Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola

Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola

Oleh:  Linilini  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 Peringkat
25Bab
85Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

"Tolong, aku butuh uang sekarang untuk operasi ayahku. Haruskah aku menambahkan jadwal kerjaku menjadi asistenmu?" Vanesha harap-harap cemas menanti balasan Radit, aktor yang ditanganinya dan terkenal arogan. Namun siapa sangka pria tampan itu mengangguk? "Baiklah. Tapi sebagai gantinya, kau harus menjadi 'asisten' penurut padaku, termasuk di ranjang." Deg! Apakah Vanesha akan menerimanya?

Lihat lebih banyak
Penghangat Ranjang Kesayangan Tuan Idola Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Lili Liana
cerita bagus. gak sabar menunggu
2024-09-18 09:57:57
0
user avatar
UmiPutri
the best, ikut cerita ini
2024-09-17 15:05:51
1
25 Bab

01. Petaka

“Pak?!”Vanesha yang hendak mencuci pakaian terkesiap karena suami sang majikan mendadak di belakangnya.Pria gendut itu tidak memakai baju, hanya memakai celana pendek saja!Gadis itu lantas berdiri–mengatur jarak dari sang majikan. Namun bukan menjawab, suami sang majikan malah tersenyum tanpa tahu malu dan tanpa merasa bersalah.“Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya Vanesha, kembali. Kali ini, lebih menuntut.Jujur, ia takut sekali sekarang.“Pijitin punggungku di kamar, ya.” Pria itu mencoba memijat bahunya dengan tangannya ke belakang, seolah pegal. Namun, Vanesha tahu matanya justru jelalatan ke arah gadis itu. “Nanti aku kasih bonus,” ucapnya kembali sambil mengedipkan mata.“Ma-maaf Pak, tapi saya sedang mencuci pakaian. Dan ini juga sudah sore, saya takut kalau pekerjaan saya belum selesai, tapi Nyonya pulang atau tuan muda terbangun,” balas Vanesha, beralasan.Selain sang nyonya yang galak, Vanesha butuh uang untuk membiayai pengobatan sang ayah. Belum lagi, ibu tirinya me
Baca selengkapnya

02. Tawaran Gila

“Apa yang kau lakukan di sini? Apa kau seorang pengemis?”Mendengar ucapan pria itu selanjutnya, Vanesha yang tadinya terpesona, seketika ilfeel. “Pengemis? Aku bukan pengemis, ya!”Gadis itu berdiri, menatap tajam pria di hadapannya. Sayangnya, ia jauh lebih pendek, sehingga tatapannya tampak tak seseram yang ia pikir.“Oh, apa kau bertengkar dengan kekasihmu, lalu ditinggalkan?” ucap pria itu lagi."Hah?"Vanesha membelalak.Cobaan apa lagi ini? Baru saja diusir, ia malah bertemu orang aneh?“Radit, sshhtt..” Pria lain yang baru turun tampak panik melihat apa yang terjadi.Tanpa basa-basi, ia menyuruh Radit agar tidak banyak bicara dan menyinggung perasaan orang lain.“Nona, ada apa? Kenapa kau duduk disini, dan… ini sudah malam juga gelap.”Berbeda seperti Radit, Hendrik bicara lembut dan pelan padanya. Jujur, ia takut gadis itu tahu siapa Radit dan menyebarkan berita buruk tentangnya.Untungnya, Vanesha tampak tak masalah. “Tidak Pak. Aku hanya… hanya… baru dipecat dari kerjaan sa
Baca selengkapnya

03. Merampas uang

Mendengar suara motor yang berhenti di depan rumah, Gema--ibu tiri Vanesha--yang tadinya sedang menonton televisi, langsung keluar dari rumahnya.Ia jelas tahu itu suara motor siapa: Vanesha!"Enak banget kamu ya, baru pulang sekarang!" sentaknya sembari berkacak pinggang ketika melihat Vanesha memasuki gerbang rumah.Tak ia pedulikan wajah Vanesha yang tampak lelah karena belum juga menurunkan standard dari motornya, ia sudah kena omel.Dengan langkah lemas, Vanesha lantas berjalan masuk ke dalam rumah."Hey tunggu! Enak saja kau, baru pulang, main nyelonong masuk saja!"Dia menarik lengan Vanesha yang hendak masuk, ditarik keluar."Bu, aku capek banget, aku mau istirahat dulu--"Plak!Sontak Vanesha kaget ketika dia mendapatkan tamparan keras dari ibu tirinya itu. Rasanya perih sampai membekas di pipinya.Bukannya disambut dengan salam dan pelukan hangat, atau hidangan makanan malam, ia malah ditampar?Padahal, baru juga dia mendapat tamparan dari mantan majikannya! "Apa kau bilang
Baca selengkapnya

04. Kartu Nama

"Hah...."Vanesha menghela napas. Ia akhirnya bisa mendaratkan tubuhnya di tempat tidur beralaskan tikar tipis.Tak apa, yang penting dia bisa berbaring dan tidur.Namun ketika sedang merogoh sakunya, kartu nama yang diberikan padanya, menyelip di jari.“Oh iya, ini kartu nama dari pria tadi. Hendrik Syahputra. Nomor teleponnya juga ada.” Beberapa detik dia mengamati kartu nama itu.‘Kalau kamu tertarik, kamu bisa menghubungi nomor ini. Yang jelas, untuk bayarannya, pasti jauh lebih memuaskan daripada kerjaanmu yang sebelumnya.’Ingatan Vanesha kembali ke saat itu.Ia sadar, kalau benar-benar membutuhkan banyak uang untuk kebutuhan di rumah.Bukan hanya untuk dirinya sendiri saja, tapi ibu tiri dan saudara tirinya juga.Apalagi, uang yang Hendrik berikan padanya, tidak bisa dikembalikan karena diambil Gema.Satu hal yang disyukuri, bensin motornya penuh.“Apa sebaiknya aku terima saja pekerjaan itu? Gak apa-apa kan kalau kita mendengar penjelasan dari dia?”Lama berpikir, tubuhnya be
Baca selengkapnya

05. Memangnya Siapa Dia?

Dengan menggunakan mobil khas untuk para selebritis, mereka pun tiba di lokasi, sebuah café yang sering Hendrik dan Raditya datangi untuk menghabiskan waktunya.Dari dalam mobil, Radit melihat Vanesha, berdiri diluar café, menundukan wajahnya, dan menempelkan kedua tangan dibelakang, bersandar pada tembok, “Pft… apa dia murid yang dihukum gurunya?” gumamnya pelan.“Hm? Apa yang kau katakan tadi, Radit?” Hendrik bersiap untuk turun dan mengantongi ponselnya.“Tidak, tidak ada.”“Hey tunggu! Sebelum kau turun, pakai dulu topi dan kacamatamu.”“Ah, tidak perlu. Toh sepi, tidak ada orang.”“Ya siapa tahu kan? Ada banyak paparazzi disini. Cepat pakai.” Hendrik memaksanya. Mau tidak mau, wajah cemberut, Raditya pun menurutinya.Vanesha merasa ada langkah kaki yang berjalan mendekat kearahnya. Perlahan dia mengangkat wajahnya untuk melihat siapa mereka, “Pak Hendrik?”“Hai Nona Vanesha, akhirnya kita bertemu lagi. Tapi, kenapa anda menunggu diluar? Kan bisa menunggu didalam saja?”“Mungkin s
Baca selengkapnya

06. Kabur Bersama

“Ck! Kau seperti orang bodoh. Kalau orang lain yang melihatnya, mereka akan mengira kau akan kesurupan.”Kening Vanesha sontak mengernyit karena suara Raditya telah membuyarkan angan-angannya.“Bagaimana Nona Vanesha? Saya rasa, tawaran ini jauh sangat menguntungkan untukmu kan? Atau, mungkinkah jumlahnya masih kecil?” ucap Hendrik mencegah pertengkaran antara kedua orang itu lagi.“Mana mungkin dia menolak, Hendrik? Dia terkejut karena belum pernah menerima uang sebanyak itu, kau tidak lihat bagaimana mulutnya tadi? Dalam pikirannya pun, dia bisa menggantikan motor bututnya itu dengan uang sebanyak itu, yah walau masih kurang sih.”“Radit!” Hendrik memaksa artisnya untuk diam dan jangan membuat emosi Vanesha yang sedang dia usahakan untuk menerima pekerjaan.Bukan buat beli motor, tapi uang itu bisa dia gunakan untuk mengobati ayahnya, dan memenuhi kebutuhan keluarganya.Ketika Vanesha masih serius untuk mempertimbangkannya, mulai ada gangguan-gangguan kecil, namun tidak nyaman. Hend
Baca selengkapnya

07. Menyembunyikan Makanan

Sayangnya, sang ayah mendadak berbicara, “Sudah, biarkan saja Vanesh, Ayah tidak apa-apa.”“Tapi Yah, Ayah kan lagi sakit, jalan aja gak kuat. Bu, Melody dan Desi kan masih muda, hanya untuk mengambilkan air minum untuk Ayah, apa susahnya? Juga gak pakai waktu lama.”Prang!Kesal, Gema melempar gelas kosong yang ada didekatnya. Takut kena pecahan kaca, Vanesha dan Ayah menjauh, “Apa susahnya? Mereka lagi mau ujian! Kau mau adik-adikmu tinggal kelas?! Lagipula, ayah kamu belum mati kan?”“Bu--"“Ssh…. Sshh… sudah, sudah, biarkan saja, Vanesha. Sekarang, Ayah mau ke kamar saja.”Vanesha menuntun Ayahnya untuk kembali ke kamar. Wajah judes dan angkuhnya Gema, terang-terangan ditunjukan pada mereka berdua.Dia meletakan ayahnya di pembaringan, “Ayah sudah makan?”“Tadi… Ayah sudah makan roti.” Ragu-ragu menjawabnya.“Apa? Roti? Kalau makan nasi?”Bayu mengangkat wajahnya, dan menggelengkan kepala.“Hah? Jam segini Ayah belum makan?” Vanesha berdiri ingin keluar dari kamar, “Vanesha, biark
Baca selengkapnya

08. Siram Air

Setelah meyakinkan security, dan juga Hendrik yang menghubungi mereka, barulah mereka percaya kalau Vanesha adalah orang yang disuruh untuk menjadi asisten pribadi majikan mereka, Raditya.Tok! Tok! Tok!Karena tidak berani asal masuk, Vanesha mengetuk pintu.Masih belum dibuka, dia melakukan lagi, mengetuk pintu.Jangankan pintunya dibuka, tanda-tanda suara dari dalampun, taka da.‘Apa yang harus aku lakukan? Masuk saja? Bagaimana kalau aku tanyakan saja pada pak Hendrik?’Tidak mau dianggap tidak sopan, Vanesha yang masih berdiri didepan kamar orang yang sudah menjadi atasannya, Vanesha mencoba mengirim pesan pada Hendrik sambil menunggu pintu dibuka.“Katanya disuruh masuk saja? Ini beneran gak apa-apa kan?” Vanesha mendapat balasan pesan dari Hendrik.Dengan bukti percakapannya dari orang terdekat Raditya, Vanesha pun berani masuk.Ceklek!Dia masih berdiri melihat sekitarnya.Deg! Deg! Deg!Vanesha belum pernah masuk kedalam kamar orang lain, apalagi seorang pria.Vanesha berpikir
Baca selengkapnya

09. Disuruh Pakai Bikini?

Tap!Tangan Raditya menyentuh dagu Vanesha, menaikannya agar wajah mereka saling berhadapan, dan mengharuskan Vanesh menatapnya, “Berani sekali kau ya. Aku pikir itu hanya ancaman saja. Tapi, baru hari pertama, kau melakukan ini padaku, apa kau pikir aku-Ddrtdd… drrrttd…Ponsel Vanesha berdering.Seperti mendapat kekuatan, Vanesha bisa bergerak, menurunkan tangan Raditya dan menjauh darinya sembari mengeluarkan ponselnya, “I-iya, Pak Hendrik?” tapi matanya melihat kearah Raditya.“Iya Pak, dia… dia sudah bangun.”Karena ‘Mainannya’ sedang sibuk, Raditya berjalan ke kamar mandi, karena dia tahu apa yang akan Hendrik suruh pada Vanesha.“Dia sedang mandi, Pak. Baik Pak, sebentar lagi kami akan tiba di lokasi.”Setelah selesai berbicara dengan Hendrik, dia mengelus dada karena lega, “Hhuuff…”Sambil menunggu, Vanesha merapikan ranjang, membersihkan kamar yang berantakan dan mencari pakaian yang akan dipakai Raditya.Ada banyak punting rokok dibawah nakas kecil, dan disudut kamar, juga a
Baca selengkapnya

10. Kolam Renang

“Tunggu! Tunggu dulu, ini… ini ada yang salah. Saya bukan pemainnya.”“Tidak ada waktu lagi, pokoknya anda harus berganti pakaian. Hey! Mana bikininya? Ambil yang warna merah saja!” tim unit dari wardrobe memanggil timnya yang lain.“Tu-Tuan Radit, tolong saya.”Bukannya ditolong atau bantu menjelaskan, Raditya tersenyum jahil membiarkan itu terjadi. Bahkan dia sampai menunggu gadis itu membuka semua pakaiannya. Satu kancing, dua kancing, dan hampir kancing ketiga akan mereka buka. Padahal sudah dua tangan Vanesha menahan pakaiannya, tapi mereka tetap memaksa.“Loh? Ada apa Vanesha?” untunglah Hendrik datang.“Pak… Hendrik…” hampir menangis, suara pelan memanggil nama atasannya.“Mas, dia bukan pemain, dia asistennya Raditya.” Hendrik pun menjelaskan semuanya dan menghalangi mereka yang menyentuhnya.“Apa? asistennya Raditya? Kok gak ada yang kasih tahu ya?”“Saya sudah kasih tahu beberapa kali kok, tapi gak ada yang mau dengar dan percaya.” Ucap Vanesha memasangkan kancingnya lagi.H
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status