"Nggak usah dikembalikan uangnya, Dan. Anggap saja uang jajan buat Putri." Hanya itu yang bisa terdengar oleh Gina dari ujung pintu kamarnya.
"Nggak bisa gitu, Mbak Salma. Gina nggak pernah bilang kalo ada pinjam uang sama, Mbak. Saya sebagai suaminya harus tanggung jawab," lanjut Danu sambil mengeluarkan dompet dan mengambil empat lembar uang pecahan lima puluh ribuan. Gina menahan napas karena terkejut. Ternyata Salma datang ke rumah kontrakan ini karena mau menagih hutang. Gina tidak bisa berbuat banyak karena memang tidak ada uang saat itu. Ia butuh uang karena Putri harus segera berobat. "Bukan gitu, Dan. Maksudku, pakai saja uangku itu. Toh, anggap saja rezekinya Putri. Mungkin Gina nggak ada pegang uang pas mau bawa anak kalian berobat," kata Salma menolak uang pemberian dari Danu. Napas Gina terengah menahan amarah. Ia tidak bisa lagi terus di dalam kamar. Uang itu masih tersisa separuhnya. Astaga! Kenapa hal ini membuat emosi. "Bu Salma, maaf, kalo saya pinjam uang terlalu lama. Ini saya ada seratus ribu. Separuhnya akan saya kembalikan lusa." Ucapan Gina membuat Salma dan Danu terkejut. Danu mengira jika Gina menidurkan Putri, ternyata tidak. Anak mereka ada dalam gendongan Gina. Putri tampak lapar karena sejak tadi menggigit jari-jemarinya. Gina pun kembali masuk ke dalam kamar dan membuka amplop cokelat berisi uang sumbangan dari warga. Gina mengambil uang lembaran seratus ribu lalu segera keluar dari kamar. Salma merasa tidak enak hati karena membahas utang Gina. Parahnya, Gina mendengar sendiri obrolan itu. Salma merasa canggung ketika berdua dengan Danu. "Tidak jadi lusa. Aku kembalikan sekarang saja. Utangku lunas, jangan lagi ditagih atau bahkan digosipkan dengan banyak tetangga." Gina menatap tajam ke arah Salma. "Oh, ya, sudah malam, saya dan Putri harus tidur," usir Gina sambil menatap ke arah pintu. "Oh, ya, maaf, sebenarnya bukan itu maksudku. Aku tidak ada maksud buat nagih uang itu sama Danu. Kamu salah sangka, Gin," kata Salma yang kini beranjak dari duduknya. 'Salah paham gimana? Orang jelas nagih masih dibilang salah paham.' Gina menggerutu di dalam hati saat ini. Orang yang dianggap tulus ternyata sangat jahat. Lantas orang seperti apa yang benar-benar bisa dipercaya Gina? Entahlah, Salma bisa tampak sangat baik, tetapi setelahnya sangat jahat. Gina tidak habis pikir dengan cara kotor yang dipakai oleh Salma "Saya pamit pulang dulu, ya, Danu dan Gina. Semoga Putri lekas sembuh," kata Salma yang saat ini sudah berada di depan pintu. Salma pun meninggalkan rumah kontrakan Danu. Ia segera melajukan motornya menuju ke rumah. Entahlah, ada rasa senang ketika bisa menjatuhkan Gina di depan Danu. Setelah ini sudah bisa dipastikan pasangan suami dan istri itu akan bertengkar. "Kamu kenapa malah pinjam uang sama Mbak Salma? Bikin malu aja!" Danu mengomel setelah Salma pulang. Gina mengembuskan napas panjang. Rasanya sangat lelah berdebat dengan Danu. Perdebatan itu akan panjang jika Gina menjawab setiap ucapan sang suami. Tanpa pikir panjang, Gina kembali ke kamar untuk mengambil uang. "Kamu mau ke mana?" tanya Danu saat melihat Gina keluar sambil menggendong Putri. Gina tidak menjawab karena malas. Ia pun berjalan menuju salah satu warung sembako untuk membeli beras dan telur. Tidak banyak yang dibeli oleh Gina saat ini, hanya beras satu kilo dan seperempat telur. Pemandangan tidak menyenangkan saat Gina baru saja pulang ke rumah; Danu tampak sedang makan. Ia makan makanan yang diberikan oleh Salma. Gina hanya bisa mengelus dada. Danu seolah merasa tidak bersalah sama sekali. Danu menatap ke arah anak dan istrinya. "Kamu nggak makan? Itu bungkusan lauk dan nasi banyak sekali. Nggak usah masak. Nasinya udah aku pindahin ke magic com," kata Danu dengan enteng. Gina hanya melirik sekilas dan segera ke belakang. Tak lama Putri merengek karena lapar. Terpaksa, Gina ikut mengambil nasi pemberian wanita ular itu. Ada nasi, sop daging, ayam goreng, tempe goreng, dan sambal; semua masakan itu adalah kesukaan Danu. "Putri mau makan sama, Bapak? Biar Ibu istirahat dulu," kata Danu yang baru saja selesai makan. Perubahan sikap Danu yang mendadak membuat Gina mengerjab beberapa kali. Danu tampak asyik dengan ponselnya. Saat Gina datang bersama Putri, benda pipih itu langsung diletakkan di meja. Entahlah, Gina tidak paham dengan sikap Danu. Gina pun menyerahkan Putri pada Danu. Ia tidak langsung makan, tetapi membersihkan diri terlebih dahulu. Mandi di rumah sakit itu hanya dengan sedikit air dan rasanya tubuh masih kurang bersih. Air di rumah sakit sangat terbatas karena kebetulan sedang ada perbaikan selama beberapa hari ini. Pagi datang dengan cepat, seperti biasa, Gina akan menyiapkan sarapan untuk sang suami dan juga anaknya. Danu sibuk bersiap menata semua buah-buahan yang ada di gerobaknya. Gina sesekali melirik ke arah Danu. Sekarang tidak hanya mangga saja yang dijual oleh Danu. "Mas, kamu jualan banyak buah sekarang?" Entah pertanyaan atau sebuah kecurigaan dari Gina saat ini. "Ya, mumpung ada rezeki aku coba aja ambil beberapa macam buah. Ada pepaya, melon, semangka, mangga, manggis, dan ini nanas. Kemarin juga hasil jualannya lumayan." Danu mengatakannya tanpa beban sama sekali pada sang istri. "Emang dapat modal dari mana? Beli kulakan semua itu butuh banyak modal loh." Gina kali ini sedikit memancing sang suami. "Ya, aku kemarin emang uang pokok modal dan keuntungan aku belikan semua buah ini. Aku kemas sendiri. Nggak satu kilo penuh ini, tapi hanya delapan ons saja. Jadi masih ada untung dari dua ons. Kalo jualannya di sekitar perkantoran dan pabrik lumayan cepat habis," jawab Danu tanpa curiga sedang dipancing oleh sang istri. "Jualan di pabrik?" Gina mengernyitkan dahi sambil memindahkan sayur sop yang baru saja dipanaskan ke dalam wadah besar. "Ya, tempat Mbak Salma bekerja. Karyawati pabrik sepatu itu lumayan banyak yang beli. Lumayanlah, bisa balik modal. Kalo hanya keliling perumahan dan kampung kaya biasanya juga nggak akan dapat banyak. Buah juga banyak yang busuk," jawab Danu sambil meletakkan beberapa kantung plastik di dekat tempat buah. Ada rasa sesak di dalam dada Gina saat mendengar nama Salma disebut. Bukan rasa cemburu, tetapi lebih pada rasa kesal yang luar biasa karena kejadian semalam. Sengaja atau tidak, Salma seperti sedang menjatuhkan Gina di depan Danu. Danu kali ini gantian menatap Gina yang sedang terdiam. "Kamu kemarin kenapa pinjam uang sama Mbak Salma?" Masih pagi mengapa harus pertanyaan itu yang keluar. "Dia semalam minta balik uang itu karena ada kebutuhan mendadak," lanjut Danu dengan nada lembut tetapi sukses membuat Gina meradang.Gina mengembuskan napas perlahan. Rasa sesak di dada itu nyata adanya. Gina melirik ke arah sang suami yang kini sibuk menyuapi Putri. Sial! Pemandangan itu nyatanya membuat hati Gina luluh."Aku sama sekali nggak ada uang buat ke puskesmas. Nggak mungkin aku jalan kaki ke puskesmas sementara Putri demam tinggi." Gina menjawab dengan nada datar."Lain kali, kamu bisa hubungi aku. Aku akan kasih kok uang buat kamu," jawab Danu enteng seolah menjadi suami yang sangat baik.Jika tidak diminta oleh Gina, Danu tidak akan mengeluarkan uang. Uang modal dan laba untuk mengembangkan dagangannya. Faktanya, justru Danu sering mengalami kerugian yang luar biasa. Entah mangga-mangga itu busuk, salah memberikan kembalian, atau banyak lagi yang lain.Gina kali ini membersihkan tubuhnya dan segera berganti pakaian. Selesai semua itu, Gina segera ke ruang tamu. Danu dan Putri tidak ada di sana. Samar-samar, terdengar seperti Danu sedang mengobrol dengan seseorang."Ya, aku nggak marahlah. Biar gimana
Gina mengembuskan napas perlahan. Ia mengenal suara itu yang tak lain adalah Guntara--mantan suaminya. Entah ada keperluan apa datang sepagi ini. Gedoran pintu rumah kontrakan Gina semakin keras."Mungkin lagi di kamar mandi, Mbak Salma-nya, Mas. Tadi, ada kok dan belum berangkat kerja," kata salah satu tetangga yang masih terdengar oleh Danu dan Salma."Oh, gitu? Atau sedang ada tamu. Ini ada sandal laki-laki," kata Guntara menunjuk sepasang sandal laki-laki yang ada di teras rumah kontrakan Salma."Waduh, kalo itu saya nggak tahu. Mungkin sandal orang yang kemarin membersihkan got depan itu. Got itu mampet dan banjir saat hujan," kata tetangga Salma yang memang tidak salah.Guntara bukan cemburu, tetapi memang rasanya sangat aneh. Salma biasanya langsung membukakan pintu rumah ini. Kali ini tidak. Guntara hanya ingin membicarakan sesuatu pada Salma. Pagi adalah waktu yang tepat untuk bicara."Maaf, ada apa? Saya dari kamar mandi. Kebetulan perut saya tidak enak." Salma terpaksa kelu
Perempuan itu adalah Arumi, salah satu anak pejabat yang tinggal tak jauh dari kawasan kontrakan Salma dan Danu. Jika sudah mencari Danu, pasti Arumi ada keperluan dengan Gina. Entah meminta Gina untuk membantu pekerjaan rumah atau pekerjaan yang lain."Nanti gerobaknya ditarik aja. Biar Mang Dadang yang kaitkan dengan tali dengan bagian belakang mobil." Arumi menunjuk bagian belakang mobilnya.Gegas Mang Dadang pun segera membuka bagian belakang mobil milik sang majikan. Ia mengikat gerobak milik Danu tanpa menunggu diperintah dua kali. Kedua orang tua Danu ingin segera bertemu dengan Gina. Padahal, Danu belum mengiakan permintaan Arumi."Sudah, Mas Danu silakan duduk di depan. Biar saya yang di bagian tengah." Arumi justru membukakan pintu untuk Danu.Gagal sudah rencana Salma bermesraan dengan Danu. Arumi seolah datang tanpa permisi. Akan tetapi, Salma tidak bisa berbuat banyak. Ia pasrah dengan apa yang terjadi.Sesampainya di rumah kontrakan Danu, tampak Gina sedang menyuapi Putr
Santi sengaja mengikuti Salma hingga depan warung Mpok Lela. Santi memang tidak suka dengan Salma. Sikap arogansi Salma di pabrik membuat muak banyak karyawati lain. Janda tanpa anak ini tak segan memotong gaji karyawan lain jika dinilai tidak becus dalam bekerja."Kamu kenapa? Mau belanja juga?" Salma tidak menggubris sindiran keras Santi. "Kalo mau belanja silakan milih dulu. Aku santai kok. Cuma mau beli telur dan sayuran secukupnya saja," kata Salma dengan sikap elegan."Nggak, cuma mau mengingatkan. Jangan ganggu suami-suami orang yang ada di kompleks ini. Jangan pernah menjadi murah hanya karena mantan suami sudah menikahi istri keduanya secara sah baik sah secara agama dan negara." Santi mencibir nasib pernikahan Salma yang terdahulu.Guntara adalah kakak sepupu Santi. Mereka bersaudara. Ayah Guntara adalah kakak kandung ibunda dari Santi. Wajar jika Santi tahu seperti apa Salma. Mereka sama sekali tidak cocok satu dengan lainnya. Salma pernah berusaha mendekati suami Santi."K
Aliyah kali ini sangat terpojok saat mendengar ucapan mantan kakak madunya itu. Apa yang dikatakan Salma memang benar adanya. Kini istri Guntara itu tidak bisa berbuat banyak. Ia pun menatap Salma dengan tatapan memelas."Mbak, saya tahu, dulu saya salah telah membuat Mbak Salma berpisah dengan Mas Guntara. Tapi, sekarang, saya mohon, Mbak kembali menikah dengan Mas Guntara." Aliyah mengatakannya dengan menekan rasa sakit luar biasa di dalam hatinya.Aliyah memang mendapatkan restu dari Yulianti, tetapi berbeda dengan Salma. Yulianti tidak pernah menyukai mantan istri Guntara itu. Padahal, Guntara dan Salma sudah berpacaran sangat lama sejak mereka SMA dulu. Restu memang tak kunjung didapatkan karena Salma berasal dari keluarga biasa dan bukan anak kuliahan. Guntara adalah salah seorang pegawai bank swasta. Ia sosok yang sangat sukses dalam karir, tetapi tidak untuk masalah percintaan. Entahlah, mengapa Yulianti dulu sangat membenci Salma. Salma dulu, bukanlah perempuan penggoda sepe
Pukul delapan malam, Danu baru saja sampai di rumah. Ia terkejut saat melihat sang istri sudah di rumah terlebih dahulu. Jika pergi kerja membantu memasak di rumah orang lain, Gina akan pulang paling cepat pukul sepuluh malam. Sial, Gina pasti melihat gerobak buah itu ada di depan rumah."Kamu kok udah pulang? Emang masaknya nggak banyak?" Danu justru menunjukkan rasa tidak suka jika Gina pulang lebih cepat."Kenapa?" tanya Gina yang saat ini sibuk dengan ponsel di tangannya.Putri sudah tidur sejak tadi pukul 18.30 karena kelelahan. Setelah mandi sore di rumah Arumi, Putri memang tampak mengantuk. Sisa obat dari rumah sakit memang memberikan efek mengantuk. Gina bekerja sambil menggendong Putri di belakang."Kamu itu! Suami pulang bukannya disambut malah enak-enakan main ponsel. Emang nggak tahu diri!" Danu kelepasan emosi untuk menutupi kesalahannya.Danu tahu jika Gina saat ini curiga dengan tingkah lakunya. Salah sedikit saja bisa berakibat fatal. Gina tak akan segan memaki-maki d
Salma mengingat setiap kejadian di masa lalu saat masih menjadi istri Guntara. Kala itu perekonomian mereka memang belum stabil. Guntara masih menjadi pegawai tidak tetap di salah satu bank. Gajinya hanya cukup untuk membayar uang kontrakan dan keperluan Yulianti juga dua adik Guntara. Mereka dulu pernah setuju untuk menunda punya momongan."Saya lupa, Dok. Banyaknya permasalahan membuat saya lupa jika masih terpasang alat kontrasepsi itu." Hanya itu jawaban yang bisa disampaikan oleh Salma.Menyalahkan Guntara dan keluarganya juga bukan solusi terbaik saat ini. Masalah tidak akan selesai dan bahkan Yulianti pasti akan memaki-makinya. Entahlah, Salma bingung bagaimana bisa lupa jika masih ada alat itu terpasang pada rahimnya. Lantas, mengapa Guntara tidak memberikan pembelaan saat Yulianti menuduhnya mandul?"Jadi mau dilepas saja atau bagaimana?" tanya dokter Mira setelah menunggu Salma kembali berbicara."Dilepas saja, Dok. Saya sudah bercerai dengan suami saya," kata Salma tanpa pi
Pertengkaran semalam rupanya masih terbawa hingga pagi ini. Gina jelas tidak akan mengajak berbicara terlebih dahulu. Justru jika Danu tidak cepat menyadarinya, maka wanita berusia dua puluh empat tahun itu yang akan cari tahu. Gina kali ini mulai mengucek satu per satu pakaian.'Apa ini?'Gina menemukan tiket bus dengan jurusan Jakarta-Bandung dalam saku celana jeans Danu. Rasanya tidak mungkin jika mendadak ada tiket itu jika Danu tidak bepergian. Gina langsung memasukkan kertas basah itu ke dalam saku rok yang dipakainya. Danu sejak tadi hanya mengamati apa yang dilakukan oleh sang istri.Setengah jam lebih mencuci pakaian, kini Gina bersiap untuk mandi. Suara Putri membuat Gina gagal mandi. Anak perempuannya sudah bangun dan harus segera diurus. Jika tidak, Putri akan rewel.Gina dengan telaten mulai membujuk sang anak perempuan. Pertama, biasanya Gina akan memandikan Putri lalu mengajaknya sarapan. Namanya juga anak kecil, apa yang dikatan sang ibu belum tentu dipatuhi. Gina bers