Dikhianati tunangan dan sahabatnya, Lyra Sasmita berakhir melampiaskan luka dengan seorang pria asing yang terlalu tampan untuk diabaikan. Dia mengira itu hanya permainan satu malam yang bisa dilupakan—sampai mereka bertemu lagi dan mendapati ... pria itu ternyata Dastan Adiwangsa, paman tunangannya sendiri! "Lyra, kalau sudah seperti ini, bukankah kau harus bertanggung jawab atas diriku?" ***
View More“Kau tidak terlihat buruk. Pakaian ini cocok untukmu,” jelas Dastan melihat ekspresi kebingungan Lyra. "Oooh… iya, Kau juga terlihat 'kawaii'," jawab Lyra spontan. Dastan menahan senyum.Lyra lalu pura-pura merapikan obi. Wajahnya sudah merona sempurna karena malu. “Ini... seperti sesi kedua foto prewedding. Tapi versi drama Jepang abad pertengahan,” lirihnya berusaha menetralisir perasaan gugup.Dastan terkekeh pelan. Dia pun tak menyangka Lyra mau-mau saja mengikuti semua proses itu. Melihat mereka telah siap, seorang pelayan wanita mendekat sambil tersenyum. “Jika Anda berkenan, kami bisa mengabadikan momen Anda berdua. Ini tradisi kami bagi tamu yang mengenakan pakaian tradisional.”Lyra membuka mulut, ingin menolak, tapi Dastan sudah menjawab, “Ide bagus.”Pelayan itu pun mengambil posisi dan mengarahkan mereka untuk berdiri berdampingan. Awalnya, jarak di antara mereka cukup aman. Dastan berdiri tegap menaruh tangan di belakang, Lyra pun setengah berdiri kaku.“Sedikit lebih d
“Darren, kau … membentakku?”Darren merasa serba salah, tapi dia tidak punya pilihan. Menyakiti hati Livia untuk sesaat lebih baik dibandingkan harus melawan pamannya yang berdiri di belakang Lyra.“Ayo kita keluar sebelum kau mempermalukan diri lebih jauh lagi.”“Tapi—”Kesal, Darren pun berseru, “Kalau kau tidak mau pergi, maka aku akan pergi sendiri!” Dia pun berbalik dan meninggalkan tempat itu, tidak sedikit pun melihat ke belakang untuk mengecek Livia.Melihat Darren pergi, Livia jadi serba salah. Akhirnya, dia melemparkan tatapan marah ke arah Lyra dan berkata, “Kau … jangan harap aku akan melupakan ini!” ancamnya lalu pergi mengejar Darren.Mendengar kalimat terakhir Livia, ekspresi Dastan menjadi sangat gelap—siap membunuh. “Haruskah aku menyingkirkan wanita tidak tahu malu itu selamanya?”Pertanyaan itu membuat Lyra kaget dan mengalihkan pandangan menatap Dastan.Melihat pria itu marah untuknya, Lyra tanpa sadar sedikit tersenyum. “Tidak perlu meladeni orang tidak penting.”
Lyra menoleh, begitu pula dengan semua orang. Tapi kemudian ekspresi Lyra yang sempat berubah cerah—mengira yang datang adalah Dastan—langsung berubah gelap begitu melihat sosok yang muncul."Darren …," ucap Lyra lirih, sedikit jijik harus mengucapkan nama itu lagi. Dia lalu beralih pada Livia yang masih berada di lantai. "Tanyakan pada simpananmu, dia yang menyerbu masuk dan menamparku tanpa alasan jelas. Sekarang, dia pun merusak gaun yang akan kupakai."Livia cepat-cepat bersuara—dengan suara setengah bergetar, matanya mulai berair. "Darren… itu tidak benar, aku hanya... hanya ingin bicara. Dia terus-terusan menghinamu dan tidak terima aku menegurnya, dia malah…" Livia tidak melanjutkan ucapannya dan mulai menangis.Melihat hal itu, Lyra merasa ingin tertawa, tapi hanya senyuman sinis yang terlukis di wajahnya.Ini yang selalu terjadi, Livia berpura-pura lemah dan membuat Lyra menjadi penjahatnya. Dan setelah itu … pastinya semua orang akan menegur Lyra dan memaksanya untuk memint
Lyra mengepalkan tangan. Pipinya perih, tapi hatinya lebih terbakar. “Apa maksudmu?”Livia mendengus, seakan mengejek Lyra yang menurutnya pura-pura tidak mengerti.“Masih berpura-pura? Tadi malam kau dan Darren berbicara di telepon, kan? Kau menggodanya di belakang calon suamimu, apa itu tidak menjadikanmu jalang?!”Suasana berubah tegang. Beberapa kru melangkah mundur pelan-pelan. Beberapa lainnya mengintip dari balik pintu, penasaran.Lyra menatap Livia dengan tatapan tajam yang penuh keanggunan dan wibawa, seolah-olah waktu berjalan lebih lambat. “Kau berani menyerangku dengan alasan sepicik itu?” suaranya tidak meninggi, tetap tenang dan penuh kendali.“Aku jelas-jelas mendengar kalian berbicara di telepon tadi malam. Apa yang kau katakan padanya? Menawarkan perjodohan kembali?”Lyra menyeringai tipis, masih dengan ketenangannya yang luar biasa. “Sebaiknya kau bertanya langsung pada Darren, Livia. Tanyakan dengan jelas, agar kau tahu siapa yang sebenarnya tak tahu malu.”Livia me
"Paman, aku hanya—"Tanpa menunggu Darren menyelesaikan kalimat, Dastan memutus panggilan.Sejenak, ruangan diliputi keheningan. Dastan menatap Lyra—lama. Sorot matanya tajam, tapi sulit ditebak.Tatapan itu membuat jantung Lyra berdebar tak karuan. Ia menunduk perlahan, bingung dengan perasaannya sendiri.Apa pria itu marah? Apa maksud kalimat Dastan tadi? Apa dia benar-benar mengklaim dirinya seolah barang milik pribadi?Seharusnya Lyra marah. Seharusnya ia merasa keberatan. Tapi entah kenapa... yang muncul justru rasa malu yang asing. Hangat di pipi. Ganjil di dada.Seperti… senang karena ada yang membelanya.Meremas ujung roknya, Lyra berseru dalam hati: 'Apa yang kupikirkan? Pria ini… sama bajingannya dengan keponakannya. Bahkan mungkin lebih parah.’ Dia terus memperingatkan diri sendiri. ‘Aku harus lebih waspada.’Melihat ketidaknyamanan di wajah Lyra, Dastan mendengus kecil dan menyerahkan kembali ponsel gadis itu.“Kalau dia mengganggumu lagi, katakan padaku,” titah pria itu.
Dastan tersenyum kecil lalu bangkit."Bersiaplah dan segera turun ke ruang makan, semua pelayan sudah menunggu."Mata Lyra terbuka dan mendapati sosok Dastan yang menjauh. Sebelum keluar dari kamar, Dastan berkata dengan suara lembut tapi memiliki makna mendalam, "Jangan lupa mengunci pintumu malam ini, Lyra. Aku tak selalu bisa menahan diri."Dia tersenyum sekilas dan pergi, meninggalkan Lyra dengan jantung yang masih berdebar kencang.Setelah pintu tertutup, tubuh Lyra jatuh melorot ke lantai. Pakaiannya berserakan. Dia hanya bisa mengutuk-ngutuk kesal."Gila... aku tinggal dengan pria seperti ini?! Mereka semua pasti sudah kehilangan akal sehat!"**Lyra berjalan keluar dari walk-in closet sambil mengikat rambutnya yang baru kering. Piyama satin berwarna pucat membalut tubuhnya dengan ringan, memberi rasa nyaman setelah mandi air hangat yang memanjakan.Langkahnya melambat ketika tiba-tiba teringat peringatan Dastan sebelum makan malam tadi."Jangan lupa mengunci pintumu malam ini,
Lyra ingin sekali menutup mulut Nancy andai Dastan tak ada di sana. Sementara Nancy masih menatap Lyra dan Dastan dengan ekspresi terkejut yang sulit disembunyikan. Sahabat lugunya, yang sangat sopan dan terlihat naif, sudah tinggal bersama calon suaminya sebelum menikah? Sungguh sulit ia percaya."Aku baru tinggal hari ini, itu juga karena... karena kami harus mengurus banyak hal," jelas Lyra tergagap. Nancy mengangguk-angguk panjang. Bibirnya melengkung jahil. Dia bukan orang bodoh. Dia tahu telah terjadi sesuatu di antara mereka. Dan itu menjawab semua pertanyaan Nancy termasuk mengapa Dastan tampak sangat terikat dengan Lyra."Baiklah, Ly... aku paham." Nancy mencoba menenangkan Lyra meskipun senyum jahilnya belum hilang. Bahkan, hingga dia mengantar kepergian dua pelanggannya itu dengan penuh hormat. Nancy masih merasa geli.**Mobil menepi perlahan.Lyra merasa jantungnya tak berhenti berdebar. Kini dia harus memasuki tempat asing untuk pertama kalinya. Dia bergerak ragu merai
Nancy menatap Lyra dengan ekspresi tidak percaya, lalu beralih pada Dastan dan terkekeh pelan. "Astaga, aku tak menyangka anda punya selera humor yang alami."Suasana hening. Tawa Nancy perlahan terhenti. Dia mulai merasa semakin aneh. Maka cepat-cepat dia menarik Lyra menjauh bersamanya. "Ini lelucon, kan? Ly, kau—bukan calon istri Dastan Adiwangsa, kan?" bisiknya dengan nada geli.Lyra tersenyum kaku. "Aku juga masih sulit percaya."Nancy memiringkan kepala mengintip Dastan. "Bagaimana bisa kau dekat dengan pria itu?" tanyanya meneliti pria matang yang duduk dengan santai tak jauh dari mereka. Lalu, dia menyipit curiga. "Tunggu... Adiwangsa? Jangan bilang dia masih ada hubungan dengan Darren?"Lyra meneguk ludah. "Nanti aku jelaskan. Tapi tidak di sini."Nancy kembali melirik ke arah Dastan, yang tampaknya juga tengah mengamati mereka."Sepertinya aku butuh penjelasan sekarang," gumam Nancy."Apa kalian sudah selesai berbisik-bisik?" Suara berat Dastan menyela. "Lyra, kita ke sini
“Kau... akan membiarkanku merencanakan pernikahan ini?”Suara Lyra nyaris tak terdengar. Ia menatap Dastan—yang sibuk memerintahkan sekretarisnya untuk membuat janji dengan butik ternama—dengan ekspresi tak percaya.Dastan melirik ke arahnya. “Kenapa? Kau begitu tidak menyukai pernikahan ini sampai enggan mengaturnya?”“B-bukan begitu… Aku bersedia, hanya saja…” Lyra menunduk, jarinya saling menggenggam gelisah. “Bagaimana kalau keputusanku tidak sesuai dengan keinginanmu?”Dastan tak langsung menjawab. Ia terdiam sesaat, mempelajari ekspresi Lyra, sebelum kemudian berkata dengan tegas, “Aku calon suamimu, bukan majikanmu.”Balasan pria itu membuat Lyra mendongak terkejut namun akhirnya kembali menyembunyikan wajah.Dastan melanjutkan, “Berhenti menunduk, takut, dan juga ragu saat bersamaku. Kau bukan pelayan yang harus melakukan segala sesuatu sesuai yang kumau.” Pria itu mengalihkan pandangan ke ponsel, konfirmasi dari sekretaris perihal pemesanan butik terlihat.“Ini pernikahan ki
"Ahh... Sayang, lebih cepat...."Lyra baru saja memasuki kantor tunangannya untuk memberi kejutan ulang tahun, tetapi dirinya justru dikejutkan oleh suara desahan seorang wanita dari dalam ruangan.“Mmh… kamu nikmat sekali….”Kening Lyra berkerut rapat. Jantungnya berdegup kencang.Dia ingin mengelak dan menganggap dirinya salah dengar. Akan tetapi, suara itu terlalu jelas. Terlalu nyata.Dengan napas tertahan, Lyra melangkah mendekati pintu yang sedikit terbuka.Di saat yang bersamaan, suara tawa menggoda terdengar.“Menghabiskan waktu denganku di hari ulang tahunmu, apa kamu tidak takut Lyra akan marah?”“Hanya seorang wanita dari keluarga pebisnis yang sudah bangkrut, untuk apa aku takut padanya?”Mata Lyra membesar. Tidak salah lagi, itu suara Darren—tunangannya!Tangannya yang memegang kotak kue jadi gemetar, Lyra pun memberanikan diri untuk mengintip ke dalam.Seketika, dunia Lyra seakan runtuh.Di atas sofa besar dengan suasana berantakan, tubuh Darren yang setengah telanjang t...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments