"Jadi, malam ini juga. Kau harus bersiap-siap untuk kuboyong ke rumahku." ucap pak Gondo dengan mata yang jelalatan. "Hah, kenapa? kenapa saya harus ikut dengan Anda?" tukas Wina berontak saat kedua Bodyguard itu mendekati Wina dan memegang kedua tangannya. "Untuk menjadi isteri kelimaku." ucap pak Gondo sambil membalikkan badan dan mengisyaratkan kode pada Bodyguardnya untuk membawa Wina masuk ke mobil. Wina berteriak minta tolong, namun apalah daya? para tetangga yang berjarak sekitar puluhan meter dari kediaman Wina meski mereka mendengar teriakan Wina sekalipun, mereka tak akan berani pada pak Gondo. Lagipula, malam ini hujan masih saja cukup deras, deruan guruh dan kilat bersahut-sahutan di angkasa. Menyamarkan teriakan Wina yang minta tolong. Bersyukur, seorang Pemuda bernama Revan datang menyelamatkan Wina dari cengkraman pak Gondo. Wina berhasil dibawa oleh Revan jauh dari jangkauan pak Gondo. Namun ternyata Revan bukanlah Pahlawan yang diharapkan oleh Wina. Revan ternyata Kaki Tangan dari tuan Darius, yang sudah mengintai Wina sejak lama.
Lihat lebih banyak***Darius menatap mata Wina, melihat mata berkaca-kaca itu yang diselimuti kemarahan."Katakan padaku, Wina! apa yang kau rasakan saat berdua saja bersamaku di Pulau itu?" ucap Darius menatap mata Wina tajam."Tuan, lepaskan aku! kau menyakitiku. Rambutku bahkan kau genggam sangat kuat!" rintih Wina memohon.Darius seakan tersadar akan genggaman tangannya yang menjambak rambut Wina hingga kepalanya tertarik dan wajahnya mendongak."Ah! maafkan aku! aku benar-benar melakukannya tanpa sadar!" ucap Darius melepas genggamannya dan melihat ke arah tangan yang menjambak tadi seolah tangan itu memiliki kendalinya sendiri.Wina langsung terlepas dari genggaman Darius, ia mundur beberapa langkah dan memegang rambutnya serta kepalanya yang sakit."Tidak sadar?! mengapa Anda selalu mengatakan demikian saat menyakitiku, Tuan?" bentak Wina marah."Wina..." Darius mencoba mendekat,"Jangan mendekat! dan tolong janga
***"Aku lupa mengisi bensinnya waktu kita kesini, dan sekarang bensinnya benar-benar kandas."Wina hanya bisa menelan ludah mendapati kenyataan saat ini. Suasana yang sudah larut malam, berdua saja di Dermaga, perut kosong dan mata mengantuk."Anda masih mengantongi ponsel kan? apakah tidak ada orang yang bisa dihubungi? semisal Revan.""Kenapa yang ada di fikiranmu pertama kali malah Pemuda itu? kalau ponselku tidak mati, tentu aku sudah memikirkan menelfon taksi online terlebih dahulu. Minimal Ojol." ketus Darius pada Wina.Darius mengitari sekitar, ia memicingkan matanya kemudian perlahan tampak tersenyum girang. Ia kemudian berlari ke suatu tempat."Kau tunggulah di sini! jangan kemana-mana!"Wina melihat Darius berlari ke sebuah Ruko yang sudah tutup. Wina bingung, mau apa Darius ke Ruko itu? namun ternyata Darius tidak menuju Ruko itu, melainkan ke sebuah bangunan kecil di sebelahnya. Sebuah telefon umum. Setelah
***Jeki menatap wajah merah padam Darius dengan bingung. Mencari jawaban lewat mata tajam Darius. Ia baru mengerti bahwa ada yang salah dari pengucapannya saat melihat semua orang yang ada di rumah itu marah dan berseru agar menghukum Darius dan Wina karena telah melakukan tindakan asusila yang dianggap mencemari Desa mereka."Tu, tunggu! ini sebenarnya ada apa?" tanya Jeki dengan suara meninggi sembari mengedarkan pandangannya ke semua orang."Jeki, Tuanmu ini telah melakukan perzinahan di rumah ini dengan wanita ini. Ibumu sendiri adalah saksinya." ucap salah seorang Warga."Ha? ba, bagaimana mungkin, Tuan? bu, bukankah dia Adik Ipar Anda?" tanya Jeki tampak kecewa.Darius terdiam, menunduk dan mengalihkan pandangannya dengan mendengus kesal."Lagipula, kenapa mereka bisa diizinkan menginap di Villa tanpa adanya pengecekan kalau mereka ternyata bukan Suami Isteri? bukankah biasanya seperti itu?" tanya salah seorang Tokoh Masyarakat."Saya yang salah." ucap Jeki lemas."Kenapa kau m
***Pria yang tadi mengemudikan kapal dan mengantar mereka sampai ke Villa, datang membawa sampan kayu dan berteriak memanggil sambil terus mengayuh ke arah Darius dan Wina."Ah, di saat genting begini. Tuhan memberikan pertolongannya!" ucap Wina sumringah.Darius melambaikan tangan, menuntun Wina untuk segera menuruni jalan bukit."Hati-hati, Tuan, Nona!" ucap pria itu membantu mereka berdua menaiki sampan.Sampan dikayuh secepat mungkin ke Pemukiman yang datarannya lebih tinggi. Hujan masih saja deras, angin tetap dengan terpaannya, sementara petir sudah mengurangi intensitasnya.Sampailah Darius dan Wina ke salah satu rumah warga, sebuah rumah panggung."Naiklah, Tuan, Nona! ini adalah Rumah saya." ucap Pria itu sambil membantu Darius dan Wina menaiki tangga kayu rumah itu.Setelah Darius dan Wina sampai ke lantai rumah, Darius bertanya pada pria itu."Kau datang untuk kami, Jeki?" Darius akhirnya menyebut nama Pria itu."Iya, Tuan! saya khawatir. Terlebih saat melihat hantaman pet
***Darius dan Wina menyusuri jalan berbatu di tengah-tengah Pemukiman itu. Orang-orang tampak memperhatikan kedatangan mereka, sementara Darius tampak santai dan tersenyum ramah menyapa penduduk yang berpapasan satu per satu."Apakah Anda dikenal di sini, Tuan?""Tidak juga, namun aku yakin mereka tahu kalau kita berasal dari Kota dan datang ke sini untuk sekedar berwisata. Dan tujuan kita adalah Villa di atas bukit sana." ucap Darius sambil menunjuk sebuah bukit."Mereka tahu siapa pemilik Villa itu?""Mungkin ya, mungkin juga tidak. Hanya saja, aku kerap menyewakan Villa itu untuk para Pengunjung dari luar.""Ah, berarti di Villa itu bukan hanya kita berdua, kan? ada berapa Pengunjung kira-kira hari ini, Tuan?" tanya Wina sumringah.Darius menghentikan langkahnya, menoleh pada Wina."Ada dua orang." ucap Darius menatap mata Wina."Oh, baguslah! berarti ada empat orang sekarang! aku perlu mempersiapkan diri untuk berkenalan lagi dengan orang baru." ucap Wina antusias."Empat orang?"
***Wina masih bengong sepeninggalan Darius, ia tidak mengerti apa yang diucapkan Darius baru saja. Namun, ia tetap tahu diri, Darius memintanya untuk segera berkemas diri, maka Wina segera beranjak dari ranjangnya dan meloncat menuju kamar mandi.Setelah selesai mandi, Wina mendapati para Pelayan tanpa Bibi Noni sedang mengemasi pakaian untuk dimasukkan ke dalam koper di atas ranjangnya."Ada apa ini?" tanya Wina penasaran."Nona, segeralah berpakaian! tuan Darius sedang menunggu Anda di bawah.""Memangnya kami akan pergi kemana? kok pakaian saya dan pakaian tuan Darius dikemas dalam koper?""Kami tidak tahu, Nona." ucap salah satu Pelayan sambil terus memasukkan pakaian ke dalam koper.Wina segera masuk ke dalam ruang ganti dengan bingung.Saat turun dari tangga, ia dapati Darius sedang duduk dan Revan ada di sisinya sedang berdiri. Darius tampak sedang melihat jam tangannya, dan saat menyadari Wina tengah tur
***Wina berlari kecil menuju lapangan golf. Ia girang sambil meloncat-loncat kecil. Bayangan di benaknya bahwa ia dan Revan akan belajar bermain golf. Revan akan memeluknya dari belakang, memegang tangannya yang sedang menggenggam stick golf, seperti yang pernah ia tonton di beberapa adegan dalam drama favoritnya."Kupikir kau sampai lebih cepat, ternyata memakan waktu sepuluh menit untuk sampai ke sini." sapa Revan padanya dengan senyuman yang memamerkan lesung pipi di balik pipi berbulu tipisnya."Ah, kau tentu saja tahu, bahwa aku harus melewati satu Pos Penjaga dahulu sebelum sampai ke sini.""Hahaha, apakah itu Bibi Noni?""Yaa! sudahlah! kenapa kau memanggilku?""Mmmm, tidak ada! hanya butuh teman.""Wah, kau sedang main-main dengan Sandera tuan Darius.""Hahaha, tentu saja tidak! aku tak berani untuk itu. Belajar golf! kau mau?" tanya Revan sambil mengayunkan tongkat sticknya."Oke! siapa takut?
***Setelah selesai mandi dan berpakaian, Darius keluar dari kamar. Ia meninggalkan Wina yang berdiri di Balkon sambil melihat pemandangan petang hari. Alih-alih memandang pemandangan, Wina sebenarnya risih dan tak nyaman selalu berada di kamar berdua dengan Darius. Ketika Darius masuk ke ruang ganti, Wina langsung melangkah menjauh menuju balkon.Darius menuruni anak tangga dan melihat Bibi Noni baru saja turun dari anak tangga sebelah timur. Ia baru saja keluar dari ruang kerja Darius."Bibi! bisakah kita bicara sebentar?" panggil Darius.Bibi Noni berhenti menuruni anak tangga, kemudian ia mengangguk dan kembali melangkah turun. Setelah sampai ke lantai, ia mendekati Darius,"Ada apa, Tuan?" tanyanya dengan menundukkan wajah."Kau dari ruang kerjaku?""Ya, Tuan. Saya sedang melakukan bersih-bersih." ujar Bibi Noni seraya melirik ke alat pelnya."Bukankah semalam kau juga sudah mengepelnya?"Bibi Noni tampak melirik ke kiri dan kanan, ia tampak gusar."Ya, Tuan. Hanya saja, saya pik
***Cklek!Pintu kamar terbuka, seperti dugaan Wina, Darius benar-benar masuk ke kamar. Wina langsung memasang wajah kesal, ia melipat kedua tangannya di dada sambil duduk di tepi ranjang. Sementara Darius, masuk dan langsung berdiri di depan Wina dengan memandang wajah Wina yang tampak tak senang."Aku ingin mandi." ucap Darius sambil melonggarkan dasinya."Lantas, apakah aku harus ikut?" tanya Wina asal saja. Alih-alih mendapat bujukan atau pertanyaan 'kenapa?' dari Darius."Ya! rupanya kau mengerti.""Apa?!" tanya Wina tak percaya."Kenapa? kau keberatan?" tanya Darius tanpa merasa aneh sembari membuka jasnya."Aku bukan Isteri Anda, Tuan! sepertinya Anda selalu berfikir kalau aku ini Andrea!"Darius melangkah mendekati Wina, ia membungkuk dan menyandarkan kedua tangannya di tepi ranjang, tepat di sisi kedua paha Wina. Wajah Darius dan Wina kini saling berhadapan."Aku sadar! namun aku ingin
Cuaca kelam berselimut kabut, gemuruh petir bersahut-sahutan menggelegar di angkasa. Seorang wanita muda masih duduk mematung di tepi sebuah makam yang masih baru. Ia sendirian di sana, para warga sudah beranjak sedari tadi, meninggalkannya dalam kepiluan seorang diri. "Kakek, setelah ini aku harus kemana?" isak Wina di tengah derasnya hujan. Wina akhirnya berdiri setelah sekian lama bertekur di sisi makam Kakeknya, melangkah gontai meninggalkan Pemakaman. Tubuhnya kini kuyub, ia menggigil kedinginan berjalan gontai untuk pulang. Malam telah tiba, Wina kini sendirian di rumah peninggalan Kakeknya. Rumah yang sedari kecil ia tempati bersama Kakek dan Neneknya. Yang kini keduanya telah pergi meninggalkannya. Wina duduk di atas dipan tua, mengenang kembali masa-masa indah saat mereka berdua masih hidup. Tok, tok, tok! Sebuah ketukan kasar membuat Wina terhenyak dari lamunan nostalgianya. Ada orang di luar, yang seolah tak paham bahwa hari ini ia sedang berduka. "Wina! buka pi...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen