Home / Romansa / Dikontrak Cinta Dosen Duda / 4. Chapter 4 : Ide Gila Damar

Share

4. Chapter 4 : Ide Gila Damar

Author: Raynasha
last update Last Updated: 2025-02-25 20:36:24

Jika ada orang yang ingin berteriak seperti manusia dengan gangguan mental, maka itu adalah Damar.

Damar menghela napas pelan, menatap gadis cantik yang duduk di depan mejanya. “Kembali ke tempat dudukmu!” ujarnya tegas, sembari menyerahkan lembar evaluasi milik gadis itu.

“Terimakasih Pak!” kata gadis itu, yang sama sekali tidak ada takut-takutnya dengan sang dosen.

Dari tempat duduknya, Damar menggelengkan kepalanya. Benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan mahasiswanya.

Sementara Kinanti, mendapat tatapan dari beberapa teman sekelasnya. Tapi gadis itu benar-benar tidak peduli.

Sambil menyimpan lembar evaluasinya ke dalam tas, Kinanti tetap bersikap tenang seperti biasa.

“Buset, berani banget lo ngomong begitu ke Mas Damar!” bisik Adrian, yang duduk di samping Kinanti.

Kinanti tersenyum tipis, ia melirik Damar yang tengah memanggil mahasiswa yang kasusnya sama seperti dirinya.

Kinanti mengangkat bahu. “Biar nggak kaku banget, Yan. Lagian Kakak sepupu lo itu, apa nggak cepat tua, marah-marah terus begitu?”

Dari ekor matanya Damar dapat melihat Kinanti dan Adrian yang asik berbisik. Kemudian ia menatap mahasiswa yang sedang duduk di depan mejanya.

“Saya harap, di semester depan kamu tidak mengulang mata kuliah saya!” Damar berkata sambil melirik ke arah bangku Kinanti dan Adrian yang bersisian. “Bukan malah bangga, karena terus mengulang mata kuliah yang sama!”

Kinanti dan Adrian kompak mengatupkan bibirnya. Mereka sangat sadar, sedang disindir oleh sang dosen.

Sementara Damar menggeleng pelan, ia pun kembali melanjutkan pekerjaannya.

***

Seminggu berlalu, dan kini Damar tengah menemani putrinya bermain di ruang keluarga. Di sana juga ada sang ibu juga ayahnya, yang sedang bersantai menikmati acara TV.

“Damar, Ibu mau ngomong penting sama kamu” ujar Bu Mustika serius.

Damar menatap ibunya, kemudian ia beralih menatap suster yang biasa menemani putrinya. Pria itu memberi kode, agar perempuan itu mengajak putrinya bermain ke ruang bermain.

“Ola, Sayang. Mainnya sama Sus Rina dulu, ya?” pinta Damar lembut. “Papa mau bicara sama Eyang dulu. Hm?”

Gadis kecil itu seolah paham dengan maksud sang ayah, ia pun mengangguk. “Iya Papa,” jawabnya. Kemudian mengemasi mainannya yang dibantu oleh susternya.

Damar tersenyum, kemudian mengecup kening sang putri. “Good girl. Nanti Papa nyusul, oke?” putrinya hanya mengangguk.

Sepeninggal sang putri, Damar kembali menatap ibunya. Wanita yang telah melahirkannya tiga puluh empat tahun silam itu, terlihat begitu serius menatapnya.

“Jadi, Ibu mau ngomong apa?” tanya Damar pelan. 

Bu Mustika menatap putra satu-satunya itu dengan serius. “Kamu bilang, mau menikah kan?” tanyanya.

Meski sempat merasa bingung, Damar tetap mengangguk sebagai jawaban.

“Lalu, mana calon istri kamu?” tanya Bu Mustika lagi. “Sudah seminggu, dan kamu nggak ada tanda-tanda mengenalkan calon istri kamu sama Ibu. Kamu serius nggak sih, Damar?!” Bu Mustika menekan nada bicaranya.

“Ah, itu …” Damar sibuk memikirkan kalimat yang tepat untuk menjawab pertanyaan sang ibu. “Nanti akan aku kenalkan sama Ibu dan Bapak,” ujarnya—nadanya terdengar tidak begitu meyakinkan.

“Kamu serius?!” Bu Mustika memicingkan matanya. 

“Sangat serius,” Damar mengangguk mantap.

Lalu Bu Mustika menghela napas pelan. Wanita itu mengambil bantal sofa yang ada di dekatnya, dijadikannya bantal itu untuk menopang kedua lengannya.

“Ya sudah kalau begitu. Ibu harap kamu benar-benar serius kali ini. Karena kalau tidak …” Bu Mustika menjeda kalimatnya sejenak. “... Ibu terpaksa akan melamar Mega untuk kamu,” sambungnya, yang membuat Damar terkejut.

“Mana bisa begitu, Bu?!” protes Damar.

Bu Mustika hanya mengangkat bahunya. Ia kembali menikmati acara TV, tanpa menghiraukan Damar yang sedang melayangkan protes karena keputusannya.

Biar saja, kalau tidak begitu putranya mungkin hanya akan kembali memberinya harapan palsu.

***

“Kenapa membuat laporan seperti ini saja tidak bisa?” tanya Damar pada salah satu manajer keuangan di perusahaannya.

“M-maaf Pak, nanti akan saya perbaiki,” kata pria paruh baya itu dengan gugup.

Damar membuang napas kasar. “Ya sudah, saya ingin laporannya segera.”

“Baik Pak,” kata manajer itu lagi. “Apa masih ada lagi, Pak?” tanyanya takut-takut.

“Tidak ada,” jawab Damar datar. Ia menggestur sang manager untuk meninggalkan ruangannya.

Sepeninggal manajer keuangan itu, Damar memutar kursi kebesarannya. Ia menatap kaca besar yang menampilkan pemandangan kota.

Helaan napasnya terasa berat, apalagi jika mengingat pembicaraannya dengan sang ibu malam tadi.

“Yang benar saja, aku harus menikahi dia?” gumam Damar. Tatapannya memang fokus pada satu titik, tapi pikirannya berkelana.

Damar masih tidak habis pikir dengan sang ibu, yang akan menjodohkannya dengan adik dari mendiang sang istri. Dan sepertinya memang kali ini ibunya itu sangat serius.

Kepalanya mendadak berdenyut memikirkan hal itu. Dari mana ia menemukan perempuan, untuk dikenalkan pada ibunya dalam waktu kurang dari satu minggu?

Rasanya beban di pundak Damar semakin berat saja. Kalau tahu akan begini kejadiannya, lebih baik ia tidak mengiyakan permintaan ibunya untuk menikah waktu itu.

Sedang memikirkan itu semua, Damar dikejutkan dengan suara ketukan pintu. Dan tak lama setelah itu, suara pintu terbuka juga langkah kaki yang berderap pelan.

“Ada apa Aidan?” tanya Damar pada sang asisten. Pria itu tahu, jika yang baru saja masuk ke dalam ruangannya adalah Aidan—sang asisten.

“Maaf Pak, baru saja saya dapat kabar jika dari perusahaan Abimanyu, sedang dalam perjalanan menuju lokasi meeting hari ini,” tutur Aidan pelan.

Damar menghela napas pelan, ia sendiri bahkan lupa jika akan ada meeting di luar kantor. Untung saja sang asisten mengingatkannya.

Meski sedang tidak ingin mengerjakan apapun, tapi Damar harus tetap profesional. Beruntungnya hari ini ia tidak ada kegiatan mengajar di kampus.

“Kabari mereka, kita akan tiba dalam 10 menit!” ucap Damar, sambil beranjak dari posisinya.

Aidan mengangguk patuh. “Baik Pak.”

***

Sementara itu di salah satu sudut kafe, di sana sudah ada tiga orang yang terdiri dari dua orang gadis dan satu orang pemuda.

Mereka semua adalah mahasiswa dari kampus yang letaknya tidak jauh dari kafe tempat mereka berada.

“Kinan, lo tahu nggak sih, kalau si Rangga udah punya pacar baru?” tanya Anggita—teman Kinanti. Gadis itu menunjukkan ponselnya, yang tengah membuka laman sosial media miliknya.

Sedangkan Kinanti menatap malas layar ponsel Kinanti. “Tahu kok, dan mereka jadian selang satu minggu setelah kita putus. Gila kan?”

“Lo sih, dibilangin sama gue nggak percayaan banget!” celetuk Adrian, sebagai satu-satunya laki-laki yang ikut bergabung di sana.

Kinanti merotasi bola matanya malas, selalu saja hal itu yang diungkit oleh temannya itu.

“Si Rangga itu emang playboy, Ki. Ceweknya ada di mana-mana!” kata Adrian lagi. “Gue pikir malah dia udah tobat pas bareng lo, nggak taunya sama aja!” pemuda itu mengangkat bahu. Ia kembali mencomot keripik kentang yang ada di atas meja.

“Diem aja deh, Yan! gue ini lagi kesal tahu nggak?! bisa-bisanya dia mutusin gue cuma buat pacaran sama si Marissa!” Kinanti mendengus kesal. Ia benar-benar tidak terima diperlakukan seperti ini oleh Rangga.

Memangnya siapa dia?

Kinanti tidak terima, tapi bukan berarti ia cemburu. Sama sekali tidak cemburu. Hanya saja ia merasa harga dirinya sedikit terluka.

“Terus lo mau gimana?” tanya Anggita. “Gue lihat tuh, dia sering banget lewat depan kelas kita bareng sama pacar barunya. Sengaja mau manasin lo, Ki!”

“Cih, gue juga bisa begitu!” ujar Kinanti. “Tapi masalahnya, gimana caranya gue dapat pacar dalam waktu dekat?” Kinanti menghela napas pelan, seiring dengan bahunya yang juga merosot ke bawah.

“Gue ada ide!” celetuk Adrian, yang membuat kedua temannya itu langsung memusatkan atensi padanya.

“Ide apaan?” tanya Kinanti.

Adrian tersenyum miring. “Gimana kalau lo pakai jasa sewa pacar? cuma buat balik manas-manasin Rangga aja. Jadi lo cukup cari cowok buat jadi pacar pura-pura.”

Kinanti terdiam, ia mencoba memikirkan ide dari Adrian. Tapi dari mana ia akan mendapatkan orang yang mau disewa olehnya?

Sementara itu, di salah kursi yang letaknya tak jauh dari keberadaan gadis itu dan kedua temannya, seorang pria tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka.

Damar terdiam di tempatnya, sebelum akhirnya pria itu tersenyum samar karena sebuah ide gila dalam benaknya.

“Interesting!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   5. Chapter 5 : Sebuah Penawaran

    Damar menjabat tangan kliennya, ia tersenyum puas dengan hasil meeting kali ini. Mereka pun berjabat tangan, sebelum akhirnya meninggalkan Damar dan sang asisten di sana.“Kamu langsung balik ke kantor saja, aku masih ingin di sini!” ujar Damar. Pria itu menyesap sedikit minumannya, ia ingin sedikit menenangkan dirinya sejenak di kafe ini.“Iya Pak?” tanya sang asisten tidak mencoba memastikan apa yang didengarnya.“Kamu, balik ke kantor dan selesaikan pekerjaan kamu! Aku mau di sini dulu sebentar,” Damar terpaksa mengulang kembali perintahnya kepada sang asisten.“Baik Pak!” jawab Aidan. “Apa nanti perlu saya hubungi Ramdan untuk menjemput Bapak?” tanyanya.“Tidak perlu,” jawab Damar. “Kamu tinggalkan saja mobilnya di sini!”Aidan kembali mengangguk, tanpa perlu dijelaskan lagi ia sudah paham dengan apa yang harus dilakukannya.Dan sepeninggal sang asisten, Damar kembali membuka tablet dan mulai mengerjakan sesuatu di sana, sebelum akhirnya pria itu menangkap sosok yang sangat famili

    Last Updated : 2025-02-25
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   6. Chapter 6 : Meminta Alasan

    Kinanti mengerjapkan matanya dengan cepat. Gadis itu berusaha untuk mencerna semua yang baru saja dikatakan oleh sang dosen. Penawaran? Penawaran seperti apa yang dimaksudkan oleh pria itu? Pertanyaan itu terus berputar dalam benak Kinanti. Hingga lamunan gadis itu buyar, saat mendengar suara Damar.“Bagaimana Kinanti?” tanya Damar, membuyarkan lamunan gadis itu.“Huh!” Kinanti sedikit terkesiap. “Maksud Bapak … penawaran seperti apa?” tanya gadis itu.Damar menghela napas pelan, ia menatap Kinanti lurus. “Saya ingin kita melakukan kerja sama. Kita harus berpura-pura menjadi pasangan.”Hampir saja rahang Kinanti terlepas dari tempatnya, saking ia terkejut mendengar penuturan Damar.Berpura-pura menjadi pasangan?Apa dosennya itu sudah gila?Sementara dari tempat duduknya, Damar memperhatikan Kinanti. Ia mencoba mencari tahu reaksi gadis itu, dan wajar saja jika gadis itu akan merasa terkejut.Mereka memang tidak sedekat itu, meskipun keluarga Kinanti adalah kolega bisnis keluargany

    Last Updated : 2025-03-10
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   7. Chapter 7 : Isi Surat Perjanjian

    Kinanti masih terdiam, gadis itu bahkan masih mencerna dengan apa yang baru saja Damar bicarakan.Dan lagi, tangannya masih memegang lembaran kertas yang berisi perjanjian yang dibuat oleh pria itu.“Bagaimana?”Suara Damar yang memecah keheningan, membuat Kinanti sedikit terkesiap.Gadis itu menggeleng pelan. “Saya masih tidak mengerti dengan semua ini, Pak.”“Bagian mana yang tidak kamu mengerti?” tanya Damar.“Kenapa Bapak harus sampai begini?” tanya Kinanti. “Bapak bisa menolak perjodohan itu, dan berikan alasan Bapak kepada keluarga Bapak.”Benar kan?Semua hal bisa dibicarakan dengan baik-baik, dan tidak sampai harus mengambil jalan pintas seperti Damar ini.Bukan apa-apa, Kinanti masih ragu lantaran ia sendiri masih tidak percaya dengan apa yang ditawarkan oleh dosennya itu.“Masalahnya tidak sesederhana itu,” jawab Damar pelan. “Dan kamu pikir, saya tidak melakukan hal yang kamu katakan barusan?”“Jika cara itu sudah berhasil, maka saya tidak perlu memanggilmu kemari,” imbuh D

    Last Updated : 2025-03-10
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   8. Chapter 8 : Memberi Waktu

    Kinanti bahkan tidak tahu, jika dosen yang terkenal sangat dingin kepada wanita itu, memiliki sisi percaya diri yang tinggi seperti sekarang.Gadis itu masih tidak mengerti, kenapa harus dirinya yang dipilih oleh Damar?“Pak, saya … masih nggak ngerti, kenapa Bapak harus pilih saya untuk melakukan kerjasama ini?”Maksud Kinanti, dari sekian banyak perempuan yang ada di kampus, kenapa harus dirinya?“Saya sudah bilang, kan? Karena kamu yang paling berpotensi untuk bisa diajak kerja sama,” tutur Damar.“Tapi …”“Kinanti, coba kamu pikirkan lagi, sembari kamu baca ulang isi dari perjanjian itu,” Damar menatap lurus gadis itu. “Kamu bisa tunjukkan kepada semua orang—termasuk mantan kamu itu, kalau kamu juga bisa mendapatkan pengganti dia, bahkan lebih.”

    Last Updated : 2025-03-15
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   9. Chapter 9 : Syarat Tambahan

    Tiba di rumahnya, Damar langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang berukuran king size. Pria itu menatap langit-langit kamarnya, kemudian menghela napas pelan.“Apa aku sudah melakukan hal yang benar? atau jutru malah sebaliknya?” gumam Damar.Kemudian ia bangkit dan duduk di tepi ranjang, tatapannya kini tertuju kepada bingkai foto yang ia letakkan di atas nakas. Tangannya terulur untuk mengambil benda tersebut.Damar mengusap dengan lembut wajah cantik yang sedang tersenyum ke arah kamera. “Andai kamu masih di sini, Sayang. Mungkin aku nggak perlu melakukan hal gila seperti ini,” pria itu mendekap bingkai foto tersebut.“Aku beneran nggak tahu harus gimana lagi, karena kalau aku nggak lakukan ini, Ibu bakal terus jodohkan aku dengan adik kamu,” Damar mengusap sudut matanya yang mulai berair. Damar terus berbicara seolah mendiang istrinya itu sedang berada di sisinya sekarang. Hingga tanpa sadar pria itu tertidur dengan tangan yang masih mendekap bingkai foto itu.***Sementara itu

    Last Updated : 2025-03-15
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   10. Chapter 10 : Sepakat

    “Kamu sedang memanfaatkan saya?” Damar menatap lurus Kinanti.Satu alis Kinanti terangkat. “Bukannya Bapak juga begitu?”SialDamar benar-benar tidak menyangka jika Kinanti akan memanfaatkan status mereka. Ternyata gadis itu sama seperti perempuan di luar sana.“Apa tidak cukup, jika hanya teman-teman kam yang mengetahui status kita nanti?’ tanya Damar. “Bukanya nanti sama saja, mantan kamu juga kan tahu berita ini?”Damar berpikir jika Kinanti ini terlalu berlebihan, kenapa juga mereka harus bersandiwara di depan keluarga gadis itu?Dan juga, bukankah perjanjian ini adalah Damar yang buat? kenapa sekarang seolah semua ada pada kendali gadis itu?Kinanti mengangkat bahunya. “Ya, itu sih yang paling fair menurut saya,” ujarnya pelan. “Emangnya Bapak pikir, mantan saya itu bakal percaya gitu aja? semua orang di kampus ini juga tahu, Bapak o

    Last Updated : 2025-03-16
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   11. Chapter 11 : Profesional

    “Kapan?”Pertanyaan itu kembali Damar dengar, setelah beberapa hari ini ibunya tidak kembali menyinggung soal statusnya.“Kapan Damar?” tanya Bu Mustika lagi. “Kamu pasti hanya lagi cari alasan saja, kan? sebenarnya kamu pasti belum ada calonnya. Iya kan?”“Enggak, Bu. Damar nggak bohong,” jawa Damar.“Ya, terus kapan?!” tanya Bu Mustika lagi, kali ini dengan nada yang lebih mendesak.“Nanti, Bu. Aku juga sedang sibuk urusan kantor dan juga kampus. Dan dia juga sedang sibuk,” jawab Damar pelan.“Memangnya calon istrimu itu kerja di mana?” tanya Bu Mustika.“Ada pokoknya Bu,” Damar enggan untuk menjawab. “Sudah ya, nggak ada yang perlu Ibu khawatirkan lagi. Nanti kalau kami sudah nggak sibuk, pasti akan aku kenalkan sama Ibu.”

    Last Updated : 2025-03-16
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   12. Chapter 12 : Anak Gadis Satu-satunya

    Kinanti mengerjap cepat, gadis itu seperti orang linglung sekarang. Hingga Anggita yang berdiri di sampingnya, sedikit menyenggol lengannya.“I-iya Pak?”Damar tersenyum tipis, kemudian menggeleng pelan. Tatapannya kini beralih pada Anggita. “Kamu boleh keluar dulu. Ada yang mau saya bicarakan dengan Kinanti.”“B-baik Pak!” Anggita langsung buru-buru keluar dari ruangan Damar, tanpa peduli dengan tatapan memohon dari Kinanti.Sementara Kinanti menatap kepergian temannya hingga gadis itu tiba di pintu, Anggita seperti tengah mengatakan sesuatu.“Semangat!” kata Anggita, yang hanya menggerakkan bibirnya saja, tanpa suara.Dan Kinanti merasa benar-benar seperti sedang dijebak sekarang.“Apa kamu akan terus berdiri?”Pertanyaan itu langsung membuyarkan lamunan Ki

    Last Updated : 2025-03-17

Latest chapter

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   28. Chapter 28 : Calon Menantu

    “K-Kinanti?”Gadis si pemilik nama itu pun tersenyum, ia kembali berderap mendekat. Kemudian meraih tangan wanita baya di depannya, lalu dicium punggung wanita itu. “Tante …” Kinanti tersenyum menatap Bu Mustika. “Abis belanja ya?” tanyanya. “Iya,” jawab Bu Mustika. “Kamu sendiri? Mau belanja juga?”Kinanti tersenyum, lalu menggeleng pelan. “Enggak. Kinan niatnya mau antar teman, Tante. Ini kenalin, namanya Anggita.”Mau tidak mau Anggita ikut tersenyum—meskipun terlihat canggung, karena ia sama sekali tidak mengenal perempuan di hadapannya. Bu Mustika menyambut uluran tangan Anggita sambil tersenyum. “Tante sudah mau pulang, atau baru mau belanja?” tanya Kinanti pada akhirnya. “Sudah mau pulang, tapi ini ponsel saya kehabisan daya, jadi nggak bisa hubungi driver,” tutur Bu Mustika. Kinanti mengangguk kecil. “Mau pinjam punya saya, Tante? Boleh telepon Pak—maksud saya Mas Damar.”“Ah, benar juga. Tapi memangnya nggak ngerepotin kamu?”Kinanti tersenyum, lalu menggeleng. “Sama sek

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   27. Chapter 27 : Tidak Sengaja Bertemu

    Mama? Damar tidak pernah menyangka, jika kalimat keluar dari mulut mungil putrinya. “Ola, Sayang … kenapa tiba-tiba ngomong begitu?” tanya Bu Mustika dengan lembut. “Memangnya kenapa, Eyang? Nggak boleh, ya?” Ola mengerjapkan matanya lambat, tatapannya begitu polos. Bu Mustika tersenyum, kemudian tangannya mengusap lembut kepala sang cucu. “Bukan nggak boleh, takut Tante Kinan nggak nyaman.”“Nggak kok, Eyang. Tante Kinan malah senang, aku panggil Mama.”Kemudian wanita baya itu menatap putranya, yang hanya mengedikkan bahu. Karena memang Damar tidak mengetahui apapun. “Sekarang Ola masuk ke dalam kamar dulu ya, Nak? Bersih-bersih, minta ditemani sama Sus,” ujar Bu Mustika lembut. Dan gadis cilik itu pun menuruti apa yang dikatakan oleh eyangnya. Kini tinggal lah Damar dan juga ibunya di ruang tamu utama.“Apa gadis itu, yang mempengaruhi cucu Ibu?” tanya Bu Mustika, dengan menatap Damar lurus. “Maksud Ibu?”Bu Mustika berjalan pelan, kemudian ia mengambil duduk di salah satu

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   26. Chapter 26 : Mama

    Cepat-cepat Damar menggeleng,menyadari apa yang baru ia pikirkan. Tidak mungkin perasaan itu ada untuk perempuan lain. Pasti ada yang tidak beres dengan otaknya. Sementara itu, Kinanti yang tengah asik bercengkrama dengan Ola, sama sekali tidak peduli dengan apa yang kini dirasakan oleh pria itu. Kinanti yang notabene pencinta anak-anak, sangat senang saat bermain bersama Ola. Ia memang sejak dulu sangat menginginkan kehadiran seorang adik. “Tante, Tante!” panggil Ola. “Iya, Sayang?” balas Kinanti dengan tersenyum lembut. Kemudian gadis kecil itu membisikkan sesuatu di telinga Kinanti. Lalu setelahnya kedua perempuan berbeda generasi itu, tertawa bersama setelah Kinanti melakukan hal yang sama pada Ola. Hal itu tentu saja menarik perhatian Damar. Apa kiranya yang tengah dibicarakan oleh mereka? “Ekhem!” Damar berdehem untuk menginterupsi dua perempuan yang ada di sampingnya. “Kalian … sedang bicara apa? Kenapa harus bisik-bisik?” tanyanya—penasaran.Kinanti dan Ola saling bertu

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   25. Chapter 25 : Kedekatan Kinanti dan Ola

    “Wait? jadi lo kemarin malam diajak ke rumahnya Mas Damar?” tanya Adrian saat sedang berada di kantin fakultas bersama dengan Kinanti dan Anggita.Kening Kinanti berkerut. “Tahu dari mana lo?”tanyanya. Gadis itu mengaduk minumannya dengan tidak bersemangat.“Ya elah, nggak usah heran,” balas Adrian. “Lo lupa, kalau gue ini adik sepupu dosen tercinta lo itu?”Dibilang seperti itu, Kinanti mendelik pada temannya itu.“Jadi beneran ya, Ki?” tanya Adrian lagi, ia ingin mendengar jawaban dari Kinanti langsung.Kinanti menyesap minumannya sedikit, kemudian gadis itu menghela napas pelan. “Ya, kayak yang lo dengar aja lah, Yan.”Kedua teman Kinanti itu, tidak bisa untuk tidak terkejut. Meski sudah menyangka hal seperti ini jelas akan terjadi, tapi tetap saja mereka masih terkejut.

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   24. chapter 24 : Tidak Setuju

    “Apa maksud Ibu?” tanya Damar, dengan kening yang berkerut.Bu Mustika menghela napas pelan. “Ibu nggak yakin, kamu bisa menikah sama dia,” ujarnya pelan.“Begini,” Bu Mustika menuntun Damar, untuk ikut duduk bersamanya di salah satu sofa yang ada di ruangan itu. “Dia itu anak bungsunya Mas Djiwo, yang kalau nggak salah juga dia temannya si Adrian.”Damar masih terdiam, menunggu ibunya kembali bersuara.“Kamu tahu apa artinya itu, Damar?” tanya Bu Mustika, dan Damar menggeleng. “Artinya, perbedaan kalian itu sangatlah jauh. Selisih usia kalian saja, 13 tahun. Apa kamu yakin, mau menikahi dia?”“Kenapa tidak, Bu?”Damar sendiri sebetulnya sudah menyangka, penolakan semacam ini akan terjadi. Terlebih lagi, keluarganya dengan keluarga Kinanti itu memang saling m

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   23. Chapter 23 : Calon Istri

    Kinanti menatap satu per satu anggota keluarga Damar, secara bergantian. Tangannya masih betah mengamit lengan Damar, bahkan gadis itu tidak sadar.Ia melihat tatapan dari semua orang, yang nampak terkejut saat melihat kedatangannya dengan Damar.Mungkin akan berbeda ceritanya jika keluarga mereka tidak saling mengenal dengan baik. Tapi ini kedua orang tua Kinanti saja, mengenal dengan baik keluarga Damar.“Kinanti?”Bu Mustika menjadi orang yang pertama kali bersuara. Dan kalimat itu muncul begitu saja, seolah reflek mengikuti apa yang sedang ada dalam benak wanita itu.Gadis itu tersenyum canggung. “Tante …” lalu gadis itu melepas kemitan lengannya, dan menghampiri ibu Damar.Sementara Bu Mustika masih bigung, dan mencerna apa yang sedang terjadi, Ia melirik ke arah Damar, berharap putranya itu mau memberinya penjelasan.

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   22. Chapter 22 : Bertemu Keluarga Damar

    Kinanti hanya mampu memberikan sebuah senyuman canggung. Gadis itu benar-benar malu. Karena pasti setelah ini ada yang akan mengadukan kejadian ini pada ibunya.Selesai melakukan transaksi, Kinanti keluar bersama dengan Aidan yang berjalan di belakangnya.Begitu keluar dari bangunan itu, Kinanti menoleh ke belakang menghadap Aidan.“Bapak duluan saja, nanti saya pulang sendiri,” ujar gadis itu.Aidan tersenyum tipis. “Saya antar saja,No. Ini perintah Bapak.”Hampir saja Kinanti merotasi bola matanya, karena bosan sekali mendengar jawaban Aidan—yang menurutnya sangat template.Dan Kinanti tidak punya pilihan lain, selain menuruti Aidan.***Keesokan malamnya, Damar sudah siap untuk menjemput Kinanti. Pria itu mengenakan kemeja hitam dengan lengan yang digulung hingga ke siku.

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   21. Chapter 21 : Persiapan Bertemu Keluarha Damar

    “Kenapa, Ki?” tanya Anggita, saat melihat perubahan ekspresi dari temannya itu.Kinanti mengeleng pelan, tapi tangannya menyerahkan ponselnya kepada temannya.Anggita menerima ponsel Kinanti, kemudian membaca pesan dari Damar. Dan menurut gadis itu itu, tidak ada yang aneh dengan isi pesan tersebut.“Menurut lo, Pak Damar berlebihan nggak sih, Git?” tanya Kinanti.“Enggak ah,” jawab Anggita. “Ini namanya gentleman. Beliau mau, lo itu proper pas ketemu sama keluarganya nanti.”Masa iya begitu?“Lagian, lo nggak usah mikir aneh-aneh deh, Ki. Yang dilakukan sama Pak Damar itu sangat wajar, as a gentleman,” ujar Anggita.“Masa sih? bukannya ini berlebihan, ya?” tanya Kinanti. “Maksud gue, hubungan kami kan nggak seserius itu, Git?”Anggita

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   20. Chapter 20 : Jawaban Kinanti

    “Bagaimana Kinanti?”Kinanti masih terdiam. Begitu banyak pertanyaan yang bersarang dalam benaknya. Terutama ketakutannya jika nanti keluarga Damar justru malah semakin mendesak mereka, untuk benar-benar segera menikah.“H-hari Minggu besok banget ya, Pak?” tanya Kinanti.“Ya,” jawab Damar. “Apa kamu keberatan?” tanyanya, karena melihat Kinanti yang nampak ragu.“Gimana ya, Pak? sebenarnya saya agak takut, sih …” aku Kinanti.Satu alis Damar terangkat. “Takut? apa yang kamu takutkan?”Kinanti menghela napas pelan, ia sendiri bingung dengan perasaannya yang mendadak ragu seperti sekarang.“Nanti kalau orang tua Bapak malah nyuruh kita nikah kita nikah beneran, gimana?” tanya Kinanti.Damar mengusap wajahnya menggunakan tangan kan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status