ini adalah cerita asli yg aku buat sendiri karena aku penggemar dari cerita cerita zombie jadi aku memutuskan untuk membuat novel nya , harusnya buat komis tapi karena buat novel lebih mudah jadi di buat novel aja * dunia sudah hancur berantakan akibat wabah zombie ini ada seorang pria bernama ardlick yg bertahan hidup*
Lihat lebih banyakLangkah kaki mereka bergema di lorong spiral yang makin menurun dan menurun, seakan tak ada ujung. Udara makin lembap. Bau besi karat dan sesuatu yang amis memenuhi hidung mereka.Jonas terbatuk pelan, “Gue ngerasa kita gak jalan ke bawah... tapi makin dalam ke neraka.”Rhea mengangguk, “Kayaknya ini bukan fasilitas biasa. Ini... bunker. Atau mungkin tempat percobaan utama mereka.”Elio tetap diam, fokus pada suara-suara samar yang makin jelas—seperti geraman... tapi juga isakan.Begitu mereka sampai di dasar lorong, terbuka satu pintu logam besar. Di baliknya, sebuah ruangan luas menyambut mereka. Dinding dipenuhi kabel-kabel besar yang menjalar ke pusat ruangan, tempat sebuah kapsul kaca berdiri.Isinya: seorang anak perempuan.Sekitar sepuluh atau sebelas tahun. Terlihat seperti sedang tidur, rambutnya pirang kusut, tubuhnya kurus tapi tak tampak terluka. Di dadanya menempel alat seperti detektor denyut jantung—tapi
Malam begitu sunyi. Hanya desiran angin dan sesekali suara geraman jauh dari reruntuhan yang jadi pengingat kalau dunia ini belum sepenuhnya mati. Empat sosok berjongkok di balik bangkai mobil berkarat, mengamati bangunan besar di kejauhan.Markas Sektor X.Terlihat seperti pabrik tua dari luar, tapi dindingnya bersih, terawat. Penerangan di sekitar nyaris nihil, hanya beberapa kilatan lampu infrared kecil yang hanya bisa dilihat lewat kacamata khusus.Rhea menarik napas pelan. “Jalan masuknya ada di sisi barat. Tapi butuh kode.”Jonas mengangguk. “Kalau kita gak bisa buka, kita masuk lewat atas.”Dima mengeluarkan alat pembobol elektronik dari tasnya. “Gue coba crack dulu. Kasih gue waktu dua menit.”Elio berjaga di belakang, matanya awas. Tapi tiba-tiba ia berbisik melalui radio kecil, “Ada gerakan. Dari utara. Satu orang. Sendirian.”Semua diam.Dari kegelapan, muncul siluet seseorang berjalan terta
Langkah kaki itu makin jelas. Teratur. Menggema. Bukan seperti zombie yang terseret lemas, tapi ritmis… terlatih.Grayson langsung berseru, “SEMUA SIAP TEMPUR!”Penjaga yang tadinya menodong ke arah Maya, kini membalikkan arah. Senapan-senapan diangkat. Nafas mereka terengah tapi mantap. Rhea berdiri di sisi tubuh Maya yang membujur kaku, wajahnya dipenuhi amarah dan luka yang belum sempat sembuh.Dan dari balik kabut, mereka muncul.Belasan sosok berpakaian hitam. Lengkap dengan rompi taktis dan helm transparan yang menampakkan wajah-wajah mereka. Tapi aneh—mata mereka kosong, pupilnya nyaris tak terlihat. Kulit pucat. Tubuh-tubuh mereka berdiri dengan keangkuhan tak manusiawi.“Sektor X,” bisik Elio dari atas menara. “Gue pikir itu cuma rumor...”Mereka tidak berteriak. Tidak bergerak acak. Tidak mengaum seperti zombie.Mereka hanya... berdiri. Memandang ke arah barisan pertahanan Benteng Timur.Lalu
Markas sore itu penuh bisik-bisik. Kabar soal temuan Rhea dan timnya udah tersebar. Semua orang deg-degan. Bukan cuma karena Neo masih hidup, tapi karena satu wajah familiar yang mereka pikir udah mati... ternyata hidup. Atau setidaknya—tubuhnya masih ada. Namanya Maya. Dulu, dia dikenal sebagai perawat muda yang baik hati, selalu senyum, suka bantu anak-anak di kamp. Dua minggu lalu, dia pergi nyari obat ke luar bareng tim kecil. Nggak ada yang balik. Cuma sisa darah di pinggir jalan dan tas yang sobek. Dan sekarang... dia berdiri di samping Neo. Diam. Dingin. Bukan Maya yang mereka kenal. “Kalau dia masih hidup, kenapa nggak balik?” tanya seorang pemuda bernama Dito, suaranya gemetar. Grayson ngelus dagunya. “Mungkin... dia dikendalikan. Atau lebih buruk lagi, dia milih tinggal sama Neo.” Kata-kata itu bikin hening. Rhea duduk di pojokan, matanya sayu. Dia deket banget sama Maya dulu. Sering
Malam itu, markas kecil mereka nggak lagi sekadar tempat berlindung. Jadi ruang rapat darurat. Suasananya tegang, kayak benang yang tinggal dikasih satu tarikan, langsung putus.Grayson duduk paling ujung, ngelihatin peta yang udah lusuh, penuh coretan dan bekas kopi. Rhea duduk nyandar di dinding, tangan mainin korek api sambil sesekali melirik ke arah pintu. Elio? Masih bolak-balik kayak ayam kehilangan arah.“Jadi, gimana?” tanya Marco sambil nyeruput kopi yang rasanya kayak air got. “Kita percaya omongan makhluk itu? Atau kita siapin semua buat perang?”Grayson ngehela napas. “Gue... gue masih mikir. Dia tuh bukan zombie biasa, jelas. Tapi juga bukan manusia. Dan cara dia ngomong... kayak bener-bener tahu apa yang dia omongin.”“Ngajak gabung, tapi dengan gaya ngancem,” Elio nyeletuk. “Gue nggak suka itu. Kalau dia niat baik, dia nggak bakal datang sambil ngitung mundur kayak bom waktu.”Rhea akhirnya angkat suara. Suaranya
Mereka tiba di markas dalam keadaan babak belur, wajah penuh debu dan mata yang tak bisa menyembunyikan rasa terkejut. Grayson langsung menjatuhkan tasnya dan menatap semua orang di ruang utama.“Kita punya masalah besar.”Luna yang baru saja selesai menjaga pos langsung menghampiri. “Apa yang kalian lihat?”Aldric menatap lantai. “Sesuatu yang nggak pernah kita temuin sebelumnya. Bukan zombie, tapi juga bukan manusia.”“Dia bisa bicara,” tambah Rhea lirih. “Dan dia tahu kita akan datang. Seperti... dia menunggu.”Ruangan jadi hening. Semua menyadari satu hal: musuh mereka bukan hanya makhluk tanpa akal lagi. Ada sesuatu di luar sana—yang punya rencana.Grayson berdiri di depan papan strategis. “Kita sebut makhluk itu *Neo*. Sementara. Kita nggak tahu dari mana asalnya, tapi ada kemungkinan ini efek mutasi virus yang mulai stabil di tubuh manusia tertentu.”Marco masuk membawa termos air, wajahnya pucat. “Kalia
Pagi datang dengan kabut tebal menyelimuti kota. Udara terasa berat, seolah menyimpan rahasia kelam yang belum terungkap.Aldric terbangun lebih awal. Matanya menatap kosong pada peta yang tergantung di dinding. Semua titik yang mereka tandai... terasa tak berarti sekarang.**"Sesuatu sedang bergerak. Tapi bukan zombie biasa."** gumamnya.Rhea masuk membawa kopi hangat. **"Kamu belum tidur ya?"**Aldric hanya mengangguk. **"Semalam aku lihat sesuatu dari menara pengawas. Gerakan... cepat, terlatih."**Rhea duduk di sampingnya. **"Kamu pikir itu manusia?"****"Iya. Tapi bukan manusia biasa. Mereka bawa senjata. Formasi. Mereka menghilang begitu saja. Seperti hantu."**---Di ruang penyimpanan, Grayson dan Marco menemukan sesuatu yang tak biasa. Salah satu dinding belakang retak dan dari celah itu mengalir cairan gelap yang lengket.Marco jongkok dan memeriksa dengan lamp
Tiga hari setelah pertarungan terakhir, Aldric duduk di atap gedung tua sambil menatap sisa kota yang hancur. Kabut tipis menyelimuti jalan-jalan retak dan bangunan hangus, namun ada ketenangan yang berbeda kali ini—tidak ada raungan zombie, tidak ada langkah kaki panik, hanya suara angin yang meniup pelan.Di sampingnya, Marco duduk sambil menyeruput kopi kaleng. **"Kita berhasil, bro."**Aldric melirik ke arah Marco. **"Untuk sekarang."**Marco tertawa. **"Lo gak pernah bisa santai ya? Udah tiga hari nggak ada tanda-tanda makhluk itu. Kota ini akhirnya milik kita."**Aldric menarik napas panjang. **"Masih banyak yang harus dibersihkan. Mayat-mayat, reruntuhan, sistem kelistrikan... dan jangan lupa, sisa manusia yang mungkin nggak semuanya bersahabat."****"Tapi lo yakin yang terakhir itu—udah mati?"****"Gue liat dia meleleh di depan mata gue sendiri, Marco. Kalo dia bisa bangkit lagi..
**"GRRRRRRRRRHHH!!"**Makhluk itu **bangkit perlahan.** Tubuhnya penuh luka dan **mengeluarkan darah hitam pekat,** tapi sorot matanya justru **semakin beringas.**Aldric **mundur beberapa langkah.** **"Itu... gak masuk akal. Granat itu cukup buat ngebom satu ruangan. Dia masih hidup?!"**Marco **menghela napas, panik.** **"Ini bukan cuma zombie biasa… Dia semacam eksperimen militer yang gagal..."**Dr. Grayson menunduk, wajahnya pucat. **"Dulu… pernah ada proyek bernama 'Project Khaos'. Mereka menciptakan manusia super, tapi… hasilnya justru ini. Makhluk itu salah satunya."****"Jadi kamu tahu ini dari awal?!"** Rhea menatapnya tajam. **"Kenapa nggak bilang?!"****"Karena aku kira semuanya sudah dihancurkan!"** Grayson balas dengan suara pecah. **"Makhluk ini seharusnya... sudah mati dua tahun lalu."****Makhluk itu meraung keras.** **"GGRRRAAAAAAAGGGGGHHH!!!"**Lal
Langit mendung, seolah tahu bahwa dunia sudah tidak sama lagi. Jalanan kosong, tak ada suara klakson, tak ada suara orang-orang mengobrol, hanya angin yang berbisik di antara bangunan yang mulai ditinggalkan. Aldric berjalan perlahan di tengah kota yang sekarang lebih mirip kuburan raksasa. Mobil-mobil terbengkalai di jalanan, sebagian masih menyisakan bekas darah yang sudah mengering. Mayat-mayat tergeletak di trotoar, sebagian hancur, sebagian lagi masih utuh, seakan tertidur selamanya. Dulu, dia tidak pernah membayangkan hidup di dunia seperti ini. Dunia tempat manusia lebih takut pada sesamanya daripada pada kematian itu sendiri. Ia merapatkan jaketnya dan meraih pisau berburu yang terselip di ikat pinggangnya. Setiap langkahnya harus hati-hati. Salah sedikit, nyawanya bisa melayang. Tiba-tiba, ada suara dari belakang sebuah mobil yang terguling. *"Kraak... kraak..."* ...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen