Semua Bab Malam Pertama dengan Dosenku: Bab 1 - Bab 10

19 Bab

Jebakan Skripsi

"Saya tahu ini adalah kesalahan besar, tapi saya harap kamu bisa melupakan malam ini. Anggap yang telah terjadi tidak pernah terjadi." Pria berusia matang itu bersuara. Berat. Dia terburu-buru mengenakan kembali semua pakaiannya. Wajahnya masam karena sebuah petaka besar yang baru saja menimpa kami.Sementara aku duduk di tepi ranjang. Beberapa saat menatap pria itu, lalu membuang muka. Mendadak aku muak dengan orang yang kukagumi sejak resmi menjadi mahasiswi.Siang kemarin, aku baru saja memuji kewibaannya. Semua peserta seminar pasti terkagum-kagum setiap dosen itu menjadi nara sumber. Karena setiap Kaivan Satria Aksa mengisi pasti bahan yang disampaikan sangat berbobot untuk para mahasiswa. Sehingga seminar yang diisi dengan Kaivan Satria Aksa sebagai narasumbernya tidak pernah sepi peserta. Bimbingan skripsi yang harusnya membawaku pada pintu kelulusan, siapa sangka justru membawaku pada petaka yang tak 'kan pernah kulupakan seumur hidup.Aku masih bergeming. Meresapi penyesalan
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

Demi Sebuah Kedudukan

Entah kenapa aku muak melihat pria yang berusia sebaya dengan Pak Kaivan itu. Dia tidak sendiri. Dua orang lainnya berdiri di belakangnya layaknya bodyguard."Hai, kamu!" Kini ekor matanya beralih padaku yang berdiri di belakang punggung Pak Kaivan."Ayam kampus!" ejeknya sambil tersenyum miring. Dia maju beberapa langkah untuk mendekatiku. Namun, Pak Kaivan menggeser tubuhnya menghadang pria itu."Bukankah kita sudah janjian sebelumnya? Tapi di sini rupanya kamu!" Dia masih tak menyerah. Ya, dia memang Pak Arga. Dosen pembimbing skripsi yang membuatku tersesat di sini. Entah kenapa aku yakin jika dia sengaja memberiku nomor kamar yang salah. Jangan ditanya bagaimana keadaanku sekarang, rasanya seperti tak bermalu lagi."Bisakah kau berhenti melibatkan orang lain dalam masalah kita, Ga?" tekan Pak Kaivan dengan suara berat.Pak Arga menyeringai lagi. "Sayangnya tidak. Tidak akan seru jika kita hanya bermain berdua, Kai." Dia menjawab santai."Ssst." Pak Arga setengah menoleh menatap
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

Aku Bukan Pelakor

"Terima kasih, tidak membuat keluarga saya curiga dengan pernikahan kita," ucapku saat kami memulai perjalan untuk kembali ke Jakarta. Jujur saja rasa canggung sedikit terselip dalam kalimat itu. Kata ‘kita’ di dalam kalimat itulah yang menjadi penyebabnya. Pasalnya aku tahu, kami menikah bukan karena cinta. Bahkan aku merasa seperti menjadi simpanan sekarang. Bedanya, jika wanita simpanan lain merasa disayangi dan diperlakukan lebih daripada istri sah, aku justru merasa bersyukur sudah dinikahi. Aku cukup tahu diri untuk meminta banyak hal dari Pak Kaivan.Ya, akhirnya pernikahan yang tak diinginkan itu terjadi. Tragedi di malam itu benar-benar menyisakan bekasdan menghadirkan kehidupan kecil di rahimku.Sesaat, aku merasa dunia seakan berhenti saat sadar jika kehamilan itu terjadi. Aku seperti berada relung bumi yang paling dasar.“Sejak malam itu saya merasa, kalau kamu adalah tanggung jawab saya. Tanggung jawab saya menjaga nama baik kamu, di depan keluarga kamu sendiri.” Tid
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

Perasaan Aneh

“Ayo turun,” ucap pria itu lirih seraya menoleh padaku. Aku hanya setengah menoleh padanya, tanpa suara dan gerakan yang lain. “Alya, kita sudah sampai. Turunlah," ulangnya lagi. Bisa kudengar embusan napas dalamnya. Ada hal yang mengganggu pikiranku sehingga aku belum ingin keluar. “Tapi, Pak. Ini rumah siapa?” Aku mengedarkan pandangan ke semua sisi di luar mobil. “Rumah saya, kamu akan tinggal di sini.” Aku menggeleng cepat. “Pak Kai antar saya ke kontrakan aja, saya akan tinggal di sana," ucapku cepat. Mana mungkin aku tinggal di rumah ini. Sendirian? Dia pasti akan pulang ke rumah istrinya. Atau jangan-jangan Bu Kinan di dalam. Jika iya, Pak Kaivan mungkin akan menyekapku di sebuah ruangan gelap supaya istri pertamanya itu tidak tahu. Tidak. Lebih baik aku tinggal di kontrakanku saja. Aku tidak akan bisa tinggal bersama wanita yang menjadi kakak maduku. Lagi pula diri ini belum siap menghadapi bila tiba-tiba Bu Kinan ngamuk dan memakiku sebagai pelakor. Aku bergidik
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

Takut Baper

Pak Kaivan yang sepertinya sadar dengan penolakanku menyambut tangannya, memundurkan tubuh sedikit. Ia kemudian membiarkanku melangkah lebih dulu.Aku terkesiap saat ada yang membukakan pintu untuk kami saat aku baru saja sampai di teras. Tepat di depan pintu.“Eh, sudah datang?” ucap wanita paruh baya dengan pakaian sederhana dan tertutup yang membuka pintu. Pak Kaivan yang ada di belakang, melewatiku kemudian segera menyalami wanita paruh baya itu dengan takzim. Aku pun mengikuti gerakannya meski tanda tanya bercokol di kepala tentang siapa wanita ini? Ibunyakah? Hmm ... sepertinya bukan. “Oya, Alya. Ini Bu Rumi. Sudah seperti ibu saya sendiri. Beliau yang akan menemani kamu tinggal di sini.” Pak Kaivan menatapku sepintas. Benar, 'kan? Memang bukan ibunya. Jadi, Bu Rumi yang akan menemaniku di rumah ini? Baiklah, sepertinya tidak buruk. Menurut perkiraanku Bu Rumi masih lebih muda daripada ibuku. Ah, Ibu. Aku jadi teringat, aku sudah berbohong pada Ibu dan Ayah.Pak Kaivan menye
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

Mendadak Mual

Pria berambut lurus itu menarik tangannya kembali. Mungkin mengerti apa yang tengah kurasakan sekarang. Pria itu kemudian lanjut makan. Jika aku tidak salah hitung, dia sudah nambah dua kali. Padahal tadi bilang hanya akan mencicip dan makan di rumah. Nyicip, 'kan biasanya sedikit, ini kenapa malah nambah dua kali? Berbeda dengan aku sendiri yang baru makan tiga suap. Itu pun rasanya susah sekali menghabiskan makanan yang sudah masuk ke mulut. Entahlah, rasanya aneh sekali dengan masakan ini sebenarnya. Namun, aku merasa tidak enak hati pada Bu Rumi yang sudah susah payah memasak bila tidak memakannya. Aroma kunyit yang berasal dari bumbu pepes ikan buatan Bu Rumi ini membuat perut terasa bergejolak. Namun, aku benar-benar tidak berani berkata jujur. Selain takut wanita paruh baya itu tersinggung, aku juga takut jika Bu Rumi tahu tentang kehamilanku. Bagaimana ini? Rasanya benar-benar membuatku mual. Beberapa hari ini rasa mual yang aneh itu memang kerap datang tiba-tiba. Namun, te
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-21
Baca selengkapnya

Tak Bisa Menyimpan Sendiri

"Ibu tahu ....?" Pria itu mengangguk. Seketika membuatku menghela napas panjang. “Saya nggak bisa menyimpan sendirian, Al. Ibu yang menjadi tempat saya berbagi semuanya, bahkan melebihi mama saya sendiri.”Suaranya lebih terdengar seperti keluhan. Apa tadi dia baru saja memberitahu hal pribadinya padaku?“Ya udah kamu mau makan ap—" Dering ponsel memotong ucapan pria itu.“Itu pasti Bu Kinan. Pak Kaivan pulang aja, saya udah nggak apa-apa.” Ucapanku tidak sepenuhnya bohong, karena aku memang sudah lebih baik. Aku bahkan merasa tidak nyaman berada dalam situasi ini. Rasa mual pun sudah mulai berkurang. Hanya kepala saja yang kini terasa pusing, juga perut yang kembali terasa lapar. Drama mual-mual hari ini akhirnya berakhir, setelah aku memakan sate madura gerobak yang kata Pak Kaivan mangkal tidak jauh dari rumah. Sebelumnya aku sudah mencoba memakan-makanan yang ada di rumah, tetapi terasa sia-sia setelah aku menelannya. Akhirnya pria itu pergi setelah lewat jam sepuluh malam.
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-28
Baca selengkapnya

8. Jangan Bawa Dia Pergi

Aku berbalik. "Jangan, Pak. Kasihan Bu Kinan kalau tahu Bapak--" "Alya, bisa nggak sih kamu jangan panggil saya Bapak? Saya suami kamu loh, bukan bapak kamu." Dia mengalihkan pembicaraan. Aku bergeming. Sementara dia mulai melangkah mendekat. "Kalau kamu nggak mau ke dokter nggak apa-apa. Gimana kalau kita jalan-jalan keluar?" Dia memberikan penawaran. Aku menggeleng, Aku benar-benar tidak mood untuk pergi ke mana pun. Lebih baik berdiam diri di kamar sambil menamatkan novel. Aku melengos. Melangkah meninggalkan dia yang masih berdiri di sana. "Alya." Dia meraih pergelangan tanganku. "Tolong maafkan saya." Dia berucap lagi. "Entah kenapa saya merasa kamu sedang marah sama saya." Aku nyaris tertawa. Dosen muda yang dikenal tegas dan selalu perfeksionis untuk sekian kalinya meminta maaf padaku? "Entahlah, saya merasa bersalah karena mengabaikan kamu." Dia masih memegang pergelangan tanganku. Mungkin takut aku pergi lagi. "Pak, tolong jangan gini," ucapku memohon sa
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-28
Baca selengkapnya

9. Fakta yang Disembunyikan

Pov Kaivan"Kapan kamu akan menceraikan Kinan, Kai?" Suara Mama yang menuntut di seberang sana cukup membuatku pusing. Mama selalu begini. Hampir setiap hari dia membahas hal itu, padahal aku tidak pernah berpikir sekali pun untuk mencari Kinan. "Mama apaan sih, pagi-pagi bahas cerai. Sudah kubilang, aku tidak akan menceraikan Kinan, Ma. Apa pun yang terjadi," tugasku. "Mama butuh cucu, Kai," selanya tak mau kalah."Iya, Kai tahu. Tapi ....""Dengar, Kai. Sampai kapan kamu mempertahankan perempuan yang tidak pernah mau memberimu keturunan, Kai?" Mama terdengar kesal. "Ma, Kinan bukan nggak mau, tapi mem–""Kenapa sih kamu nggak pernah mau dengarin Mama. Kamu benar-benar dibutakan cinta oleh Kinan. Sampai-sampai kamu nggak bisa menemukan kejelekannya." Aku tertawa lirih. Mama benar. Aku selalu melihat Kinan yang selalu sempurna. Belum ada cela yang bisa kutemukan. "Ma, beri kami waktu. Kita sedang berusaha?""Waktu? Kalian sudah menikah tujuh tahun, Kai? Mau selama apa lagi? Kamu
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-28
Baca selengkapnya

10. Ke Mana Perginya Alya?

Pov Kaivan Aku mengerutkan dahi mendengar jawaban Kayra yang penuh dengan teka-teki. Mama cukup dekat dengan Kayra yang merupakan anak dari sahabat masa kecilnya.Mama sempat menjodohkanku dengan Kayra. Namun, kami sama-sama menolak. Karena hubungan kami murni adalah persahabatan. "Kamu terlalu percaya pada Kinan, Kay. Itu pil kontr asepsi." Setelah berkata begitu Kayra menutup telepon. Namun, kalimat terakhirnya berhasil membuatku syok. Jadi, Mama benar. Kinan bukan belum bisa hamil, tetapi memang tidak mau hamil. Kenapa Kinan harus melakukan itu? Dia tidak pernah mengatakan ingin menunda kehamilan. Dia bahkan selalu bersikap seolah-olah sama inginnya sepertiku yang rindu akan hadirnya buah hati. Lantas, kenapa dia harus mengkonsumsi pil penunda keha milan? Sejak kapan dia mengkonsumsinya? Apakah selama tujuh tahun pernikahan kami? Untuk apa?Ah, memikirkan ini kepalaku terasa ingin pecah. Kinan jelas-jelas membohongiku. Entah apa tujuannya. Tapi kebohongan ini cukup membuatku be
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-29
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status