Home / Romansa / Malam Pertama dengan Dosenku / 11. Sisi Lain dari Kinan

Share

11. Sisi Lain dari Kinan

Author: Nia Kannia
last update Last Updated: 2025-03-29 14:21:02
PoV Kaivan

"Mas dari mana aja?" Kinan bersedekap menatapku saat aku baru saja membuka pintu.

Matanya tak berkedip menatapku, menelusuri tubuh dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mungkin heran melihat penampilanku yang kacau. Kemeja berantakan dan kusut, rambut yang sudah mulai gondrong tidak lagi tertata. Belum lagi wajah yang sudah pasti sama kusutnya.

"Ini bukan pertama kalinya Mas pulang larut seperti ini!"

Aku bergeming. Tanpa menghiraukannya aku bergegas melangkah, melewati dia yang masih dengan posisi semula.

Jujur saja aku kesal. Aku lelah, mood berantakan, sampai rumah malah disambut dengan sikap ingin menghakimi darinya.

Sejak kepergian Alya aku memang kerap pulang larut. Waktu yang tersisa kugunakan untuk mencarinya ke mana saja. Terkadang aku malah memilih pulang dan berdiam diri di rumah sana. Malam ini jika Bu Rumi tidak mendesakku untuk pulang, mungkin aku tidak pulang lagi.

Aku seperti kehabisan akal. Orang-orang yang kukerahkan untuk mencari Alya sam
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Malam Pertama dengan Dosenku   12. Hilangnya Buku Nikah

    "Mas Kai mau cari siapa? Mereka? Mereka ... siapa yang Mas Kai maksud?" Kinan mengerutkan dahi. Aku gelagapan. Apa yang harus kulakukan? Aku memang cukup kecewa dengan kebohongan yang dia buat bertahun-tahun. Namun, aku belum siap melihatnya terluka. "Hmm, bukan Apa-apa. Cuma ... cuma mahasiswa." Apa aku terlihat gugup? Mata Kinan menatap seperti menyelidik. "Mahasiswa?" Aku mengangguk tanpa suara, tak ingin salah bicara. Kemudian beranjak meninggalkannya untuk mengganti pakaian salat yang masih kukenakan. "Mas." Ternyata dia membuntutiku.Aku melirik dengan ujung mata. Tetap bergeming dalam mode dingin yang masih belum bisa kuperbaiki saat berhadapan dengan Kinan."Apa begitu sulit untuk memaafkanku? Kita udah cukup lama kayak gini, Mas," protes Kinan, "kita udah kayak orang lain di rumah dan kamar yang sama, Mas." Aku menoleh, berhadapan dengan dirinya. Menatap dia dengan tatapan ... mungkin jenuh. Ya, jenuh."Gimana aku bisa maafin kamu sementara kamu nggak benar-benar ikhla

    Last Updated : 2025-03-29
  • Malam Pertama dengan Dosenku   13. Mendadak Ingin Pulang

    Rutinitas hari ini kujalani jauh dari kata profesional. Fokusku terbagi ke mana-mana. Aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi. Dari masalah keberadaan Alya dan anakku yang belum kutemukan rimbanya, perdebatan dingin dengan Kinan pagi ini, hingga fakta yang baru saja kutemukan jika Mama mengetahui pernikahan keduaku. Saat menelepon Mama, belum sempat bertanya apa pun aku sudah diserang habis-habisan."Kamu benar-benar, ya, Kai. Keterlaluan banget, segitu bencinyakah kamu ke Mama sampai hal sebesar ini kamu sembunyikan dari Mama." Mama mengomel seperti biasa. Aku hanya meringis seperti biasa. Omelan Mama adalah hal biasa. Namun, ada hal yang lebih mengganggu. "Buat apa kamu tanya KK dan buku nikah? Kamu kan nggak butuh. Jadi, biar Mama yang simpan," ucap Mama saat aku mengkonfirmasi kebenaran ucapan Bu Rumi."Lebih nggak masuk akal lagi kalau Mama yang simpan, 'kan?" protesku tak terima."Udah, deh, kamu urusin aja tuh istri kesayanganmu. Nggak perlu peduli apa yang Mama lakukan."

    Last Updated : 2025-03-30
  • Malam Pertama dengan Dosenku   14. Sang Penolong

    POV Alya Aku tidak pernah bermimpi menjadi istri kedua. Apalagi sampai dilabrak istri pertama. Dikatain pelakor dimaki habis-habisan dan diseret paksa keluar dari rumah.Aku bahkan tidak sempat pamit pada Bu Rumi. Sekadar mengatakan selamat tinggal untuk tak 'kan pernah kembali. Mereka membungkam mulutku dengan sapu tangan hingga aku tak mampu bersuara dan kehilangan setengah kesadaranku. Aku tahu, hatinya terluka karena suaminya menitipkan benih di rahim perempuan lain? Namun, pantaskah dia memperlakukanku seperti bina-.tang? Tidak bisakah dia memberiku kesempatan padaku untuk menjelaskan kenapa ini bisa terjadi? Apakah dia masih tega melakukan ini jika tahu siapa yang menyebabkan petaka itu terjadi padaku? Seharusnya dia marah pada kakaknya, 'kan? Bukan padaku.Saat terbangun, aku terbaring di atas sehelai tikar pandan. Di sekitarku banyak kotak-kotak kardus yang bertumpuk. Bau debu yang menyengat hidung juga cukup menyesakkan. Ruangan tak diberikan penerangan sama sekali. Tempat

    Last Updated : 2025-03-30
  • Malam Pertama dengan Dosenku   15. Panggil Saja Mama

    "Terus kumpulkan bukti kejahatannya untuk menjebloskan dia ke penjara."Aku bergidik mendengar kalimat itu. Siapa perempuan yang dia maksud. Aku memilih menjauh, tidak ingin tahu lebih banyak. Setidaknya aku harus tahu diri, 'kan? Beliau sudah menolongku dari sekapan Bu Kinan saat itu, kemudian memberi tumpangan, membiayai pengobatanku hingga pulih, dan memberiku kehidupan baru. Lebih penting lagi, dia memperlakukanku seperti anaknya sendiri.Jik aku ketahuan menguping, dia pasti tersinggung. Jadi, akan lebih baik jika aku tidak tahu apa pun urusan pribadi yang ia sembunyikan. "Maaf, apa Tante punya anak?" tanyaku suatu ketika saat kami sedang di meja makan. Menu makanan yang tersaji selalu kompleks memenuhi kebutuhanku sebagai ibu hamil.Dia mengangguk. "Anak laki-laki, satu-satunya. Tapi jauh, dia juga ga mau tinggal sama Tante. Lebih milih tinggal sama istrinya yang nggak pernah suka sama Tante." Matanya menerawang saat mengatakan itu. Aku membaca ada kesedihan di dalam sana. Dia

    Last Updated : 2025-03-31
  • Malam Pertama dengan Dosenku   Dia Datang

    "Jujur? Tentang?" tanyanya sambil mengerucutkan dahi, kemudian mengembalikan cermin kecil itu ke dalam tas."Mama ibunya Pak Kaivan, 'kan?" tanyaku lagi. Aku bisa melihat jelas garis wajahnya yang berubah seketika, tampak terkejut. Dia tertegun dalam kebisuan, tetapi kemudian cepat menutupinya. "Kenapa bertanya seperti itu? Apa yang membuatmu yakin sekali, Al?" Dia bertanya, dengan nada bicara khas yang lembut."Nama Mama, Mitha. Ibu kandungnya Pak Kaivan juga Mitha, Bu Rumi pernah bilang. Dan, setelah dilihat-lihat wajah kalian mirip." Aku mengeluarkan uneg-unegku.Wanita itu terdiam sejenak. Kemudian menghela napas panjang. "Sekarang kamu tahu kan apa alasannya saya menolong dan mempertahankan kamu di sini?" ujarnya kemudian. "Saya pikir saya tidak akan diterima di keluarga Pak Kaivan, karena saya hanya–""Ssst! Nggak usah diterusin." Dia meraih tanganku. "Kamu tahu, enggak? Berbulan-bulan Mama nungguin kabar pernikahan kalian, tapi anak itu kayaknya ga ada niat buat berkata juju

    Last Updated : 2025-03-31
  • Malam Pertama dengan Dosenku   17. Permintaan

    Pria itu masih terus menggendong Rayyan dan terus mengajak berinteraksi.Jelas sekali ada kebahagian terlihat di sana. Sesekali Pak Kaivan mengusap matanya yang berair. Sepertinya dia tidak bosan-bosan terus mengajak makhluk kecil itu bicara dan bercanda, meski makhluk kecil itu belum mampu merespons dengan baik. Dia hanya terus menatap lawan bicaranya seolah mendengar dan mengerti apa yang tengah dibicarakan oleh sang ayah.Namun, lama-lama dia bosan dan menangis juga. Saat itulah Pak Kaivan mengembalikan padaku."Kayaknya udah haus lagi dia, Al," ucapnya.Masih dengan perasaan canggung dan sedikit grogi aku menerima bayi Rayyan yang masih menangis. Saat terpaksa bersentuhan dengannya, aku menahan napas untuk beberapa detik. Sepertinya akan makin mengusir rasa yang terlanjur tumbuh. "Alya, dia nangis terus tuh. Sus uin gih!" Suara Pak Kaivan membuatku terkesiap, naik dari tenggelamnya perasaan.Dia sudah duduk di sampingku. Jarak kami hanya sekitar dua puluh senti."Bapak keluar dul

    Last Updated : 2025-03-31
  • Malam Pertama dengan Dosenku   18. Pertanyaan Kaivan

    Aku tidak mengira jika aku bisa mengatakan hal itu. Dia tertegun beberapa saat menatapku. Aku yakin, dia tidak akan bisa meninggalkan wanita itu. Entahlah.Kenapa? Kalian mau bilang aku egois? Tidak masalah, sih. Jika dia memang bisa mengabulkan permintaanku itu bagus, bukan? Setidaknya cap pelakor yang pernah disematkan Bu Kinan untukku tidak sia-sia. Dia cukup lama terdiam, pegangan di tanganku sempat mengendur. "Kenapa? Pak Kaivan nggak bisa, 'kan? Saya tahu, Pak Kaivan tidak akan bisa melakukan itu. Makanya sejak awal saya tahu diri, Pak. Saya nggak mau mengubah panggilan saya ke Pak Kaivan karena tidak mau mendorong diri saya untuk berharap lebih dari pernikahan ini. Sejak awal yang saya pikirkan hanya masa depan anak saya. Saya hanya tidak ingin dia tidak memiliki status. Sejak saat saya tahu dia tumbuh di dalam rahim saya, saya melupakan semua keinginan dan mimpi saya. Tidak, bukan kehadirannya yang saya anggap menghancurkan mimpi saya, tapi ...." Aku tak mampu melanjutkan uca

    Last Updated : 2025-04-01
  • Malam Pertama dengan Dosenku   29. Kita Lihat Saja Nanti

    "Apa yang sudah dilakukan Kinan sama kamu, Al?" Aku menggeleng. Menahan perasaan yang tak kusuka kembali hadir. Aku benci mengingat bayangan buruk yang terjadi di masa lalu. Namun, aku memang harus jujur, 'kan?"Saya enggak yakin Pak Kaivan akan percaya kalau saya jujur?" ucapku akhirnya."Alya, kamu ...." Mama bersuara membuat mataku beralih dari Pak Kaivan. Dia setengah tertawa dan menatapku tak percaya. Sementara aku masih menunggu dia melanjutkan ucapannya."Kamu masih panggil Kaivan 'Pak'?" Wanita paruh baya itu melanjutkan.Kehabisan kata, meski aku sedikit bersyukur karena tidak perlu menceritakan tentang Bu Kinan untuk sekarang. Aku mengalihkan pandangan pada pria di dekatku. Dia hanya mengulum senyum sambil menaikkan alisnya. Sepertinya dia sengaja tidak ingin membantuku.Aku beralih pada Mama. "Mama, 'kan tahu gimana pernikahan ini terjadi dan terjalani, Ma. Jadi–""Alya," seru mereka bersamaan. Kedua ibu dan anak itu menatapku dengan pandangan yang tak kumengerti. Aku kic

    Last Updated : 2025-04-01

Latest chapter

  • Malam Pertama dengan Dosenku   29. Kita Lihat Saja Nanti

    "Apa yang sudah dilakukan Kinan sama kamu, Al?" Aku menggeleng. Menahan perasaan yang tak kusuka kembali hadir. Aku benci mengingat bayangan buruk yang terjadi di masa lalu. Namun, aku memang harus jujur, 'kan?"Saya enggak yakin Pak Kaivan akan percaya kalau saya jujur?" ucapku akhirnya."Alya, kamu ...." Mama bersuara membuat mataku beralih dari Pak Kaivan. Dia setengah tertawa dan menatapku tak percaya. Sementara aku masih menunggu dia melanjutkan ucapannya."Kamu masih panggil Kaivan 'Pak'?" Wanita paruh baya itu melanjutkan.Kehabisan kata, meski aku sedikit bersyukur karena tidak perlu menceritakan tentang Bu Kinan untuk sekarang. Aku mengalihkan pandangan pada pria di dekatku. Dia hanya mengulum senyum sambil menaikkan alisnya. Sepertinya dia sengaja tidak ingin membantuku.Aku beralih pada Mama. "Mama, 'kan tahu gimana pernikahan ini terjadi dan terjalani, Ma. Jadi–""Alya," seru mereka bersamaan. Kedua ibu dan anak itu menatapku dengan pandangan yang tak kumengerti. Aku kic

  • Malam Pertama dengan Dosenku   18. Pertanyaan Kaivan

    Aku tidak mengira jika aku bisa mengatakan hal itu. Dia tertegun beberapa saat menatapku. Aku yakin, dia tidak akan bisa meninggalkan wanita itu. Entahlah.Kenapa? Kalian mau bilang aku egois? Tidak masalah, sih. Jika dia memang bisa mengabulkan permintaanku itu bagus, bukan? Setidaknya cap pelakor yang pernah disematkan Bu Kinan untukku tidak sia-sia. Dia cukup lama terdiam, pegangan di tanganku sempat mengendur. "Kenapa? Pak Kaivan nggak bisa, 'kan? Saya tahu, Pak Kaivan tidak akan bisa melakukan itu. Makanya sejak awal saya tahu diri, Pak. Saya nggak mau mengubah panggilan saya ke Pak Kaivan karena tidak mau mendorong diri saya untuk berharap lebih dari pernikahan ini. Sejak awal yang saya pikirkan hanya masa depan anak saya. Saya hanya tidak ingin dia tidak memiliki status. Sejak saat saya tahu dia tumbuh di dalam rahim saya, saya melupakan semua keinginan dan mimpi saya. Tidak, bukan kehadirannya yang saya anggap menghancurkan mimpi saya, tapi ...." Aku tak mampu melanjutkan uca

  • Malam Pertama dengan Dosenku   17. Permintaan

    Pria itu masih terus menggendong Rayyan dan terus mengajak berinteraksi.Jelas sekali ada kebahagian terlihat di sana. Sesekali Pak Kaivan mengusap matanya yang berair. Sepertinya dia tidak bosan-bosan terus mengajak makhluk kecil itu bicara dan bercanda, meski makhluk kecil itu belum mampu merespons dengan baik. Dia hanya terus menatap lawan bicaranya seolah mendengar dan mengerti apa yang tengah dibicarakan oleh sang ayah.Namun, lama-lama dia bosan dan menangis juga. Saat itulah Pak Kaivan mengembalikan padaku."Kayaknya udah haus lagi dia, Al," ucapnya.Masih dengan perasaan canggung dan sedikit grogi aku menerima bayi Rayyan yang masih menangis. Saat terpaksa bersentuhan dengannya, aku menahan napas untuk beberapa detik. Sepertinya akan makin mengusir rasa yang terlanjur tumbuh. "Alya, dia nangis terus tuh. Sus uin gih!" Suara Pak Kaivan membuatku terkesiap, naik dari tenggelamnya perasaan.Dia sudah duduk di sampingku. Jarak kami hanya sekitar dua puluh senti."Bapak keluar dul

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Dia Datang

    "Jujur? Tentang?" tanyanya sambil mengerucutkan dahi, kemudian mengembalikan cermin kecil itu ke dalam tas."Mama ibunya Pak Kaivan, 'kan?" tanyaku lagi. Aku bisa melihat jelas garis wajahnya yang berubah seketika, tampak terkejut. Dia tertegun dalam kebisuan, tetapi kemudian cepat menutupinya. "Kenapa bertanya seperti itu? Apa yang membuatmu yakin sekali, Al?" Dia bertanya, dengan nada bicara khas yang lembut."Nama Mama, Mitha. Ibu kandungnya Pak Kaivan juga Mitha, Bu Rumi pernah bilang. Dan, setelah dilihat-lihat wajah kalian mirip." Aku mengeluarkan uneg-unegku.Wanita itu terdiam sejenak. Kemudian menghela napas panjang. "Sekarang kamu tahu kan apa alasannya saya menolong dan mempertahankan kamu di sini?" ujarnya kemudian. "Saya pikir saya tidak akan diterima di keluarga Pak Kaivan, karena saya hanya–""Ssst! Nggak usah diterusin." Dia meraih tanganku. "Kamu tahu, enggak? Berbulan-bulan Mama nungguin kabar pernikahan kalian, tapi anak itu kayaknya ga ada niat buat berkata juju

  • Malam Pertama dengan Dosenku   15. Panggil Saja Mama

    "Terus kumpulkan bukti kejahatannya untuk menjebloskan dia ke penjara."Aku bergidik mendengar kalimat itu. Siapa perempuan yang dia maksud. Aku memilih menjauh, tidak ingin tahu lebih banyak. Setidaknya aku harus tahu diri, 'kan? Beliau sudah menolongku dari sekapan Bu Kinan saat itu, kemudian memberi tumpangan, membiayai pengobatanku hingga pulih, dan memberiku kehidupan baru. Lebih penting lagi, dia memperlakukanku seperti anaknya sendiri.Jik aku ketahuan menguping, dia pasti tersinggung. Jadi, akan lebih baik jika aku tidak tahu apa pun urusan pribadi yang ia sembunyikan. "Maaf, apa Tante punya anak?" tanyaku suatu ketika saat kami sedang di meja makan. Menu makanan yang tersaji selalu kompleks memenuhi kebutuhanku sebagai ibu hamil.Dia mengangguk. "Anak laki-laki, satu-satunya. Tapi jauh, dia juga ga mau tinggal sama Tante. Lebih milih tinggal sama istrinya yang nggak pernah suka sama Tante." Matanya menerawang saat mengatakan itu. Aku membaca ada kesedihan di dalam sana. Dia

  • Malam Pertama dengan Dosenku   14. Sang Penolong

    POV Alya Aku tidak pernah bermimpi menjadi istri kedua. Apalagi sampai dilabrak istri pertama. Dikatain pelakor dimaki habis-habisan dan diseret paksa keluar dari rumah.Aku bahkan tidak sempat pamit pada Bu Rumi. Sekadar mengatakan selamat tinggal untuk tak 'kan pernah kembali. Mereka membungkam mulutku dengan sapu tangan hingga aku tak mampu bersuara dan kehilangan setengah kesadaranku. Aku tahu, hatinya terluka karena suaminya menitipkan benih di rahim perempuan lain? Namun, pantaskah dia memperlakukanku seperti bina-.tang? Tidak bisakah dia memberiku kesempatan padaku untuk menjelaskan kenapa ini bisa terjadi? Apakah dia masih tega melakukan ini jika tahu siapa yang menyebabkan petaka itu terjadi padaku? Seharusnya dia marah pada kakaknya, 'kan? Bukan padaku.Saat terbangun, aku terbaring di atas sehelai tikar pandan. Di sekitarku banyak kotak-kotak kardus yang bertumpuk. Bau debu yang menyengat hidung juga cukup menyesakkan. Ruangan tak diberikan penerangan sama sekali. Tempat

  • Malam Pertama dengan Dosenku   13. Mendadak Ingin Pulang

    Rutinitas hari ini kujalani jauh dari kata profesional. Fokusku terbagi ke mana-mana. Aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi. Dari masalah keberadaan Alya dan anakku yang belum kutemukan rimbanya, perdebatan dingin dengan Kinan pagi ini, hingga fakta yang baru saja kutemukan jika Mama mengetahui pernikahan keduaku. Saat menelepon Mama, belum sempat bertanya apa pun aku sudah diserang habis-habisan."Kamu benar-benar, ya, Kai. Keterlaluan banget, segitu bencinyakah kamu ke Mama sampai hal sebesar ini kamu sembunyikan dari Mama." Mama mengomel seperti biasa. Aku hanya meringis seperti biasa. Omelan Mama adalah hal biasa. Namun, ada hal yang lebih mengganggu. "Buat apa kamu tanya KK dan buku nikah? Kamu kan nggak butuh. Jadi, biar Mama yang simpan," ucap Mama saat aku mengkonfirmasi kebenaran ucapan Bu Rumi."Lebih nggak masuk akal lagi kalau Mama yang simpan, 'kan?" protesku tak terima."Udah, deh, kamu urusin aja tuh istri kesayanganmu. Nggak perlu peduli apa yang Mama lakukan."

  • Malam Pertama dengan Dosenku   12. Hilangnya Buku Nikah

    "Mas Kai mau cari siapa? Mereka? Mereka ... siapa yang Mas Kai maksud?" Kinan mengerutkan dahi. Aku gelagapan. Apa yang harus kulakukan? Aku memang cukup kecewa dengan kebohongan yang dia buat bertahun-tahun. Namun, aku belum siap melihatnya terluka. "Hmm, bukan Apa-apa. Cuma ... cuma mahasiswa." Apa aku terlihat gugup? Mata Kinan menatap seperti menyelidik. "Mahasiswa?" Aku mengangguk tanpa suara, tak ingin salah bicara. Kemudian beranjak meninggalkannya untuk mengganti pakaian salat yang masih kukenakan. "Mas." Ternyata dia membuntutiku.Aku melirik dengan ujung mata. Tetap bergeming dalam mode dingin yang masih belum bisa kuperbaiki saat berhadapan dengan Kinan."Apa begitu sulit untuk memaafkanku? Kita udah cukup lama kayak gini, Mas," protes Kinan, "kita udah kayak orang lain di rumah dan kamar yang sama, Mas." Aku menoleh, berhadapan dengan dirinya. Menatap dia dengan tatapan ... mungkin jenuh. Ya, jenuh."Gimana aku bisa maafin kamu sementara kamu nggak benar-benar ikhla

  • Malam Pertama dengan Dosenku   11. Sisi Lain dari Kinan

    PoV Kaivan "Mas dari mana aja?" Kinan bersedekap menatapku saat aku baru saja membuka pintu. Matanya tak berkedip menatapku, menelusuri tubuh dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mungkin heran melihat penampilanku yang kacau. Kemeja berantakan dan kusut, rambut yang sudah mulai gondrong tidak lagi tertata. Belum lagi wajah yang sudah pasti sama kusutnya. "Ini bukan pertama kalinya Mas pulang larut seperti ini!" Aku bergeming. Tanpa menghiraukannya aku bergegas melangkah, melewati dia yang masih dengan posisi semula. Jujur saja aku kesal. Aku lelah, mood berantakan, sampai rumah malah disambut dengan sikap ingin menghakimi darinya. Sejak kepergian Alya aku memang kerap pulang larut. Waktu yang tersisa kugunakan untuk mencarinya ke mana saja. Terkadang aku malah memilih pulang dan berdiam diri di rumah sana. Malam ini jika Bu Rumi tidak mendesakku untuk pulang, mungkin aku tidak pulang lagi. Aku seperti kehabisan akal. Orang-orang yang kukerahkan untuk mencari Alya sam

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status