Home / Romansa / Dikontrak Cinta Dosen Duda / 2. Chapter 2 : Butuh Sosok Seorang Ibu

Share

2. Chapter 2 : Butuh Sosok Seorang Ibu

Author: Raynasha
last update Last Updated: 2025-02-24 08:27:48

Damar baru saja menyelesaikan rapat internal pagi ini. Setelahnya ia berniat untuk pergi ke kampus. 

Tapi saat hendak beranjak, sang asisten tiba-tiba bersuara. “Bapak sudah mau pergi?” tanyanya hati-hati.

“Ya.”

Sejenak sang asisten ragu untuk mengatakan, karena bosnya itu terlihat sedang tidak bagus moodnya. 

“Ada yang mau kamu katakan?” Damar sepertinya paham, jika asistennya itu sedang ingin mengatakan sesuatu. 

“Anu Pak, tadi … Ibu mengabari jika Bapak harus pulang sekarang,” ucap Aidan—asisten Damar.

Kening Damar berkerut. Kemudian pria itu melihat ponselnya, banyak sekali panggilan masuk dari ibunya. 

Ia kembali menghela napas pelan. “Apa kamu tahu, beliau mau apa?” tanyanya pada sang asisten.

“Ini tentang Non—”

Belum sempat Aidan menjelaskan, ponsel bosnya itu sudah berdering. 

“Ya, Bu. Ada masalah?” tanya Damar. 

“Lebih baik kamu cepat pulang sekarang, Damar. Anakmu demam!”

“Ya, aku segera pulang.”

Damar langsung menatap sang asisten. “Kamu pastikan pekerjaan mereka selesai hari ini. Aku tunggu laporan kamu nanti malam.”

“B-baik Pak!”

Damar langsung berderap cepat, meninggalkan kantornya. Pikirannya sudah sangat kacau, dan ia teringat hari ini harus mengisi dua kelas di kampus tempatnya mengajar. 

Pria itu mendesah pelan, lalu kembali meraih ponselnya. Ia mengirimkan pesan grup kepada mahasiswanya. 

Menghela napas berat, Damar kembali melajukan mobilnya. Hari ini benar-benar terasa lelah untuknya. 

Dan setelah dua puluh menit berkendara, sedan mewah milik Damar memasuki pelataran rumah orang tuanya. 

Pria itu memberikan kunci mobilnya pada salah satu pelayan yang bertugas membuka pintu gerbang. 

“Aden sudah ditunggu sama Ibu di dalam,” ucap pria paruh baya yang berjaga di depan pintu.

Damar mengangguk kecil, lalu langkahnya kembali bergerak membawanya menuju pintu utama rumah mewah itu. 

Pandangannya menyapu ke penjuru ruangan. Ia menatap anak tangga, kemudian langsung menuju ke kamar putrinya. 

Begitu tiba di kamar putrinya, pria itu langsung membuka pintu. Tatapannya langsung tertuju kepada gadis kecil yang sedang terbaring, dengan plester penurun panas di dahinya. 

“Kenapa bisa begini, Bu?” tanya Damar pelan, begitu ia berada di hadapan ibunya. Ia melirik putrinya, yang sedang memejamkan matanya dengan kening yang berkerut.

Bu Mustika menggeleng. “Ibu keluar dulu, kamu lebih baik lihat Ola dulu. Dia kayaknya lebih butuh kamu dari pada eyangnya.”

Wanita paruh baya itu menepuk pelan bahu putranya, kemudian ia beranjak keluar meninggalkan pasangan ayah dan anak itu. 

Sepeninggal sang ibu, Damar duduk di tepi ranjang. Ia memperhatikan putrinya. Wajah gadis kecil itu terlihat pucat. 

Jemarinya membenahi anak rambut yang sedikit menutupi wajah cantik gadis kecil itu. Perasaan Damar tidak karuan. 

Setelahnya Damar memilih untuk mengecup lembut kening putrinya. 

“Cepat sembuh Princess nya Papa …” kata Damar pelan. 

Kemudian ia melihat kelopak mata putrinya bergerak. Perlahan gadis kecil itu membuka matanya, dan menangkap sosok Damar. 

“Hei, anak Papa …” Damar tersenyum lembut, ia mengusap salah satu sisi wajah sang putri.

“Papa …” gadis kecil itu berkata lirih. “Kenapa aku nggak punya Mama? Kenapa aku nggak kayak teman-temanku yang lain?” tanya gadis itu dengan suara yang sedikit bergetar, seperti akan menangis.

“Sayang …” tenggorokan Damar tiba-tiba terasa tercekat. Perasaannya tidak menentu, apalagi saat melihat tatapan putrinya yang penuh harap itu.

“Aku juga mau punya Mama kayak teman-temanku, Pa!” gadis kecil itu berseru, dan air matanya mulai tumpah. Ia tersedu pelan.

Damar kehabisan kata-katanya. Ia merasa sedih, kemudian pria itu memeluk putrinya. Berusaha untuk menenangkan gadis kecil itu. 

Dan tak lama setelahnya, ia merasa helaan napas sang putri mulai teratur. Benar saja, anaknya itu sudah kembali terlelap, karena tadi sempat menangis. 

***

Damar menemui sang ibu, yang kini sedang duduk di ruang keluarga bersama ayahnya. Ia mengambil duduk di salah satu sofa single. 

“Jadi, apa yang buat dia tiba-tiba demam begini? Seingatku tadi pagi masih baik-baik saja?” tanya Damar pelan, ia menatap ayah dan ibunya bergantian.

Bu Mustika menggeleng pelan. “Ibu nggak tahu. Tadi pagi memang baik-baik saja. Cuma tadi tiba-tiba, Ibu dihubungi sama pihak sekolah. Dia udah pingsan. Dan sebelum pingsan tadi katanya sempat bertengkar dengan teman satu kelasnya.”

“Bertengkar?” kening Damar berkerut. “Kenapa bisa mereka bisa bertengkar?” tanyanya.

“Damar …” Bu Mustika menghela napas pelan. “Tadi Ibu sempat tanya sama pihak sekolah, terutama sama Miss nya. Katanya mereka memang sering bertengkar. Awal mulanya, anak kamu sering diledek oleh temannya itu karena nggak punya ibu.”

Damar terkejut saat mendengar penuturan sang ibu. Pantas saja akhir-akhir ini putrinya itu sering menanyakan perihal ibu. Dan baru saja, ia juga mendapati pertanyaan yang serupa. 

Ternyata karena di sekolah putrinya itu mendapat rundungan dari teman-temannya. 

“Aku akan buat peringatan kepada pihak sekolah,” ucap Damar. 

Bu Mustika mengangguk. “Kamu benar,” ujarnya. “Tapi apa setelahnya bisa membuat keadaan anakmu membaik? Selamanya dia akan terus menanyakan kenapa dia nggak punya Mama seperti teman-temannya.”

“Aku bisa mengatasinya Bu!” tegas Damar.

“Dengan cara apa, Damar?” tanya Bu Mustika cepat. “Beritahu Ibu, dengan cara apa kamu akan mengatasi masalah ini?” cecarnya.

Seketika Damar terdiam. 

“Damar … salah satu alasan Ibu menyuruhmu menikah lagi, ya karena ini! Bukan hanya Ibu, tapi anakmu juga. Dia lebih membutuhkan sosok seorang ibu. Meskipun dia tidak pernah kekurangan kasih sayang, tetap saja akan ada bagian yang kosong di dalam hidupnya,” ucap sang ibu mengungkapkan kenyataan yang tidak terlihat oleh Damar selama ini.

“Aku bisa—”

“Ibu tahu kamu bisa,” sela Bu Mustika cepat. “Tapi Damar, tetap saja semuanya terasa berbeda. Itulah kenapa Ibu selalu menyuruh kamu untuk menikah.”

Kini Damar memijit pelipisnya pelan. Rasa frustasi menyergap dirinya, hingga tidak ada jawaban yang bisa ia jadikan alasan lagi. Selama ini ia mengira putrinya baik-baik saja. Nyatanya gadis kecil itu justru yang lebih membutuhkan sosok seorang ibu di sisinya. 

Seketika rasa bersalah membuat damar tersadar jika dirinya selama ini telah egois dan menganggap sudah melakukan yang terbaik untuk anaknya.

Selama ini ia terlalu jumawa, bisa membesarkan putrinya sendiri. Memberi gadis kecil itu pengertian setiap hari. Nyatanya, anaknya justru selalu mengalami hal yang berat. 

Damar merasakan sentuhan lembut di lengannya. Ia menoleh dan menatap sang ibu, yang kini tengah menatapnya—penuh harap. 

“Demi anak kamu, wujudkan impian dia untuk memiliki keluarga yang utuh.”

Damar terdiam, pikirannya tidak karuan. Ia merasakan ada sedikit goyah di dalam hatinya. 

Menghela napas pelan, Damar mengangguk dan tersenyum tipis menatap sang ibu. 

“Baiklah, Damar akan coba untuk menikah,” putus Damar.

Bu Mustika tersenyum senang. “Kamu mau menikah dengan Mega?”

“Kecuali dengan dia!” sanggah Damar cepat, tanpa mencoba memikirkannya sedetikpun.

Damar tidak akan bisa menggantikan sosok sang istri dengan adiknya. Walaupun wajah mereka hampir mirip, tapi bagi Damar itu merupakan salah satu alasan dirinya tidak bisa menyetujuinya.

Dia sudah menganggap Mega adiknya sendiri, jadi dia tidak mungkin merasakan ketertarikan lawan jenis. Dan itu berarti, posisi Mega hanya akan menjadi pengganti istrinya. Damar tidak mungkin mengambil jati diri adiknya, hanya untuk memuaskan rasa rindunya pada sang istri.

Walaupun, sebenarnya dirinya bisa merasakan ketertarikan Mega pada dirinya, bahkan sang ibu juga merasakannya. Hal itu bisa terlihat dari upaya Mega yang selalu mendekati Daar dengan berbagai alasan, namun selalu ditanggapi Damar dengan datar.

“Lalu dengan siapa kamu akan menikah? Apa kamu sudah punya calonnya?” tanya Bu Mustika yang penasaran, karena jawaban Damar yang menolak dengan cepat.

“Itu biar jadi urusan Damar, Bu. Yang penting sekarang, Ibu nggak perlu khawatir.”

Bisa Damar lihat sebuah raut lega di wajah sang ibu. Sementara pria itu, kini merasa pusing karena harus memikirkan bagaimana caranya ia menikah.

“Sebenarnya apa yang aku pikirkan?!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   3. Chapter 3 : Mahasiswa Bermasalah

    Setelah setuju untuk kembali menikah, Damar mengira jika dirinya akan selesai untuk didesak. Nyatanya, tidak. Seperti pagi ini, Damar hendak pergi ke kantor sebelum dirinya pergi ke kampus. Tapi ibunya sudah kembali melayangkan sebuah pertanyaan. “Kamu beneran mau menikah, kan?” tanya sang ibu, yang kini sedang menatap Damar.Damar sampai harus menghela napas pelan. Tangannya terulur mengusap belakang kepala putrinya, yang tengah asyik menikmati roti selai cokelat miliknya. Ia berganti menatap ibunya, yang kini menatapnya penuh harap. “Kan aku sudah bilang kemarin, Bu? Pokoknya Ibu nggak perlu khawatir lagi,” ujarnya.“Tapi Ibu masih penasaran, dengan siapa kamu mau menikah?” tanya Bu Mustika. “Maksud Ibu, kamu nggak kelihatan sedang dekat dengan perempuan manapun. Dan satu-satunya perempuan yang dekat dengan keluarga kita, cuma Mega.”“Dengan siapa aku akan menikah, Ibu nggak perlu khawatir. Yang jelas, aku bakal menikah sesuai dengan kemauan Ibu,” kata Damar. “Tapi—”“Kecuali de

    Last Updated : 2025-02-24
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   4. Chapter 4 : Ide Gila Damar

    Jika ada orang yang ingin berteriak seperti manusia dengan gangguan mental, maka itu adalah Damar.Damar menghela napas pelan, menatap gadis cantik yang duduk di depan mejanya. “Kembali ke tempat dudukmu!” ujarnya tegas, sembari menyerahkan lembar evaluasi milik gadis itu.“Terimakasih Pak!” kata gadis itu, yang sama sekali tidak ada takut-takutnya dengan sang dosen.Dari tempat duduknya, Damar menggelengkan kepalanya. Benar-benar tak habis pikir dengan kelakuan mahasiswanya.Sementara Kinanti, mendapat tatapan dari beberapa teman sekelasnya. Tapi gadis itu benar-benar tidak peduli.Sambil menyimpan lembar evaluasinya ke dalam tas, Kinanti tetap bersikap tenang seperti biasa.“Buset, berani banget lo ngomong begitu ke Mas Damar!” bisik Adrian, yang duduk di samping Kinanti.Kinanti tersenyum tipis, ia melirik Damar yang tengah memanggil mahasiswa yang kasusnya sama seperti dirinya.Kinanti mengangkat bahu. “Biar nggak kaku banget, Yan. Lagian Kakak sepupu lo itu, apa nggak cepat tua,

    Last Updated : 2025-02-25
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   5. Chapter 5 : Sebuah Penawaran

    Damar menjabat tangan kliennya, ia tersenyum puas dengan hasil meeting kali ini. Mereka pun berjabat tangan, sebelum akhirnya meninggalkan Damar dan sang asisten di sana.“Kamu langsung balik ke kantor saja, aku masih ingin di sini!” ujar Damar. Pria itu menyesap sedikit minumannya, ia ingin sedikit menenangkan dirinya sejenak di kafe ini.“Iya Pak?” tanya sang asisten tidak mencoba memastikan apa yang didengarnya.“Kamu, balik ke kantor dan selesaikan pekerjaan kamu! Aku mau di sini dulu sebentar,” Damar terpaksa mengulang kembali perintahnya kepada sang asisten.“Baik Pak!” jawab Aidan. “Apa nanti perlu saya hubungi Ramdan untuk menjemput Bapak?” tanyanya.“Tidak perlu,” jawab Damar. “Kamu tinggalkan saja mobilnya di sini!”Aidan kembali mengangguk, tanpa perlu dijelaskan lagi ia sudah paham dengan apa yang harus dilakukannya.Dan sepeninggal sang asisten, Damar kembali membuka tablet dan mulai mengerjakan sesuatu di sana, sebelum akhirnya pria itu menangkap sosok yang sangat famili

    Last Updated : 2025-02-25
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   6. Chapter 6 : Meminta Alasan

    Kinanti mengerjapkan matanya dengan cepat. Gadis itu berusaha untuk mencerna semua yang baru saja dikatakan oleh sang dosen. Penawaran? Penawaran seperti apa yang dimaksudkan oleh pria itu? Pertanyaan itu terus berputar dalam benak Kinanti. Hingga lamunan gadis itu buyar, saat mendengar suara Damar.“Bagaimana Kinanti?” tanya Damar, membuyarkan lamunan gadis itu.“Huh!” Kinanti sedikit terkesiap. “Maksud Bapak … penawaran seperti apa?” tanya gadis itu.Damar menghela napas pelan, ia menatap Kinanti lurus. “Saya ingin kita melakukan kerja sama. Kita harus berpura-pura menjadi pasangan.”Hampir saja rahang Kinanti terlepas dari tempatnya, saking ia terkejut mendengar penuturan Damar.Berpura-pura menjadi pasangan?Apa dosennya itu sudah gila?Sementara dari tempat duduknya, Damar memperhatikan Kinanti. Ia mencoba mencari tahu reaksi gadis itu, dan wajar saja jika gadis itu akan merasa terkejut.Mereka memang tidak sedekat itu, meskipun keluarga Kinanti adalah kolega bisnis keluargany

    Last Updated : 2025-03-10
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   7. Chapter 7 : Isi Surat Perjanjian

    Kinanti masih terdiam, gadis itu bahkan masih mencerna dengan apa yang baru saja Damar bicarakan.Dan lagi, tangannya masih memegang lembaran kertas yang berisi perjanjian yang dibuat oleh pria itu.“Bagaimana?”Suara Damar yang memecah keheningan, membuat Kinanti sedikit terkesiap.Gadis itu menggeleng pelan. “Saya masih tidak mengerti dengan semua ini, Pak.”“Bagian mana yang tidak kamu mengerti?” tanya Damar.“Kenapa Bapak harus sampai begini?” tanya Kinanti. “Bapak bisa menolak perjodohan itu, dan berikan alasan Bapak kepada keluarga Bapak.”Benar kan?Semua hal bisa dibicarakan dengan baik-baik, dan tidak sampai harus mengambil jalan pintas seperti Damar ini.Bukan apa-apa, Kinanti masih ragu lantaran ia sendiri masih tidak percaya dengan apa yang ditawarkan oleh dosennya itu.“Masalahnya tidak sesederhana itu,” jawab Damar pelan. “Dan kamu pikir, saya tidak melakukan hal yang kamu katakan barusan?”“Jika cara itu sudah berhasil, maka saya tidak perlu memanggilmu kemari,” imbuh D

    Last Updated : 2025-03-10
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   8. Chapter 8 : Memberi Waktu

    Kinanti bahkan tidak tahu, jika dosen yang terkenal sangat dingin kepada wanita itu, memiliki sisi percaya diri yang tinggi seperti sekarang.Gadis itu masih tidak mengerti, kenapa harus dirinya yang dipilih oleh Damar?“Pak, saya … masih nggak ngerti, kenapa Bapak harus pilih saya untuk melakukan kerjasama ini?”Maksud Kinanti, dari sekian banyak perempuan yang ada di kampus, kenapa harus dirinya?“Saya sudah bilang, kan? Karena kamu yang paling berpotensi untuk bisa diajak kerja sama,” tutur Damar.“Tapi …”“Kinanti, coba kamu pikirkan lagi, sembari kamu baca ulang isi dari perjanjian itu,” Damar menatap lurus gadis itu. “Kamu bisa tunjukkan kepada semua orang—termasuk mantan kamu itu, kalau kamu juga bisa mendapatkan pengganti dia, bahkan lebih.”

    Last Updated : 2025-03-15
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   9. Chapter 9 : Syarat Tambahan

    Tiba di rumahnya, Damar langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang berukuran king size. Pria itu menatap langit-langit kamarnya, kemudian menghela napas pelan.“Apa aku sudah melakukan hal yang benar? atau jutru malah sebaliknya?” gumam Damar.Kemudian ia bangkit dan duduk di tepi ranjang, tatapannya kini tertuju kepada bingkai foto yang ia letakkan di atas nakas. Tangannya terulur untuk mengambil benda tersebut.Damar mengusap dengan lembut wajah cantik yang sedang tersenyum ke arah kamera. “Andai kamu masih di sini, Sayang. Mungkin aku nggak perlu melakukan hal gila seperti ini,” pria itu mendekap bingkai foto tersebut.“Aku beneran nggak tahu harus gimana lagi, karena kalau aku nggak lakukan ini, Ibu bakal terus jodohkan aku dengan adik kamu,” Damar mengusap sudut matanya yang mulai berair. Damar terus berbicara seolah mendiang istrinya itu sedang berada di sisinya sekarang. Hingga tanpa sadar pria itu tertidur dengan tangan yang masih mendekap bingkai foto itu.***Sementara itu

    Last Updated : 2025-03-15
  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   10. Chapter 10 : Sepakat

    “Kamu sedang memanfaatkan saya?” Damar menatap lurus Kinanti.Satu alis Kinanti terangkat. “Bukannya Bapak juga begitu?”SialDamar benar-benar tidak menyangka jika Kinanti akan memanfaatkan status mereka. Ternyata gadis itu sama seperti perempuan di luar sana.“Apa tidak cukup, jika hanya teman-teman kam yang mengetahui status kita nanti?’ tanya Damar. “Bukanya nanti sama saja, mantan kamu juga kan tahu berita ini?”Damar berpikir jika Kinanti ini terlalu berlebihan, kenapa juga mereka harus bersandiwara di depan keluarga gadis itu?Dan juga, bukankah perjanjian ini adalah Damar yang buat? kenapa sekarang seolah semua ada pada kendali gadis itu?Kinanti mengangkat bahunya. “Ya, itu sih yang paling fair menurut saya,” ujarnya pelan. “Emangnya Bapak pikir, mantan saya itu bakal percaya gitu aja? semua orang di kampus ini juga tahu, Bapak o

    Last Updated : 2025-03-16

Latest chapter

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   28. Chapter 28 : Calon Menantu

    “K-Kinanti?”Gadis si pemilik nama itu pun tersenyum, ia kembali berderap mendekat. Kemudian meraih tangan wanita baya di depannya, lalu dicium punggung wanita itu. “Tante …” Kinanti tersenyum menatap Bu Mustika. “Abis belanja ya?” tanyanya. “Iya,” jawab Bu Mustika. “Kamu sendiri? Mau belanja juga?”Kinanti tersenyum, lalu menggeleng pelan. “Enggak. Kinan niatnya mau antar teman, Tante. Ini kenalin, namanya Anggita.”Mau tidak mau Anggita ikut tersenyum—meskipun terlihat canggung, karena ia sama sekali tidak mengenal perempuan di hadapannya. Bu Mustika menyambut uluran tangan Anggita sambil tersenyum. “Tante sudah mau pulang, atau baru mau belanja?” tanya Kinanti pada akhirnya. “Sudah mau pulang, tapi ini ponsel saya kehabisan daya, jadi nggak bisa hubungi driver,” tutur Bu Mustika. Kinanti mengangguk kecil. “Mau pinjam punya saya, Tante? Boleh telepon Pak—maksud saya Mas Damar.”“Ah, benar juga. Tapi memangnya nggak ngerepotin kamu?”Kinanti tersenyum, lalu menggeleng. “Sama sek

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   27. Chapter 27 : Tidak Sengaja Bertemu

    Mama? Damar tidak pernah menyangka, jika kalimat keluar dari mulut mungil putrinya. “Ola, Sayang … kenapa tiba-tiba ngomong begitu?” tanya Bu Mustika dengan lembut. “Memangnya kenapa, Eyang? Nggak boleh, ya?” Ola mengerjapkan matanya lambat, tatapannya begitu polos. Bu Mustika tersenyum, kemudian tangannya mengusap lembut kepala sang cucu. “Bukan nggak boleh, takut Tante Kinan nggak nyaman.”“Nggak kok, Eyang. Tante Kinan malah senang, aku panggil Mama.”Kemudian wanita baya itu menatap putranya, yang hanya mengedikkan bahu. Karena memang Damar tidak mengetahui apapun. “Sekarang Ola masuk ke dalam kamar dulu ya, Nak? Bersih-bersih, minta ditemani sama Sus,” ujar Bu Mustika lembut. Dan gadis cilik itu pun menuruti apa yang dikatakan oleh eyangnya. Kini tinggal lah Damar dan juga ibunya di ruang tamu utama.“Apa gadis itu, yang mempengaruhi cucu Ibu?” tanya Bu Mustika, dengan menatap Damar lurus. “Maksud Ibu?”Bu Mustika berjalan pelan, kemudian ia mengambil duduk di salah satu

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   26. Chapter 26 : Mama

    Cepat-cepat Damar menggeleng,menyadari apa yang baru ia pikirkan. Tidak mungkin perasaan itu ada untuk perempuan lain. Pasti ada yang tidak beres dengan otaknya. Sementara itu, Kinanti yang tengah asik bercengkrama dengan Ola, sama sekali tidak peduli dengan apa yang kini dirasakan oleh pria itu. Kinanti yang notabene pencinta anak-anak, sangat senang saat bermain bersama Ola. Ia memang sejak dulu sangat menginginkan kehadiran seorang adik. “Tante, Tante!” panggil Ola. “Iya, Sayang?” balas Kinanti dengan tersenyum lembut. Kemudian gadis kecil itu membisikkan sesuatu di telinga Kinanti. Lalu setelahnya kedua perempuan berbeda generasi itu, tertawa bersama setelah Kinanti melakukan hal yang sama pada Ola. Hal itu tentu saja menarik perhatian Damar. Apa kiranya yang tengah dibicarakan oleh mereka? “Ekhem!” Damar berdehem untuk menginterupsi dua perempuan yang ada di sampingnya. “Kalian … sedang bicara apa? Kenapa harus bisik-bisik?” tanyanya—penasaran.Kinanti dan Ola saling bertu

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   25. Chapter 25 : Kedekatan Kinanti dan Ola

    “Wait? jadi lo kemarin malam diajak ke rumahnya Mas Damar?” tanya Adrian saat sedang berada di kantin fakultas bersama dengan Kinanti dan Anggita.Kening Kinanti berkerut. “Tahu dari mana lo?”tanyanya. Gadis itu mengaduk minumannya dengan tidak bersemangat.“Ya elah, nggak usah heran,” balas Adrian. “Lo lupa, kalau gue ini adik sepupu dosen tercinta lo itu?”Dibilang seperti itu, Kinanti mendelik pada temannya itu.“Jadi beneran ya, Ki?” tanya Adrian lagi, ia ingin mendengar jawaban dari Kinanti langsung.Kinanti menyesap minumannya sedikit, kemudian gadis itu menghela napas pelan. “Ya, kayak yang lo dengar aja lah, Yan.”Kedua teman Kinanti itu, tidak bisa untuk tidak terkejut. Meski sudah menyangka hal seperti ini jelas akan terjadi, tapi tetap saja mereka masih terkejut.

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   24. chapter 24 : Tidak Setuju

    “Apa maksud Ibu?” tanya Damar, dengan kening yang berkerut.Bu Mustika menghela napas pelan. “Ibu nggak yakin, kamu bisa menikah sama dia,” ujarnya pelan.“Begini,” Bu Mustika menuntun Damar, untuk ikut duduk bersamanya di salah satu sofa yang ada di ruangan itu. “Dia itu anak bungsunya Mas Djiwo, yang kalau nggak salah juga dia temannya si Adrian.”Damar masih terdiam, menunggu ibunya kembali bersuara.“Kamu tahu apa artinya itu, Damar?” tanya Bu Mustika, dan Damar menggeleng. “Artinya, perbedaan kalian itu sangatlah jauh. Selisih usia kalian saja, 13 tahun. Apa kamu yakin, mau menikahi dia?”“Kenapa tidak, Bu?”Damar sendiri sebetulnya sudah menyangka, penolakan semacam ini akan terjadi. Terlebih lagi, keluarganya dengan keluarga Kinanti itu memang saling m

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   23. Chapter 23 : Calon Istri

    Kinanti menatap satu per satu anggota keluarga Damar, secara bergantian. Tangannya masih betah mengamit lengan Damar, bahkan gadis itu tidak sadar.Ia melihat tatapan dari semua orang, yang nampak terkejut saat melihat kedatangannya dengan Damar.Mungkin akan berbeda ceritanya jika keluarga mereka tidak saling mengenal dengan baik. Tapi ini kedua orang tua Kinanti saja, mengenal dengan baik keluarga Damar.“Kinanti?”Bu Mustika menjadi orang yang pertama kali bersuara. Dan kalimat itu muncul begitu saja, seolah reflek mengikuti apa yang sedang ada dalam benak wanita itu.Gadis itu tersenyum canggung. “Tante …” lalu gadis itu melepas kemitan lengannya, dan menghampiri ibu Damar.Sementara Bu Mustika masih bigung, dan mencerna apa yang sedang terjadi, Ia melirik ke arah Damar, berharap putranya itu mau memberinya penjelasan.

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   22. Chapter 22 : Bertemu Keluarga Damar

    Kinanti hanya mampu memberikan sebuah senyuman canggung. Gadis itu benar-benar malu. Karena pasti setelah ini ada yang akan mengadukan kejadian ini pada ibunya.Selesai melakukan transaksi, Kinanti keluar bersama dengan Aidan yang berjalan di belakangnya.Begitu keluar dari bangunan itu, Kinanti menoleh ke belakang menghadap Aidan.“Bapak duluan saja, nanti saya pulang sendiri,” ujar gadis itu.Aidan tersenyum tipis. “Saya antar saja,No. Ini perintah Bapak.”Hampir saja Kinanti merotasi bola matanya, karena bosan sekali mendengar jawaban Aidan—yang menurutnya sangat template.Dan Kinanti tidak punya pilihan lain, selain menuruti Aidan.***Keesokan malamnya, Damar sudah siap untuk menjemput Kinanti. Pria itu mengenakan kemeja hitam dengan lengan yang digulung hingga ke siku.

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   21. Chapter 21 : Persiapan Bertemu Keluarha Damar

    “Kenapa, Ki?” tanya Anggita, saat melihat perubahan ekspresi dari temannya itu.Kinanti mengeleng pelan, tapi tangannya menyerahkan ponselnya kepada temannya.Anggita menerima ponsel Kinanti, kemudian membaca pesan dari Damar. Dan menurut gadis itu itu, tidak ada yang aneh dengan isi pesan tersebut.“Menurut lo, Pak Damar berlebihan nggak sih, Git?” tanya Kinanti.“Enggak ah,” jawab Anggita. “Ini namanya gentleman. Beliau mau, lo itu proper pas ketemu sama keluarganya nanti.”Masa iya begitu?“Lagian, lo nggak usah mikir aneh-aneh deh, Ki. Yang dilakukan sama Pak Damar itu sangat wajar, as a gentleman,” ujar Anggita.“Masa sih? bukannya ini berlebihan, ya?” tanya Kinanti. “Maksud gue, hubungan kami kan nggak seserius itu, Git?”Anggita

  • Dikontrak Cinta Dosen Duda   20. Chapter 20 : Jawaban Kinanti

    “Bagaimana Kinanti?”Kinanti masih terdiam. Begitu banyak pertanyaan yang bersarang dalam benaknya. Terutama ketakutannya jika nanti keluarga Damar justru malah semakin mendesak mereka, untuk benar-benar segera menikah.“H-hari Minggu besok banget ya, Pak?” tanya Kinanti.“Ya,” jawab Damar. “Apa kamu keberatan?” tanyanya, karena melihat Kinanti yang nampak ragu.“Gimana ya, Pak? sebenarnya saya agak takut, sih …” aku Kinanti.Satu alis Damar terangkat. “Takut? apa yang kamu takutkan?”Kinanti menghela napas pelan, ia sendiri bingung dengan perasaannya yang mendadak ragu seperti sekarang.“Nanti kalau orang tua Bapak malah nyuruh kita nikah kita nikah beneran, gimana?” tanya Kinanti.Damar mengusap wajahnya menggunakan tangan kan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status