Share

02. Tawaran Gila

“Apa yang kau lakukan di sini? Apa kau seorang pengemis?”

Mendengar ucapan pria itu selanjutnya, Vanesha yang tadinya terpesona, seketika ilfeel. “Pengemis? Aku bukan pengemis, ya!”

Gadis itu berdiri, menatap tajam pria di hadapannya. Sayangnya, ia jauh lebih pendek, sehingga tatapannya tampak tak seseram yang ia pikir.

“Oh, apa kau bertengkar dengan kekasihmu, lalu ditinggalkan?” ucap pria itu lagi.

"Hah?"

Vanesha membelalak.

Cobaan apa lagi ini? Baru saja diusir, ia malah bertemu orang aneh?

“Radit, sshhtt..” Pria lain yang baru turun tampak panik melihat apa yang terjadi.

Tanpa basa-basi, ia menyuruh Radit agar tidak banyak bicara dan menyinggung perasaan orang lain.

“Nona, ada apa? Kenapa kau duduk disini, dan… ini sudah malam juga gelap.”

Berbeda seperti Radit, Hendrik bicara lembut dan pelan padanya. Jujur, ia takut gadis itu tahu siapa Radit dan menyebarkan berita buruk tentangnya.

Untungnya, Vanesha tampak tak masalah. “Tidak Pak. Aku hanya… hanya… baru dipecat dari kerjaan saja.” suaranya memelan, menahan kesedihannya.

“Lantas, kenapa Anda di sini? Bukankah seharusnya Anda pulang?” tanya Hendrik mengulanginya lagi, dan Vanesha mengangguk.

“Bensin motor saya habis, dan saya juga tidak memiliki uang untuk… membeli bensin.” Rasanya, dia malu karena mengeluh pada orang yang tidak dia kenal, tapi apa mau dikata?

“Bagaimana kalau kami mengantarkan kamu? Atau, sampai ke pom bensin saja.”

“Hendrik, apa kau tidak dengar? Dia tidak punya uang. Kau antarkan pun ke pom bensin, memangnya dia bisa bayar?” sindir Raditya berpangku tangan.

Vanesha menghela napas. Dia sangat lelah dan kesal. Tapi, ia tak punya tenaga menghadapi pria tengil itu.

Di sisi lain, Hendrik mengeluarkan dompetnya, “Ini, aku beri kamu uang. Kami akan mengantarmu ke pom bensin dan membelinya, lalu kembali lagi kesini untuk mengisi motormu.”

“Itu motormu? Pft... Butut sekali, aku pikir tadi itu rongsokan yang ingin diangkut tukang sampah,” ejek Raditya.

“Walau motor itu butut, tapi aku berhasil membelinya dengan hasil kerja kerasku sendiri!” ucapnya tegas.

Melihat itu, Hendrik mengusap kepalanya yang tak pening!

Ada apa dengan kedua orang di depannya yang langsung bertengkar di pertemuan pertama?

Lagipula, Raditya biasanya juga anti wanita. Dia mau berinteraksi hanya dengan aktris yang menjadi lawan mainnya. Selebihnya, Raditya bahkan tertutup, meski

banyak wanita cantik yang mengejar. Kenapa mendadak seperti ini?

“Maaf, Nona. Tolong jangan tersinggung, kami–”

“Ck! Ambil uang ini.” Ucapan Hendrik dipotong oleh Raditya, membuat manager pria itu kesal.

Sementara itu, Vanesha terkesiap melihat lembaran uang merah di hadapannya.

Apakah semudah itu memberi uang banyak bagi orang kaya?

Ia ragu untuk menerima uang itu, tapi….

“Ambil saja! Kalau kau malu, memangnya kau bisa pulang dan makan?” sindir Raditya lagi seolah sangat senang mengganggunya.

Vanesha menatap kesal pria itu. Tapi, ucapannya benar. Terpaksa, Vanesha pun menerima uang itu, “Terima kasih Pak, saya pinjam uangnya, nanti akan saya ganti.”

Raditya mengangguk, sementara Hendrik makin tak tenang.

Terlebih, manager Raditya melihat beberapa paparazzi di sekitar mereka. Bisa-bisa, mereka akan memanipulasi gadis polos ini untuk membuat berita buruk pada

Raditya.

Sebuah ide pun muncul di kepala pria itu untuk mengamankan situasi yang di luar kendalinya ini.

“Mm, kamu bilang, dipecat dari kerjaan kan? Itu berarti, kau butuh kerjaan baru? Apa kau mau diberi pekerjaan baru?” tanya Hendrik.

Vanesha yang bingung, tampak mengangguk. “Iya. Ada apa, ya?”

“Kamu mau jadi asisten Raditya?”

“Hah?” 

Bukan hanya Vanesha, tapi Raditya pun menganga, tak percaya mendengar ucapan managernya itu.

"Ehem, tutup mulutmu Radit, sebelum lalat... tidak, maksudku, nyamuk masuk ke dalam," bisik Hendrik, dia tahu pasti aktornya itu terkejut, tapi imagenya harus tetap dijaga!

"Pak, maaf, maksudnya tadi, apa ya? Asisten...? Dia?" Vanesha melihat dan menunjuk Raditya, pria ketus dan sombong itu.

"Iya. Tunggu!" Hendrik mengeluarkan kartu nama dari dompetnya dan menyerahkannya pada Vanesha. "Ini kartu namaku. Jikalau kau menerima tawaran ini, kau bisa menghubungi nomor itu. Tapi, kalau seandainya tidak mau, aku harap kamu juga bisa memberitahukannya agar kami tidak menunggu."

Walau masih bingung, Vanesha menerima kartu nama itu.

Entah terhipnotis atau apa, gadis itu dengan cepat bertukar nomor telepon tanpa menyadari bahwa kehidupannya akan berubah tak lama lagi....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status