Tujuan konsultasi skripsi Alya pada dosen pembimbingnya—Arga, malah berujung nestapa. Ia dijebak bersama dosen favoritnya—Kaivan Satria Aksa. Malam pertama yang tak diinginkan pun terjadi. Kaivan akhirnya terpaksa harus menikahi Alya karena ternyata mahasiswinya itu hamil anaknya, padahal dia sudah beristri. Kaivan begitu terpukul setelah tahu siapa dalang di balik kasusnya adalah orang terdekat dan bersembunyi di balik topeng Arga. Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Akankah Alya bertahan dalam pernikahan itu dengan risiko dicap pelakor? Lalu, siapa dalang yang bersembunyi di balik Arga?
Lihat lebih banyakPoV AlyaDia menatapku intens, membuatku takut. Itu tatapan paling aneh dan menakutkan yang pernah pernah kudapat darinya—selama kami beberapa kali saja berinteraksi. "Dia benar-benar putra saya, Al. Bukan anak Kaivan."Tubuhku membeku seperti baru saja tersengat listrik mendengar kalimatnya yang random. Benar-benar random dan tak masuk akal. Bagaimana dia bisa berpikir untuk mengucapkan kalimat itu. Masuk ke rumah tanpa izin saja sudah cukup membuatku kesal. Apalagi mengatakan hal menjij-kkan seperti itu. "Jangan asal bicara, Pak!" sentakku kesal. Tak peduli apa pun yang dia pikirkan.Dia menatap lemah padaku. "Saya gak asal bicara, Al. Dia memang putra saya," tegasnya lagi. Aku tak peduli. Sepertinya memang sudah tidak waras."Dasar gila! Gak waras! Pergi dari sini," umpatku kemudian karena tidak dapat lagi menahan kesal. Aku segera memutar tubuh dan dengan langkah tergesa segera menaiki tangga. Saat hampir sampai di atas, aku sedikit menarik napas lega karena dia hanya menata
PoV Alya"Pak Arga?" Aku tak dapat menyembunyikan rasa terkejutku. Buru-buru aku menutup pintu agar dia tak bisa masuk. Namun, pria menahan dengan satu kakinya, sehingga pintu tidak bisa tertutup begitu saja.Tindakannya membuat detak jantung meningkat dua kali lebih cepat. Tentu saja dia membuatku takut. Pasalnya aku hanya di rumah berdua bersama Rayyan. Mbak Rani sedang cuti. Sementara Bu Rumi sedang keluar untuk belanja bulanan."Tolong, Pak. Pergi aja dari sini." Aku memohon tanoa menatapnya."Plis, Alya. Saya hanya ingin bicara sebentar. Jika Kaivan tidak mau mendengarkan saya. Mungkin dia akan mendengarkan kamu." Suaranya rendah dan penuh permohonan. Dari suaranya terdengar terdengar tulus. Aku tidak melihat ada maksud terselubung. Namun, aku kembali ragu saat ingat kata-kata Mas Kaivan beberapa hari waktu lalu."Arga itu manipulatif, kamu jangan sampai tertipu."Aku menggeleng. "Maaf, Pak. Bapak kalau mau ketemu Mas Kaivan, datang aja ke kantornya. Jangan ke rumah ini. Saya
PoV KaivanAku mengangkat tubuhnya menjauh dari lantai yang penuh dengan pecahan kaca. Setelah mendudukkan tubuhnya di sofa, mengambilkan air minum—dia meminumnya hingga tandas, aku kembali merapikan rambutnya yang masih sedikit berantakan."Apa ini kelakuan Arga?" Aku memberanikan diri bertanya. Pelan sekali.Matanya yang sayu menatapku lemah. Bibirnya bergetar, seakan ingin mengatakan sesuatu, tetapi ada keraguan sebagai penghalangnya. Aku juga menemukan hal lain di matanya. Seakan ada ketakutan yang tidak bisa dikatakan. Setidaknya itu yang kulihat.Aku menangkup kedua pipinya, menatap intens. “Aku tahu dia datang ke sini. Katakan, Sayang. Apa dia melakukan sesuatu yang ...."Dia menggeleng. Aku kembali merengkuhnya dalam dekapan, lalu mendaratkan beberapa kecupan di rambutnya. “Apa yang sebenarnya terjadi?" Aku bertanya lagi di dalam hati."Dia .... Rayyan ...." Alya mulai bicara. “Aku takut, Mas. Rayyan .... Dia bilang Rayyan–" Kalimat terputus oleh tangisnya sendiri. Aku mengus
PoV Kaivan "Nah, Pak Kaivan, bagaimana perasaan Anda sekarang? Apakah Anda merasa ada perubahan dalam diri Anda setelah sesi terapi kali ini?" tanya dr. Arsyinta, Sp.KJ seraya menatap ramah. Aku mengembuskan napas perlahan setelah amenghirupnya dalam-dalam. "Alhamdulillah, saya merasa lebih rileks dan tenang. Saya juga merasa lebih siap untuk menghadapi masalah yang ada." "Itu bagus. Sesi hipnoterapi ini dapat membantu Anda mengakses pikiran bawah sadar dan mengubah pola pikir yang tidak sehat. Apakah Anda ingat apa yang terjadi selama sesi hipnoterapi?" tanyanya lagi. "Saya ingat bahwa saya merasa sangat santai dan dapat memvisualisasikan diri saya dalam situasi yang positif. Saya juga merasa bahwa saya dapat melepaskan beban emosi yang saya rasakan sebelumnya." Dia mengangguk kemudian tersenyum tipis. Wanita yang aku perkirakan mendekati usia kepala lima itu kemudian mencatat sesuatu di buku kecil catatan diagnosis psikiatri milikku. "Sepertinya tadi ada telepon penting
PoV Alya---"Maafin aku, Sayang. Maaf." Dia menciumi tanganku. Aku bergeming. Masih butuh waktu untuk menerima apa yang baru saja terjadi."Aku gak bermaksud untuk menyakiti kamu. Maaf, aku gak bisa mengendalikan diri." Aku merasakan hangat menyentuh punggung tangan. Ternyata air matanya menetes di sana. Namun, dia malah mengangkat tangannya untuk menyeka bulir mata di pipiku."Maaf, Sayang. Maafin aku," ucapnya lagi. "Aku benar-benar kalut tadi."Tak mendapatkan jawaban, dia merebahkab kepalanya di atas pahaku. "Tolong, Al. Jangan seperti ini," ucapnya cemas. “Plis, apa pun yang terjadi, jangan pernah temui dia lagi, Al. Aku benar-benar gak mau kita bermasalah dengan dia lagi. Kamu tahu, dia mengambil semua milikku. Aku gak mau dia ambil kamu juga. Kamu dan Rayyan. Hanya kalian berdua yang kumiliki sekarang."Aku menyentuh kepalanya, kemudian memberikan belaian halus di sana. "
PoV AlyaAku mendongak. Memastikan jika pendengaranku tidak salah. Benar saja. Pria itu menatap dengan pandangan yang ... entahlah. Tidak seperti sebelumnya. Ya Tuhan, dari sekian ribu orang di mal ini, kenapa harus dia?"Namanya Naisyila. Dia putriku," ucapnya sambil menatap dengan senyuman pada sang putri yang berada dalam gendongannya. "Sekali lagi terima kasih."Aku menegakkan tubuh. Menatapnya tanpa gentar. "Tidak perlu berterima kasih, Pak Arga. Lain kali tolong jaga putri Anda dengan baik." Setelah berkata begitu, aku beranjak pergi. Tak ingin terlalu lama melibatkan diri dengannya. "Alya, tunggu!" Dia menghadang langkahku.Aku menatapnya malas."Tolong bantu saya untuk bisa bertemu dengan Kai. Saya perlu bicara dengan dia," ucapnya rendah. Lebih terdengar memohon bagiku."Bicara tentang apa?" tanyaku spontan. Dia tak langsung menjawab. "Tentang M ... ehm, tentang Ibu Shelomitha."Aku bergeming. Sejujurnya aku penasaran tentang Mama dan pria di depanku ini? Namun, aku yakin
PoV AlyaBaru kali ini aku bertemu dengan sahabat Mas Kaivan yang bernama Azzam. Selama ini hanya mendengar dari cerita suamiku itu saat kami punya kesempatan membahas hal random."Jangan panggil dia Mas, Sayang," protes Mas Kaivan saat aku tanpa sengaja menyebut sapaan untuk sahabatnya itu. Aku merasa tak enak, karena terang-terangan suamiku ini mengatakan di depan orang yang bersangkutan.Aku mengernyit. "Jadi, apa, dong?""Terserah yang penting jangan, Mas. Kamu panggil om pun dia masih pantes." Pria itu berucap sambil tertawa pelan dan beralih menatap sang sahabat. "Bukan begitu, Bro?"Azzam mengulas senyum. "Apa kate lu deh," ucapnya sambil menggeleng-geleng.Tawa mereka pun pecah bersamaan. Aku akhirnya ikut masuk ke ruangan kerja mereka atas permintaan Mas Kaivan. Rasanya membosankan kalau begini. Aku hanya memainkan ponsel saja sambil menunggu mereka. Kupikir hanya sebentar tetapi ini cukup membosankan. Aku sudah cukup lama menunggu, tetapi mereka terlihat belum ada tanda-ta
PoV Alya"Mas udah tahu alasan Mama kasih resto dan butik ke Pak Arga?"Dia mengangguk. Mendadak raut wajahnya berubah. "Karena sebuah kenyataan yang ... sulit untuk aku terima."Aku menatapnya ragu. Kenyataan yang sulit diterima? Apa itu?"Maksudnya?"Dia menggeleng tanpa mengatakan apa pun. Aku pun menghela napas dalam, tak ingin memaksa untuk berbicara. Aku kemudian mengajaknya untuk membersihkan diri untuk kemudian Salat Zuhur. Usai membersihkan diri dan salat, Mas Kaivan tampak berpakaian rapi. "Aku harus pergi, Sayang. Azzam minta aku datang ke kafe. Mungkin sampai malam, ada banyak hal yang perlu dibahas," ucapnya sambil meratakan gel di rambutnya. Setelah menunggu dia menyisir rambutnya, aku mengambil jam tangan bermereknya dari laci, kemudian membantu memakaikan. Dia mengulum senyum. "Gimana kalau kamu ikut, Sayang?"Aku menoleh padanya seketika, memastikan jika dia tidak salah bicara. "Aku mau ngapain di sana?" tanyaku asal. Sebenarnya ajakannya cukup menarik. Namun, b
43Sebuah Kenyataan Aku bangkit perlahan, memastikan apa yang dia lakukan dengan ponselku. Sebisa mungkin aku melakukan gerakan halus agar dia tidak menyadarinya. Dan, aku berhasil. Ternyata dia membuka aplikasi chat hijau yang memang tidak banyak history chatnya. Dia membuka chat paling atas yang belum aku simpan nomornya. Itu chat dari Edo, teman sekelas yang aku temui di depan ruang ujian tadi. Aku terbelalak ketika melihat apa yang dia lakukan. Hanya butuh beberapa detik dia menekan tombol blokir kemudian menghapus history chatnya. "Kenapa dihapus, Mas?" Dia berjingkat kaget ketika mendengar suaraku. Padahal sangat pelan. Dia kemudian meletakkan ponselku begitu saja. Dia menggaruk kepalanya. Jelas sekali terlihat salah tingkah. "Ehmm, eng–enggak. Gak ada yang ...."Aku menaikkan sebelah alisku. Menatap dia dengan penuh tanda tanya seraya menunggu apa yang akan dia katakan. Jadi, in
"Saya tahu ini adalah kesalahan besar, tapi saya harap kamu bisa melupakan malam ini. Anggap yang telah terjadi tidak pernah terjadi." Pria berusia matang itu bersuara. Berat. Dia terburu-buru mengenakan kembali semua pakaiannya. Wajahnya masam karena sebuah petaka besar yang baru saja menimpa kami.Sementara aku duduk di tepi ranjang. Beberapa saat menatap pria itu, lalu membuang muka. Mendadak aku muak dengan orang yang kukagumi sejak resmi menjadi mahasiswi.Siang kemarin, aku baru saja memuji kewibaannya. Semua peserta seminar pasti terkagum-kagum setiap dosen itu menjadi nara sumber. Karena setiap Kaivan Satria Aksa mengisi pasti bahan yang disampaikan sangat berbobot untuk para mahasiswa. Sehingga seminar yang diisi dengan Kaivan Satria Aksa sebagai narasumbernya tidak pernah sepi peserta. Bimbingan skripsi yang harusnya membawaku pada pintu kelulusan, siapa sangka justru membawaku pada petaka yang tak 'kan pernah kulupakan seumur hidup.Aku masih bergeming. Meresapi penyesalan...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen