Ujian ekonomi tengah menimpa keluarga Danu dan Gina. Mereka baru dua tahun menikah dan dikaruniai seorang putri yang cantik bernama Putri. Gina bukan tidak bersyukur ketika menerima uang dari Danu. Akan tetapi, harga kebutuhan sudah sangat mencekik; uang itu tidak cukup. Gina berpikir untuk bekerja ke luar negeri untuk memperbaiki ekonomi rumah tangganya. Akan tetapi, malapetaka justru datang dari sepasang suami dan istri itu saat Gina sudah bekerja menjadi TKI. Berita tentang aib Gina saat tersebar luas. Tak berbeda dengan Gina, Danu pun sebenarnya berselingkuh. Mendadak Gina pulang ke Indonesia dan mengejutkan semua orang. Lantas, apakah mereka akan tetap mempertahankan rumah tangga mereka? Atau lebih baik menjalani kehidupan masing-masing?
Lihat lebih banyakSejak kejadian itu, Salma lebih sering menghabiskan waktu di kafe. Ada agenda tersendiri untuk pergi ke kafe. Jika hari kerja, maka sepulang kerja akan mendatangi kafe langganannya. Salma merasa tenang saat berada di tempat itu. Senja sudah menutup hari sejak lama ketika Salma melangkah keluar dari sebuah kafe kecil di sudut kota. Aroma kopi masih melekat di udara, bercampur dengan bau tanah basah setelah hujan. Langit berwarna oranye keemasan, dan angin sepoi-sepoi membuat rambut Salma sedikit berantakan. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikiran yang sejak tadi berputar-putar tentang langkah selanjutnya dalam rencananya.Namun, langkahnya terhenti saat sebuah suara memanggilnya. “Salma?”Salma menoleh perlahan. Di sana, berdiri seorang pria dengan jas abu-abu rapi, wajahnya tak asing. Arif. Mata mereka bertemu sejenak, membawa kenangan yang selama ini ia kubur dalam-dalam. Salma mengerutkan kening, berusaha menenangkan dirinya yang tiba-tiba diliputi rasa tak nyaman.“A
"Ibu kenapa hanya diam? Dulu, aku patuh ketika harus ikut melakukan hal buruk pada Mbak Salma. Sekarang, aku hanya minta, Ibu membantu bicara pada Mas Guntara tentang Mbak Salma. Mbak Salma tidak sebaik yang dikira oleh Mas Guntara, Bu. Ibu bisa melihat semua foto itu." Ucapan Aliyah jelas sangat mempengaruhi Yulianti saat itu.Malam itu, rumah Yulianti yang biasanya hangat kini terasa dingin. Lampu ruang tamu yang temaram memantulkan bayangan tubuhnya yang gelisah di dinding. Yulianti duduk di sofa, menggenggam cangkir teh yang mulai mendingin. Sesekali, matanya menatap pintu depan seolah menunggu seseorang masuk. Napasnya terdengar berat, dan tangannya sedikit gemetar.Di lantai atas, Aliyah mengurung diri di kamar. Ia sudah kehabisan tenaga untuk menangis. Foto yang tadi siang ditemukan masih tergenggam erat di tangannya, sementara pikirannya dipenuhi prasangka buruk. Dalam hati, ia bertanya-tanya, apakah benar Yulianti akan menasehati Guntara seperti yang dijanjikan? Namun, instin
"Aku sebenarnya tidak sudi untuk datang ke sini. Apa lagi, Gina sudah pulang ke rumah kami," kata Reza dengan nada dingin. Rumah kontrakan Gina dan Danu sore itu terasa begitu hening, tetapi udara di dalamnya seakan penuh dengan ketegangan yang tidak terlihat. Reza, kakak pertama Gina, duduk dengan posisi tegap di karpet ruang tamu. Wajahnya memancarkan ketegasan yang tidak bisa ditawar. Di meja di depannya, tergeletak selembar kertas kontrak kerja yang sudah ditandatangani Gina, menunggu persetujuan Danu. Gina tahu, jika meminta tanda tangan sang suami pasti akan dipersulit."Bang, tapi ini terlalu sulit untukku." Danu mencoba berkompromi dengan sang kakak ipar."Terlalu sulit? Kau yang sudah menyulitkan keadaan dan adikku," kata Reza dengan nada dingin dan rahang yang sudah mengeras. Danu duduk di hadapan Reza, tubuhnya bersandar lemas di dinding setengah permanen. Matanya terus terpaku pada kertas itu, tetapi pikirannya melayang. Ia merasa seolah-olah berada di persimpangan jalan
"Gina nggak akan pergi kalo dia benar mencintai kamu, Danu. Rumah tangga itu wajar jika diuji dalam banyak hal. Ekonomi, anak, dan masih banyak lagi. Tapi, dia memilih untuk pergi. Apa itu pantas untuk dipertahankan?" Salma masih mengoceh saat Gina sudah pergi dari rumah kontrakan. Ia tidak peduli bagaimana perasaan Danu saat ini. Danu tidak butuh ocehan yang tidak bermutu. Pikiran laki-laki itu mendadak menjadi lebih kacau. Danu duduk di ruang tamu rumah kontrakan yang sederhana, wajahnya terlihat gelap. Tangan kanan ayah Putri menggenggam segelas kopi yang sudah mulai dingin, sementara pikirannya terombang-ambing oleh kata-kata Salma yang terus terngiang. Ucapan wanita itu tadi siang masih menekan dadanya, membuat emosi yang selama ini ia coba tahan mulai mendidih perlahan. Bukan hanya memprovokasi, tetapi janda Guntara itu sengaja membuat kesalahpahaman Danu dan Gina semakin meruncing.“Kalau Gina benar-benar seorang istri yang baik, mana mungkin dia tega meninggalkan Putri?” Sal
"Aku nggak punya pilihan, Dan. Aku ingin mereka tahu. Aku serius sama kamu. Persetan dengan semua gosip murahan itu. Aku nggak peduli!"Ucapan Salma di telepon membuat Danu sakit kepala. Sekarang, bukan hanya menghadapi gosip-gosip murahan meski itu adalah kebenaran. Hal yang paling mengerikan adalah menghadapi keluarga besar Gina. Mereka tidak akan pernah tinggal diam.Danu duduk di karpet ruang tamu dengan napas berat. Lampu di rumahnya yang berwarna kuning redup semakin menambah kesan sunyi dan mencekam di tengah malam itu. Sepeda motor matic milik Salma terparkir di sudut ruangan, menciptakan bayangan panjang di dinding. Ponsel Danu masih digenggam erat di tangan kanannya, sementara layar ponsel menampilkan pesan terakhir dari Gina.Gina : "Kalau memang kamu lebih memilih Salma, kita bercerai saja. Aku sudah lelah, Mas Danu."Sudah sejak tiga setengah jam yang lalu pesan itu masuk. Danu baru saja membukanya. Ia terlalu sibuk melamun di atas motor Salma. Danu memikirkan bagaimana s
Langit mendung menggantung di atas rumah besar keluarga Guntara. Angin sepoi-sepoi bertiup membawa aroma hujan yang semakin mendekat. Di ruang tamu yang luas dan penuh dengan perabotan mewah, Aliyah duduk di sofa dengan posisi tubuh tegap. Ia memandang lurus ke depan, wajahnya penuh ketenangan yang berlapis dengan kekecewaan mendalam. Sepasang suami dan istri itu tampak bersikap dingin satu dengan lainnya. Tangan Aliyah memegang sebuah ponsel dengan erat. Sebuah video yang dikirimkan oleh salah seorang kenalan keluarga menunjukkan Salma dan Danu yang sedang berbincang akrab di rumah orang tua Gina. Adegan itu terlalu jelas untuk dianggap sebagai upaya “membantu.” Bahkan, Salma tak segan meraih lengan Danu, sementara pria itu tak menolak.'Menyelesaikan masalah seperti apa yang dia maksud?' Aliyah tersenyum sinis setelah melihat video itu.Aliyah mendengar langkah kaki mendekat. Guntara baru saja pulang, masih mengenakan jas abu-abu gelap yang rapi. Wajahnya lelah, tetapi sorot matany
"Danu... aku hanya ingin jelaskan pada mereka. Aku nggak ingin ada yang menuduh kita. Meski apa yang kita lakukan itu salah. Ya, tapi percayalah, aku hanya ingin membantu agar kamu dan Gina tidak lagi seperti ini."Salma berhasil meyakinkan Danu malam itu. Nada bicara Salma sangat serius dan sangat meyakinkan. Setelah menimbang banyak hal, akhirnya Danu pun setuju. Pagi harinya, Salma sudah siap dan berada di depan rumah kontrakan Danu.Pagi itu, suasana di rumah keluarga Gina terasa mencekam. Setelah peristiwa kedatangan Danu bersama Salma, keheningan yang semula menenangkan berubah menjadi penuh ketegangan. Gina duduk di ruang tengah dengan mata yang sembab, tangannya gemetar memegang cangkir teh yang sudah dingin. Ia belum bisa memercayai apa yang baru saja terjadi. Danu, pria yang dulu ia percayai sepenuh hati, benar-benar menghancurkan sisa-sisa kepercayaan yang masih ia coba pertahankan.Di sudut ruangan, Reza berdiri dengan kedua tangannya terlipat di dada, sorot matanya penuh
Langit sore di sekitar kontrakan Danul itu berwarna keemasan, tetapi suasana hatinya tak seindah pemandangan yang terbentang. Danu duduk di teras rumahnya, kedua tangan bersilang di dada, napasnya tersengal karena emosi yang masih membara. Ia baru saja selesai menghadapi beberapa tetangga yang gemar menguliti masalah orang lain. Danu tidak suka jika banyak orang yang 'sok' tahu perihal masalah rumah tangganya bersama Gina. "Kamu itu laki-laki, Danu! Harus tegas! Kalau istrimu pergi, cari dan bawa pulang, bukannya diam saja!" ujar salah satu tetangga dengan nada menghakimi beberapa menit yang lalu."Kalian itu tidak punya hak untuk mengaturku. Cukup kalian tahu, urus saja masalah kalian!" Danu mengatakan dengan nada tinggi dan tidak bersahabat sama sekali. Ucapan itu membuat Danu hilang kesabaran. Mata gelapnya menyapu wajah orang-orang yang berkerumun di dekat pagar rumahnya. Ia berdiri dengan gerakan kasar, menjatuhkan kursi plastik di belakangnya. Amukan Danu membuat orang-orang d
Danu duduk di sofa usangnya dengan pandangan kosong. Kontrakan kecil itu terasa semakin sempit, seolah menghimpit pikirannya yang penuh dengan kekacauan. Sudah hampir seminggu ia tidak menyentuh pekerjaan. Semua terasa sia-sia, seperti tidak ada lagi yang bisa memotivasinya untuk bangkit.Pikiran tentang Gina masih terus menghantui, menciptakan rasa bersalah yang bercampur dengan sakit hati. Danu tidak menemukan cara untuk membuat Gina kembali. Bahkan untuk sekadar datang ke rumah kedua mertuanya saja tidak ada keberanian sama sekali. Danu tidak punya nyali yang besar untuk itu.'Mereka akan marah saat aku datang. Apa lagi yang bisa aku lakukan?' Pertanyaan itu terus menerus menari dalam benak Danu saat ini. Rumah kontrakannya, yang biasanya sunyi, tiba-tiba dipenuhi suara langkah ringan di luar pintu. Ketukan lembut terdengar. Danu menghela napas panjang. Ia tidak ingin menerima tamu, tapi entah kenapa kakinya bergerak membuka pintu.Salma berdiri di sana dengan wajah tenang dan sen
Mas, kamu tahu nggak, semua harga kebutuhan kita naik semua. Beras, minyak, gas, token, bahkan tahu dan tempe juga ikan asin ikutan naik. Kamu usaha dong kerja lebih keras lagi! Kalo misal hanya jualan buah keliling saja nggak akan cukup. Lihat, mangga yang kamu bawa ke sana ke mari itu bahkan mau busuk!" Omelan Gina membuat Danu hanya bisa mengelus dada setiap pulang bekerja.Suara Gina menggelegar memenuhi rumah petak yang sengaja mereka sewa itu. Pertengkaran mereka sudah menjadi langganan. Tetangga hanya bisa diam karena tidak bisa memberikan solusi apa pun. Gina hanya ingin semua kebutuhan terpenuhi."Ya, kamu sabar dulu. Aku juga udah usaha maksimal." Danu berusaha tenang menanggapi omelan sang istri.Danu kini berusaha mengambil alih Putri semata wayangnya dari gendongan Gina. Anak mereka berusia satu setengah tahun dan sedang aktif-aktifnya. Gina dulu bekerja di pabrik, tetapi akhirnya memutuskan berhenti bekerja untuk mengasuh anak mereka. Orang tua Gina merasa keberatan jika...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen