Setelah menikah dengan Reno, seorang pria sederhana namun penuh cinta, Alena menjalani kehidupan pernikahan yang damai. Namun, krisis ekonomi menghantam keluarga kecil mereka, membuat Reno kehilangan pekerjaannya. Dalam keputusasaan untuk membantu suaminya dan membayar utang-utang mereka, Alena menerima tawaran bekerja sebagai asisten pribadi Adrian, seorang CEO muda, ambisius, dan penuh karisma. Di balik kesuksesan dan kekayaannya, Adrian memiliki sisi gelap: sifatnya yang dingin, egois, dan obsesif. Dalam perjalanan waktu, Alena tak hanya menjadi asistennya, tetapi juga terjebak dalam hubungan terlarang sebagai istri simpanannya. Kehidupannya yang awalnya penuh cinta berubah menjadi labirin rasa bersalah, gairah terlarang, dan rahasia kelam. Di sisi lain, Reno yang mencurigai perubahan sikap Alena mulai mencari tahu kebenaran. Dalam perjalanan mengungkap rahasia, Reno harus menghadapi dilema: mempertahankan cinta sejatinya atau membiarkan Alena memilih jalannya sendiri. Sementara itu, Adrian, yang perlahan mulai menunjukkan sisi manusiawinya, dihadapkan pada konflik antara ambisi, keinginan, dan cinta yang sebenarnya. Alena berada di persimpangan besar dalam hidupnya—memilih untuk kembali ke cinta yang sederhana bersama Reno atau terus terjebak dalam pesona dunia Adrian yang penuh gairah dan ketidakpastian.
Lihat lebih banyakAlena hampir tidak bisa tidur malam itu. Pesan misterius di ponselnya terus menghantui pikirannya. Ketika Reno pulang larut malam, ia berpura-pura sudah tertidur, tidak siap menghadapi pertanyaan tentang bagaimana ia pulang kerja atau tentang gosip di kantornya.Pagi berikutnya, Alena tiba di kantor dengan wajah lelah. Ia segera mengembalikan kunci mobil ke resepsionis, berharap tidak ada yang memperhatikan. Namun, saat ia berjalan menuju mejanya, ia bisa merasakan tatapan-tatapan yang mengikutinya—tatapan penuh arti yang seolah menganalisis setiap gerak-geriknya."Pagi, Alena," sapa Adrian saat berpapasan di lorong. "Bagaimana perjalanan pulangmu semalam? Mobilnya nyaman, kan?"Suara Adrian yang cukup keras membuat beberapa kepala menoleh ke arah mereka. Alena merasakan wajahnya memanas."Ya, terima kasih, Pak," jawabnya singkat sebelum bergegas menuju mejanya.Sepanjang pagi, Alena berusaha fokus pada pekerjaannya, tetapi sulit rasanya mengabaikan bisikan-bisikan yang sesekali terde
"Dian menghubungi Reno?" Alena terpaku di tempatnya, jari-jarinya mencengkeram ponsel dengan kuat. "Aku... aku akan menelponmu kembali, sayang."Dengan tangan gemetar, Alena mengirim pesan pada Dian: "Kenapa kamu menghubungi suamiku?"Tak lama, balasan dari Dian masuk: "Tenang, aku hanya ingin mengajaknya bergabung untuk acara anniversary kantor bulan depan. Memangnya kenapa?"Alena menghela napas panjang, campuran antara lega dan frustrasi. Ia segera menelepon Reno kembali dan menjelaskan tentang acara anniversary kantor. Meski begitu, sepanjang perjalanan menuju restoran, kekhawatiran terus menggerogoti pikirannya.Keesokan harinya, Alena sengaja datang lebih awal ke kantor, berharap bisa menyelesaikan beberapa pekerjaan sebelum rekan-rekannya datang. Ia terkejut mendapati Adrian sudah ada di ruangannya."Selamat pagi, Alena," Adrian menyapa dengan senyum ramah. "Bisa bicara sebentar?"Alena mengangguk dan mengikuti Adrian ke ruangannya. Ia berdiri dengan canggung, sementara Adrian
Suara ketukan keyboard dan denting pelan notifikasi email mengisi ruang kerja pagi itu. Alena menyesap kopi dari mug keramik biru favoritnya, matanya terfokus pada layar komputer. Namun, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Sesekali ia menangkap lirikan cepat dari rekan-rekan di sekitarnya, diikuti bisikan pelan dan tawa tertahan."Hei, Alena," sapa Nina, rekan kerjanya dari divisi marketing, yang tiba-tiba muncul di samping mejanya. "Kami akan makan siang di Café Lumiere. Kamu ikut?"Alena tersenyum, merasa sedikit lega ada yang mengajaknya. "Tentu, aku sudah lapar sejak tadi."Di Café Lumiere, Alena duduk di antara Nina dan Dian. Percakapan mengalir lancar sampai Dian dengan santai bertanya, "Jadi, bagaimana proyekmu dengan Pak Adrian? Dia sepertinya sangat memperhatikanmu."Alena hampir tersedak minumannya. "Maksudmu?"Nina mengibaskan tangannya dengan gestur nakal. "Oh ayolah, kami semua melihatnya. Cara dia melihatmu saat meeting, bagaimana dia selalu memanggil namamu dengan nada y
Adrian tidak lagi berusaha menyembunyikan ketertarikannya pada Alena. Ia mulai menunjukkan perhatiannya dengan cara yang semakin terang-terangan. Ia sering memberi Alena tugas-tugas khusus yang mengharuskannya berada di dekatnya lebih lama. Alena pun tidak bisa mengelak, meski ia tahu bahwa ini bukan sekadar urusan pekerjaan.Suatu pagi, saat Alena baru tiba di kantor, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari Adrian muncul di layarnya:“Temui aku di ruang kerja pribadiku. Ada hal penting yang perlu kita bicarakan.”Hati Alena berdebar. Ia tahu bahwa rapat ini mungkin tidak sepenuhnya tentang pekerjaan. Namun, ia tetap berusaha menjaga sikap profesional. Setelah merapikan beberapa dokumen, ia berjalan menuju ruang kerja Adrian yang terletak di lantai paling atas. Ruang itu eksklusif, hanya beberapa orang terpilih yang bisa memasukinya, dan kini Alena menjadi salah satunya.Ketika ia tiba, pintu terbuka dengan otomatis, memperlihatkan Adrian yang sedang duduk santai di kursinya, memandang
Hari-hari setelah percakapan dengan Reno terasa semakin berat bagi Alena. Setiap kali ia berusaha untuk berperilaku normal, perasaan bersalah yang mengganggu hatinya semakin memperburuk keadaan. Reno semakin terlihat curiga, dan ia merasa semakin terjebak dalam labirin emosional yang tak bisa ia kendalikan. Keadaan ini, yang sudah cukup rumit, semakin rumit lagi dengan hadirnya Adrian yang terus mengujinya dengan perhatian dan godaan yang tak kunjung reda.Sementara itu, Reno juga tidak tinggal diam. Ia mulai melacak lebih jauh kehidupan Alena di kantor. Awalnya, ia mencoba bertahan dengan hanya mencurigai sedikit perubahan dalam perilaku Alena, namun seiring berjalannya waktu, kecurigaannya semakin tajam. Ia memperhatikan setiap detail yang dulu mungkin terlewatkan: Alena yang sering pulang larut malam, proyek-proyek yang tampaknya tidak pernah selesai, serta ketidakhadiran Adrian di beberapa kesempatan yang seharusnya mengharuskan kehadirannya. Semua hal ini mulai menyatu dalam piki
Hari itu terasa berbeda. Alena bisa merasakan ketegangan yang menebal di udara. Meskipun ia berusaha untuk tetap tenang dan fokus pada pekerjaannya, hatinya terasa seperti dihantui oleh perasaan yang tak terucapkan. Ia tahu bahwa Reno semakin curiga, semakin merasa ada yang tidak beres, dan akhirnya, hari itu datang juga—saat di mana Reno tidak bisa lagi diam.Pagi itu, Alena datang lebih awal ke kantor, berharap bisa menyelesaikan beberapa pekerjaan tanpa gangguan. Namun, begitu ia melangkah masuk ke ruangannya, ia langsung merasakan ada yang berbeda. Reno sudah ada di sana, duduk di kursinya, tampak lebih serius daripada biasanya. Biasanya, ia akan menyapa dengan senyuman atau candaan ringan, tetapi kali ini, tidak ada sedikit pun ekspresi ceria di wajahnya.Alena mencoba tersenyum dan duduk di meja kerjanya, berusaha menunjukkan bahwa tidak ada yang berubah. "Pagi, Reno," sapanya dengan nada biasa, meskipun hatinya mulai berdegup kencang.Namun, Reno tidak membalas dengan sapaan ha
Hari-hari semakin terasa panjang bagi Alena. Ia merasa seperti terjebak dalam jaring emosional yang semakin sulit untuk diurai. Setiap kali ia mencoba menghadapinya, setiap kali ia berusaha untuk bersikap biasa, perasaan bersalah itu semakin mencekik, menghalangi semua interaksi dengan Reno. Ia tahu bahwa semakin lama ia mengabaikan perasaannya, semakin sulit untuk kembali ke keadaan semula. Perasaan yang ia pendam untuk Adrian terus membebani hatinya, sementara di sisi lain, ia tidak bisa melepaskan Reno begitu saja.Pagi itu, seperti biasa, Alena datang ke kantor dengan wajah yang tampak lelah. Ia mengucapkan salam singkat pada rekan-rekannya, berusaha menyembunyikan perasaan kacau yang terus bergolak di dalam dirinya. Namun, begitu ia bertemu dengan Reno, perasaan yang sudah lama tertahan itu akhirnya meledak.Reno, yang biasanya selalu perhatian, kali ini tampak lebih ceria. Ia tersenyum saat melihat Alena masuk ke ruangannya. "Selamat pagi, Alena," sapanya dengan lembut. "Apa kab
Malam itu terasa berbeda. Hujan turun dengan lebat di luar, menyelimuti kota dalam kesunyian yang sepi, hanya dipecahkan oleh gemuruh petir yang jarang terdengar. Reno duduk di ruang tamu apartemennya, menatap jam di dinding dengan gelisah. Waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam, dan Alena belum pulang. Sekali lagi, ia menatap layar ponselnya, berharap ada pesan masuk dari Alena, tetapi seperti malam-malam sebelumnya, tak ada satu pun pesan yang muncul.Kepergian Alena yang semakin sering di malam hari dengan alasan pekerjaan membuat Reno merasa semakin tidak nyaman. Awalnya, ia mencoba memahami, memaklumi bahwa pekerjaan Alena semakin menumpuk. Namun, seiring berjalannya waktu, rasa cemasnya semakin besar. Setiap kali Alena pulang larut malam, ia selalu punya alasan yang sama: “Aku harus menyelesaikan proyek yang penting di kantor.” Namun, kata-kata itu semakin terasa kosong di telinga Reno. Ada sesuatu yang tidak beres.Reno berusaha untuk tidak menunjukkan kecurigaannya, tetapi
Minggu-minggu setelah malam yang penuh ketegangan itu terasa semakin berat bagi Alena. Setiap langkah yang ia ambil, setiap keputusan yang ia buat, selalu diwarnai oleh perasaan yang semakin sulit ia tanggung. Hubungannya dengan Adrian semakin rumit, dan di sisi lain, ia merasa semakin jauh dari Reno, meskipun pria itu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.Setiap kali ia bersama Reno, ia merasa terjebak dalam kebohongan yang semakin besar. Sementara di sisi lain, Adrian tetap hadir dalam pikirannya—dalam tatapan, dalam kata-kata, dalam setiap momen kebersamaan yang mereka bagikan. Ketika ia menatap Reno, ia tak bisa menghindari perasaan bersalah yang menyelimutinya. Keintiman yang ia bagi dengan Reno, meskipun mereka sudah lama menjalin hubungan, mulai terasa berbeda. Ada sesuatu yang hilang, dan Alena tahu persis apa yang telah mengubah segalanya—perasaan yang tumbuh untuk Adrian.Terkadang, ia berusaha menenangkan dirinya sendiri, meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja
Di pagi yang cerah, sinar matahari menyelinap melalui tirai tipis di dapur kecil mereka. Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi ruangan, berpadu dengan suara gesekan spatula Alena yang sibuk memasak telur dadar untuk sarapan mereka. Reno, dengan rambut acak-acakan, duduk di meja makan sambil membaca koran usang yang ia dapatkan dari tetangga.“Makanannya hampir siap, ya,” kata Alena sambil menoleh ke arah Reno. Wajahnya yang berseri-seri adalah hal pertama yang membuat Reno merasa harinya akan baik-baik saja.“Kalau kamu yang masak, apa pun bakal terasa enak,” balas Reno sambil menyeringai, mencoba mencairkan suasana.Mereka duduk bersama di meja makan kecil itu, menikmati sarapan sambil berbicara tentang rencana sehari-hari. Reno berbagi tentang tugasnya di kantor, yang mulai terasa berat akibat tekanan dari atasannya. Alena mendengarkan dengan penuh perhatian, menggenggam tangan Reno untuk menenangkan kegelisahannya.Namun, ada sesuatu yang tak diucapkan Reno. Perusahaan tempat ia be...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen