Home / Pernikahan / Skandal dengan Mertua / Bab 2 Benalu Rumah Tangga

Share

Bab 2 Benalu Rumah Tangga

Author: RaySya
last update Last Updated: 2024-06-21 08:17:30

"Eh, Ika. Tumben ke sini sore-sore begini. Ko sendirian?" tanya ibu mertua ketika melihat Ika datang sendiri tanpa suami dan anak-anaknya.

Sore itu akhirnya Ika memutuskan untuk pergi ke rumah mertuanya. Jarak rumah mereka tidak terlalu jauh. Rumahnya itu termasuk rumah yang cukup besar. Ada ibu mertua, bapak mertua, dan adik-adik dari suami Ika, Diana dan Miranda. Ada juga Nur yang sudah menikah yang tinggal berdempetan dengan rumah itu.

"Iya, Bu. Aku ada perlu sebentar. Anak-anak sedang main di rumah tetangga, kalau Mas Karyo sedang mancing." jawab Ika.

"Ada perlu apa, Ika?" Tanya bapak mertua yang muncul dari kamarnya. Pak Tio hanya menggunakan celana boxer dan kaos dalam.

"Eh, pak. Tumben ada di rumah? Apa sedang libur bekerja?"

Ika menyalami tangan mertuanya.

"Iya, ini. Bapak libur lama. Proyek sedang libur."

"Oh iya, Pak. Begini, pak Bu, Ika mau ngomong sama bapak sama ibu. Sudah lama Mas Karyo tidak bekerja. Dia sakit kepalanya. Katanya tidak boleh bekerja terlalu berat. Jadi selama ini mas Karyo tidak kerja. Meskipun begitu dia juga jarang di rumah, hanya pergi memancing setiap hari, kadang malah beberapa hari tidak pulang. Sedangkan kebutuhan rumah sangat banyak. Anak-anak kami butuh biaya sekolah, Bu. Aku sudah hutang di mana-mana. Jualan Ika setiap hari hanya cukup untuk makan saja. Sekarang hutang kami sudah terlalu banyak. Ika minta tolong sama ibu dan bapak."

Ika menjabarkan keadaan keluarga mereka dengan hati-hati. Ibu Hasna, ibu mertua Ika langsung merasa tersulut hatinya mendengar penuturan menantunya itu.

"Ika- Ika, kamu jadi istri tuh yang nerima. Kalau rumah tangga ada masalah, suamimu lagi sakit gak bisa kerja ya kamu lah kerja. Masa kamu mau minta sama ibu sama bapak. Kami juga punya kebutuhan sendiri. Bukannya bantu kami yang sudah tua malah mau merepotkan lagi."

Dada Ika langsung sesak mendengar penuturan mertuanya itu. Betapa sakitnya jadi orang miskin. Minta tolong ke orang tua saja langsung dianggap merepotkan.

"Kamu lihat tuh adik ipar kamu. Nur sama Ridho. Mereka berdua sama-sama bekerja. Jadi gak ngerepotin orang tua. Meskipun anak-anaknya dititipin sama ibu, tapi uang bulanan ibu tuh selalu lancar. Ibu jadi gak perlu repot-repot bekerja."

Mata Ika langsung mengembun, sesak di dadanya semakin bertambah dibarengi dengan air mata yang terasa enggan untuk ditahan.

"Jadi wanita itu harus prihatin. Anakku itu kan lagi sakit. Ya memang tidak bisa bekerja. Kamu coba lah cari uang sendiri dulu. Kamu jadi tulang punggung dulu. Jaman sekarang kan wanita juga banyak yang bekerja. Kalau pagi kamu jualan kue, kalau siang sampai malam kan nggak ngapa-ngapain. Cari lah kerjaan dulu. Biar tidak menumpuk hutangnya, tidak merepotkan orang lain.

Melihat keadaan Ika yang menahan tangis, Ibu mertuanya bukannya merasa iba malah terus saja mengoceh membela anak kesayangannya. Pak Tio jadi merasa kasihan dengan keadaan Ika.

"Bu, cukup!!" kata Pak Tio dengan nada keras.

"Anak kita memang salah, Bu. Ketika sudah menikah, memang kewajibannya untuk memberikan nafkah lahir dan batin kepada istrinya. Dia memang yang seharusnya memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Saya minta maaf untuk anak saya ya Ika."

Karena sedikit merasa dibela oleh ayah mertuanya, Ika sebisa mungkin membela dirinya di depan ibu mertuanya, meskipun setiap kata terasa tercekat di tenggorokan.

"I-iya, Pak. Ika juga sudah mencoba mencari uang sendiri, Bu. Ika jualan kue di pasar. Tapi hasilnya memang belum bisa memenuhi kebutuhan kami. Sekarang Mas Karyo setiap hari hanya mancing di tanggul sungai. Aku juga tidak mau merepotkan Ibu dan Bapak. Tapi Ika sudah tidak tahu lagi harus meminta tolong sama siapa."

Sesegukan Ika mencoba sebisa mungkin meluapkan apa yang ada di dalam hatinya. Sayangnya ibu mertuanya hanya memalingkan muka saja. Suasana jadi terasa hening.

Pak Tio, bapak mertua Ika ingin membantu Ika, memberikan sedikit uang, tapi dengan melihat istrinya saja dia enggan membuat masalah. Uang sedikit akan jadi petaka nantinya.

Ika memilih untuk melangkahkan kakinya dengan gontai keluar dari rumah itu.

"Yasudah. Ika pulang dulu, pak Bu. Benar-benar tidak ada niat dari Ibu dan Bapak mertuanya untuk membantunya. Sepanjang jalan menuju rumahnya, Ika menangis sesegukan di atas motor. Angin yang bertiup membuat Ika semakin sendu. Pada siapa lagi ia meminta pertolongan.

***

Sesampainya di rumah, ternyata anak-anaknya sedang makan. Melihat anak-anaknya hanya makan dengan gorengan tempe, hati Ika terasa tercabik-cabik. Bahkan ketika matahari sudah bergulir ke peraduannya, suaminya belum juga ada keinginan untuk pulang. Ika menduga kalau suaminya mungkin tidak akan pulang seperti malam-malam sebelumnya.

Di tanggul sungai dekat laut memang ada gubug-gubug yang sering dipakai untuk menginap oleh orang-orang yang mancing. Ada beberapa warung juga yang buka 24 jam memenuhi kebutuhan pemancing.

Suaminya memang sakit kepalanya. Sudah sekitar satu tahunan ini dia mengeluh kepala bagian belakangnya sakit. Sudah banyak dokter yang mereka kunjungi, tapi hasilnya nihil. Tidak terdeteksi penyakit apapun. Bahkan mereka sudah ke beberapa orang pintar dan kyai dengan berbagai wejangan nyatanya memang tidak ada hasil yang signifikan. Rasa sakit di kepalanya tetap terasa.

Sudah satu tahun juga suaminya tidak bekerja. Entah nafkah lahir atau batin, Ika tak pernah merasakannya. Suaminya bahkan sering meminta uang padanya untuk bekal memancing. Pun dengan nafkah batin, suaminya sudah lama tidak pernah menyentuhnya lagi.

Keberadaan suaminya benar-benar sudah seperti benalu. Kadang terbersit keinginan untuk berpisah, tapi apa kata orang nanti kalau dirinya meninggalkan suami ketika suami sedang sakit.

Ika membaringkan tubuhnya di kasur. Lelah badannya kalah dengan lelah hati yang harus dia terima hari ini. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Anak-anak sudah tertidur. Ketika matanya mulai menutup, ketukan pintu benar-benar membuatnya kaget. Siapa yang bertamu malam-malam begini? kalau suaminya tidak mungkin mengetuk pintu. Rasa takut mulai menjalar kesekujur tubuhnya. Ia mencoba mengintip lewat jendela.

"Ini bapak, Ka."

Ika terheran. Hah bapak?

Related chapters

  • Skandal dengan Mertua   Bab 3 Jadi Incaran Bapak Mertua

    "Masuk, Pak." Mertua Ika melenggang masuk ke dalam rumahnya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 10 malam. Anak-anak Ika sudah tertidur sejak tadi. Wajah heran Ika tak bisa ia sembunyikan. "Anak-anak sama suami kamu sudah tidur, Ka?" tanya Pak Tio. Ia menelisik ke arah kamar. Matanya mengelilingi rumah Ika. Rumah itu mungil. Hanya ada dua kursi panjang dan satu meja di ruang tamu. Tanpa hiasan dinding maupun lemari. Ruangan itu terasa longgar. "Anak-anak sudah tidur, Pak. Tapi kalo Mas Karyo mungkin tidak pulang. Sudah beberapa hari ini dia tidak pulang, katanya tidur di tanggul." jawab Ika dengan nada agak kesal mengingat kelakuan suaminya itu. "Kamu kalau malam tidurnya sendirian yah, Ka?" Pertanyaan mertuanya itu agak membuat ia malu. Kenapa urusan begitu ditanyakan juga. "Ehm,

    Last Updated : 2024-06-21
  • Skandal dengan Mertua   Bab 4 Suami yang Tak Berguna

    [Halo, Ika? Ada apa] Setelah Lydya mau dijanjikan akan diberikan uang hari ini, baru ia mau hengkang dari rumah Ika. Para tetangga sudah mulai mengintip dari jendela. Ika benar-benar malu. Bahkan dept kolektor saja tidak teriak-teriak kalau nagih hutang. [Ika butuh bantuan bapak. Teman-teman Ika datang ke rumah menagih uang arisan yang susah Ika pakai. Dulu uang itu Ika pakai untuk membayar uang sekolah anak-anak, Pak.] Suara tangis Ika terdengar melalui telepon. Pak Tio jadi nggak tega. Ia segera meminta izin kepada istrinya untuk mengunjungi temannya. Tapi rumah Ika lah tujuannya. **** "Maafkan Ika, Pak. Ika selalu merepotkan Bapak. Sebagian uang dari Bapak sudah Ika pakai untuk membayar hutang dan modal Ika berjualan." Mereka berdua terduduk di ruang tamu. Persoalan dengan Lydya sudah selesai. Setelah bapak mertuanya memberinya uang, ia langsung mengantarnya ke rumah Lydya. Dengan senyum sinis Lydya mene

    Last Updated : 2024-06-21
  • Skandal dengan Mertua   Bab 5 Penagihan Hutang

    Ika Bab 5 edit "Ikaaaa?" Yuni tergopoh-gopoh untuk masuk ke dalam rumah Ika. Ika yang sedang merapikan perabotan sisa membuat kue-kue dagangan sangat kaget. Tadi Ika meninggalkan Yuni di lapak dagangan. Ia pulang sebentar untuk menjemput anak-anaknya dari sekolah dan merapikan dapurnya yang kayak kapal pecah. Akhir-akhir ini dagangan Ika selalu habis, jadi ia percayakan saja kepada temannya itu sisa dagangannya . "Yun, ada apa kamu teriak-teriak?" tanya Ika. "Ikaaa, kamu dicariin Bu Kesih." Yuni masih berteriak kencang. "Hah? Aduuuhhhhh. Lusa Bu Lidya ke sini, sekarang tinggal Bu Kesih? Gawat ini, Bu Lidya pasti sudah cerita sama Bu Kesih nih. Dasar nenek lampir mulut ember. Katanya sudah janji nggak mau bilang yang lain. Mampus lah aku, Yun. Ika menoyor kepalanya sendiri. "Ini pasti uang arisan, kan?" tanya Yuni. "Kamu sih Ka. Uda

    Last Updated : 2024-06-21
  • Skandal dengan Mertua   Bab 6 Suamiku Pulang

    "Kamu wangi banget, Ka." Pak Tio memuji menantunya. Wajah Ika memanas. Ika mulai memperhatikan penampilan mertuanya. Usianya sudah kepala 5, tapi penampilannya memang selalu rapi. Justru Karyo yang lebih muda tidak pernah memperhatikan penampilannya. Penampilan mertuanya selalu perlente. Kali ini ia mengenakan kemeja panjang bahan jeans biru muda dipadukan dengan celana jeans hitam. Rambutnya yang agak panjang disisir ke belakang, khas sekali dengan gaya mandor proyek. Wangi parfum selalu menguar dari tubuhnya. Sebenarnya Ika tahu kalau mertuanya ini memang suka menggoda daun-daun muda. Bahkan gosip mengatakan kalau ia menikahi ibu mertua karena ibu mertua sudah hamil duluan. Tetapi entah kenapa mereka belum berpisah sampai sekarang. Entah karena Ibu yang gak bekerja memang butuh uang bapak, atau karena bapak pintar merayu. Ika rasa dua-duanya berperan penting. Ika tadinya juga tidak me

    Last Updated : 2024-06-21
  • Skandal dengan Mertua   Bab 7 Hasrat yang Menggebu

    Bab 7 "Ibu?" Buru-buru Ika mengelap air matanya. "Masuk, Bu." Wajah marah ditunjukkan oleh Ibu mertuanya."Kamu kenapa, Ka? Menangis kencang begitu kayak anak kecil saja. Paling juga masalah uang. Iya, kan?" sinis ibunya bertanya tentang keadaan menantunya. Ika menunduk. Sebaiknya ia meneruskan menggoreng kue donat saja. "Ditanya kok diem aja sih, Ka. Ibu ke sini mau bicara, Ka. Tadi suamimu ke rumah ibu." Ika memandang ibu mertuanya. 'Jadi suaminya pergi ke sana tadi.' "Kamu pinjam uang sama bapak?" Matanya melotot penuh amarah. Ika kaget, suaminya mengadu ke ibunya. Aduh, dalam hati, ibunya pasti marah-marah ini. "I...iya, Bu. Ika butuh sekali uang buat bayar hutang." Ika gugup tak berani memandang mata ibunya. "Karyo tadi bilang kamu pinjem uang sama bapak tadi malam. Ibu bukannya nggak mau bantu kamu, tapi kamu kalau pinjam terus nanti bapak jadi nggak punya uang. Bapak kan lagi

    Last Updated : 2024-06-21
  • Skandal dengan Mertua   Bab 8 Perpisahan

    "Ka, senyum-senyum muluu dah dari tadi" Berkali-kali Yuni memergoki Ika sedang tersenyum melihat layar hpnya. "Dapet duda dari mana, Ka?" tambah Yuni dengan senyum meledek. Ika menoleh. "Duda?" "Iya, kamu kaya janda baru dapet duda baru. Kesengsem, kasmaran, kayak orang gila. Senyum-senyum sendiri liatin hp" Yuni menebak apa yang sahabatnya alami saat ini tanpa berpikir. "Yun, kamu kok....?" Ika memandang sejenak ke mata Yuni. "Kok apa? kok cantik banget?" jawab Yuni cekikikan. Kepingin Ika toyor tuh kepala sahabatnya, padahal tadinya mau bilang kok tahu, tapi nanti Ika malah ngaku sendiri. "Kamu kok sembarangan kalau ngomong? Pengin dijitak yah kepalanya!" jawab Ika."Eh, enak aja" Kepala Yuni mundur beserta badannya. "Kepala anak orang nih, masih ada emaknya. Entar aku bilangin ke emak aku lho" "Sono bilangin, paling kamu tambah dijitak" Ika ikut meledek Hari ini pasar lagi sepi sampai Ika dan Yuni hanya ngobrol ke sana ke sini ngga

    Last Updated : 2024-07-04
  • Skandal dengan Mertua   Bab 9 Ketahuan

    Nur bangun seperti biasanya. Jam di kamarnya menunjukkan angka 7. Anak dan suaminya sudah bangun sejak pagi. Ia tak perlu repot bangun pagi atau membangunkan mereka. Adik-adiknya sudah sangat sigap membantunya menjaga Sheila, putri sematawayangnya. Ia juga tak perlu repot memasak, sarapan sudah tersedia di atas meja setiap paginya. Ibunya tak pernah sekalipun absen dalam menyiapkan sarapan. Suaminya juga sudah siap duduk di meja sarapan. Masuk kerja jam 8 pagi membuatnya harus cepat-cepat sarapan karena tempat kerja yang jauh. Sedangkan Nur masuk kerja lebih siang, jadi masih ada waktu untuk mandi dan berdandan rapi. Ibunya tak pernah menegur tentang tingkah laku Nur yang bak ratu itu. Pasalnya semua uang keluarga mengalir dari kran milik Nur dan Pak Tio. Suami Nur yang kerja di reparasi mesin AC tidak membantu banyak. Kehidupan di desa memang tak menyediakan gaji yang besar. Beda dengan bapaknya yang mandor proyek, tak hanya gaji yang mengalir dari pemilik

    Last Updated : 2024-07-05
  • Skandal dengan Mertua   Bab 10 Gejolak Hati

    "Aku nggak mau mas dihina sama ibumu. Belum lagi adikmu, Nur. Mulutnya udah kayak seblak level 10, bikin mules" Ika mengadukan kelakuan iparnya. "Atau mas pinjemin dulu ke bapak?" Karyo berusaha meringankan beban istrinya."Eh, jangan. Udah nggak usah. Kan Ika udah hutang sama Bank Plecit. Duit itu udah cukup." Ika tiba-tiba tergagap, nama Pak Tio dibawa-bawa. "Tapi itu bunganya besar banget!" Karyo semakin khawatir. "Kamu nyicilnya gimana?" "Ee... nanti Ika pikirkan, mas. Sudah sana mas Karyo pergi saja"Karyo tercekat, ah kata-kata pergi jadi sangat menyakitkan bagi Karyo. Apa sudah tidak ada kata pulang untuk dia? "Ayo pulang, Ka" ragu-ragu Karyo mengajak istrinya pulang. Yuni yang sejak tadi pura-pura sok sibuk tapi sebenarnya menguping pembicaraan mereka jadi ikutan nyaut, "Iya pulang aja, Ka. Nanti dagangannya aku yang bawain, kayak biasanya"Mereka menoleh ke arah Yuni. Ika kecewa, kenapa Yuni malah membe

    Last Updated : 2024-07-06

Latest chapter

  • Skandal dengan Mertua   Masa Lalu yang Terus Menghantui

    Amarah Karta membuat Lasirah mencicit ketakutan. Ia keluar dari kamar dan duduk dengan memeluk kakinya sendiri di pojok rumah. Perkataan Karta menyeretnya jauh ke hari di mana Tio bisa begitu menyakitinya tanpa menyentuhnya. Ia berteriak kencang, sekencang mungkin agar sakit dalam dadanya cepat pergi. Suaranya bersahut-sahutan dengan suara tangis bayinya yang belum berhenti sejak tadi. Namun, malam itu ternyata menjadi titik balik di mana dirinya mulai kembali pada Lasirah yang mulai sadar. Teriakan Karta benar-benar ia serapi dengan hati-hati. Meski berat, ia mulai mau memegang bayinya sendiri. ..."Saat itulah Ibumu mulai bisa menerima keadaan kami. Dia mulai menyayangimu meski bayang-bayang orang itu masih menghantuinya di mimpi. Bapak tahu soal itu karena Ibumu sering merintih kesakitan saat tidur, kadang masih merapalkan namanya." Pak Karta mengakhiri ceritanya yang getir. Matanya mengembun, giginya mengatup, sekuat tenaga ia tah

  • Skandal dengan Mertua   Bab 34 Ayu, Bayi yang Tidak Diinginkan

    Bayi kecil itu diberikan pada Lasirah setelah Bu bidan yang lain membersihkan plasenta dan sisa-sisa darah.Akan tetapi wanita itu menolaknya. Ia tak ingin melihat anaknya sendiri. "Nggak mau, Bu. Bawa pergi jauh-jauh bayi itu! Aku nggak mau lihat," teriak Lasirah lantang. Orang-orang di ruangan itu saling berpandangan. Ada apa ini? Bu Minah, ibunya Lasirah segera membujuknya. "Ayo, Rah. Anaknya digendong dulu. Dipangku, terus coba ditempel di dadamu, biar belajar nyusu anaknya." "Nggak mau, Bu. Bawa pergi jauh-jauh bayi itu dari sini. Cepat, Bu!" bentak Lasirah. Dua bidan itu tak memaksa karena Lasirah semakin histeris. Melihat anaknya sendiri seperti melihat kotoran. Pak Karta memandang iba pada istrinya. Ia menghampiri bidan yang tadi membawa anaknya. "Gimana ini ya Bu? istri saya nggak mau nyusuin," tanya Pak karta pada Bu Fenti sambil melihat wajah tak berdosa, bayi mungil di gendongannya.

  • Skandal dengan Mertua   Bab 33 Bu Lasirah dan Pak Karta

    "Bapak itu bukan Bapak kandung aku?" tanya Ayu takut-takut. Ia khawatir jawabannya akan terasa getir. Pak Karta dan Bu Fatun lagi-lagi saling berpandangan. "Sudah ceritakan saja semuanya, Bu. Anakmu juga berhak tahu yang sebenarnya," ucap Pak Karta. Ayu menelan air liurnya. Ada apa sebenernya? Kata "anakmu" terasa sangat menyakitkan. Meskipun Ayu juga pernah berpikiran kalau Pak Karta memang bukan bapaknya, tapi mendengar pengakuan keduanya ternyata memang menyakitkan. Selama ini Pak Karta memang tak terlalu dekat dengan Ayu, seperti ada satu dua hal yang menghalangi lelaki itu mempunyai hubungan dekat dengan Ayu. Lantas, mengalir sebuah cerita pilu tentang masa lalu ibunya. Karta, yang sudah lama menyukai Lasirah diam-diam, entah harus senang atau sedih, harus menikahi Lasirah, yang sudah dihamili Tio. Saat itu Karta marah, darahnya menggelegak. Ia hendak mencari kemana Tio kabur lantas membuat lelaki itu menyesali p

  • Skandal dengan Mertua   Bab 32 Masa Lalu Ayu

    "Maksud kamu apa, Yo? Ika selingkuh sama Bapak?" tanya Yono tercengang. "Iya, Mas. Rumah tangga kami sudah hancur!" jawab Karyo kecewa. "Jadi Pak Tio juga godain Ika?" tanya Jannah dengan wajah tak percaya. "Emang kamu juga digodain?"Dulu Yono memberitahunya kalau istrinya juga digoda oleh Bapak, tapi ia belum percaya karena belum mendapatkan cerita yang utuh. "Eh, mm ...," Jannah memandang suaminya, ia ragu-ragu mau menjawab. "Iya, Yo. Jannah pernah digoda juga sama Bapak. Aku sudah muak banget sama kelakuan Bapak yang doyan banget sama perempuan! Aku pikir, masalah masa lalu yang kamu alami saat ini, pasti ada hubungannya sama Bapak. Orang itu pasti bermasalah dulunya dan masalahnya jatuh ke kita. Jadi ibaratnya kita tuh kena karma," papar Mas Yono sambil menyeruput kopi yang sudah hampir dingin. "Jadi menurut Mas Yono, masalahku ini karena kelakuan Bapak? Yang dimaksud oleh Kyai Hasyim itu masa lalu Bapak?" tanya Karyo m

  • Skandal dengan Mertua   Bab 31 Ibu Berubah Sikap Setelah Berkunjung ke Kyai Hasyim

    Kala itu pagi sangat berkabut. Musim kemarau membawa hawa dingin yang sangat menusuk. Lasirah enggan untuk bangkit dari kasurnya. Ia memilih bergelung kembali di bawah selimut. Namun suara kasak kusuk orang yang sedang mengobrol terdengar sedikit menggangunya. Itu suara Ibu dan Bapak Lasirah, dan seseorang yang belum diketahui siapa. "Eh, ada tamu pagi-pagi. Siapa, yah? Jangan-jangan berita lelayu," gumam Lasirah seraya beranjak dari kasurnya. Di desa waktu itu berita lelayu tentang orang yang meninggal biasanya memang disebarkan pagi hari. Tiba-tiba ia berdebar-debar. Ia menempelkan telinganya di daun pintu kamarnya. Tak terdengar! Lalu ia mengendap-endap pergi ke dekat dapur dan mengintip. Ia membekap mulutnya karena ia melihat ibunya sedang menangis. Di samping Ibunya, bapaknya mengelus punggung Ibu tapi wajahnya tak bisa ditebak, entah marah, entah pilu. Sedangkan seseorang di sampingnya adalah Paman Karim yang juga tertunduk. "Paman Karim?" La

  • Skandal dengan Mertua   Bab 30 Mas Lalu Pak Tio

    Pak Tio akhirnya bangkit dari duduknya karena beberapa pekerja mulai mendatanginya dan bertanya tentang keadaanya. "Pak Tio kenapa?" tanya Jajang seraya memegang pundak bosnya itu. Ia kebingungan karena tadi Pak Tio sedikit menjauh darinya untuk menerima telpon tapi setelah bercakap-cakap, lelaki itu tiba-tiba jatuh terduduk. Wajahnya berubah menjadi pucat dan pandangan matanya kosong. Ia berpikir, mungkin bosnya mendapatkan kabar yang kurang baik di telpon tadi. "Sudah-sudah kalian teruskan pekerjaan. Saya cuma sedikit pusing tadi," kata Pak Tio melambaikan tangannya, mengusir para bawahannya. Namun Jajang tak mengikuti perintah bosnya, ia tetap berdiri di sana. Ia masih khawatir dengan keadaan bosnya karena ia melihat kejadian itu dengan mata kepalanya sendiri. "Mari saya antar ke warung, Pak. Bisa minum teh hangat dulu," ajak Jajang. "Nggak, Jang. Ayo temenin saya ke bedeng saja. Tolong kamu pesankan teh hangat dan kamu bawa ke bedeng. Haru

  • Skandal dengan Mertua   Bab 29 Dendam dari Masa Lalu

    Pak Kyai Hasyim terdiam cukup lama. Ketiga orang itu menunggu dengan hati yang berdebar-debar. Nur bahkan sempat berpikir kalau mungkin Pak Kyai Hasyim tertidur. Tapi saat ia melihat ke arah muridnya, lelaki itu hanya mengangguk dan tersenyum seperti sebelumnya. Ibu dan kakaknya juga terlihat sabar menunggu, jadi ia kembali fokus pada Pak Kyai Hasyim yang masih terpejam. "Semua yang terjadi di dunia ini ada sebab akibatnya," kata Pak Kyai Hasyim mulai membuka matanya. "Semua baik, semua buruk, semua sehat, semau sakit, pasti ada sebabnya. Masalah Mas Karyo ini masalah dari masa lalu yang belum selesai," ungkap Kyai Hasyim menatap ketiga orang di depannya. Mereka bertiga berpandangan satu sama lain mempertanyakan maksud dari perkataan Pak Kyai. Namun Karyo mulai tersulut emosinya karena setiap kali berobat, para Kyai selalu mengatakan tentang masalah masa lalu. "Pak Kyai, mohon maaf, tapi saya dan istri tidak punya masa lalu yang gelap. Saya justru bertemu istri saya waktu k

  • Skandal dengan Mertua   Bab 28 Berobat ke Kyai Hasyim

    Kedua orang tua Karyo selalu bungkam jika ditanya perihal masa lalu ke keduanya. "Masa lalu apa?" jawab Bu Hasna ketus. "Nggak bener itu Kyai. Harusnya kan didoain aja biar sembuh bukan malah mengungkit masa lalu. Besok kita ganti saja Kyainya," lanjutnya. Karyo berdecak heran pada Ibunya. Dia sendiri yang mengajaknya berobat ke Kyai, tapi Ibu juga yang tidak percaya. Semenjak itu, Karyo dan Ibunya sudah tidak pernah berobat ke Kyai lagi. Beberapa hari di rumah, keadaan tubuh Karyo sudah mulai pulih. Tak banyak pekerjaan yang bisa ia lakukan di desa. Rutinitasnya hanya sekedar mengantar anak-anak ke sekolah dan di rumah. Istrinya juga sudah tak pernah menelponnya lagi, walaupun sekadar bertanya kabar anak-anak. Akhir-akhir ini Ika lebih memilih menelpon ibunya dari pada menelpon Karyo. Karyo pikir Ibunya hanya bercanda soal membawanya ke Kyai Hasyim, ternyata pagi itu Bu Hasna benar-benar datang bersama Nur ke rumah Karyo untuk menga

  • Skandal dengan Mertua   Bab 27 Kepulangan Mas Karyo

    Aku harus bagaimana? Sekarang semua sudah terlambat. Nasi sudah menjadi bubur. Pernikahan kami sudah hancur lebur! Semua ini gara-gara ulahku. Demi sesuap nasi, ku jual harga diriku. "Pak Tio itu dari dulu seperti itu. Meskipun sudah punya istri cantik, tapi masih saja nyari-nyari yang lain. Lelaki tidak akan pernah puas dengan satu wanita. Atau mungkin ini semua adalah karma," imbuhnya. "Menangis lah dengan kencang setelah itu lupakan, Ka. Jadi wanita memang berat. Meskipun aku tahu pasti Pak Tio yang menggoda mu, tapi semua orang pasti akan menyalahkan mu." Ku dengar Bi Ijah pun mulai terisak-isak. Ia berdiri dan pergi ke kamar mandi. Ku lihat wajahnya basah setelah kembali. "Kamu juga boleh pulang, Ka, kalau kamu mau menyusul suamimu. Dari pada di sini nanti kamu jadi bahan jamahan Bapak Mertuamu," imbuhnya. Bahuku masih terguncang, tapi dengan tegas aku menolak, "Tidak, Bi. Aku sudah bertekad untuk menyelesaikan pekerjaan di

DMCA.com Protection Status