Pertengkaran semalam rupanya masih terbawa hingga pagi ini. Gina jelas tidak akan mengajak berbicara terlebih dahulu. Justru jika Danu tidak cepat menyadarinya, maka wanita berusia dua puluh empat tahun itu yang akan cari tahu. Gina kali ini mulai mengucek satu per satu pakaian.'Apa ini?'Gina menemukan tiket bus dengan jurusan Jakarta-Bandung dalam saku celana jeans Danu. Rasanya tidak mungkin jika mendadak ada tiket itu jika Danu tidak bepergian. Gina langsung memasukkan kertas basah itu ke dalam saku rok yang dipakainya. Danu sejak tadi hanya mengamati apa yang dilakukan oleh sang istri.Setengah jam lebih mencuci pakaian, kini Gina bersiap untuk mandi. Suara Putri membuat Gina gagal mandi. Anak perempuannya sudah bangun dan harus segera diurus. Jika tidak, Putri akan rewel.Gina dengan telaten mulai membujuk sang anak perempuan. Pertama, biasanya Gina akan memandikan Putri lalu mengajaknya sarapan. Namanya juga anak kecil, apa yang dikatan sang ibu belum tentu dipatuhi. Gina bers
Gina menampakkan wajah datar saat ini. Danu bingung ketika sang istri justru mengambilkan makan untuk Putri. Masih pagi, tetapi suasana di rumah kontrakan Danu sangat panas. Lebih tepatnya, Danu yang merasa ketakutan jika Gina tahu sesuatu."Tadi bener, kalo si Sarni cuma ngabarin iuran bulanan aja?" Danu mengekori sang istri dari belakang."Kalo kamu nggak percaya, tanya langsung saja sama Mbak Sarni." Gina malas berdebat dengan sang suami.Mendengar kabar sang suami dan Salma ke puncak saja sudah membuat darah Gina mendidih, ditambah lagi harus berdebat. Lagi pula, bukti sudah di depan mata, tetapi Danu seolah sangat santai. Sikap Danu yang seperti ini sering membuat Gina muak. "Lah? Kok aku yang harus tanya si Sarni. Sarni sama Santi itu sama saja, mereka suka bergosip, bergibah, ngomongongin orang kok di belakang orang lain. Kalo berani coba ngomongnya di depan orangnya langsung," omel Danu pada sang istri karena merasa tidak terima saat ini."Makanya tanya langsung saja sama ora
Aliyah mengembuskan napas kasar saat ini. Penolakan Guntara itu membuatnya kesulitan menjelaskan pada sang mertua. Aliyah sendiri pada akhirnya memutuskan untuk tidak bekerja agar bisa cepat hamil. Akan tetapi, kehamilan yang ditunggu tidak kunjung hadir."Mas ... aku mohon satu kali ini saja kita pergi periksa ke Dokter. Supaya kita bisa tahu di mana letak kesalahannya. Dokter juga pasti akan memberikan solusi jika memang ada masalah pada kita berdua," kata Aliyah berusaha selembut mungkin saat berbicara pada sang suami."Masalah? Masalah apa? Yang jadi masalah itu bukan aku, tetapi ketika aku harus bercerai dengan Salma. Kamu tahu, aku menyesal menceraikannya," jawab Guntara sama sekali tidak nyambung dengan ucapan Aliyah."Kok malah bahas mantan istri kamu, Gun. Kamu itu harusnya ikut saja saat harus memeriksakan kesehatan reproduksi. Jadi, sama-sama tahu bagian mana yang salah atau harus diperbaiki. Ingat, Salma itu mandul, Gun. Lagi, kamu harus tahu, dia pernah jadi simpanan bos
Salma duduk di salah satu warung makan setelah selesai berbelanja. Ia tidak lagi belanja di warung. Gunjingan tetangga kompleks luar biasa mengusik hati dan pikirannya. Bukan takut karena gunjingan itu, tetapi ia memikirkan Guntara.Ya, mantan suami Salma beberapa waktu ini selalu saja datang. Salma merasa risih dengan keberadaan sosok Guntara. Rasa cinta itu sudah hilang dari dalam hati Salma. Ia merasa sangat sakit hati pada sosok mantan suaminya."Mbak, ini nasi pesanannya," kata pelayan warung itu menyajikan sepiring nasi pecel pesanan Salma."Makasih, Mbak." Salma menatap pelayan perempuan muda itu sambil berusaha tersenyum.Salma menikmati sepiring nasi pecel dengan rempeyek teri yang ada di dalam toples. Sambil makan, janda tanpa anak itu memikirkan bagaimana menunjukkan pada orang lain jika dia tidak mandul. Untuk apa sudah melepas alat pengaman kehamilan itu jika tidak ada bukti jika tidak mandul? Salma pun mulai memikirkan banyak hal.'Aku sudah ada Danu, masalahnya dia ngga
Danu tidak akan sadar jika istri punya firasat kuat. Benar, suami Gina itu tidak langsung ke pasar untuk membeli buah. Danu pergi ke rumah Salma saat semua orang sedang terlelap tidur."Masuk, Mas, aku sampai nggak tidur dari jam sebelas malam tadi." Salma membuka pintu belakang rumahnya agar tidak banyak tetangga yang tahu.Danu menyimpan gerobak di dekat jalan raya lalu menggemboknya agar tidak dicuri orang. Suami Gina itu menelan saliva dengan susah payah saat melihat Salma memakai baju dinas. Gina tidak pernah memakai pakaian seperti itu. Sebagai seorang laki-laki, Danu tidak bisa menahannya sama sekali."Sayang, sabar ... aku kunci pintu dulu," kata Salma dengan nada mendesah saat sang kekasih menciumi leher jenjangnya.Mereka sudah kelewat batas saat ini, tidak ada selembar pakaian pun yang melekat pada tubuh mereka saat ini. Ya, Danu dan Salma melakukan hubungan layaknya suami dan istri. Danu lupa daratan, sang istri tidak pernah memberikan kepuasan seperti yang diberikan oleh
Danu mandi dengan tenang meski melihat wajah Gina tampak biasa saja saat menerima uang itu. Bagi Danu, uang adalah salah satu alat yang membuat rahasianya bersama dengan Salma akan aman. Akan sampai kapan bisa seperti ini? Gina bukan perempuan yang bodoh.Fakta menyebutkan jika Danu tidak berjualan keliling di mana pun. Banyak tetangga yang mengatakan tidak melihat Danu. Lantas, apakah yang Gina pikirkan saat ini? Entah, ia sama sekali tidak punya bukti untuk menuduh sang suami. "Kamu masak apa?" tanya Danu setelah selesai mandi dan merasakan lapar yang luar biasa."Biasalah. Sayur bening, tahu, tempe goreng. Ada telur, kalo mau biar aku gorengkan," kata Gina dengan wajah datar."Kita makan di luar, yuk. Ya, sesekali kita makan di luar," kata Danu dengan lembut pada sang istri.Danu tidak mau jika Gina mendadak curiga dengan uang yang diberikannya tadi. Gina jelas tahu jika gerobak yang biasa dipakai Danu berjualan ada di jalan raya. Gina punya kunci serep untuk gerobak itu. Saat kun
Telinga Salma panas mendengar ucapan ibu-ibu muda itu. Ia merasa tidak terima ketika harga dirinya direndahkan. Akan tetapi, memang serendah itu harga diri seorang Salma Utari. Wanita itu tega merusak kebahagiaan wanita lain demi hasrat liarnya."Kenapa wajah kamu sok sangar? Emang yang aku bilang bener 'kan?" tanya wanita itu dengan ketus."Apa maksud kalian ngomong kaya gitu ke aku? Aku bisa laporkan kalian atas tuduhan pencemaran nama baik pada polisi." Salma mengancam salah satu perempuan yang kini berdiri di dekat Gina."Laporkan saja. Aku juga akan melaporkan balik atas tuduhan perzinahan yang kamu lakukan di kampung ini. Gimana?" tanya si perempuan itu membuat Salma sangat terkejut dengan apa yang dikatakan oleh wanita itu.Bagi Salma, perdebatan tidak akan selesai. Lebih baik meninggalkan mereka semua. Lagi pula, bahaya jika mereka tahu apa yang dilakukannya bersama Danu. Bukan hanya Salma yang kena, Danu pun akan kena. Salma pun memacu motornya menuju ke arah rumah."Huuuu ..
Gina tersenyum sinis mendengar pertanyaan dari sang mantan suami. Benarkah Guntara tidak tahu jika ibunya dan Aliyah tidak tahu masalah ini. Rasanya Salma ingin tertawa keras melihat wajah sang mantan suami yang dianggap pura-pura terkejut. Salma sudah kehilangan rasa percaya pada sosok laki-laki yang ada di depannya itu. "Kamu bisa baca surat keterangan Dokter itu. Kamu nggak buta huruf 'kan?" Salma menatap Guntara dengan sinis. "Dalam surat keterangan Dokter itu dijelaskan di rahim aku ada alat penunda kehamilan. Aku nggak merasa memasang alat itu. Toh, selama menjadi istri kamu, aku berjuang agar bisa hamil. Kenyataannya apa? Aku dicurangi oleh keluargamu. Aku wanita normal! Ah, sudahlah, aku nggak mau lagi memperdebatkan ini. Yang aku sesalkan, dulu mengapa aku nekat menikah dengan kamu yang nyatanya lahir dari seorang Ibu bernama Yulianti yang sangat jahat seperti iblis betina!" bentak Salma pada Guntara."Jaga omongan kamu! Dia ibuku!" Guntara merasa tidak suka dengan cara Salm
Danu terkesiap mendengar ucapan Sarni. Ia mengembuskan napas kasar lalu segera masuk ke dalam rumah. Danu mengusap wajah dengan kasar saat ini. Pikiran Danu mulai kacau saat ini.'Apa mereka sebenarnya sudah tahu? Ah, ya, pantas saja banyak pemuda yang saat ini berada di sekitar rumah Salma,' batin Danu yang saat ini sedikit merasa ketakutan. Pagi datang dengan cepat, Gina pulang bersama dengan Putri. Rumah kontrakan tidak terkunci dan gerobak milik Danu masih berada di halaman. Gina meletakkan semua barang yang dibawa dari rumah Arumi. Akan tetapi, ia menyembunyikan ponsel yang diberi oleh Dokter cantik itu. "Kamu udah pulang, Gin? Aku udah masak buat kamu. Kalo kamu mau istirahat dulu, silakan. Biar Putri sama aku. Aku sengaja nggak jualan hari ini," kata Danu seolah tidak terjadi apa-apa."Nggak usah. Aku udah istirahat di rumah Mbak Arumi," kata Gina dengan ketus lalu mengambil sayur dan lauk untuk dipanaskan. Danu hanya bisa menggaruk kepala yang tak gatal. Ketika sang istri m
Gina tersenyum sinis mendengar pertanyaan dari sang mantan suami. Benarkah Guntara tidak tahu jika ibunya dan Aliyah tidak tahu masalah ini. Rasanya Salma ingin tertawa keras melihat wajah sang mantan suami yang dianggap pura-pura terkejut. Salma sudah kehilangan rasa percaya pada sosok laki-laki yang ada di depannya itu. "Kamu bisa baca surat keterangan Dokter itu. Kamu nggak buta huruf 'kan?" Salma menatap Guntara dengan sinis. "Dalam surat keterangan Dokter itu dijelaskan di rahim aku ada alat penunda kehamilan. Aku nggak merasa memasang alat itu. Toh, selama menjadi istri kamu, aku berjuang agar bisa hamil. Kenyataannya apa? Aku dicurangi oleh keluargamu. Aku wanita normal! Ah, sudahlah, aku nggak mau lagi memperdebatkan ini. Yang aku sesalkan, dulu mengapa aku nekat menikah dengan kamu yang nyatanya lahir dari seorang Ibu bernama Yulianti yang sangat jahat seperti iblis betina!" bentak Salma pada Guntara."Jaga omongan kamu! Dia ibuku!" Guntara merasa tidak suka dengan cara Salm
Telinga Salma panas mendengar ucapan ibu-ibu muda itu. Ia merasa tidak terima ketika harga dirinya direndahkan. Akan tetapi, memang serendah itu harga diri seorang Salma Utari. Wanita itu tega merusak kebahagiaan wanita lain demi hasrat liarnya."Kenapa wajah kamu sok sangar? Emang yang aku bilang bener 'kan?" tanya wanita itu dengan ketus."Apa maksud kalian ngomong kaya gitu ke aku? Aku bisa laporkan kalian atas tuduhan pencemaran nama baik pada polisi." Salma mengancam salah satu perempuan yang kini berdiri di dekat Gina."Laporkan saja. Aku juga akan melaporkan balik atas tuduhan perzinahan yang kamu lakukan di kampung ini. Gimana?" tanya si perempuan itu membuat Salma sangat terkejut dengan apa yang dikatakan oleh wanita itu.Bagi Salma, perdebatan tidak akan selesai. Lebih baik meninggalkan mereka semua. Lagi pula, bahaya jika mereka tahu apa yang dilakukannya bersama Danu. Bukan hanya Salma yang kena, Danu pun akan kena. Salma pun memacu motornya menuju ke arah rumah."Huuuu ..
Danu mandi dengan tenang meski melihat wajah Gina tampak biasa saja saat menerima uang itu. Bagi Danu, uang adalah salah satu alat yang membuat rahasianya bersama dengan Salma akan aman. Akan sampai kapan bisa seperti ini? Gina bukan perempuan yang bodoh.Fakta menyebutkan jika Danu tidak berjualan keliling di mana pun. Banyak tetangga yang mengatakan tidak melihat Danu. Lantas, apakah yang Gina pikirkan saat ini? Entah, ia sama sekali tidak punya bukti untuk menuduh sang suami. "Kamu masak apa?" tanya Danu setelah selesai mandi dan merasakan lapar yang luar biasa."Biasalah. Sayur bening, tahu, tempe goreng. Ada telur, kalo mau biar aku gorengkan," kata Gina dengan wajah datar."Kita makan di luar, yuk. Ya, sesekali kita makan di luar," kata Danu dengan lembut pada sang istri.Danu tidak mau jika Gina mendadak curiga dengan uang yang diberikannya tadi. Gina jelas tahu jika gerobak yang biasa dipakai Danu berjualan ada di jalan raya. Gina punya kunci serep untuk gerobak itu. Saat kun
Danu tidak akan sadar jika istri punya firasat kuat. Benar, suami Gina itu tidak langsung ke pasar untuk membeli buah. Danu pergi ke rumah Salma saat semua orang sedang terlelap tidur."Masuk, Mas, aku sampai nggak tidur dari jam sebelas malam tadi." Salma membuka pintu belakang rumahnya agar tidak banyak tetangga yang tahu.Danu menyimpan gerobak di dekat jalan raya lalu menggemboknya agar tidak dicuri orang. Suami Gina itu menelan saliva dengan susah payah saat melihat Salma memakai baju dinas. Gina tidak pernah memakai pakaian seperti itu. Sebagai seorang laki-laki, Danu tidak bisa menahannya sama sekali."Sayang, sabar ... aku kunci pintu dulu," kata Salma dengan nada mendesah saat sang kekasih menciumi leher jenjangnya.Mereka sudah kelewat batas saat ini, tidak ada selembar pakaian pun yang melekat pada tubuh mereka saat ini. Ya, Danu dan Salma melakukan hubungan layaknya suami dan istri. Danu lupa daratan, sang istri tidak pernah memberikan kepuasan seperti yang diberikan oleh
Salma duduk di salah satu warung makan setelah selesai berbelanja. Ia tidak lagi belanja di warung. Gunjingan tetangga kompleks luar biasa mengusik hati dan pikirannya. Bukan takut karena gunjingan itu, tetapi ia memikirkan Guntara.Ya, mantan suami Salma beberapa waktu ini selalu saja datang. Salma merasa risih dengan keberadaan sosok Guntara. Rasa cinta itu sudah hilang dari dalam hati Salma. Ia merasa sangat sakit hati pada sosok mantan suaminya."Mbak, ini nasi pesanannya," kata pelayan warung itu menyajikan sepiring nasi pecel pesanan Salma."Makasih, Mbak." Salma menatap pelayan perempuan muda itu sambil berusaha tersenyum.Salma menikmati sepiring nasi pecel dengan rempeyek teri yang ada di dalam toples. Sambil makan, janda tanpa anak itu memikirkan bagaimana menunjukkan pada orang lain jika dia tidak mandul. Untuk apa sudah melepas alat pengaman kehamilan itu jika tidak ada bukti jika tidak mandul? Salma pun mulai memikirkan banyak hal.'Aku sudah ada Danu, masalahnya dia ngga
Aliyah mengembuskan napas kasar saat ini. Penolakan Guntara itu membuatnya kesulitan menjelaskan pada sang mertua. Aliyah sendiri pada akhirnya memutuskan untuk tidak bekerja agar bisa cepat hamil. Akan tetapi, kehamilan yang ditunggu tidak kunjung hadir."Mas ... aku mohon satu kali ini saja kita pergi periksa ke Dokter. Supaya kita bisa tahu di mana letak kesalahannya. Dokter juga pasti akan memberikan solusi jika memang ada masalah pada kita berdua," kata Aliyah berusaha selembut mungkin saat berbicara pada sang suami."Masalah? Masalah apa? Yang jadi masalah itu bukan aku, tetapi ketika aku harus bercerai dengan Salma. Kamu tahu, aku menyesal menceraikannya," jawab Guntara sama sekali tidak nyambung dengan ucapan Aliyah."Kok malah bahas mantan istri kamu, Gun. Kamu itu harusnya ikut saja saat harus memeriksakan kesehatan reproduksi. Jadi, sama-sama tahu bagian mana yang salah atau harus diperbaiki. Ingat, Salma itu mandul, Gun. Lagi, kamu harus tahu, dia pernah jadi simpanan bos
Gina menampakkan wajah datar saat ini. Danu bingung ketika sang istri justru mengambilkan makan untuk Putri. Masih pagi, tetapi suasana di rumah kontrakan Danu sangat panas. Lebih tepatnya, Danu yang merasa ketakutan jika Gina tahu sesuatu."Tadi bener, kalo si Sarni cuma ngabarin iuran bulanan aja?" Danu mengekori sang istri dari belakang."Kalo kamu nggak percaya, tanya langsung saja sama Mbak Sarni." Gina malas berdebat dengan sang suami.Mendengar kabar sang suami dan Salma ke puncak saja sudah membuat darah Gina mendidih, ditambah lagi harus berdebat. Lagi pula, bukti sudah di depan mata, tetapi Danu seolah sangat santai. Sikap Danu yang seperti ini sering membuat Gina muak. "Lah? Kok aku yang harus tanya si Sarni. Sarni sama Santi itu sama saja, mereka suka bergosip, bergibah, ngomongongin orang kok di belakang orang lain. Kalo berani coba ngomongnya di depan orangnya langsung," omel Danu pada sang istri karena merasa tidak terima saat ini."Makanya tanya langsung saja sama ora
Pertengkaran semalam rupanya masih terbawa hingga pagi ini. Gina jelas tidak akan mengajak berbicara terlebih dahulu. Justru jika Danu tidak cepat menyadarinya, maka wanita berusia dua puluh empat tahun itu yang akan cari tahu. Gina kali ini mulai mengucek satu per satu pakaian.'Apa ini?'Gina menemukan tiket bus dengan jurusan Jakarta-Bandung dalam saku celana jeans Danu. Rasanya tidak mungkin jika mendadak ada tiket itu jika Danu tidak bepergian. Gina langsung memasukkan kertas basah itu ke dalam saku rok yang dipakainya. Danu sejak tadi hanya mengamati apa yang dilakukan oleh sang istri.Setengah jam lebih mencuci pakaian, kini Gina bersiap untuk mandi. Suara Putri membuat Gina gagal mandi. Anak perempuannya sudah bangun dan harus segera diurus. Jika tidak, Putri akan rewel.Gina dengan telaten mulai membujuk sang anak perempuan. Pertama, biasanya Gina akan memandikan Putri lalu mengajaknya sarapan. Namanya juga anak kecil, apa yang dikatan sang ibu belum tentu dipatuhi. Gina bers