Panas.
Suhu yang tidak nyaman itu membuat kelopak mata Lyra bergerak gelisah sebelum akhirnya terbuka.
Lyra melirik ke sumber cahaya.
Ternyata, cahaya matahari pagi telah menyelinap masuk melalui celah tirai tebal, menyinari langit-langit yang … asing.
‘Di mana ini?’ batin Lyra, menyadari bahwa dia tidak terbangun di kamarnya.
Namun, sebelum bisa mendapatkan jawaban, dia menyadari sesuatu yang jauh lebih mengkhawatirkan—tak ada sehelai benang pun menutupi tubuhnya.
Ke mana pakaiannya?!
Jantung Lyra berdebar kencang seiring berjuta pertanyaan yang muncul di dalam benaknya.
Di waktu yang sama, mata Lyra bergerak ke samping.
Dan di sana, seorang pria bertelanjang dada tertidur lelap.
Seketika, ingatan mengenai apa yang terjadi tadi malam mengalir ke dalam benak.
Usai sang pria tampan misterius menerima tawaran Lyra untuk tidur bersama, pria itu membawanya ke sebuah kamar hotel.
Kemudian, tangan besar itu meremas pinggang Lyra dan menekan tubuhnya ke ranjang.
Bibir dengan rasa anggur tersebut mencium Lyra lembut, membakar setiap inci kulitnya, membisikkan godaan yang membuat Lyra lupa segalanya.
“Ini … pertama kalinya?” Suara rendah pria itu terngiang di benak Lyra. “Kalau begitu… mulai sekarang, kau adalah wanitaku.”
Kalimat itu diikuti dengan cumbuan panas, suara napas kasar, desahan rendah, ranjang yang berdecit dalam ritme yang tidak beraturan, dan—
Ahhh! Apa yang sudah dia lakukan?!!
Lyra menggigit bibirnya, menahan suara panik yang hampir lolos.
Pikirannya kalut, dan kepalanya masih pening karena efek minuman.
Namun, satu hal yang Lyra ketahui pasti saat ini—ia harus pergi!
Dengan hati-hati, Lyra bergegas turun dari tempat tidur. Dia mengenakan pakaian lalu memunguti semua barang miliknya yang tergeletak di lantai.
Saat dia menunduk untuk mengambil tas, suara napas berat terdengar dari belakang.
“Hmm…”
Lyra mematung.
Perlahan, dia menoleh.
Pria itu bergerak sedikit, alisnya berkerut samar dalam tidur. Bibirnya yang penuh bergumam pelan sebelum akhirnya diam kembali.
Lyra menelan ludah.
Hampir saja!
Kalau pria itu bangun, masalah akan menjadi sangat runyam!
Memastikan situasi aman, Lyra dengan cepat berjingkrak menghampiri pintu kamar. Secepat kilat ia menyelinap keluar dari tempat itu.
Tidak perlu waktu lama bagi Lyra untuk mendapatkan taksi dan pulang ke rumah dengan berbagai kekhawatiran.
Salah satunya… bagaimana dia bisa menyembunyikan dosa besar ini dari ibunya?
**
Pintu besar rumah itu terbuka, dan Lyra melangkah masuk dengan napas berat.
Tubuhnya terasa remuk, pikirannya kacau. Satu-satunya yang dia inginkan saat ini hanyalah merangkak ke tempat tidur dan melupakan semua yang terjadi semalam.
Namun, harapannya segera pupus ketika seorang pelayan mendekatinya dengan langkah cepat.
“Nona, Nyonya Talia meminta Anda segera menemuinya di ruang keluarga.”
Jantung Lyra berdentum hebat. Sungguh celaka. Ibunya, Talia Sasmita, pasti sudah menunggunya sejak lama!
Berusaha menyembunyikan kegugupannya, Lyra mengangguk. “Baik, aku akan segera ke sana.”
Begitu dia sampai di depan pintu ruang keluarga, Lyra melihat sang ibu duduk di sofa dengan anggun. Tubuhnya yang ramping dibalut gaun sutra berwarna gelap, sedangkan wajahnya dipenuhi riasan sempurna meski usianya sudah tidak muda lagi.
Menelan ludah, Lyra memanggil, “Mama….”
Sang ibu pun menoleh, ekspresinya serius, dan Lyra pun sudah siap dimaki habis-habisan.
Namun–
“Oh, putriku yang baik!”
Suara lembut yang jarang terlontar dari Talia membuat Lyra terkejut.
“Akhirnya, kau berhasil!”
Hah?
Lyra tercengang, bingung mengenai maksud sang ibu.
Talia langsung meraih tangan Lyra dan berkata, “Duduk, Sayang. Duduk.” Dia langsung duduk di sebelah Lyra dan lanjut berujar, “Kamu pasti lelah setelah ‘bekerja keras’ semalam. Apa Darren begitu tidak rela melepaskanmu hingga kalian baru bisa pulang pagi ini? Ha ha ha, dasar anak muda!”
Mendengar itu, Lyra sedikit terkejut, tapi dia langsung mengerti.
Tidak heran ibunya tidak marah melihat dirinya yang baru kembali setelah tidak pulang semalaman.
Ternyata, wanita itu mengira Lyra tidur dengan Darren tadi malam!
“Mama … tahu dari mana aku bersama Darren tadi malam?” tanya Lyra lagi dengan sedikit canggung.
Di saat ini, senyum penuh arti terlukis di wajah Talia. “Mama punya cara sendiri. Yang jelas, Mama tahu Darren juga baru pulang ke kediamannya tadi. Kalau bukan karena bermalam denganmu, memangnya dia mau bermalam dengan siapa lagi, ‘kan?” ujar wanita tersebut seraya memukul pelan pundak Lyra.
“Haduh, kamu jangan malu-malu gitu deh! Yang penting sekarang, Mama ada alasan untuk mempercepat pernikahan kalian, dan keluarga Adiwangsa tidak akan bisa menolaknya!”
Lyra merasa tenggorokannya tercekat.
Ini adalah sebuah kesalahpahaman besar!
Kalau memang Darren baru pulang pagi ini, itu pasti karena pria tersebut menghabiskan semalaman dengan Livia, bukan karena tidur dengannya!
Rasa panik langsung menyergap Lyra. Dia bisa merasakan bagaimana keringat dingin mulai muncul di tengkuknya.
Apa dia harus mengatakan yang sebenarnya? Bahwa dia tidur dengan pria asing dan bukan dengan Darren?
Namun, itu sama saja dengan bunuh diri, bukan?!
Talia Sasmita bukan ibu yang penuh kasih. Ia adalah wanita kejam yang hanya peduli pada hasil. Jika ia tahu Lyra gagal... bahkan lebih buruk... tidur dengan pria lain, Lyra tahu, dirinya takkan lepas dari kekerasan sang ibu.
“Kenapa wajahmu pucat begitu?” Talia bertanya, membuyarkan lamunan Lyra seketika.
Ingin rasanya Lyra mengatakan semuanya, mengungkap bagaimana Darren telah mengkhianatinya dengan Livia, juga bagaimana pria itu merencanakan kemandulannya.
Namun, terlalu paham sifat sang ibu membuat Lyra hanya memiliki satu pilihan.
Berbohong.
“Tidak apa-apa, Ma … aku hanya … kelelahan saja,” jawab Lyra lirih..
Mendengar jawaban Lyra, Talia hanya mengangguk-anggukkan kepala dengan senyum penuh arti. “Mama paham.” Dia meraih cangkir teh di atas meja, lalu menyesapnya pelan sebelum berkata. “Akan tetapi, selelah apa pun dirimu, jangan lupa bahwa malam ini kita harus ke perjamuan Adiwangsa.”
Kalimat Talia membuat Lyra terkejut. “Mama tidak bermaksud untuk…” Dia tidak mampu menyelesaikan kata-katanya, tapi dia bisa melihat Talia tersenyum lebar.
“Tentu saja, Mama akan menuntut percepatan pernikahan kalian setelah apa yang terjadi di antara dirimu dan Darren di malam yang lalu!”
Seketika, Lyra merasa jantungnya mencelos.
Kalau ibunya menuntut percepatan pernikahan dengan alasan Lyra telah tidur dengan Darren, kebohongan Lyra akan terbongkar!
Bagaimana ini!?
Di sisi lain, di sebuah kamar hotel yang berantakan, seorang pria berdiri menatap jendela kaca. Tubuh tegapnya masih berbalut jubah tidur. Memamerkan otot-otot sempurna pada dada bidangnya.
Sekali lihat, siapa pun juga tahu bahwa pria itu sedang sangat marah. Wajahnya gelap, rahangnya mengeras.
Bagaimana tidak? Wanita yang melewati malam panas bersamanya dan telah ia tetapkan sebagai miliknya… malah menghilang pagi ini tanpa jejak!
Dia bukan pria yang mudah kehilangan kendali. Tapi pagi ini, dia terbangun dengan amarah yang mendidih.
Seumur hidup. Tak pernah ada wanita yang berani meninggalkannya seperti ini.
“Dia menyerahkan diri, tapi kemudian melarikan diri?” gumam Dastan tak habis pikir. Senyum tipisnya memudar berganti seringai jahat.
“Dia pikir dia bisa kabur dariku?”
Ketukan di pintu terdengar, dan seorang pria masuk sebelum kemudian membungkuk hormat.
“Tuan Dastan…” sapa bawahan itu, membuat Dastan menoleh. Menatap dingin padanya.
“Bagaimanapun caranya, cari wanita yang bersamaku tadi malam.”
Tatapan dingin Dastan berubah tajam.
“Bahkan, jika harus menggeledah satu negara ini, kau harus menemukannya!”
**
Malam itu, mobil keluarga Sasmita berhenti di depan kediaman megah keluarga Adiwangsa. Pelataran telah dipenuhi deretan mobil mewah, masing-masing milik keluarga terpandang di kota Torin. Lampu-lampu kristal di fasad rumah besar itu berpendar indah, mencerminkan kemewahan yang tak tertandingi.Dari kursi penumpang, Lyra menatap gedung itu dengan dada sesak.Keluarga Adiwangsa paling berkuasa atas kota ini. Dan malam ini, dia harus melangkah masuk, berpura-pura menjadi bagian dari mereka.Pintu mobil terbuka, dan sang ibu, Talia, turun lebih dulu. Senyumnya lebar, penuh kebanggaan. “Jangan lupa membawa kadonya turun, Lyra. Jangan membuatku malu.”Datang ke rumah keluarga Adiwangsa dan bersikap seolah semuanya baik-baik saja?Berpura-pura bahwa dia tidak tahu bagaimana Darren mengkhianatinya?Kebenciannya hampir tumpah, tetapi seketika Lyra teringat ultimatum ibunya.“Kau harus mengikuti semua perintah Darren, apa pun itu! Kalau kau membuatnya tidak senang, kau tahu akibatnya!”Lyra men
Lyra berdiri kaku di antara para tamu pesta. Di saat tamu lain tersenyum sumringah menyambut kedatangan salah satu bintang dari acara malam hari ini, wajahnya justru kehilangan segala warna–pucat.Kenapa bisa seperti ini?Bagaimana bisa pria yang tadi malam menyentuh setiap inci tubuhnya, yang membisikkan kata-kata nakal di telinganya, yang mencumbu dan memilikinya dalam kegelapan……ternyata adalah Dastan Adiwangsa?!Paman Darren. Pewaris utama keluarga Adiwangsa. Pria paling berbahaya di negeri ini!?Lyra merasakan kepalanya berdenyut hebat. Seluruh tubuhnya bergetar tanpa bisa ia kendalikan. Rasanya ingin lari. Ingin menghilang.Tidak. Ini tidak nyata. Harusnya ini hanya mimpi buruk.Tapi pria itu ada di sana. Nyata.Semakin ia menatap Dastan, semakin ingatan semalam kembali menghantam kepalanya dengan keras.Tangan kekar yang membawanya ke dalam kamar hotel.Bibir penuh yang mencumbunya di bawah remang lampu.Suara rendah yang mengklaimnya tanpa ragu.—"Kalau begitu… mulai sekarang
Darah Lyra seolah menguap. Napasnya tercekat. Dingin menjalari tengkuknya. Apakah Dastan mengenali dirinya?! Bagaimana ini? Lyra panik. Dia benar-benar harus kabur dari tempat itu sekarang. Dia tidak siap mengungkap semua kebenaran. "Ah, itu mustahil." Talia memotong dengan cepat sebelum Lyra sempat bereaksi. Tertawa kecil, wanita itu menepuk tangan Lyra yang gemetar, lalu menoleh pada Dastan dengan senyum percaya diri."Tuan Dastan. Putriku ini tipe anak rumahan. Dia tidak pernah pergi ke mana pun sejauh ini. Hidupnya hanya berkisar di rumah dan lingkungan terbatas kami. Anda baru pulang dari luar negeri, bagaimana bisa bertemu dengannya?"Lyra menelan ludah, berusaha mengontrol napasnya yang tersendat.Dastan diam beberapa detik. Tatapannya masih melekat pada Lyra, tajam dan menelisik begitu teliti, seakan mempertimbangkan sesuatu. Meski akhirnya, pria itu hanya mengangguk kecil. “Begitu rupanya….”Lalu, tanpa berkata apa-apa lagi, Dastan memalingkan wajahnya, kembali ke perca
Beberapa saat sebelumnya...Di dalam sebuah mobil hitam yang melaju tenang di jalan utama Torin, Dastan Adiwangsa duduk bersandar dengan mata terpejam. Wajahnya tanpa ekspresi, namun ujung jari telunjuknya mengetuk-ngetuk sandaran tangan, menunjukkan pikirannya yang tengah bekerja.“Apa sebenarnya tujuan pesta malam ini?" tanya Dastan setengah menggeram rendah. “Aku memiliki banyak pekerjaan, tapi Ayah begitu keras kepala memaksaku hadir.”Charly, tangan kanan Dastan yang duduk di kursi penumpang depan, melirik sekilas sang atasan melalui kaca spion seraya menjawab, “Pesta malam ini bertujuan untuk merayakan ulang tahun Tuan Darren sekaligus penyambutan kepulangan Anda ke dalam negeri, Tuan."Dastan mendengus, nada sinis terdengar jelas. "Konyol. Apa yang perlu dirayakan dari seseorang yang bertambah tua? Tidakkah mereka tahu itu berarti waktu hidup orang tersebut semakin berkurang di dunia?” Ia menyandarkan kepala ke kursi dan menatap langit-langit mobil. "Dan lagi, siapa yang benar-
"Ahh... Sayang, lebih cepat...."Lyra baru saja memasuki kantor tunangannya untuk memberi kejutan ulang tahun, tetapi dirinya justru dikejutkan oleh suara desahan seorang wanita dari dalam ruangan.“Mmh… kamu nikmat sekali….”Kening Lyra berkerut rapat. Jantungnya berdegup kencang.Dia ingin mengelak dan menganggap dirinya salah dengar. Akan tetapi, suara itu terlalu jelas. Terlalu nyata.Dengan napas tertahan, Lyra melangkah mendekati pintu yang sedikit terbuka.Di saat yang bersamaan, suara tawa menggoda terdengar.“Menghabiskan waktu denganku di hari ulang tahunmu, apa kamu tidak takut Lyra akan marah?”“Hanya seorang wanita dari keluarga pebisnis yang sudah bangkrut, untuk apa aku takut padanya?”Mata Lyra membesar. Tidak salah lagi, itu suara Darren—tunangannya!Tangannya yang memegang kotak kue jadi gemetar, Lyra pun memberanikan diri untuk mengintip ke dalam.Seketika, dunia Lyra seakan runtuh.Di atas sofa besar dengan suasana berantakan, tubuh Darren yang setengah telanjang t
Beberapa saat sebelumnya...Di dalam sebuah mobil hitam yang melaju tenang di jalan utama Torin, Dastan Adiwangsa duduk bersandar dengan mata terpejam. Wajahnya tanpa ekspresi, namun ujung jari telunjuknya mengetuk-ngetuk sandaran tangan, menunjukkan pikirannya yang tengah bekerja.“Apa sebenarnya tujuan pesta malam ini?" tanya Dastan setengah menggeram rendah. “Aku memiliki banyak pekerjaan, tapi Ayah begitu keras kepala memaksaku hadir.”Charly, tangan kanan Dastan yang duduk di kursi penumpang depan, melirik sekilas sang atasan melalui kaca spion seraya menjawab, “Pesta malam ini bertujuan untuk merayakan ulang tahun Tuan Darren sekaligus penyambutan kepulangan Anda ke dalam negeri, Tuan."Dastan mendengus, nada sinis terdengar jelas. "Konyol. Apa yang perlu dirayakan dari seseorang yang bertambah tua? Tidakkah mereka tahu itu berarti waktu hidup orang tersebut semakin berkurang di dunia?” Ia menyandarkan kepala ke kursi dan menatap langit-langit mobil. "Dan lagi, siapa yang benar-
Darah Lyra seolah menguap. Napasnya tercekat. Dingin menjalari tengkuknya. Apakah Dastan mengenali dirinya?! Bagaimana ini? Lyra panik. Dia benar-benar harus kabur dari tempat itu sekarang. Dia tidak siap mengungkap semua kebenaran. "Ah, itu mustahil." Talia memotong dengan cepat sebelum Lyra sempat bereaksi. Tertawa kecil, wanita itu menepuk tangan Lyra yang gemetar, lalu menoleh pada Dastan dengan senyum percaya diri."Tuan Dastan. Putriku ini tipe anak rumahan. Dia tidak pernah pergi ke mana pun sejauh ini. Hidupnya hanya berkisar di rumah dan lingkungan terbatas kami. Anda baru pulang dari luar negeri, bagaimana bisa bertemu dengannya?"Lyra menelan ludah, berusaha mengontrol napasnya yang tersendat.Dastan diam beberapa detik. Tatapannya masih melekat pada Lyra, tajam dan menelisik begitu teliti, seakan mempertimbangkan sesuatu. Meski akhirnya, pria itu hanya mengangguk kecil. “Begitu rupanya….”Lalu, tanpa berkata apa-apa lagi, Dastan memalingkan wajahnya, kembali ke perca
Lyra berdiri kaku di antara para tamu pesta. Di saat tamu lain tersenyum sumringah menyambut kedatangan salah satu bintang dari acara malam hari ini, wajahnya justru kehilangan segala warna–pucat.Kenapa bisa seperti ini?Bagaimana bisa pria yang tadi malam menyentuh setiap inci tubuhnya, yang membisikkan kata-kata nakal di telinganya, yang mencumbu dan memilikinya dalam kegelapan……ternyata adalah Dastan Adiwangsa?!Paman Darren. Pewaris utama keluarga Adiwangsa. Pria paling berbahaya di negeri ini!?Lyra merasakan kepalanya berdenyut hebat. Seluruh tubuhnya bergetar tanpa bisa ia kendalikan. Rasanya ingin lari. Ingin menghilang.Tidak. Ini tidak nyata. Harusnya ini hanya mimpi buruk.Tapi pria itu ada di sana. Nyata.Semakin ia menatap Dastan, semakin ingatan semalam kembali menghantam kepalanya dengan keras.Tangan kekar yang membawanya ke dalam kamar hotel.Bibir penuh yang mencumbunya di bawah remang lampu.Suara rendah yang mengklaimnya tanpa ragu.—"Kalau begitu… mulai sekarang
Malam itu, mobil keluarga Sasmita berhenti di depan kediaman megah keluarga Adiwangsa. Pelataran telah dipenuhi deretan mobil mewah, masing-masing milik keluarga terpandang di kota Torin. Lampu-lampu kristal di fasad rumah besar itu berpendar indah, mencerminkan kemewahan yang tak tertandingi.Dari kursi penumpang, Lyra menatap gedung itu dengan dada sesak.Keluarga Adiwangsa paling berkuasa atas kota ini. Dan malam ini, dia harus melangkah masuk, berpura-pura menjadi bagian dari mereka.Pintu mobil terbuka, dan sang ibu, Talia, turun lebih dulu. Senyumnya lebar, penuh kebanggaan. “Jangan lupa membawa kadonya turun, Lyra. Jangan membuatku malu.”Datang ke rumah keluarga Adiwangsa dan bersikap seolah semuanya baik-baik saja?Berpura-pura bahwa dia tidak tahu bagaimana Darren mengkhianatinya?Kebenciannya hampir tumpah, tetapi seketika Lyra teringat ultimatum ibunya.“Kau harus mengikuti semua perintah Darren, apa pun itu! Kalau kau membuatnya tidak senang, kau tahu akibatnya!”Lyra men
Panas.Suhu yang tidak nyaman itu membuat kelopak mata Lyra bergerak gelisah sebelum akhirnya terbuka. Lyra melirik ke sumber cahaya.Ternyata, cahaya matahari pagi telah menyelinap masuk melalui celah tirai tebal, menyinari langit-langit yang … asing.‘Di mana ini?’ batin Lyra, menyadari bahwa dia tidak terbangun di kamarnya.Namun, sebelum bisa mendapatkan jawaban, dia menyadari sesuatu yang jauh lebih mengkhawatirkan—tak ada sehelai benang pun menutupi tubuhnya.Ke mana pakaiannya?!Jantung Lyra berdebar kencang seiring berjuta pertanyaan yang muncul di dalam benaknya.Di waktu yang sama, mata Lyra bergerak ke samping. Dan di sana, seorang pria bertelanjang dada tertidur lelap.Seketika, ingatan mengenai apa yang terjadi tadi malam mengalir ke dalam benak. Usai sang pria tampan misterius menerima tawaran Lyra untuk tidur bersama, pria itu membawanya ke sebuah kamar hotel.Kemudian, tangan besar itu meremas pinggang Lyra dan menekan tubuhnya ke ranjang. Bibir dengan rasa anggur
"Ahh... Sayang, lebih cepat...."Lyra baru saja memasuki kantor tunangannya untuk memberi kejutan ulang tahun, tetapi dirinya justru dikejutkan oleh suara desahan seorang wanita dari dalam ruangan.“Mmh… kamu nikmat sekali….”Kening Lyra berkerut rapat. Jantungnya berdegup kencang.Dia ingin mengelak dan menganggap dirinya salah dengar. Akan tetapi, suara itu terlalu jelas. Terlalu nyata.Dengan napas tertahan, Lyra melangkah mendekati pintu yang sedikit terbuka.Di saat yang bersamaan, suara tawa menggoda terdengar.“Menghabiskan waktu denganku di hari ulang tahunmu, apa kamu tidak takut Lyra akan marah?”“Hanya seorang wanita dari keluarga pebisnis yang sudah bangkrut, untuk apa aku takut padanya?”Mata Lyra membesar. Tidak salah lagi, itu suara Darren—tunangannya!Tangannya yang memegang kotak kue jadi gemetar, Lyra pun memberanikan diri untuk mengintip ke dalam.Seketika, dunia Lyra seakan runtuh.Di atas sofa besar dengan suasana berantakan, tubuh Darren yang setengah telanjang t