagi Renjana, dunia seolah menyempit.

Ia berjalan perlahan, menuruni anak tangga kecil menuju lorong hotel. Pundaknya terasa

pegal, pikirannya penuh. Tapi setidaknya — tugas utamanya hari ini sudah ia selesaikan.

Atau begitulah pikirnya, sebelum sebuah sosok menghalangi jalannya.

Sagara.

Bersandar santai di dinding lorong, lengan terlipat di dada, seperti sengaja menunggu.

Renjana berusaha bersikap biasa saja, menarik napas dalam-dalam. Ia mencoba

melangkah melewati pria itu tanpa memulai percakapan, tapi suara Sagara menahan

langkahnya.

"Masih sama seperti dulu," gumamnya. Suaranya berat, rendah, namun penuh sindiran yang

menusuk. "Berusaha keras kelihatan hebat, padahal cuma anak bawang." lanjut pria itu.

Renjana berhenti, membalikkan tubuh perlahan. Tatapan mereka bertabrakan di udara.

Sagara menatapnya dari atas ke bawah, seperti sedang menilai sebuah barang dagangan

yang tidak layak dipajang. Ia mendorong tubuhnya menjauh dari dinding, mendekat dengan

langkah santai namun penuh tekanan.

Renjana tidak mundur. Ia menguatkan dirinya, walau di dalam, ada percikan amarah yang

mulai menyala.

Sagara berhenti hanya satu langkah di depannya, cukup dekat hingga Renjana bisa

mencium aroma maskulin dari parfum mahalnya.

"Kau tahu, aku nyaris tidak mengenalimu tadi," katanya, sudut bibirnya melengkung

membentuk dalam senyum mengejek.

"Kupikir kau sudah menyerah saja pada hidupmu, setelah dulu selalu di bawah

bayang-bayang orang lain."

Renjana mengepalkan jemarinya dalam-dalam. Ia ingat betul, di masa SMA dulu, Sagara

selalu punya cara untuk membuatnya merasa tidak cukup baik. Kini, bertahun-tahun berlalu,

pria itu masih sama. Atau mungkin, lebih kejam.

Ia mengangkat dagunya, menahan setiap kata kasar yang ingin ia lontarkan, dan memilih

berbicara dengan suara serendah mungkin.

"Sayangnya, hidupku tidak seburuk imajinasimu, Sagara," ucap Renjana tajam, "Dan lihat

siapa yang malah butuh media sekarang untuk menyelamatkan citranya."

Kilatan kecil muncul di mata Sagara. Entah itu amarah, terkejut, atau... kagum?

Renjana tak peduli. Ia melangkah ke samping, melewati pria itu dengan bahu tegak.

Tapi langkahnya baru beberapa meter saat Sagara berbicara lagi, cukup keras untuk

didengar.

"Berhati-hatilah, Renjana," katanya datar. "Dunia ini lebih kejam dari yang kau bayangkan.

Tidak semua orang akan bersikap lunak padamu hanya karena kau terlihat... rapuh."

Renjana berhenti sejenak, menoleh setengah.

"Aku tidak butuh belas kasihan," sahutnya. "Dan aku tidak serapuh itu."

Sagara menatapnya dalam-dalam, sebelum akhirnya menyeringai kecil — dingin, penuh

teka-teki. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia berbalik, melangkah pergi menyusuri lorong

panjang.

Renjana berdiri di sana beberapa detik, menenangkan detak jantungnya yang liar.

Ia tahu satu hal pasti: hari ini bukanlah pertemuan terakhir mereka.

Pertarungan ini baru saja dimulai.

Malam itu, ballroom hotel bintang lima dipenuhi kilau lampu kristal yang menggantung di

langit-langit. Suasana formal, elegan. Para tamu mengenakan gaun malam terbaik mereka,

sementara pria-pria berdasi hitam berdiri dalam lingkaran-lingkaran kecil, bercakap santai

tentang bisnis, investasi, dan kekuasaan.

Renjana berdiri di dekat pintu masuk, menarik napas perlahan. Gaun biru gelap yang

dikenakannya menjuntai lembut, rambutnya disanggul sederhana, wajahnya hanya dipoles

tipis. Ia merasa sedikit kikuk karena— ia bukan tipe orang yang betah di pesta mewah

seperti ini.

Namun tugasnya jelas: Meliput acara makan malam perusahaan ini untuk artikelnya besok.

Konferensi pers tadi siang hanyalah pembuka. Malam ini, ia harus mendapatkan 'warna'

tambahan untuk tulisannya.

Dan, tentu saja... bertemu kembali dengan narasumber utama: Sagara.

Hanya memikirkan nama itu saja membuat perutnya bergejolak.

Baru saja ia hendak menyusuri ballroom, suara lembut menghentikannya.

"Renjana Ayudya?"

Ia menoleh. Seorang pelayan menyerahkan secarik undangan kecil berpinggiran emas.

Renjana menerimanya dengan kening berkerut.

"VIP Lounge – Private Dinner, jam 20.00. Ruang 7.

Undangan khusus dari: Sagara Mahadewa."

Jantungnya berdegup lebih kencang.

Sagara. Lagi-lagi Sagara.

Renjana mengepalkan undangan itu pelan. Ia bisa saja menolak. Ia bisa saja beralasan

sibuk. Tapi bagian profesional dalam dirinya tahu — kesempatan semacam ini jarang

datang.

Dan ia tidak akan membiarkan ketidaksukaannya pada satu orang menghalangi kariernya.

Tanpa banyak pikir lagi, Renjana melangkah.

---

Ruang 7 terletak agak jauh di ujung lorong ballroom, pintunya berat dengan ukiran klasik.

Seorang penjaga membukakan pintu, membiarkannya masuk.

Ruangan itu jauh lebih kecil dan lebih intim daripada ballroom di luar.

Meja makan bundar telah disiapkan hanya untuk dua orang, diterangi lampu gantung kecil

yang memancarkan cahaya lembut.

Dan di sana, berdiri dengan jas hitam yang rapi dan gelas anggur kosong di tangannya —

Sagara.

Saat melihat Renjana masuk, bibirnya melengkung dalam senyum tipis. Tapi bukan senyum

ramah — melainkan senyum seorang pemburu yang baru saja menjebak mangsanya.

"Selamat malam," sapanya datar, "Kukira kau tidak akan datang."

Renjana menegakkan tubuhnya, berusaha menunjukkan sikap tenang.

"Aku datang bukan untukmu," jawabnya singkat. "Aku datang untuk pekerjaanku."

Sagara mengangguk santai, seolah sudah menduga jawaban itu. Ia lalu menarik kursi

untuknya — sebuah gestur sopan yang terasa aneh di antara ketegangan yang

menggantung.

Renjana duduk dengan hati-hati, menjaga jarak emosional sejauh mungkin.

Beberapa saat mereka hanya duduk diam, membiarkan ketegangan memenuhi udara. Lalu,

pelayan datang, menghidangkan makanan satu per satu. Suara alat makan beradu menjadi

satu-satunya bunyi di antara mereka.

Sagara menatap Renjana sepanjang waktu, seolah mengamati setiap gerakan kecilnya.

"Kau berubah," katanya akhirnya, memecah keheningan. "Bukan gadis pemalu yang dulu

suka kabur waktu dipanggil di lorong sekolah."

Renjana tersenyum tipis, menusuk potongan salmon di piringnya.

"Manusia belajar dari rasa malu," balasnya. "Begitu juga aku."

Sagara menghela napas pelan, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Tatapannya tetap

intens, mengunci Renjana di tempat.

"Aku penasaran..." katanya perlahan, "Apa yang membuatmu begitu keras sekarang? Hidup

yang berat? Atau... terlalu banyak luka?"

Renjana merasakan sesuatu bergetar di dalam dirinya. Bukan karena pertanyaan itu kasar

— tapi karena Sagara mengucapkannya dengan nada... seolah dia benar-benar ingin tahu.

Sejenak, Renjana hampir menjawab jujur. Namun ia segera mengurungkan niat itu. Ini

bukan tempatnya membuka luka lama.

Ia mengangkat alis, tersenyum sinis.

"Kalau kau pikir aku datang ke sini untuk membahas masa lalu," katanya pelan, "kau salah

besar."

Sagara mendengus kecil, lalu mengambil gelas anggurnya, memutar cairan merah itu

dengan santai. "Tidak semua orang bisa mengubur masa lalu, Renjana," katanya. "Kadang

masa lalu itu yang akan memburumu, sampai kau tidak punya pilihan selain

menghadapinya."

Renjana mengatupkan rahangnya.

Mungkin, hanya mungkin... Sagara sedang berbicara tentang dirinya sendiri.

Suasana menjadi lebih berat, seolah udara di ruangan itu mengental.

Renjana memutuskan untuk menyelesaikan makanannya dengan cepat, lalu pergi sebelum

perang kata-kata itu berubah menjadi sesuatu yang lebih sulit dikendalikan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Breaking News: Aku Jatuh Cinta   Bab 3~Konferensi pers

    Pagi itu, Renjana terbangun lebih awal dari biasanya. Matanya masih terasa berat akibat begadang, tetapi semangat dalam dirinya terlalu besar untuk membiarkan rasa kantuk menang.Setelah mandi dan mengenakan setelan kerja yang rapi—blazer hitam, kemeja putih, dan celana panjang senada—ia menatap bayangannya di cermin."Aku harus terlihat profesional. Tidak boleh gugup."Ia meraih tasnya, memastikan catatan dan rekorder kecilnya sudah masuk, lalu bergegas keluar dari apartemen.---Sesampainya di Grand Hall Tirta Group, tempat konferensi pers akan berlangsung, Renjana melihat suasana sudah ramai. Para wartawan dari berbagai media berkumpul di depan pintu masuk, beberapa di antaranya sibuk berbincang, sementara lainnya mempersiapkan perlengkapan mereka.Keira, teman sesama anak magang, melambai ke arahnya. "Ren! Sini!"Renjana berjalan mendekat. "Udah lama datang?""Baru aja. Tapi lihat tuh, suasananya udah gila banget." Keira menunjuk ke arah para wartawan yang tampak sibuk memasang ka

    Last Updated : 2025-03-05
  • Breaking News: Aku Jatuh Cinta   Bab 4

    10.30 – Proyek Candra LandRenjana berdiri mematung di tempatnya, menggigit bibir bawahnya dengan frustrasi.Sagara Bumantara Tirta benar-benar bukan tipe orang yang mudah diajak bicara.Pria itu bukan hanya dingin, tapi juga tak peduli—seolah waktu yang ia miliki terlalu berharga untuk dihabiskan sekadar meladeni seorang jurnalis magang."Astaga, bagaimana aku bisa menyelesaikan tugas ini kalau dia bahkan tidak mau menatapku lebih dari tiga detik?"Renjana menghembuskan napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya.Lalu, ia menoleh ke sekitar.Beberapa orang—terutama staf proyek yang memakai jas formal—tampak berbisik-bisik tentang interaksi kecilnya dengan Sagara tadi. Ada yang tersenyum simpul, ada yang mengangkat alis seolah kagum, dan ada pula yang justru tampak terkejut.Tunggu.Renjana menyipitkan mata saat memperhatikan seorang pria yang berdiri tak jauh darinya.Ia mengenakan kemeja biru tua dengan logo kecil bertuliskan Tirta Group di dada kirinya, dan ekspresinya terlihat

    Last Updated : 2025-03-05
  • Breaking News: Aku Jatuh Cinta   Bab 1 ~ konferensi pers

    .Langit abu-abu menaungi kota pagi itu. Gerimis tipis membasahi jalanan saat Renjana Ayudya turun dari bus, menenteng tas berisi buku catatan dan perekam suara.Ditangannya, kartu pers tergenggam erat — tanda resminya sebagai jurnalis muda Sentra Media.Hari ini, ia mendapat tugas pertamanya: menghadiri konferensi pers di Hotel Grand Marvell.Sebuah langkah kecil, tapi bagi Renjana, ini berarti dunia.Setibanya di kantor, Pak Arman, pemimpin redaksi, sudah menunggunya di meja.Tanpa banyak basa-basi, pria itu menyerahkan map berisi rundown acara."Fokus ke isu utama. Dengarkan baik-baik. Jangan ragu bertanya,"katanya sambil menatap Renjana dengan serius.Renjana mengangguk cepat. "Siap, Pak."Beberapa menit kemudian, ia kembali keluar, melawan hembusan angin dingin yang menerpa wajahnya. Di dalam perjalanan menuju hotel, pikirannya sibuk membayangkanberbagai kemungkinan: siapa saja yang akan hadir, apa yang harus ia tanyakan, bagaimanananti ia menulis berita pertamanya.Tiba di

    Last Updated : 2025-03-02

Latest chapter

  • Breaking News: Aku Jatuh Cinta   Bab 4

    10.30 – Proyek Candra LandRenjana berdiri mematung di tempatnya, menggigit bibir bawahnya dengan frustrasi.Sagara Bumantara Tirta benar-benar bukan tipe orang yang mudah diajak bicara.Pria itu bukan hanya dingin, tapi juga tak peduli—seolah waktu yang ia miliki terlalu berharga untuk dihabiskan sekadar meladeni seorang jurnalis magang."Astaga, bagaimana aku bisa menyelesaikan tugas ini kalau dia bahkan tidak mau menatapku lebih dari tiga detik?"Renjana menghembuskan napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya.Lalu, ia menoleh ke sekitar.Beberapa orang—terutama staf proyek yang memakai jas formal—tampak berbisik-bisik tentang interaksi kecilnya dengan Sagara tadi. Ada yang tersenyum simpul, ada yang mengangkat alis seolah kagum, dan ada pula yang justru tampak terkejut.Tunggu.Renjana menyipitkan mata saat memperhatikan seorang pria yang berdiri tak jauh darinya.Ia mengenakan kemeja biru tua dengan logo kecil bertuliskan Tirta Group di dada kirinya, dan ekspresinya terlihat

  • Breaking News: Aku Jatuh Cinta   Bab 3~Konferensi pers

    Pagi itu, Renjana terbangun lebih awal dari biasanya. Matanya masih terasa berat akibat begadang, tetapi semangat dalam dirinya terlalu besar untuk membiarkan rasa kantuk menang.Setelah mandi dan mengenakan setelan kerja yang rapi—blazer hitam, kemeja putih, dan celana panjang senada—ia menatap bayangannya di cermin."Aku harus terlihat profesional. Tidak boleh gugup."Ia meraih tasnya, memastikan catatan dan rekorder kecilnya sudah masuk, lalu bergegas keluar dari apartemen.---Sesampainya di Grand Hall Tirta Group, tempat konferensi pers akan berlangsung, Renjana melihat suasana sudah ramai. Para wartawan dari berbagai media berkumpul di depan pintu masuk, beberapa di antaranya sibuk berbincang, sementara lainnya mempersiapkan perlengkapan mereka.Keira, teman sesama anak magang, melambai ke arahnya. "Ren! Sini!"Renjana berjalan mendekat. "Udah lama datang?""Baru aja. Tapi lihat tuh, suasananya udah gila banget." Keira menunjuk ke arah para wartawan yang tampak sibuk memasang ka

  • Breaking News: Aku Jatuh Cinta   Bab 2 ~ undangan khusus

    Konferensi pers akhirnya selesai. Para jurnalis berhamburan keluar dari ruangan, sibukmengejar deadline, mengetik cepat di ponsel atau menelepon kantor. Suasana ramai,namun bagi Renjana, dunia seolah menyempit.Ia berjalan perlahan, menuruni anak tangga kecil menuju lorong hotel. Pundaknya terasapegal, pikirannya penuh. Tapi setidaknya — tugas utamanya hari ini sudah ia selesaikan.Atau begitulah pikirnya, sebelum sebuah sosok menghalangi jalannya.Sagara.Bersandar santai di dinding lorong, lengan terlipat di dada, seperti sengaja menunggu.Renjana berusaha bersikap biasa saja, menarik napas dalam-dalam. Ia mencobamelangkah melewati pria itu tanpa memulai percakapan, tapi suara Sagara menahanlangkahnya."Masih sama seperti dulu," gumamnya. Suaranya berat, rendah, namun penuh sindiran yangmenusuk. "Berusaha keras kelihatan hebat, padahal cuma anak bawang." lanjut pria itu.Renjana berhenti, membalikkan tubuh perlahan. Tatapan mereka bertabrakan di udara.Sagara men

  • Breaking News: Aku Jatuh Cinta   Bab 1 ~ konferensi pers

    .Langit abu-abu menaungi kota pagi itu. Gerimis tipis membasahi jalanan saat Renjana Ayudya turun dari bus, menenteng tas berisi buku catatan dan perekam suara.Ditangannya, kartu pers tergenggam erat — tanda resminya sebagai jurnalis muda Sentra Media.Hari ini, ia mendapat tugas pertamanya: menghadiri konferensi pers di Hotel Grand Marvell.Sebuah langkah kecil, tapi bagi Renjana, ini berarti dunia.Setibanya di kantor, Pak Arman, pemimpin redaksi, sudah menunggunya di meja.Tanpa banyak basa-basi, pria itu menyerahkan map berisi rundown acara."Fokus ke isu utama. Dengarkan baik-baik. Jangan ragu bertanya,"katanya sambil menatap Renjana dengan serius.Renjana mengangguk cepat. "Siap, Pak."Beberapa menit kemudian, ia kembali keluar, melawan hembusan angin dingin yang menerpa wajahnya. Di dalam perjalanan menuju hotel, pikirannya sibuk membayangkanberbagai kemungkinan: siapa saja yang akan hadir, apa yang harus ia tanyakan, bagaimanananti ia menulis berita pertamanya.Tiba di

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status