Chapter: perburuan di kota matiLangkah-langkah berat menggema di jalanan yang hancur. Dari ujung gang yang gelap, puluhan sosok mulai muncul satu per satu. Mata mereka kosong. Gerakan mereka lamban, tetapi jumlah mereka… terlalu banyak. Marco menggertakkan giginya. “Mereka datang.” Aldric menarik napas dalam-dalam. “Kita harus pergi sekarang.” Mereka bertiga segera berlari ke arah berlawanan, melewati jalanan yang dipenuhi mobil-mobil terbengkalai. Di belakang mereka, gerombolan zombie mulai bergerak lebih cepat. Beberapa dari mereka **berlari.** Rhea melirik ke belakang. “Kenapa mereka bisa berlari?! Sejak kapan?!” Aldric tidak menjawab. Dia tahu jawabannya, tapi dia tidak ingin mengatakannya sekarang. Wabah ini… berevolusi. Zombie tidak lagi sekadar mayat hidup yang berjalan lambat. Beberapa dari mereka menjadi lebih kuat, lebih cepat, dan lebih pintar. Mereka sampai di s
Terakhir Diperbarui: 2025-03-28
Chapter: KOTA YG HILANG Angin malam bertiup dingin, membawa aroma busuk yang semakin menusuk hidung. Aldric, Marco, dan Rhea berdiri di tengah jalanan yang gelap. Cahaya bulan samar-samar menerangi bangunan runtuh di sekitar mereka. Dari kejauhan, puluhan sosok berjalan terseok-seok. “Banyak sekali…” gumam Rhea dengan suara gemetar. Aldric menggenggam senjatanya erat-erat. “Kita harus segera pergi dari sini.” Mereka mulai berjalan perlahan, berusaha menghindari perhatian para zombie. Tapi saat mereka berbelok di sebuah gang sempit, mereka melihat sesuatu yang lebih buruk. Sebuah papan besar dengan tulisan pudar: **"SELAMAT DATANG DI RAVENWOOD."** Marco menelan ludah. “Kita di Ravenwood?” Aldric mengangguk pelan. “Ya. Dan itu kabar buruk.” Ravenwood dulunya adalah sebuah kota besar yang dipenuhi gedung pencakar langit. Tapi setelah wabah menyebar, kota ini berubah menjadi neraka
Terakhir Diperbarui: 2025-03-27
Chapter: Sarang Para PemburuLangkah kaki di luar semakin mendekat. Aldric langsung menarik pisau dari sarungnya, sementara Marco menggenggam senjatanya erat-erat. Rhea melirik Wallace dengan tatapan tajam. “Apa mereka tahu kita ada di sini?” Wallace mengangguk pelan. “Mereka tahu.” Aldric merasakan amarah membuncah di dadanya. “Jadi kau benar-benar menjebak kami?” Wallace menghela napas. “Aku tidak punya pilihan.” Sebelum ada yang sempat bereaksi, suara ketukan terdengar dari pintu besi. *Tok... tok... tok.* Diikuti suara berat seseorang dari luar. “Aku tahu kalian di dalam.” Suara itu terdengar serak dan dalam, seperti seseorang yang sudah lama hidup di tengah kekacauan. “Buka pintunya… atau kami akan masuk dengan cara kami sendiri.” Rhea mencengkeram lengan Aldric. “Kita harus pergi sekarang!” bisiknya panik. Tapi sebelum mereka bisa bergerak, suara benturan
Terakhir Diperbarui: 2025-03-26
Chapter: Neraka di bawa tanah Aldric membeku di tempat. Di hadapan mereka, puluhan mayat yang berserakan mulai bergerak. Tangan-tangan kurus dengan kulit mengelupas berusaha bangkit, mulut-mulut membusuk terbuka, mengeluarkan geraman mengerikan. “Kita harus keluar dari sini,” bisik Marco, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Rhea menyalakan senter kecilnya dan menyapu ruangan. Tidak ada pintu lain. Satu-satunya jalan adalah kembali ke atas, tapi itu berarti kembali ke tempat para pemburu berada. “Aldric, keputusanmu!” Rhea menarik pisau dari sarungnya, bersiap bertarung jika diperlukan. Aldric berpikir cepat. Jika mereka bertahan di sini, mereka akan dikepung. Jika kembali ke atas, mereka bisa langsung ditembak. Tiba-tiba, dia melihat sesuatu di sudut ruangan. “Ke sana!” Dia menunjuk ke sebuah lubang ventilasi di sisi kanan ruangan. Besarnya cukup untuk mereka bertiga masuk satu per satu. Tapi sebelum
Terakhir Diperbarui: 2025-03-25
Chapter: Perlawanan terakhirAldric menatap sekeliling dengan cepat. Mereka terjebak di tangga darurat. Di atas, para pemburu sudah mengokang senjata. Di bawah, zombie terus bergerak naik, siap merobek daging mereka kapan saja. Tidak ada jalan keluar. “Kalau harus mati, aku ingin membawa satu orang bersama,” gumam Marco sambil mengencangkan genggaman pada parangnya. Rhea menarik napas dalam, masih berusaha berdiri setelah kakinya tertindih zombie tadi. “Kita tidak akan mati di sini.” Aldric mengangguk. “Kita lawan.” Tanpa peringatan, dia meraih sebuah kursi kayu yang terbengkalai di sudut tangga dan melemparkannya ke arah para pemburu. *BRAK!* Salah satu dari mereka kehilangan keseimbangan dan terjatuh menimpa zombie di bawah. Yang lain terkejut. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Marco dan Rhea yang langsung berlari maju. *Tembak!* Dor! Dor! Dor! Peluru menghantam di
Terakhir Diperbarui: 2025-03-24
Chapter: Kota yg di kuasai mayat hidup*GRAAAAAKKKK!* Suara geraman dari bawah semakin nyaring. Aldric, Rhea, dan Marco menatap jalanan di bawah dengan napas tertahan. Ratusan zombie bergerak lambat, tetapi jumlah mereka terlalu banyak. Tubuh-tubuh membusuk itu berjalan terseok-seok, beberapa menyeret kakinya yang hampir putus. Marco menelan ludah. “Aku lebih baik ditembak daripada jatuh ke bawah sana.” “Kita tidak boleh membuat suara,” bisik Rhea. Mereka bertiga merangkak di atas atap, berusaha tidak menimbulkan bunyi sekecil apa pun. Namun… *Brak!* Sebuah batu lepas dari tepi atap dan jatuh ke jalanan. Suara itu menggema di antara bangunan-bangunan kosong. Seluruh zombie di bawah serentak menoleh. Kemudian— *GRAAAAAHHHH!* Mereka mulai berlari. Aldric membeku. “Sejak kapan mereka bisa berlari?!” “LARI!” Rhea menarik tangan mereka. Mereka
Terakhir Diperbarui: 2025-03-23