Skandal dengan Mertua

Skandal dengan Mertua

Oleh:  RaySya  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
34Bab
431Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Ika harus menanggung semua beban hidupnya sendiri karena suaminya tak mampu memberinya nafkah lahir dan batin. Tak disangka, bapak mertuanya datang bak pahlawan, ia mau menanggung semua kebutuhan Ika, termasuk kebutuhan lahiriah, dan kebutuhan di ranjang

Lihat lebih banyak
Skandal dengan Mertua Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
34 Bab

Bab 1 Hutang yang Menumpuk

"Ika, tuh ada yang beli. Kok malah manyun sih diem aja dari tadi." Yuni yang ada di samping Ika menowel pundaknya. Ika sedang terlena dengan lamunan. Ia kaget mendengar teguran sahabatnya itu, "Ya Allah, yuun, kamu bikin kaget saja." Kesadaran Ika langsung kembali, lamunannya langsung buyar. Ia melihat pembeli di depannya sedang menatapnya, menunggu untuk dilayani tepatnya. "Iya, Bu. Aduuuh maaf Bu saya malah melamun begini. Monggo silakan mau beli kue apa, Bu?" Seperti kepergok, ah Ika jadi sangat malu. "Kue lemper sama putu ayu aja mba. Masing-masing 15 ribu saja." Ibu itu merogoh kantongnya untuk membayar kue. Sigap Ika pun membungkus kue-kue yang dipesan tadi. "Ini Bu kuenya." Sambil tersenyum semanis mungkin ia menyerahkan bungkusan kresek warna hitam. "Iya terima kasih, Mbak. Masih pagi Mbak, jangan melamun mbok nanti ada yang nempel." si pembeli menggoda sambil cekikikan. "Iiih, apa Ibu yang menempel, kok jadi seram amat?" Ika menimpali dengan wajah jenaka, ia
Baca selengkapnya

Bab 2 Benalu Rumah Tangga

"Eh, Ika. Tumben ke sini sore-sore begini. Ko sendirian?" tanya ibu mertua ketika melihat Ika datang sendiri tanpa suami dan anak-anaknya. Sore itu akhirnya Ika memutuskan untuk pergi ke rumah mertuanya. Jarak rumah mereka tidak terlalu jauh. Rumahnya itu termasuk rumah yang cukup besar. Ada ibu mertua, bapak mertua, dan adik-adik dari suami Ika, Diana dan Miranda. Ada juga Nur yang sudah menikah yang tinggal berdempetan dengan rumah itu. "Iya, Bu. Aku ada perlu sebentar. Anak-anak sedang main di rumah tetangga, kalau Mas Karyo sedang mancing." jawab Ika. "Ada perlu apa, Ika?" Tanya bapak mertua yang muncul dari kamarnya. Pak Tio hanya menggunakan celana boxer dan kaos dalam. "Eh, pak. Tumben ada di rumah? Apa sedang libur bekerja?" Ika menyalami tangan mertuanya. "Iya, ini. Bapak libur lama. Proyek sedang libur." "Oh iya, Pak. Begini, pak Bu, Ika mau ngomong sama bapak sama ibu. Sudah lama Mas Karyo tidak bekerja. Dia sakit kepalanya. Katanya tidak boleh bekerja ter
Baca selengkapnya

Bab 3 Jadi Incaran Bapak Mertua

"Masuk, Pak." Mertua Ika melenggang masuk ke dalam rumahnya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 10 malam. Anak-anak Ika sudah tertidur sejak tadi. Wajah heran Ika tak bisa ia sembunyikan. "Anak-anak sama suami kamu sudah tidur, Ka?" tanya Pak Tio. Ia menelisik ke arah kamar. Matanya mengelilingi rumah Ika. Rumah itu mungil. Hanya ada dua kursi panjang dan satu meja di ruang tamu. Tanpa hiasan dinding maupun lemari. Ruangan itu terasa longgar. "Anak-anak sudah tidur, Pak. Tapi kalo Mas Karyo mungkin tidak pulang. Sudah beberapa hari ini dia tidak pulang, katanya tidur di tanggul." jawab Ika dengan nada agak kesal mengingat kelakuan suaminya itu. "Kamu kalau malam tidurnya sendirian yah, Ka?" Pertanyaan mertuanya itu agak membuat ia malu. Kenapa urusan begitu ditanyakan juga. "Ehm,
Baca selengkapnya

Bab 4 Suami yang Tak Berguna

[Halo, Ika? Ada apa] Setelah Lydya mau dijanjikan akan diberikan uang hari ini, baru ia mau hengkang dari rumah Ika. Para tetangga sudah mulai mengintip dari jendela. Ika benar-benar malu. Bahkan dept kolektor saja tidak teriak-teriak kalau nagih hutang. [Ika butuh bantuan bapak. Teman-teman Ika datang ke rumah menagih uang arisan yang susah Ika pakai. Dulu uang itu Ika pakai untuk membayar uang sekolah anak-anak, Pak.] Suara tangis Ika terdengar melalui telepon. Pak Tio jadi nggak tega. Ia segera meminta izin kepada istrinya untuk mengunjungi temannya. Tapi rumah Ika lah tujuannya. **** "Maafkan Ika, Pak. Ika selalu merepotkan Bapak. Sebagian uang dari Bapak sudah Ika pakai untuk membayar hutang dan modal Ika berjualan." Mereka berdua terduduk di ruang tamu. Persoalan dengan Lydya sudah selesai. Setelah bapak mertuanya memberinya uang, ia langsung mengantarnya ke rumah Lydya. Dengan senyum sinis Lydya mene
Baca selengkapnya

Bab 5 Penagihan Hutang

Ika Bab 5 edit "Ikaaaa?" Yuni tergopoh-gopoh untuk masuk ke dalam rumah Ika. Ika yang sedang merapikan perabotan sisa membuat kue-kue dagangan sangat kaget. Tadi Ika meninggalkan Yuni di lapak dagangan. Ia pulang sebentar untuk menjemput anak-anaknya dari sekolah dan merapikan dapurnya yang kayak kapal pecah. Akhir-akhir ini dagangan Ika selalu habis, jadi ia percayakan saja kepada temannya itu sisa dagangannya . "Yun, ada apa kamu teriak-teriak?" tanya Ika. "Ikaaa, kamu dicariin Bu Kesih." Yuni masih berteriak kencang. "Hah? Aduuuhhhhh. Lusa Bu Lidya ke sini, sekarang tinggal Bu Kesih? Gawat ini, Bu Lidya pasti sudah cerita sama Bu Kesih nih. Dasar nenek lampir mulut ember. Katanya sudah janji nggak mau bilang yang lain. Mampus lah aku, Yun. Ika menoyor kepalanya sendiri. "Ini pasti uang arisan, kan?" tanya Yuni. "Kamu sih Ka. Uda
Baca selengkapnya

Bab 6 Suamiku Pulang

"Kamu wangi banget, Ka." Pak Tio memuji menantunya. Wajah Ika memanas. Ika mulai memperhatikan penampilan mertuanya. Usianya sudah kepala 5, tapi penampilannya memang selalu rapi. Justru Karyo yang lebih muda tidak pernah memperhatikan penampilannya. Penampilan mertuanya selalu perlente. Kali ini ia mengenakan kemeja panjang bahan jeans biru muda dipadukan dengan celana jeans hitam. Rambutnya yang agak panjang disisir ke belakang, khas sekali dengan gaya mandor proyek. Wangi parfum selalu menguar dari tubuhnya. Sebenarnya Ika tahu kalau mertuanya ini memang suka menggoda daun-daun muda. Bahkan gosip mengatakan kalau ia menikahi ibu mertua karena ibu mertua sudah hamil duluan. Tetapi entah kenapa mereka belum berpisah sampai sekarang. Entah karena Ibu yang gak bekerja memang butuh uang bapak, atau karena bapak pintar merayu. Ika rasa dua-duanya berperan penting. Ika tadinya juga tidak me
Baca selengkapnya

Bab 7 Hasrat yang Menggebu

Bab 7 "Ibu?" Buru-buru Ika mengelap air matanya. "Masuk, Bu." Wajah marah ditunjukkan oleh Ibu mertuanya."Kamu kenapa, Ka? Menangis kencang begitu kayak anak kecil saja. Paling juga masalah uang. Iya, kan?" sinis ibunya bertanya tentang keadaan menantunya. Ika menunduk. Sebaiknya ia meneruskan menggoreng kue donat saja. "Ditanya kok diem aja sih, Ka. Ibu ke sini mau bicara, Ka. Tadi suamimu ke rumah ibu." Ika memandang ibu mertuanya. 'Jadi suaminya pergi ke sana tadi.' "Kamu pinjam uang sama bapak?" Matanya melotot penuh amarah. Ika kaget, suaminya mengadu ke ibunya. Aduh, dalam hati, ibunya pasti marah-marah ini. "I...iya, Bu. Ika butuh sekali uang buat bayar hutang." Ika gugup tak berani memandang mata ibunya. "Karyo tadi bilang kamu pinjem uang sama bapak tadi malam. Ibu bukannya nggak mau bantu kamu, tapi kamu kalau pinjam terus nanti bapak jadi nggak punya uang. Bapak kan lagi
Baca selengkapnya

Bab 8 Perpisahan

"Ka, senyum-senyum muluu dah dari tadi" Berkali-kali Yuni memergoki Ika sedang tersenyum melihat layar hpnya. "Dapet duda dari mana, Ka?" tambah Yuni dengan senyum meledek. Ika menoleh. "Duda?" "Iya, kamu kaya janda baru dapet duda baru. Kesengsem, kasmaran, kayak orang gila. Senyum-senyum sendiri liatin hp" Yuni menebak apa yang sahabatnya alami saat ini tanpa berpikir. "Yun, kamu kok....?" Ika memandang sejenak ke mata Yuni. "Kok apa? kok cantik banget?" jawab Yuni cekikikan. Kepingin Ika toyor tuh kepala sahabatnya, padahal tadinya mau bilang kok tahu, tapi nanti Ika malah ngaku sendiri. "Kamu kok sembarangan kalau ngomong? Pengin dijitak yah kepalanya!" jawab Ika."Eh, enak aja" Kepala Yuni mundur beserta badannya. "Kepala anak orang nih, masih ada emaknya. Entar aku bilangin ke emak aku lho" "Sono bilangin, paling kamu tambah dijitak" Ika ikut meledek Hari ini pasar lagi sepi sampai Ika dan Yuni hanya ngobrol ke sana ke sini ngga
Baca selengkapnya

Bab 9 Ketahuan

Nur bangun seperti biasanya. Jam di kamarnya menunjukkan angka 7. Anak dan suaminya sudah bangun sejak pagi. Ia tak perlu repot bangun pagi atau membangunkan mereka. Adik-adiknya sudah sangat sigap membantunya menjaga Sheila, putri sematawayangnya. Ia juga tak perlu repot memasak, sarapan sudah tersedia di atas meja setiap paginya. Ibunya tak pernah sekalipun absen dalam menyiapkan sarapan. Suaminya juga sudah siap duduk di meja sarapan. Masuk kerja jam 8 pagi membuatnya harus cepat-cepat sarapan karena tempat kerja yang jauh. Sedangkan Nur masuk kerja lebih siang, jadi masih ada waktu untuk mandi dan berdandan rapi. Ibunya tak pernah menegur tentang tingkah laku Nur yang bak ratu itu. Pasalnya semua uang keluarga mengalir dari kran milik Nur dan Pak Tio. Suami Nur yang kerja di reparasi mesin AC tidak membantu banyak. Kehidupan di desa memang tak menyediakan gaji yang besar. Beda dengan bapaknya yang mandor proyek, tak hanya gaji yang mengalir dari pemilik
Baca selengkapnya

Bab 10 Gejolak Hati

"Aku nggak mau mas dihina sama ibumu. Belum lagi adikmu, Nur. Mulutnya udah kayak seblak level 10, bikin mules" Ika mengadukan kelakuan iparnya. "Atau mas pinjemin dulu ke bapak?" Karyo berusaha meringankan beban istrinya."Eh, jangan. Udah nggak usah. Kan Ika udah hutang sama Bank Plecit. Duit itu udah cukup." Ika tiba-tiba tergagap, nama Pak Tio dibawa-bawa. "Tapi itu bunganya besar banget!" Karyo semakin khawatir. "Kamu nyicilnya gimana?" "Ee... nanti Ika pikirkan, mas. Sudah sana mas Karyo pergi saja"Karyo tercekat, ah kata-kata pergi jadi sangat menyakitkan bagi Karyo. Apa sudah tidak ada kata pulang untuk dia? "Ayo pulang, Ka" ragu-ragu Karyo mengajak istrinya pulang. Yuni yang sejak tadi pura-pura sok sibuk tapi sebenarnya menguping pembicaraan mereka jadi ikutan nyaut, "Iya pulang aja, Ka. Nanti dagangannya aku yang bawain, kayak biasanya"Mereka menoleh ke arah Yuni. Ika kecewa, kenapa Yuni malah membe
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status