Share

Mendadak Mual

Penulis: Nia Kannia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-21 09:07:47

Pria berambut lurus itu menarik tangannya kembali. Mungkin mengerti apa yang tengah kurasakan sekarang.

Pria itu kemudian lanjut makan. Jika aku tidak salah hitung, dia sudah nambah dua kali. Padahal tadi bilang hanya akan mencicip dan makan di rumah. Nyicip, 'kan biasanya sedikit, ini kenapa malah nambah dua kali?

Berbeda dengan aku sendiri yang baru makan tiga suap. Itu pun rasanya susah sekali menghabiskan makanan yang sudah masuk ke mulut. Entahlah, rasanya aneh sekali dengan masakan ini sebenarnya. Namun, aku merasa tidak enak hati pada Bu Rumi yang sudah susah payah memasak bila tidak memakannya.

Aroma kunyit yang berasal dari bumbu pepes ikan buatan Bu Rumi ini membuat perut terasa bergejolak. Namun, aku benar-benar tidak berani berkata jujur. Selain takut wanita paruh baya itu tersinggung, aku juga takut jika Bu Rumi tahu tentang kehamilanku. Bagaimana ini? Rasanya benar-benar membuatku mual. Beberapa hari ini rasa mual yang aneh itu memang kerap datang tiba-tiba. Namun, terakhir kali aku masih bisa menahan. Dan, kali ini rasanya yang paling parah. Aku benar-benar mual.

Aku memang sempat membaca, bahwa rasa mual pada kehamilan trimester pertama beberapa karena dipicu oleh aroma tertentu.

"Kamu kenapa, Al?" Lirih pria di sampingku bertanya.

Aku bergeming. Sekuat tenaga berusaha menahan gejolak ingin muntah.

“Nak Alya kenapa? Masakan Ibu nggak enak, ya?” tanya BuRumi pelan.

Aku menggeleng dengan cepat.

"Hmm, enak kok, Buk. Buktinya Pak Kaivan aja udah nambah dua kali."

Susah payah aku mengatakan ini dengan nada datar, sambil menahan mual. Kalian bisa bayangkan bagaimana rasanya.

“Astagfirullah. Ibu kok nggak ingatkan saya sih?” Pak Kaivan menyudahi makannya yang memang sudah habis. Hanya tinggal tulang ikan di piring sebelah yang memang Bu Rumi sediakan untuk menampung sisa tulang ikan. Ia terlihat mencuci tangannya dengan segera.

Kulihat senyum puas dari wanita paruh baya itu tanpa suara.

Tidak kuperhatikan lagi saat Pak Kaivan buru-buru pamit setelah minum segelas air.

Aku bahkan tidak mendengar apa pun lagi pesan yang dikatakan pria itu padaku sebelum mulai melangkah pergi. Mual di perut ini semakin parah, dan sekarang benar-benar tidak dapat ditahan lagi.

Aku pun bergegas bangun dari kursi dan berlari menuju wastafel di dapur yang terlihat dari meja makan.

Beruntung aku bisa sampai tepat waktu sebelum isi perut ini keluar semua. Sekarang aku tidak peduli lagi bagaimana Bu Rumi akan beranggapan.

Kurasakan pijatan lembut di tengkuk yang cukup membuatku nyaman. Tanpa melirik pun aku bisa tahu siapa orang itu. Aroma parfum maskulinnya sudah cukup kuhafal.

Susah payah aku menarik napas, kemudian mencuci mulut dan wajah setelah merasa puas.

Langkah buru-buru itu mendekat pada kami. Beberapa saat kemudian Pak Kaivan menyodorkan segelas air minum.

Aku meneguk habis isi gelas itu. Namun, hanya beberapa detik tinggal di perut. Ya, semua keluar lagi tanpa sisa.

Seketika aku merasa benar-benar tidak bertenaga. Beberapa saat kemudian tubuh ini terasa berat hingga membuatku susah payah menahan beban tubuh sendiri. Aku nyaris luruh ke lantai kalau tangan kekar itu menahan. Ya, Tuhan. Apa memang seberat ini perjuangan wanita hamil?

“Bawa duduk dulu, Nak.” Samar-samar kudengar Bu Rumi bersuara.

Beberapa detik kemudian, tubuhku terasa melayang ke udara. Ternyata Pak Kaivan mengangkat tubuh ini. Aku masih sadar, jadi tahu. Namun, tubuh ini memang seperti kehilangan tenaga.

Aku mendengar dering ponsel di kantongnya. Sepertinya sejak tadi sudah berulang-ulang.

“Ini, coba minum air hangat.” Suara Bu Rumi menyusul kami.

Aku sudah duduk bersandar pada sofa entah di ruangan mana. Mataku masih sulit terbuka.

Aku sedikit terkesiap saat kurasakan ada mengelap kening dengan tisu. Aku memang berkeringat. Mengeluarkan isi perut benar-benar menguras tenaga. Aku yakin itu bukan Bu Rumi. Aku bisa merasakan embusan napasnya yang ringan. Aroma parfum yang masih sama.

Bibir ini terasa bergetar. Embun hangat kurasakan mengalir di sudut mata.

“Maafkan saya, Alya.” Lirih suara itu mampir di pendengaranku. Entah maaf untuk kesalahan yang mana. Tiga kata yang cukup membuat hati ini seperti disiram air pegunungan.

Sedetik kemudian kurasakan sapuan kecil di pelipis yang basah.

“Sekarang coba minum lagi, ya," ucapnya pelan.

Aku membuka mata, segelas air sudah

berada di depan wajah.

Aku hanya berani meneguk sedikit, trauma. Beberapa detik, menunggu reaksi dari perut. Rasanya takut sekali. Saat merasa aman, aku kemudian minum lagi. Masih dari tangan Pak Kaivan.

“Sekarang gimana? Udah enakan atau kita perlu ke dokter?” Pak Kaivan bersuara lagi. Aku bisa menangkap nada kecemasan dari suara itu. Sesaat membuatku merasa seperti ada kupu-kupu terbang di perut. Ah, sempat-sempatnya perasaan aneh itu hadir di saat seperti ini.

“Nggak perlu, Pak. Saya sudah nggak apa-apa. Bapak pergi aja, kasihan Bu Kinan nungguin.”

Aku sungguh merasa sungkan sendiri. Dia sudah cukup lama menunda kepergiannya.

“Coba kasih makan yang lain, Nak. Siapa tahu, perut Alya nggak cocok sama makanan tadi.” Kali ini Bu Rumi menyahut. Ternyata beliau juga masih di sini.

“Biasanya ibu hamil memang suka pilih-pilih makanan, mungkin ada aroma makanan yang membuat Alya mual.”

Mendengar kalimat Bu Rumi, aku menoleh pada Pak Kaivan dengan kening berkerut. Perasaan tak nyaman di perut inu seakan berpindah ke hati, membuatku seketika tersadar. “Ibu tahu ...?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Tak Bisa Menyimpan Sendiri

    "Ibu tahu ....?" Pria itu mengangguk. Seketika membuatku menghela napas panjang. “Saya nggak bisa menyimpan sendirian, Al. Ibu yang menjadi tempat saya berbagi semuanya, bahkan melebihi mama saya sendiri.”Suaranya lebih terdengar seperti keluhan. Apa tadi dia baru saja memberitahu hal pribadinya padaku?“Ya udah kamu mau makan ap—" Dering ponsel memotong ucapan pria itu.“Itu pasti Bu Kinan. Pak Kaivan pulang aja, saya udah nggak apa-apa.” Ucapanku tidak sepenuhnya bohong, karena aku memang sudah lebih baik. Aku bahkan merasa tidak nyaman berada dalam situasi ini. Rasa mual pun sudah mulai berkurang. Hanya kepala saja yang kini terasa pusing, juga perut yang kembali terasa lapar. Drama mual-mual hari ini akhirnya berakhir, setelah aku memakan sate madura gerobak yang kata Pak Kaivan mangkal tidak jauh dari rumah. Sebelumnya aku sudah mencoba memakan-makanan yang ada di rumah, tetapi terasa sia-sia setelah aku menelannya. Akhirnya pria itu pergi setelah lewat jam sepuluh malam.

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-28
  • Malam Pertama dengan Dosenku   8. Jangan Bawa Dia Pergi

    Aku berbalik. "Jangan, Pak. Kasihan Bu Kinan kalau tahu Bapak--" "Alya, bisa nggak sih kamu jangan panggil saya Bapak? Saya suami kamu loh, bukan bapak kamu." Dia mengalihkan pembicaraan. Aku bergeming. Sementara dia mulai melangkah mendekat. "Kalau kamu nggak mau ke dokter nggak apa-apa. Gimana kalau kita jalan-jalan keluar?" Dia memberikan penawaran. Aku menggeleng, Aku benar-benar tidak mood untuk pergi ke mana pun. Lebih baik berdiam diri di kamar sambil menamatkan novel. Aku melengos. Melangkah meninggalkan dia yang masih berdiri di sana. "Alya." Dia meraih pergelangan tanganku. "Tolong maafkan saya." Dia berucap lagi. "Entah kenapa saya merasa kamu sedang marah sama saya." Aku nyaris tertawa. Dosen muda yang dikenal tegas dan selalu perfeksionis untuk sekian kalinya meminta maaf padaku? "Entahlah, saya merasa bersalah karena mengabaikan kamu." Dia masih memegang pergelangan tanganku. Mungkin takut aku pergi lagi. "Pak, tolong jangan gini," ucapku memohon sa

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-28
  • Malam Pertama dengan Dosenku   9. Fakta yang Disembunyikan

    Pov Kaivan"Kapan kamu akan menceraikan Kinan, Kai?" Suara Mama yang menuntut di seberang sana cukup membuatku pusing. Mama selalu begini. Hampir setiap hari dia membahas hal itu, padahal aku tidak pernah berpikir sekali pun untuk mencari Kinan. "Mama apaan sih, pagi-pagi bahas cerai. Sudah kubilang, aku tidak akan menceraikan Kinan, Ma. Apa pun yang terjadi," tugasku. "Mama butuh cucu, Kai," selanya tak mau kalah."Iya, Kai tahu. Tapi ....""Dengar, Kai. Sampai kapan kamu mempertahankan perempuan yang tidak pernah mau memberimu keturunan, Kai?" Mama terdengar kesal. "Ma, Kinan bukan nggak mau, tapi mem–""Kenapa sih kamu nggak pernah mau dengarin Mama. Kamu benar-benar dibutakan cinta oleh Kinan. Sampai-sampai kamu nggak bisa menemukan kejelekannya." Aku tertawa lirih. Mama benar. Aku selalu melihat Kinan yang selalu sempurna. Belum ada cela yang bisa kutemukan. "Ma, beri kami waktu. Kita sedang berusaha?""Waktu? Kalian sudah menikah tujuh tahun, Kai? Mau selama apa lagi? Kamu

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-28
  • Malam Pertama dengan Dosenku   10. Ke Mana Perginya Alya?

    Pov Kaivan Aku mengerutkan dahi mendengar jawaban Kayra yang penuh dengan teka-teki. Mama cukup dekat dengan Kayra yang merupakan anak dari sahabat masa kecilnya.Mama sempat menjodohkanku dengan Kayra. Namun, kami sama-sama menolak. Karena hubungan kami murni adalah persahabatan. "Kamu terlalu percaya pada Kinan, Kay. Itu pil kontr asepsi." Setelah berkata begitu Kayra menutup telepon. Namun, kalimat terakhirnya berhasil membuatku syok. Jadi, Mama benar. Kinan bukan belum bisa hamil, tetapi memang tidak mau hamil. Kenapa Kinan harus melakukan itu? Dia tidak pernah mengatakan ingin menunda kehamilan. Dia bahkan selalu bersikap seolah-olah sama inginnya sepertiku yang rindu akan hadirnya buah hati. Lantas, kenapa dia harus mengkonsumsi pil penunda keha milan? Sejak kapan dia mengkonsumsinya? Apakah selama tujuh tahun pernikahan kami? Untuk apa?Ah, memikirkan ini kepalaku terasa ingin pecah. Kinan jelas-jelas membohongiku. Entah apa tujuannya. Tapi kebohongan ini cukup membuatku be

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-29
  • Malam Pertama dengan Dosenku   11. Sisi Lain dari Kinan

    PoV Kaivan "Mas dari mana aja?" Kinan bersedekap menatapku saat aku baru saja membuka pintu. Matanya tak berkedip menatapku, menelusuri tubuh dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mungkin heran melihat penampilanku yang kacau. Kemeja berantakan dan kusut, rambut yang sudah mulai gondrong tidak lagi tertata. Belum lagi wajah yang sudah pasti sama kusutnya. "Ini bukan pertama kalinya Mas pulang larut seperti ini!" Aku bergeming. Tanpa menghiraukannya aku bergegas melangkah, melewati dia yang masih dengan posisi semula. Jujur saja aku kesal. Aku lelah, mood berantakan, sampai rumah malah disambut dengan sikap ingin menghakimi darinya. Sejak kepergian Alya aku memang kerap pulang larut. Waktu yang tersisa kugunakan untuk mencarinya ke mana saja. Terkadang aku malah memilih pulang dan berdiam diri di rumah sana. Malam ini jika Bu Rumi tidak mendesakku untuk pulang, mungkin aku tidak pulang lagi. Aku seperti kehabisan akal. Orang-orang yang kukerahkan untuk mencari Alya sam

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-29
  • Malam Pertama dengan Dosenku   12. Hilangnya Buku Nikah

    "Mas Kai mau cari siapa? Mereka? Mereka ... siapa yang Mas Kai maksud?" Kinan mengerutkan dahi. Aku gelagapan. Apa yang harus kulakukan? Aku memang cukup kecewa dengan kebohongan yang dia buat bertahun-tahun. Namun, aku belum siap melihatnya terluka. "Hmm, bukan Apa-apa. Cuma ... cuma mahasiswa." Apa aku terlihat gugup? Mata Kinan menatap seperti menyelidik. "Mahasiswa?" Aku mengangguk tanpa suara, tak ingin salah bicara. Kemudian beranjak meninggalkannya untuk mengganti pakaian salat yang masih kukenakan. "Mas." Ternyata dia membuntutiku.Aku melirik dengan ujung mata. Tetap bergeming dalam mode dingin yang masih belum bisa kuperbaiki saat berhadapan dengan Kinan."Apa begitu sulit untuk memaafkanku? Kita udah cukup lama kayak gini, Mas," protes Kinan, "kita udah kayak orang lain di rumah dan kamar yang sama, Mas." Aku menoleh, berhadapan dengan dirinya. Menatap dia dengan tatapan ... mungkin jenuh. Ya, jenuh."Gimana aku bisa maafin kamu sementara kamu nggak benar-benar ikhla

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-29
  • Malam Pertama dengan Dosenku   13. Mendadak Ingin Pulang

    Rutinitas hari ini kujalani jauh dari kata profesional. Fokusku terbagi ke mana-mana. Aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi. Dari masalah keberadaan Alya dan anakku yang belum kutemukan rimbanya, perdebatan dingin dengan Kinan pagi ini, hingga fakta yang baru saja kutemukan jika Mama mengetahui pernikahan keduaku. Saat menelepon Mama, belum sempat bertanya apa pun aku sudah diserang habis-habisan."Kamu benar-benar, ya, Kai. Keterlaluan banget, segitu bencinyakah kamu ke Mama sampai hal sebesar ini kamu sembunyikan dari Mama." Mama mengomel seperti biasa. Aku hanya meringis seperti biasa. Omelan Mama adalah hal biasa. Namun, ada hal yang lebih mengganggu. "Buat apa kamu tanya KK dan buku nikah? Kamu kan nggak butuh. Jadi, biar Mama yang simpan," ucap Mama saat aku mengkonfirmasi kebenaran ucapan Bu Rumi."Lebih nggak masuk akal lagi kalau Mama yang simpan, 'kan?" protesku tak terima."Udah, deh, kamu urusin aja tuh istri kesayanganmu. Nggak perlu peduli apa yang Mama lakukan."

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-30
  • Malam Pertama dengan Dosenku   14. Sang Penolong

    POV Alya Aku tidak pernah bermimpi menjadi istri kedua. Apalagi sampai dilabrak istri pertama. Dikatain pelakor dimaki habis-habisan dan diseret paksa keluar dari rumah.Aku bahkan tidak sempat pamit pada Bu Rumi. Sekadar mengatakan selamat tinggal untuk tak 'kan pernah kembali. Mereka membungkam mulutku dengan sapu tangan hingga aku tak mampu bersuara dan kehilangan setengah kesadaranku. Aku tahu, hatinya terluka karena suaminya menitipkan benih di rahim perempuan lain? Namun, pantaskah dia memperlakukanku seperti bina-.tang? Tidak bisakah dia memberiku kesempatan padaku untuk menjelaskan kenapa ini bisa terjadi? Apakah dia masih tega melakukan ini jika tahu siapa yang menyebabkan petaka itu terjadi padaku? Seharusnya dia marah pada kakaknya, 'kan? Bukan padaku.Saat terbangun, aku terbaring di atas sehelai tikar pandan. Di sekitarku banyak kotak-kotak kardus yang bertumpuk. Bau debu yang menyengat hidung juga cukup menyesakkan. Ruangan tak diberikan penerangan sama sekali. Tempat

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-30

Bab terbaru

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Aroma Parfum Perempuan

    Pov AlyaTiba-tiba aku merasakan perut yang keroncongan karena tadi hanya makan sedikit sekali, tetapi rasanya seperti tidak punya selera untuk makan. Tenggorokanku juga terasa kering, tapi air mineral di meja sudah tumpah tadi masih kosong dan belum ada gantinya.Aku menatap foto baby Rayyan yang kuambil dari atas nakas. Pipinya yang merah, bulu matanya yang lentik—dia adalah salinan kecil Mas Kaivan. Tapi setelah ucapan Pak Arga tadi, keraguan mulai menyelinap, menggoyahkan keyakinan yang tadinya kokoh. [Dia benar-benar putra saya, Al. Bukan anak Kaivan.] Suara itu masih terngiang-ngiang dalam ingatan.Aku menggigit bibir sampai terasa sakit. *Tidak mungkin.* Aku ingat betul malam itu, hanya Mas Kaivan yang bersamaku. Pak Arga .... tidak mungkin .... Tapi video itu .... Dadaku sesak lagi. Aku tidak mau mengingatnya. Tidak mau. Pagi datang dengan kabut tebal di luar jendela. Aku tidak bisa tidur semalaman, hanya menatap langit-langit dengan harapan pria itu segera pulang. Na

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Dia Tidak Pulang

    PoV AlyaAku terbangun dengan kepala yang terasa berat, pandangan kabur, dan seluruh tubuh terasa lemas. Cahaya temaram dari lampu kamar menerangi ruangan yang sunyi. Perlahan, aku menggerakkan tubuh, merasakan dinginnya ruangan yang seakan menusuk tulang. Sepertinya ada yang tidak beres dengan tubuh ini. Mas Kaivan ....Pikiranku langsung melayang pria yang berstatus suamiju itu. Di mana dia? Kenapa tidak ada di sini? Dengan susah payah, aku bangkit dari pembaringan, tubuh gemetar menahan rasa pusing yang menusuk. Mataku langsung tertuju pada ranjang tempat Rayyan biasa terlelap dengan tenang. Namun, di sana tidak ada Rayyan. Apa Mbak Rani sudah kembali bekerja lagi?Buru-buru aku mengambil wudhu dan melaksanakan salat Maghrib yang sudah hampir di ujung waktu. Kenapa tidak ada yang membangunkanku untuk salat? Di mana sebenarnya Mas Kai?Usai salat, aku melangkah gontai ke pintu, membukanya perlahan. Suasana rumah gelap dan senyap. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Mas Kaivan. Den

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Pria dalam Video

    "Jangan bohong, Kinan.""Ngapain bohong sih, Kak?""Ya udah, kalau gitu aku mau periksa kamar kamu." "Kalau aku gak izinin?""Artinya kamu bohong!""Terserah!" Kinan menutup pintu dengan membanting. Pintu digedor lagi, tetapi wanita itu abai. Kinan kemudian kembali naik ke atas tempat tidur. Dia mengendurkan ikatan tanganku, tetapi tidak membuka lakban di mulutku."Jangan macam-macam! Atau aku bisa lakukan apa pun pada istri dan anak kesayanganmu itu. Kamu ingat kan apa yang pernah kulakukan pada perempuan itu? Dulu dia ada yang jagain, anak buah Mama? Tapi sekarang? Tua bangka itu bahkan sudah membusuk dan dimakan cacing." Setelah berkata begitu, dia kemudian berbaring tak jauh dariku. Sepertinya dia tak berniat untuk melepaskan penutup mulutku.Aku bisa saja menggunakan kakiku untuk melakukan perlawanan padanya dan melemahkannya, terapi dia sedang mengandung. Aku masih punya hati. "Hmmmh." Aku bersuara dengan mulut masih tertutup.Dia bangkit. Lalu membuka penutup mulutku. "Tolo

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Kegilaan Kinan

    PoV Kinan----"Tapi, Ki. Ini salah. Sampai kapan kamu akan menahanku seperti ini. Kita udah resmi cerai. Dan, aku punya tanggung jawab atas anak dan istriku," selorohku kesal karena wanita ini tak juga mengerti. Kinan bergeming kemudian naik lagi ke atas tempat tidur dengan santai. "Tidurlah, Mas. Ini sudah larut," ucapnya lembut.Dia benar-benar sudah gila. Bagaimana aku bisa tidur dalam keadaan seperti ini."Kinan, jangan menguji kesabaranku!" seruku penuh penekanan. "Hah? Memangnya apa yang bisa kamu lakukan kalau habis kesabaran dalam keadaanmu yang seperti itu, Mas," ejeknya sambil tersenyum miring. "Lepaskan aku, Ki. Aku benar-benar ingin ke toilet," tandasku kesal karena memang menahan air seni sejak tadi."Sudah kubilang, pake ini aja, Mas!" tegasnya sambil mengangkat pispot lagi. "Mana bisa? Tanganku gak bisa gerak leluasa karena kamu ikat.""Oke, aku bantu, ya," ucapnya tanpa beban."Apa?" Aku tak bisa menyembunyikan keterkejutanku.Aku menepis tangannya yang nyaris me

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Menjadi Sandera sang Mantan

    PoV KaivanDia duduk di sisiku. Sedikit menempel pada tubuhku. Aku merasakan tubuhnya yang sedikit bersandar di tubuhku. Aku tak bisa menggeser tubuh agar sedikit menjauh darinya. Tali di kedua sisi tidak bisa ditarik lagi.Tanpa kata dia menyandarkan kepalanya di bahuku. Aku menggerak-gerakkan bahuku agar dia mengangkat kepalanya dari sana. "Kamu tahu gak, sih. Aku udah lama nungguin masa-masa ini. Maaf untuk kesalahanku dulu, Mas." Dia berkata lagi tanpa beban. Seolah tidak sedang terjadi apa pun. "Jangan seperti ini, Ki. Lepaskan aku dan biarkan aku pergi dari sini. Kita bukan suami istri lagi, kita sudah resmi cerai." Aku mengingatkan. "Kamu benar, Mas, pengadilan sudah meresmikan perceraian kita." Dia mengelus perutnya yang buncit. "Tapi aku hamil anakmu." Dia menatapku. Ucapannya membuatku membeku untuk beberapa saat. Tidak. Kinan tidak mungkin hamil anakku. Saat bersamaku dia selalu meminum pil KB tanpa jeda setiap hari. Jadi, tidak mungkin hamil."Itu gak mungkin, kamu se

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Hamil?

    PoV KaivanSaat pintu terbuka. Aku mendapati senyum ramah yang terkesan dibuat-buat. "Masuklah, aku sudah lama menunggumu," ucapnya seakan tahu jika aku akan datang. Aku masuk ke rumah itu tanpa sepatah kata. Aku mengikuti langkahnya tanpa keraguan. Meski aku tahu, langkah Arga tak pernah bisa ditebak, tetapi aku tidak pernah takut.Kami tiba di sebuah ruangan. Di ruangan seluas dua puluh lima meter persegi itu tidak banyak furnitur dan aksesoris. Hanya ada satu meja kerja dan kursinya, satu buah sofa lengkap dengan meja kaca, juga ada satu lemari.Dia mempersilakanku duduk. Senyum tipis yang dia sunggingkan seperti tak memiliki rasa bersalah sama sekali setelah apa yang dia lakukan pada Alya hari ini. Senyum itu bagiku lebih mirip seringai seorang monster.Seorang ART mengantarkan teh hangat dan camilan di hadapanku. Arga yang duduk tak jauh dariku setelah mengambil sesuatu di atas meja kerja.Arga duduk dan mempersilakanku untuk minum. Aku meneguknya hingga separuh.“Aku tidak ing

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Tak Tersisa

    PoV AlyaDia menatapku intens, membuatku takut. Itu tatapan paling aneh dan menakutkan yang pernah pernah kudapat darinya—selama kami beberapa kali saja berinteraksi. "Dia benar-benar putra saya, Al. Bukan anak Kaivan."Tubuhku membeku seperti baru saja tersengat listrik mendengar kalimatnya yang random. Benar-benar random dan tak masuk akal. Bagaimana dia bisa berpikir untuk mengucapkan kalimat itu. Masuk ke rumah tanpa izin saja sudah cukup membuatku kesal. Apalagi mengatakan hal menjij-kkan seperti itu. "Jangan asal bicara, Pak!" sentakku kesal. Tak peduli apa pun yang dia pikirkan.Dia menatap lemah padaku. "Saya gak asal bicara, Al. Dia memang putra saya," tegasnya lagi. Aku tak peduli. Sepertinya memang sudah tidak waras."Dasar gila! Gak waras! Pergi dari sini," umpatku kemudian karena tidak dapat lagi menahan kesal. Aku segera memutar tubuh dan dengan langkah tergesa segera menaiki tangga. Saat hampir sampai di atas, aku sedikit menarik napas lega karena dia hanya menata

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Pernyataan Arga

    PoV Alya"Pak Arga?" Aku tak dapat menyembunyikan rasa terkejutku. Buru-buru aku menutup pintu agar dia tak bisa masuk. Namun, pria menahan dengan satu kakinya, sehingga pintu tidak bisa tertutup begitu saja.Tindakannya membuat detak jantung meningkat dua kali lebih cepat. Tentu saja dia membuatku takut. Pasalnya aku hanya di rumah berdua bersama Rayyan. Mbak Rani sedang cuti. Sementara Bu Rumi sedang keluar untuk belanja bulanan."Tolong, Pak. Pergi aja dari sini." Aku memohon tanoa menatapnya."Plis, Alya. Saya hanya ingin bicara sebentar. Jika Kaivan tidak mau mendengarkan saya. Mungkin dia akan mendengarkan kamu." Suaranya rendah dan penuh permohonan. Dari suaranya terdengar terdengar tulus. Aku tidak melihat ada maksud terselubung. Namun, aku kembali ragu saat ingat kata-kata Mas Kaivan beberapa hari waktu lalu."Arga itu manipulatif, kamu jangan sampai tertipu."Aku menggeleng. "Maaf, Pak. Bapak kalau mau ketemu Mas Kaivan, datang aja ke kantornya. Jangan ke rumah ini. Saya

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Kesempatan

    PoV KaivanAku mengangkat tubuhnya menjauh dari lantai yang penuh dengan pecahan kaca. Setelah mendudukkan tubuhnya di sofa, mengambilkan air minum—dia meminumnya hingga tandas, aku kembali merapikan rambutnya yang masih sedikit berantakan."Apa ini kelakuan Arga?" Aku memberanikan diri bertanya. Pelan sekali.Matanya yang sayu menatapku lemah. Bibirnya bergetar, seakan ingin mengatakan sesuatu, tetapi ada keraguan sebagai penghalangnya. Aku juga menemukan hal lain di matanya. Seakan ada ketakutan yang tidak bisa dikatakan. Setidaknya itu yang kulihat.Aku menangkup kedua pipinya, menatap intens. “Aku tahu dia datang ke sini. Katakan, Sayang. Apa dia melakukan sesuatu yang ...."Dia menggeleng. Aku kembali merengkuhnya dalam dekapan, lalu mendaratkan beberapa kecupan di rambutnya. “Apa yang sebenarnya terjadi?" Aku bertanya lagi di dalam hati."Dia .... Rayyan ...." Alya mulai bicara. “Aku takut, Mas. Rayyan .... Dia bilang Rayyan–" Kalimat terputus oleh tangisnya sendiri. Aku mengus

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status