Gina mengembuskan napas perlahan. Ia mengenal suara itu yang tak lain adalah Guntara--mantan suaminya. Entah ada keperluan apa datang sepagi ini. Gedoran pintu rumah kontrakan Gina semakin keras.
"Mungkin lagi di kamar mandi, Mbak Salma-nya, Mas. Tadi, ada kok dan belum berangkat kerja," kata salah satu tetangga yang masih terdengar oleh Danu dan Salma. "Oh, gitu? Atau sedang ada tamu. Ini ada sandal laki-laki," kata Guntara menunjuk sepasang sandal laki-laki yang ada di teras rumah kontrakan Salma. "Waduh, kalo itu saya nggak tahu. Mungkin sandal orang yang kemarin membersihkan got depan itu. Got itu mampet dan banjir saat hujan," kata tetangga Salma yang memang tidak salah. Guntara bukan cemburu, tetapi memang rasanya sangat aneh. Salma biasanya langsung membukakan pintu rumah ini. Kali ini tidak. Guntara hanya ingin membicarakan sesuatu pada Salma. Pagi adalah waktu yang tepat untuk bicara. "Maaf, ada apa? Saya dari kamar mandi. Kebetulan perut saya tidak enak." Salma terpaksa keluar dan membuka pintu rumah kontrakannya. Danu pun kalang kabut saat melihat siapa yang ada di luar. Ia pun segera berjalan ke belakang rumah Salma. Danu diam-diam keluar dari rumah Salma. Ia tidak mau kepergok sedang bersama dengan Salma. "Aku nggak lama, Sal. Aku pengen kita rujuk." Ucapan Guntara sangat enteng. Napas Salma kembang kempis mendengar ucapan Guntara. Mereka bercerai karena Salma dianggap mandul. Bahkan Guntara sudah menikah lagi dua tahun yang lalu. Apa kabar istri kedua Guntara jika tahu suaminya melamar mantan istrinya. Danu terpaksa tidak memakai sandal saat meninggalkan rumah kontrakan Salma. Beruntung, nasi yang dimakannya sudah habis dan piring sudah berada di wastafel. Danu juga tidak mendengar obrolan antara mantan suami dan istri itu. Andai Danu mendengar, mungkin hatinya akan panas. "Mas, aku harus kerja. Sudah sangat terlambat saat ini. Untuk bahasan ini, maaf, aku tidak bisa." Salma langsung menolak tegas lamaran mendadak dari sang mantan suami itu. Guntara mengepalkan tangan karena menahan amarah. Ia yang tidak sabar dan memilih menceraikan Salma karena belum ada momongan di antara mereka. Hasutan sang ibu juga adiknya membuat ia mantap menceraikan Salma. Dari pernikahan keduanya juga, Guntara belum mendapatkan momongan. "Aku antar sampai ke pabrik?" tawar Guntara sambil beranjak dari duduknya. Helaan napas panjang keluar dari mulut Salma. Ia sulit memberikan pengertian pada mantan suaminya itu. Tanpa mereka sadar, ada sosok wanita yang diam-diam mendengarkan obrolan mereka. Aliyah--istri kedua Guntara yang kini mengusap air mata di pipi. "Ada istri kamu, Mas." Salma menunjuk dengan dagu ke arah pintu di mana wanita itu berdiri. Guntara jelas langsung menoleh dan terkejut. Rupanya diam-diam Aliyah mengikutinya sampai rumah ini. Guntara pun langsung keluar. Salma merasa lega saat mantan suaminya keluar. "Dan ...." Salma memanggil Danu sambil mencari keberadaan laki-laki yang baru saja menemaninya sarapan pagi. Tidak ada jawaban dari Danu. Salma mencari hingga pintu belakang, nihil. Keberadaan Danu tidak ada. Salma hanya bisa mengembuskan napas panjang saat ini. 'Kamu pergi nggak pamit sama sekali.' Salma kesal karena tidak mendapati kekasihnya itu. Salma segera mengeluarkan motor matic barunya. Ia membeli dengan uang cash setelah menjual motor lamanya. Salma beberapa waktu yang lalu juga sedang mencari rumah tinggal. Ia berpikir akan membeli rumah daripada terus-menerus mengontrak. "Kamu ngapain ngikutin aku sampai sini? Lancang!" Pertengkaran Guntara dan sang istri masih terdengar jelas oleh telinga Salma. Salma berusaha cepat mengeluarkan motor dari teras rumah agar bisa segera meninggalkan rumah ini. Tidak etis rasanya ikut mendengar pertengakarab Guntara dan Aliyah. Sudah bukan urusan Salma lagi ketika pasangan suami dan istri itu bertengkar. Dulu, Salma pernah memohon agar tidak diceraikan oleh Guntara. Ternyata, laki-laki itu tetap menceraikannya. Sakit? Sudah pasti. Salma bahkan keluar dari rumah besar Guntara tanpa sepeser uang sedikit pun empat tahun yang lalu. Sementara itu, Danu kali ini berhenti di salah satu perumahan. Seperti biasa, ia menawarkan dagangannya. Lumayan, sepertiga dagangannya laku. Setidaknya masih ada sedikit laba yang diterimanya. Laba yang rencananya akan digunakan untuk menambah uang kulakan. "Mas Danu, kok tumben jualan di sini?' tanya salah satu warga kompleks perumahan ini. "Iya, tadi sekalian lewat. Kalo mau ke pabrik belum jadwal pulang atau istirahat. Nunggu di depan pabrik juga lumayan panas dan lama," jawab Danu ramah pada pembelinya. "Syukur deh kalo sambil datang ke sini. Nggak repot lagi harus ke pasar kalo mau beli buah." Pembeli itu memang berlangganan buah pada Danu sejak lama. "Ini manggis dan mangga, berapa?" tanyanya lagi sambil mengambil dua bungkusan buah itu. "Totalnya empat puluh ribu, itu udah saya kasih potongan. Mangga lagi mahal soalnya," kata Danu sengaja mengatakannya sebagai politik dagang. Pembeli itu mengangsurkan uang pecahan lima puluh ribu rupiah. Danu segera membungkus dua kantung buah itu. Buah yang dijual Danu selalu dalam keadaan masih baik. Oleh karena itu pembeli suka karena Danu dianggap pembeli yang jujur. "Ini kembaliannya sepuluh ribu, ya. Terima kasih, Bu," kata Danu dengan ramah. "Sama-sama, Pak Danu," jawab pembeli itu dengan ramah. Tak lama setelah pembeli itu pergi, ada banyak pembeli lain yang juga membeli dagangab Danu. Belum sampai siang, dagangan Danu hanya tinggal lima kantong buah saja. Mangga dua kantong, pepaya satu kantong, dan dua kantong manggis. Danu merasa jika Salma adalah sumber keberuntungannya, tetapi hatinya masih tetap milik Gina. Lima kantong buah itu pun akhirnya tidak ada yang membeli hingga waktu sore tiba. Sesuai dengan perjanjian, Danu akan singgah dulu di rumah Salma sebelum pulang. Salma jelas sangat bahagia karena sedang mabuk asmara. Pesona ketampanan Danu memang membuat janda tanpa anak itu lupa daratan. "Itu buahnya sisa segitu aja, Dan?" tanya Salma saat Danu ada di depan pabriknya. "Wah ... Salma kok akrab banget sama penjual buah ini?" Salah satu teman kerja Salma bertanya dengan nada biasa saja, tetapi sukses membuat Danu dan Salma kelabakan. "Ini namanya Danu. Dia tinggal nggak jauh dari kontrakanku. Wajarlah, namanya tetangga makanya kelihatan akrab. Tenang, dia juga sudah nikah kok," kata Salma memberikan alibi agar teman-temannya tidak curiga. Semua teman Salma hanya saling tatap saja. Antara percaya dan tidak karena gosip di pabrik sedang ramai; Salma menjadi biang keladi perceraian bos mereka. Akan tetapi, mereka tidak menemukan bukti perselingkuhan keduanya. Antara sang bos besar dan Salma bahkan tidak tampak ada affair. Entah berita dari mana, suatu ketika istri bos besar melabrak Salma. Tidak ada yang tahu obrolan antara dua wanita beda kelas itu. Satu hal yang pasti, setelah itu nama Salma langsung buruk. Gosip jahat itu penyebabnya terlepas dari benar atau tidaknya kejadian itu. "Mas Danu, habis ini pulang bareng saya, ya. Saya mau ketemu Mbak Gina ada perlu." Suara perempuan itu membuat dada Salma seperti sesak mendadak.Perempuan itu adalah Arumi, salah satu anak pejabat yang tinggal tak jauh dari kawasan kontrakan Salma dan Danu. Jika sudah mencari Danu, pasti Arumi ada keperluan dengan Gina. Entah meminta Gina untuk membantu pekerjaan rumah atau pekerjaan yang lain."Nanti gerobaknya ditarik aja. Biar Mang Dadang yang kaitkan dengan tali dengan bagian belakang mobil." Arumi menunjuk bagian belakang mobilnya.Gegas Mang Dadang pun segera membuka bagian belakang mobil milik sang majikan. Ia mengikat gerobak milik Danu tanpa menunggu diperintah dua kali. Kedua orang tua Danu ingin segera bertemu dengan Gina. Padahal, Danu belum mengiakan permintaan Arumi."Sudah, Mas Danu silakan duduk di depan. Biar saya yang di bagian tengah." Arumi justru membukakan pintu untuk Danu.Gagal sudah rencana Salma bermesraan dengan Danu. Arumi seolah datang tanpa permisi. Akan tetapi, Salma tidak bisa berbuat banyak. Ia pasrah dengan apa yang terjadi.Sesampainya di rumah kontrakan Danu, tampak Gina sedang menyuapi Putr
Santi sengaja mengikuti Salma hingga depan warung Mpok Lela. Santi memang tidak suka dengan Salma. Sikap arogansi Salma di pabrik membuat muak banyak karyawati lain. Janda tanpa anak ini tak segan memotong gaji karyawan lain jika dinilai tidak becus dalam bekerja."Kamu kenapa? Mau belanja juga?" Salma tidak menggubris sindiran keras Santi. "Kalo mau belanja silakan milih dulu. Aku santai kok. Cuma mau beli telur dan sayuran secukupnya saja," kata Salma dengan sikap elegan."Nggak, cuma mau mengingatkan. Jangan ganggu suami-suami orang yang ada di kompleks ini. Jangan pernah menjadi murah hanya karena mantan suami sudah menikahi istri keduanya secara sah baik sah secara agama dan negara." Santi mencibir nasib pernikahan Salma yang terdahulu.Guntara adalah kakak sepupu Santi. Mereka bersaudara. Ayah Guntara adalah kakak kandung ibunda dari Santi. Wajar jika Santi tahu seperti apa Salma. Mereka sama sekali tidak cocok satu dengan lainnya. Salma pernah berusaha mendekati suami Santi."K
Aliyah kali ini sangat terpojok saat mendengar ucapan mantan kakak madunya itu. Apa yang dikatakan Salma memang benar adanya. Kini istri Guntara itu tidak bisa berbuat banyak. Ia pun menatap Salma dengan tatapan memelas."Mbak, saya tahu, dulu saya salah telah membuat Mbak Salma berpisah dengan Mas Guntara. Tapi, sekarang, saya mohon, Mbak kembali menikah dengan Mas Guntara." Aliyah mengatakannya dengan menekan rasa sakit luar biasa di dalam hatinya.Aliyah memang mendapatkan restu dari Yulianti, tetapi berbeda dengan Salma. Yulianti tidak pernah menyukai mantan istri Guntara itu. Padahal, Guntara dan Salma sudah berpacaran sangat lama sejak mereka SMA dulu. Restu memang tak kunjung didapatkan karena Salma berasal dari keluarga biasa dan bukan anak kuliahan. Guntara adalah salah seorang pegawai bank swasta. Ia sosok yang sangat sukses dalam karir, tetapi tidak untuk masalah percintaan. Entahlah, mengapa Yulianti dulu sangat membenci Salma. Salma dulu, bukanlah perempuan penggoda sepe
Pukul delapan malam, Danu baru saja sampai di rumah. Ia terkejut saat melihat sang istri sudah di rumah terlebih dahulu. Jika pergi kerja membantu memasak di rumah orang lain, Gina akan pulang paling cepat pukul sepuluh malam. Sial, Gina pasti melihat gerobak buah itu ada di depan rumah."Kamu kok udah pulang? Emang masaknya nggak banyak?" Danu justru menunjukkan rasa tidak suka jika Gina pulang lebih cepat."Kenapa?" tanya Gina yang saat ini sibuk dengan ponsel di tangannya.Putri sudah tidur sejak tadi pukul 18.30 karena kelelahan. Setelah mandi sore di rumah Arumi, Putri memang tampak mengantuk. Sisa obat dari rumah sakit memang memberikan efek mengantuk. Gina bekerja sambil menggendong Putri di belakang."Kamu itu! Suami pulang bukannya disambut malah enak-enakan main ponsel. Emang nggak tahu diri!" Danu kelepasan emosi untuk menutupi kesalahannya.Danu tahu jika Gina saat ini curiga dengan tingkah lakunya. Salah sedikit saja bisa berakibat fatal. Gina tak akan segan memaki-maki d
Salma mengingat setiap kejadian di masa lalu saat masih menjadi istri Guntara. Kala itu perekonomian mereka memang belum stabil. Guntara masih menjadi pegawai tidak tetap di salah satu bank. Gajinya hanya cukup untuk membayar uang kontrakan dan keperluan Yulianti juga dua adik Guntara. Mereka dulu pernah setuju untuk menunda punya momongan."Saya lupa, Dok. Banyaknya permasalahan membuat saya lupa jika masih terpasang alat kontrasepsi itu." Hanya itu jawaban yang bisa disampaikan oleh Salma.Menyalahkan Guntara dan keluarganya juga bukan solusi terbaik saat ini. Masalah tidak akan selesai dan bahkan Yulianti pasti akan memaki-makinya. Entahlah, Salma bingung bagaimana bisa lupa jika masih ada alat itu terpasang pada rahimnya. Lantas, mengapa Guntara tidak memberikan pembelaan saat Yulianti menuduhnya mandul?"Jadi mau dilepas saja atau bagaimana?" tanya dokter Mira setelah menunggu Salma kembali berbicara."Dilepas saja, Dok. Saya sudah bercerai dengan suami saya," kata Salma tanpa pi
Pertengkaran semalam rupanya masih terbawa hingga pagi ini. Gina jelas tidak akan mengajak berbicara terlebih dahulu. Justru jika Danu tidak cepat menyadarinya, maka wanita berusia dua puluh empat tahun itu yang akan cari tahu. Gina kali ini mulai mengucek satu per satu pakaian.'Apa ini?'Gina menemukan tiket bus dengan jurusan Jakarta-Bandung dalam saku celana jeans Danu. Rasanya tidak mungkin jika mendadak ada tiket itu jika Danu tidak bepergian. Gina langsung memasukkan kertas basah itu ke dalam saku rok yang dipakainya. Danu sejak tadi hanya mengamati apa yang dilakukan oleh sang istri.Setengah jam lebih mencuci pakaian, kini Gina bersiap untuk mandi. Suara Putri membuat Gina gagal mandi. Anak perempuannya sudah bangun dan harus segera diurus. Jika tidak, Putri akan rewel.Gina dengan telaten mulai membujuk sang anak perempuan. Pertama, biasanya Gina akan memandikan Putri lalu mengajaknya sarapan. Namanya juga anak kecil, apa yang dikatan sang ibu belum tentu dipatuhi. Gina bers
Gina menampakkan wajah datar saat ini. Danu bingung ketika sang istri justru mengambilkan makan untuk Putri. Masih pagi, tetapi suasana di rumah kontrakan Danu sangat panas. Lebih tepatnya, Danu yang merasa ketakutan jika Gina tahu sesuatu."Tadi bener, kalo si Sarni cuma ngabarin iuran bulanan aja?" Danu mengekori sang istri dari belakang."Kalo kamu nggak percaya, tanya langsung saja sama Mbak Sarni." Gina malas berdebat dengan sang suami.Mendengar kabar sang suami dan Salma ke puncak saja sudah membuat darah Gina mendidih, ditambah lagi harus berdebat. Lagi pula, bukti sudah di depan mata, tetapi Danu seolah sangat santai. Sikap Danu yang seperti ini sering membuat Gina muak. "Lah? Kok aku yang harus tanya si Sarni. Sarni sama Santi itu sama saja, mereka suka bergosip, bergibah, ngomongongin orang kok di belakang orang lain. Kalo berani coba ngomongnya di depan orangnya langsung," omel Danu pada sang istri karena merasa tidak terima saat ini."Makanya tanya langsung saja sama ora
Aliyah mengembuskan napas kasar saat ini. Penolakan Guntara itu membuatnya kesulitan menjelaskan pada sang mertua. Aliyah sendiri pada akhirnya memutuskan untuk tidak bekerja agar bisa cepat hamil. Akan tetapi, kehamilan yang ditunggu tidak kunjung hadir."Mas ... aku mohon satu kali ini saja kita pergi periksa ke Dokter. Supaya kita bisa tahu di mana letak kesalahannya. Dokter juga pasti akan memberikan solusi jika memang ada masalah pada kita berdua," kata Aliyah berusaha selembut mungkin saat berbicara pada sang suami."Masalah? Masalah apa? Yang jadi masalah itu bukan aku, tetapi ketika aku harus bercerai dengan Salma. Kamu tahu, aku menyesal menceraikannya," jawab Guntara sama sekali tidak nyambung dengan ucapan Aliyah."Kok malah bahas mantan istri kamu, Gun. Kamu itu harusnya ikut saja saat harus memeriksakan kesehatan reproduksi. Jadi, sama-sama tahu bagian mana yang salah atau harus diperbaiki. Ingat, Salma itu mandul, Gun. Lagi, kamu harus tahu, dia pernah jadi simpanan bos