Seorang istri yang sedang hamil dan memiliki dua anak laki-laki yang masih kecil. Suaminya tega mengkhianatinya sampai ia keguguran. Namun, setelahnya ia berjuang keras untuk mencapai kesuksesan demi kedua anaknya. akankan ia bisa meraih impiannya dan membuktikan kepada yang meremehkan dan mengkhianatinya jika ia mampu berdiri tegak tanpa mereka.
Lihat lebih banyak"Ante Ama, tolongin Ibu. Ibu jerit-jerit kesakitan," teriak anak laki-laki pertama Dania, Raihan, yang berusia tujuh tahun, di depan rumah sepupu ibunya itu.
"Hah, kenapa, Han?" sahut Salma cemas sambil membuka pintu rumahnya. Salma adalah anak dari sepupunya Dania. Ia baru saja lulus sekolah menengah kejuruan dan sedang melamar pekerjaan melalui online. "Ibu jerit-jerit kesakitan sambil nangis, Te. Tolong bantuin. Ibu kenapa," katanya sambil menyeka air mata yang menetes. "Ya Allah, ayo kita ke rumah!" Jarak rumah yang hanya bersebelahan tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di sana. Salma langsung bergegas membawa Dania ke IGD rumah sakit. "Salma..." sapa Dania dengan lirih menahan rasa sakit. "Iya, Kak?" "Jangan hubungi siapa-siapa. Biarin saja. Apalagi kalau kamu hubungi Mas Rizal, jangan, ya." Salma yang sedari tadi memang sibuk mengutak-atik ponselnya pun terdiam dan mematung. "Lho, kenapa, Kak?" tanyanya heran. Belum sempat Dania menjelaskan alasannya, mereka tiba di IGD rumah sakit dan segera ditangani. Sementara itu, Salma pergi ke bagian administrasi untuk mengurus data. Setelah selesai, Salma kembali memegang ponselnya. Namun, ia teringat pesan Dania sebelumnya. "Gimana ya, hubungin? Atau nggak? Ya Allah, bingung banget! Huh, apa nggak usah ya? Toh juga nggak bakalan kenapa-kenapa ini," gumamnya dengan hati yang bimbang. Salma pun enggan menghubungi siapa pun. Hanya dia dan anak-anak Dania yang mengetahui kejadian itu. "Keluarga Ibu Dania?" sapa seorang dokter muda, laki-laki dengan paras tampan nan gagah, yang baru saja selesai memeriksa Dania. "I-iya, Dok. Saya. Saya Salma, saudara Bu Dania," jawab Salma sambil menatap dokter itu tanpa berkedip. "Bu Dania ingin bertemu dengan Anda. Saya tinggal dulu sebentar ya, sambil mengurus surat-surat persetujuan," ujar dokter muda itu sambil pergi, diikuti dua perawat di belakangnya. Salma bergegas masuk ke dalam ruangan dan menanyakan keadaan Dania saat ini. "Kak Dania, gimana? Udah mendingan?" tanyanya cemas. "Emangnya kenapa sih awalnya?" "Udah, Sal, udah. Nggak usah khawatir. By the way, makasih ya. Untung ada kamu, lho." "Oh iya, anak-anak di mana, Sal?" tanya Dania sambil melirik ke sudut ruangan. "Nggak dibawa, Kak. Emangnya kenapa?" sahut Salma. Dania pun merasa lega karena anak-anaknya ditinggal di rumah diawasi oleh Meli, sahabat lama Dania. Ia lalu menjelaskan maksud mengapa tidak memperbolehkan Salma menghubungi siapa pun, termasuk suaminya, Rizal. "Seriusan? Nggak bercanda, kan, ini?" Salma terkejut dengan apa yang baru saja diceritakan Dania. Di tengah situasi tegang dan sedih, tiba-tiba Dokter Boby masuk membawa beberapa lembar kertas putih bertinta hitam—kertas perjanjian. "Permisi, Bu Dania, Mbak Salma," sapa dokter Boby. "Iya, Dok," sahut mereka serempak, saling tatap. "Ada apa ya, Dok? Apa saya sudah boleh pulang?" Dokter Boby menjelaskan bahwa benturan yang terjadi di pinggul Dania merupakan masalah serius. Ditambah lagi, ia sedang mengandung tujuh bulan dan harus segera menjalani tindakan operasi caesar. "Ya sudah, Dok, tidak apa-apa. Saya siap," ujar Dania dengan mata yang berlinang. "Baik, Bu. Ini ada surat pernyataan dan persetujuan yang harus ditandatangani oleh suami Anda ya," kata dokter Boby sambil menyerahkan kertas-kertas tersebut. "Dok, saya saja yang tanda tangan. Suami saya lagi sibuk. Dia tidak punya waktu untuk saya dan anak-anak, termasuk calon anaknya ini." "Bu, mohon maaf, bukan maksud..." Belum sempat dokter Boby menyelesaikan kalimatnya, Dania sudah langsung menandatangani surat di atas materai. "Dok, maaf, kali ini saya yang harus segera memutuskan sendiri. Saya tidak mau menunggu terlalu lama. Takut calon anak saya kenapa-kenapa," ucap Dania. "Dok, kalau nanti saya dalam keadaan darurat yang mengharuskan dokter memilih siapa yang diselamatkan, tolong selamatkan saya," pintanya. Salma yang sedari tadi diam, terkejut mendengar permintaan Dania. "Lho, Kak. Nggak bisa gitu. Harus dua-duanya selamat dong," tegas Salma. "Dok, tolongin saya. Kali ini saya harus mengikuti kata hati saya karena semuanya sudah saya pikirkan matang-matang. Ada sebab dan alasannya, Dok," ujar Dania. Dokter Boby menggeleng pelan. Baginya, jika memungkinkan menyelamatkan keduanya, ia akan berusaha sekuat tenaga. Namun biasanya, pasien memilih agar bayinya diselamatkan. "Beri tahu saya alasannya, Bu," pinta dokter Boby. "Saya masih punya dua anak laki-laki, Dok, masih kecil. Kalau saya harus mati, gimana nasib mereka bertiga nanti? Sedangkan suami saya tidak peduli pada mereka," jelas Dania. "Baiklah, Bu. Saya akan membuat satu surat pernyataan lagi yang akan ditandatangani sekaligus didokumentasi sebagai bukti," jawab dokter Boby. "Baik, Dokter. Terima kasih sebelumnya." * Semua persyaratan dan surat-menyurat pun selesai. Dania sudah masuk ruang operasi, dan beberapa menit lagi akan menjalani operasi caesar. Sebelumnya, ia belum pernah merasakan operasi ini. Di kehamilan ketiga ini, niat awalnya adalah melahirkan normal seperti dua anak sebelumnya. Namun, takdir berkata lain. Salma, yang sedang menunggu di depan ruang operasi, tampak cemas dan tegang. Ia bingung harus berbuat apa selain berdoa agar semua berjalan lancar dan ibu serta bayinya selamat. Ia seorang diri di sana, bukan karena tidak ada yang mau menemani, tetapi karena sejak awal Dania melarangnya untuk memberi tahu siapa pun. Sudah satu jam berlalu. Ponsel Salma berdering, sebuah panggilan video masuk dari kontak orang yang menjaga anak-anak Dania di rumah. "Halo, Sayang," sapa Salma, berusaha menyapa Raihan dan Hafiz. Mereka adalah anak-anak Dania dan Rizal. Setelah berbincang beberapa menit, tiba-tiba saja sirine darurat di atas pintu ruang operasi berbunyi, menandakan adanya keadaan darurat dari dalam ruang operasi. Seketika, beberapa dokter tambahan dan perawat bergegas masuk ke ruang operasi. Salma pun segera mematikan panggilan video, dan...Berselang enam bulan ke depan, Danar mendapat kabar bahwa dirinya memenangkan tender yang selama ini diincarnya sejak lama.Ia langsung menghubungi istri tercintanya, yang tidak lama kemudian mengangkat teleponnya."Assalamu'alaikum, iya, Mas?""Kamu di mana? Aku punya kabar gembira, Sayang."Suara Danar terdengar sangat riang dan antusias untuk memberi tahu istrinya."Kabar gembira? Wah, apa nih?" Dania menanggapinya dengan antusias."Hmm, gimana kalau nanti malam kita bermalam di hotel bintang lima? Nanti Mas pulang cepat biar kita packing sama-sama. Gimana?""Iya, Mas. Asalkan kamu tidak kecapekan, aku selalu ikut rencanamu." Dania menjawab dengan penuh sukacita."Oke, Sayang. See you."Danar mematikan sambungan teleponnya.Semenjak menikah dengan Dania, Danar merasa rezekinya selalu mengalir deras. Ada saja keberhasilan yang datang dari berbagai sisi.Ia menganggap semua ini sebaga
"Rizal?" ucap Dania dengan heran dan penuh kekhawatiran, khawatir akan anak-anaknya.Sementara Danar maju untuk mengambil pesanan yang sudah dipesannya, mereka segera menutup pintu. Namun, Rizal menahannya."Pantas saja kamu tidak berada di rumahmu. Dan aku susah mencarimu, tahunya kamu berada di sini? Bersama selingkuhan berkedok sahabat kecil!" ucap Rizal dengan tatapan sinis.Mereka mengabaikan ucapan Rizal barusan dan langsung menutup pintu rapat-rapat. Dania teringat anak-anaknya. Ia khawatir Rizal akan melakukan hal yang tidak diinginkan lagi.Saat sampai di kamar anak-anaknya, mereka sedang bermain. Dania merasa lega."Ibu, apakah Ibu mau memanggil kami untuk makan malam?" tanya Raihan lirih."Iya, sayang. Ibu baru saja membeli makanan secara online. Yuk, kita makan sama-sama," ajaknya.Raihan lari terlebih dahulu, sedangkan Hafiz digendong oleh Dania untuk bergegas menuju meja makan.Di sana, terlihat Da
Plakkkkk!!!!Terdengar tamparan keras dari tangan Dania yang mendarat di pipi Radist. Kali ini, kesabarannya tidak dapat dibendung lagi.Danar tidak menghiraukan Dania yang menampar Radist barusan. Ia tetap memperlihatkan rekaman itu dengan terburu-buru.Dan... benar saja dugaan Danar. Radist sudah menjebaknya dengan memasukkan serbuk ke dalam makanan yang sedang dimasak tadi saat makan malam bersama. Namun, hanya makanan yang akan dimakan oleh Danar."Ketahuan, kan, belangnya? Perempuan ini bagaimana?!" ucap Danar."Kamu itu tidak tahu malu, Radist!"Danar memaki perempuan yang kini terdiam, namun tidak menunjukkan rasa penyesalan atas perbuatannya."Apa motifmu? Dan kenapa kamu bisa tahu vila ini? Padahal Mas Danar berkata kalau vila ini belum banyak yang tahu, termasuk kamu!"Dengan wajah yang terlihat menantang, Radist maju perlahan sambil melipat tangan ke dada."Lalu... kamu percaya begitu saja? B
"Hmm, apakah kamu tidak suka melihat Dania bahagia?"Terdengar suara perempuan menyahuti gumaman Anggi.Anggi menoleh dengan kasar. Ia terkejut dengan pertanyaan seseorang yang menanggapi gumamannya itu."Bukan urusanmu!" Anggi terlihat panik. Ia berpikir perempuan tersebut adalah seseorang dari keluarga mereka."Tentu jadi urusanku! Siapa pun yang tidak suka dengan kebahagiaan mereka akan menjadi partnerku untuk bersama menjatuhkan mereka, iya bukan?""Oh iya, perkenalkan, aku Radisty," katanya sambil mengulurkan tangan ke hadapan Anggi. Anggi hanya menanggapi sebisanya.Saat mendengarkan rencana demi rencana Radisty, Anggi pun enggan mengikutinya. Ia akan menggunakan caranya sendiri.---Dua hari setelahnya, Dania menikah dengan Danar. Mereka sepakat untuk mengambil cuti kerja selama sebulan. Mereka memutuskan untuk berlibur sekaligus berbulan madu.Sore itu, sepulang mereka berbelanja keperluan untuk libu
Lima bulan ke depan, Rizal dan yang lainnya sudah dipenjara. Mereka berpasrah diri, tidak ada yang dapat dilakukan selain menjalani hukuman tersebut.Saat bulan keenam mereka menjalani masa hukuman, siang itu Anggi dipanggil karena ada yang membesuk.Saat ditemui di ruang khusus kunjungan, ia terperangah melihat Anton yang berada di jajaran meja pengunjung tahanan."An-Anton?" sapa Anggi ragu-ragu.Anton, yang semula sedang memainkan ponsel sambil menunduk, menengadahkan pandangannya ke depan."Hai, gimana kabarnya?""Ya, gini-gini aja. Tumben kamu punya waktu untuk membesukku.""Hmm, sebenarnya ini kejutan. Tapi..."Belum selesai Anton meneruskan pembicaraannya, petugas datang untuk memberitahu kalau Anggi telah terbebas dari hukuman dan tuntutan."Permisi, benar dengan Saudari Anggi Noviyanthi?""Iya, Pak. Kenapa ya? Apa jam besuknya sudah habis?""Silakan ikut kami ke ruang Kepala P
"Si Danar, Mel. Bener kata lo, dia barusan ngirim pesan ke gue kalau katering nanti bakalan datang," ujar Dania sambil menunjukan ponselnya ke Meli."Kan gue bilang juga apa," sahut Meli."Iya, tapi kan boros banget. Udah ah, nanti gue mau bilang stop aja. Gak usah katering-katering lagi."Meli terdiam sambil memperhatikan Dania.Tanpa sadar, mereka sudah lama berbincang di dapur hingga karyawan katering yang mengantar makanan pun sampai.Dania mulai menyiapkan semua menu yang dipesan dan menatanya di meja makan."Ya ampun, sampai nasi aja dibeli," keluh Dania.Meli hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu.Semua makanan sudah tersaji dan tertata. Dania mengabadikannya dengan memfoto makanan sebelum disantap, lalu mengirimkan foto itu ke Danar."Sudah sampai, terima kasih.""Makan yang banyak, ya. Itu untuk sekali makan jadi langsung habiskan."Tak lama, Raihan dan Haf
"Bu Dania sudah membaik dan mendingan, secara fisik," ucap dokter. "Hanya saja…"Ucapan dokter itu terhenti saat ingin menjelaskan kondisi lain yang terjadi pada Dania."Hanya saja? Hanya saja apa, Dok?""Dia harus berobat ke psikiater. Khawatir nanti ke depannya muncul trauma-trauma yang menyakitkan hati dan kembali kumat."Danar mendengarkan dengan fokus penjelasan dokter saat di dalam tadi.Danar pun langsung bertindak. Ia mencari psikiater terbaik dan memulai pengobatan Dania hingga sembuh.---"Danar, bagaimana? Apakah aku sudah bisa pulang?" Dania bertanya penasaran."Sudah, tapi nanti kamu harus rutin pergi ke psikiater, ya. Pokoknya kamu harus dengar apa kata aku, Dan." Danar menatap Dania serius, membuat Dania terdiam dan tidak berkutik ataupun membantah."I-Iya, Nar," ucapnya terbata.Danar membereskan barang-barang milik Dania, lalu Meli membantu Dania untuk berganti pakaian.
"Dania..."Meli masuk tanpa mengucap salam terlebih dahulu. Danar yang tegang kini nampak lega."Lo gak apa-apa? Gue kaget, sumpah, waktu sampai rumah lo. Banyak banget polisi. Ya Allah, gimana bisa kayak gitu?" cecar Meli tanpa henti.Dania hanya tersenyum tipis melihat ekspresi Danar yang berdiri di belakang Meli."Ehmm... Ini saya lho ada di sini. Kamu belakangi?""Ehh, i-iya, Pak. Maaf, maaf. Saya terlalu khawatir sama Dania, Pak. Maafin saya.""Mel, lo dari mana aja kok baru kelihatan sekarang ini?""Iya, Dan. Panjang ceritanya. Nanti kalau lo udah mendingan aja ya gue ceritain. Oh iya, lo udah makan belum?" Meli mengeluarkan bubur ayam yang dibelinya sebanyak dua porsi saat hendak menjenguk Dania."Gue udah makan. Danar kayaknya yang belum, deh," jawab Dania sambil menatap ke arah Danar.Meli menepuk jidatnya, merasa bersalah karena dari tadi hanya fokus mengajak ngobrol sahabatnya itu."Oh iy
"Ucapkan lagi apa yang kau katakan barusan!" Rasa takut yang sedikit menggelayuti Linda tidak ditunjukkan di depan Anggi. "Memang benar kenyataannya, bahkan kamu ini seorang pelakor. Gimana bisa kamu memiliki anak? Karena kalau sampai kamu mempunyai anak, anak itu nggak akan punya ayah, saking banyaknya ayah yang meniduri ibunya. Miris!" Linda melipat kedua tangannya di dada dan berdecak pelan. Anggi, yang sedari tadi sudah tersulut emosi, melemparkan keramik pajangan berbentuk kura-kura kecil. Benda itu melesat mengenai TV LED berukuran besar. Anggi berteriak keras. Linda bergegas melangkahkan kakinya keluar dari rumah itu, meninggalkan Anggi sendiri di dalam. "Kamu lihat saja! Kamu dan adikmu sudah membuatku sengsara! Terutama kamu, Dania, perempuan picik yang nggak pernah lupus dari pikiran Mas Rizal!" Anggi menyusul kakak-beradik itu yang sudah pergi terlebih dulu. Mereka meninggalkan rumah
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen