Raden Damar Soemitro, duda beranak satu, dipaksa orangtuanya menikah kembali. Dia bahkan dijodohkan dengan adik mendiang istrinya. Frustrasi, ia menawarkan kerjasama pura-pura pacaran pada mahasiswinya, Kinanti, yang kebetulan ingin pamer pada mantannya. Meski awalnya kaget, Kinanti setuju dengan kontrak enam bulan itu. Lantas, bagaimana kisah keduanya? Telebih, cinta perlahan tumbuh di tengah masa kontrak tanpa mereka sadari....
View MoreKinanti masih terdiam, gadis itu bahkan masih mencerna dengan apa yang baru saja Damar bicarakan.Dan lagi, tangannya masih memegang lembaran kertas yang berisi perjanjian yang dibuat oleh pria itu.“Bagaimana?”Suara Damar yang memecah keheningan, membuat Kinanti sedikit terkesiap.Gadis itu menggeleng pelan. “Saya masih tidak mengerti dengan semua ini, Pak.”“Bagian mana yang tidak kamu mengerti?” tanya Damar.“Kenapa Bapak harus sampai begini?” tanya Kinanti. “Bapak bisa menolak perjodohan itu, dan berikan alasan Bapak kepada keluarga Bapak.”Benar kan?Semua hal bisa dibicarakan dengan baik-baik, dan tidak sampai harus mengambil jalan pintas seperti Damar ini.Bukan apa-apa, Kinanti masih ragu lantaran ia sendiri masih tidak percaya dengan apa yang ditawarkan oleh dosennya itu.“Masalahnya tidak sesederhana itu,” jawab Damar pelan. “Dan kamu pikir, saya tidak melakukan hal yang kamu katakan barusan?”“Jika cara itu sudah berhasil, maka saya tidak perlu memanggilmu kemari,” imbuh D
Kinanti mengerjapkan matanya dengan cepat. Gadis itu berusaha untuk mencerna semua yang baru saja dikatakan oleh sang dosen. Penawaran? Penawaran seperti apa yang dimaksudkan oleh pria itu? Pertanyaan itu terus berputar dalam benak Kinanti. Hingga lamunan gadis itu buyar, saat mendengar suara Damar.“Bagaimana Kinanti?” tanya Damar, membuyarkan lamunan gadis itu.“Huh!” Kinanti sedikit terkesiap. “Maksud Bapak … penawaran seperti apa?” tanya gadis itu.Damar menghela napas pelan, ia menatap Kinanti lurus. “Saya ingin kita melakukan kerja sama. Kita harus berpura-pura menjadi pasangan.”Hampir saja rahang Kinanti terlepas dari tempatnya, saking ia terkejut mendengar penuturan Damar.Berpura-pura menjadi pasangan?Apa dosennya itu sudah gila?Sementara dari tempat duduknya, Damar memperhatikan Kinanti. Ia mencoba mencari tahu reaksi gadis itu, dan wajar saja jika gadis itu akan merasa terkejut.Mereka memang tidak sedekat itu, meskipun keluarga Kinanti adalah kolega bisnis keluargany
Damar menjabat tangan kliennya, ia tersenyum puas dengan hasil meeting kali ini. Mereka pun berjabat tangan, sebelum akhirnya meninggalkan Damar dan sang asisten di sana.“Kamu langsung balik ke kantor saja, aku masih ingin di sini!” ujar Damar. Pria itu menyesap sedikit minumannya, ia ingin sedikit menenangkan dirinya sejenak di kafe ini.“Iya Pak?” tanya sang asisten tidak mencoba memastikan apa yang didengarnya.“Kamu, balik ke kantor dan selesaikan pekerjaan kamu! Aku mau di sini dulu sebentar,” Damar terpaksa mengulang kembali perintahnya kepada sang asisten.“Baik Pak!” jawab Aidan. “Apa nanti perlu saya hubungi Ramdan untuk menjemput Bapak?” tanyanya.“Tidak perlu,” jawab Damar. “Kamu tinggalkan saja mobilnya di sini!”Aidan kembali mengangguk, tanpa perlu dijelaskan lagi ia sudah paham dengan apa yang harus dilakukannya.Dan sepeninggal sang asisten, Damar kembali membuka tablet dan mulai mengerjakan sesuatu di sana, sebelum akhirnya pria itu menangkap sosok yang sangat famili
Jika ada orang yang ingin berteriak seperti manusia dengan gangguan mental, maka itu adalah Damar.Damar menghela napas pelan, menatap gadis cantik yang duduk di depan mejanya. “Kembali ke tempat dudukmu!” ujarnya tegas, sembari menyerahkan lembar evaluasi milik gadis itu.“Terimakasih Pak!” kata gadis itu, yang sama sekali tidak ada takut-takutnya dengan sang dosen.Dari tempat duduknya, Damar menggelengkan kepalanya. Benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan mahasiswanya.Sementara Kinanti, mendapat tatapan dari beberapa teman sekelasnya. Tapi gadis itu benar-benar tidak peduli.Sambil menyimpan lembar evaluasinya ke dalam tas, Kinanti tetap bersikap tenang seperti biasa.“Buset, berani banget lo ngomong begitu ke Mas Damar!” bisik Adrian, yang duduk di samping Kinanti.Kinanti tersenyum tipis, ia melirik Damar yang tengah memanggil mahasiswa yang kasusnya sama seperti dirinya.Kinanti mengangkat bahu. “Biar nggak kaku banget, Yan. Lagian Kakak sepupu lo itu, apa nggak cepat tua,
Setelah setuju untuk kembali menikah, Damar mengira jika dirinya akan selesai untuk didesak. Nyatanya, tidak. Seperti pagi ini, Damar hendak pergi ke kantor sebelum dirinya pergi ke kampus. Tapi ibunya sudah kembali melayangkan sebuah pertanyaan. “Kamu beneran mau menikah, kan?” tanya sang ibu, yang kini sedang menatap Damar.Damar sampai harus menghela napas pelan. Tangannya terulur mengusap belakang kepala putrinya, yang tengah asyik menikmati roti selai cokelat miliknya. Ia berganti menatap ibunya, yang kini menatapnya penuh harap. “Kan aku sudah bilang kemarin, Bu? Pokoknya Ibu nggak perlu khawatir lagi,” ujarnya.“Tapi Ibu masih penasaran, dengan siapa kamu mau menikah?” tanya Bu Mustika. “Maksud Ibu, kamu nggak kelihatan sedang dekat dengan perempuan manapun. Dan satu-satunya perempuan yang dekat dengan keluarga kita, cuma Mega.”“Dengan siapa aku akan menikah, Ibu nggak perlu khawatir. Yang jelas, aku bakal menikah sesuai dengan kemauan Ibu,” kata Damar. “Tapi—”“Kecuali de
Damar baru saja menyelesaikan rapat internal pagi ini. Setelahnya ia berniat untuk pergi ke kampus. Tapi saat hendak beranjak, sang asisten tiba-tiba bersuara. “Bapak sudah mau pergi?” tanyanya hati-hati.“Ya.”Sejenak sang asisten ragu untuk mengatakan, karena bosnya itu terlihat sedang tidak bagus moodnya. “Ada yang mau kamu katakan?” Damar sepertinya paham, jika asistennya itu sedang ingin mengatakan sesuatu. “Anu Pak, tadi … Ibu mengabari jika Bapak harus pulang sekarang,” ucap Aidan—asisten Damar.Kening Damar berkerut. Kemudian pria itu melihat ponselnya, banyak sekali panggilan masuk dari ibunya. Ia kembali menghela napas pelan. “Apa kamu tahu, beliau mau apa?” tanyanya pada sang asisten.“Ini tentang Non—”Belum sempat Aidan menjelaskan, ponsel bosnya itu sudah berdering. “Ya, Bu. Ada masalah?” tanya Damar. “Lebih baik kamu cepat pulang sekarang, Damar. Anakmu demam!”“Ya, aku segera pulang.”Damar langsung menatap sang asisten. “Kamu pastikan pekerjaan mereka selesai ha
“Kapan sih, kamu mau menikah?!” pertanyaan itu sekonyong-konyong datang, saat seorang pria berusia tiga puluh empat tahun, baru saja menginjakkan kaki ke dalam rumah.Damar yang terlihat sudah lelah setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, dan ingin segera bertemu dengan putri kecilnya. Malah disambut dengan sebuah pertanyaan—yang bahkan ia sendiri sudah terlalu muak untuk menjawabnya. Pria itu bergeming menatap sang ibu. Tidak ada niatan untuk membalas pertanyaan itu, karena ia sudah tahu jika hal itu tidak akan berakhir dengan satu pertanyaan jika dia menjawabnya. “Damar …!” Bu Mustika menatap putranya lurus. “Kamu dengar Ibu nggak, sih?!” tanyanya dengan nada frustasi. “Dengar Bu,” jawab Damar pelan mengalah. Kemudian ia duduk di salah satu sofa single di seberang sisi sang ibu berdiri, sambil melonggarkan dasinya dan melepas kancing lengannya serta menggulung lengan bajunya itu hingga ke siku. “Ya terus kapan?” Bu Mustika ikut mengambil duduk, di sofa panjang dekat dengan tem
“Kapan sih, kamu mau menikah?!” pertanyaan itu sekonyong-konyong datang, saat seorang pria berusia tiga puluh empat tahun, baru saja menginjakkan kaki ke dalam rumah.Damar yang terlihat sudah lelah setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, dan ingin segera bertemu dengan putri kecilnya. Malah disambut dengan sebuah pertanyaan—yang bahkan ia sendiri sudah terlalu muak untuk menjawabnya. Pria itu bergeming menatap sang ibu. Tidak ada niatan untuk membalas pertanyaan itu, karena ia sudah tahu jika hal itu tidak akan berakhir dengan satu pertanyaan jika dia menjawabnya. “Damar …!” Bu Mustika menatap putranya lurus. “Kamu dengar Ibu nggak, sih?!” tanyanya dengan nada frustasi. “Dengar Bu,” jawab Damar pelan mengalah. Kemudian ia duduk di salah satu sofa single di seberang sisi sang ibu berdiri, sambil melonggarkan dasinya dan melepas kancing lengannya serta menggulung lengan bajunya itu hingga ke siku. “Ya terus kapan?” Bu Mustika ikut mengambil duduk, di sofa panjang dekat dengan tem...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments