Share

Lima

last update Last Updated: 2024-05-30 14:46:41

"Nggak usah dikembalikan uangnya, Dan. Anggap saja uang jajan buat Putri." Hanya itu yang bisa terdengar oleh Gina dari ujung pintu kamarnya.

"Nggak bisa gitu, Mbak Salma. Gina nggak pernah bilang kalo ada pinjam uang sama, Mbak. Saya sebagai suaminya harus tanggung jawab," lanjut Danu sambil mengeluarkan dompet dan mengambil empat lembar uang pecahan lima puluh ribuan.

Gina menahan napas karena terkejut. Ternyata Salma datang ke rumah kontrakan ini karena mau menagih hutang. Gina tidak bisa berbuat banyak karena memang tidak ada uang saat itu. Ia butuh uang karena Putri harus segera berobat.

"Bukan gitu, Dan. Maksudku, pakai saja uangku itu. Toh, anggap saja rezekinya Putri. Mungkin Gina nggak ada pegang uang pas mau bawa anak kalian berobat," kata Salma menolak uang pemberian dari Danu.

Napas Gina  terengah menahan amarah. Ia tidak bisa lagi terus di dalam kamar. Uang itu masih tersisa separuhnya. Astaga! Kenapa hal ini membuat emosi.

"Bu Salma, maaf, kalo saya pinjam uang terlalu lama. Ini saya ada seratus ribu. Separuhnya akan saya kembalikan lusa." Ucapan Gina membuat Salma dan Danu terkejut.

Danu mengira jika Gina menidurkan Putri, ternyata tidak. Anak mereka ada dalam gendongan Gina. Putri tampak lapar karena sejak tadi menggigit jari-jemarinya. Gina pun kembali masuk ke dalam kamar dan membuka amplop cokelat berisi uang sumbangan dari warga.

Gina mengambil uang lembaran seratus ribu lalu segera keluar dari kamar. Salma merasa tidak enak hati karena membahas utang Gina. Parahnya, Gina mendengar sendiri obrolan itu. Salma merasa canggung ketika berdua dengan Danu.

"Tidak jadi lusa. Aku kembalikan sekarang saja. Utangku lunas, jangan lagi ditagih atau bahkan digosipkan dengan banyak tetangga." Gina menatap tajam ke arah Salma. "Oh, ya, sudah malam, saya dan Putri harus tidur," usir Gina sambil menatap ke arah pintu.

"Oh, ya, maaf, sebenarnya bukan itu maksudku. Aku tidak ada maksud buat nagih uang itu sama Danu. Kamu salah sangka, Gin," kata Salma yang kini beranjak dari duduknya. 

'Salah paham gimana? Orang jelas nagih masih dibilang salah paham.' Gina menggerutu di dalam hati saat ini.

Orang yang dianggap tulus ternyata sangat jahat. Lantas orang seperti apa yang benar-benar bisa dipercaya Gina? Entahlah, Salma bisa tampak sangat baik, tetapi setelahnya sangat jahat. Gina tidak habis pikir dengan cara kotor yang dipakai oleh Salma 

"Saya pamit pulang dulu, ya, Danu dan Gina. Semoga Putri lekas sembuh," kata Salma yang saat ini sudah berada di depan pintu.

Salma pun meninggalkan rumah kontrakan Danu. Ia segera melajukan motornya menuju ke rumah. Entahlah, ada rasa senang ketika bisa menjatuhkan Gina di depan Danu. Setelah ini sudah bisa dipastikan pasangan suami dan istri itu akan bertengkar.

"Kamu kenapa malah pinjam uang sama Mbak Salma? Bikin malu aja!" Danu mengomel setelah Salma pulang.

Gina mengembuskan napas panjang. Rasanya sangat lelah berdebat dengan Danu. Perdebatan itu akan panjang jika Gina menjawab setiap ucapan sang suami. Tanpa pikir panjang, Gina kembali ke kamar untuk mengambil uang.

"Kamu mau ke mana?" tanya Danu saat melihat Gina keluar sambil menggendong Putri. 

Gina tidak menjawab karena malas. Ia pun berjalan menuju salah satu warung sembako untuk membeli beras dan telur. Tidak banyak yang dibeli oleh Gina saat ini, hanya beras satu kilo dan seperempat telur. 

Pemandangan tidak menyenangkan saat Gina baru saja pulang ke rumah; Danu tampak sedang makan. Ia makan makanan yang diberikan oleh Salma. Gina hanya bisa mengelus dada. Danu seolah merasa tidak bersalah sama sekali. Danu menatap ke arah anak dan istrinya.

"Kamu nggak makan? Itu bungkusan lauk dan nasi banyak sekali. Nggak usah masak. Nasinya udah aku pindahin ke magic com," kata Danu dengan enteng.

Gina hanya melirik sekilas dan segera ke belakang. Tak lama Putri merengek karena lapar. Terpaksa, Gina ikut mengambil nasi pemberian wanita ular itu. Ada nasi, sop daging, ayam goreng, tempe goreng, dan sambal; semua masakan itu adalah kesukaan Danu.

"Putri mau makan sama, Bapak? Biar Ibu istirahat dulu," kata Danu yang baru saja selesai makan.

Perubahan sikap Danu yang mendadak membuat Gina mengerjab beberapa kali. Danu tampak asyik dengan ponselnya. Saat Gina datang bersama Putri, benda pipih itu langsung diletakkan di meja. Entahlah, Gina tidak paham dengan sikap Danu.

Gina pun menyerahkan Putri pada Danu. Ia tidak langsung makan, tetapi membersihkan diri terlebih dahulu. Mandi di rumah sakit itu hanya dengan sedikit air dan rasanya tubuh masih kurang bersih. Air di rumah sakit sangat terbatas karena kebetulan sedang ada perbaikan selama beberapa hari ini.

Pagi datang dengan cepat, seperti biasa, Gina akan menyiapkan sarapan untuk sang suami dan juga anaknya. Danu sibuk bersiap menata semua buah-buahan yang ada di gerobaknya. Gina sesekali melirik ke arah Danu. Sekarang tidak hanya mangga saja yang dijual oleh Danu.

"Mas, kamu jualan banyak buah sekarang?" Entah pertanyaan atau sebuah kecurigaan dari Gina saat ini.

"Ya, mumpung ada rezeki aku coba aja ambil beberapa macam buah. Ada pepaya, melon, semangka, mangga, manggis, dan ini nanas. Kemarin juga hasil jualannya lumayan." Danu mengatakannya tanpa beban sama sekali pada sang istri.

"Emang dapat modal dari mana? Beli kulakan semua itu butuh banyak modal loh." Gina kali ini sedikit memancing sang suami.

"Ya, aku kemarin emang uang pokok modal dan keuntungan aku belikan semua buah ini. Aku kemas sendiri. Nggak satu kilo penuh ini, tapi hanya delapan ons saja. Jadi masih ada untung dari dua ons. Kalo jualannya di sekitar perkantoran dan pabrik lumayan cepat habis," jawab Danu tanpa curiga sedang dipancing oleh sang istri.

"Jualan di pabrik?" Gina mengernyitkan dahi sambil memindahkan sayur sop yang baru saja dipanaskan ke dalam wadah besar.

"Ya, tempat Mbak Salma bekerja. Karyawati pabrik sepatu itu lumayan banyak yang beli. Lumayanlah, bisa balik modal. Kalo hanya keliling perumahan dan kampung kaya biasanya juga nggak akan dapat banyak. Buah juga banyak yang busuk," jawab Danu sambil meletakkan beberapa kantung plastik di dekat tempat buah.

Ada rasa sesak di dalam dada Gina saat mendengar nama Salma disebut. Bukan rasa cemburu, tetapi lebih pada rasa kesal yang luar biasa karena kejadian semalam. Sengaja atau tidak, Salma seperti sedang menjatuhkan Gina di depan Danu. Danu kali ini gantian menatap Gina yang sedang terdiam.

"Kamu kemarin kenapa pinjam uang sama Mbak Salma?" Masih pagi mengapa harus pertanyaan itu yang keluar. "Dia semalam minta balik uang itu karena ada kebutuhan mendadak," lanjut Danu dengan nada lembut tetapi sukses membuat Gina meradang.

Related chapters

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Enam

    Gina mengembuskan napas perlahan. Rasa sesak di dada itu nyata adanya. Gina melirik ke arah sang suami yang kini sibuk menyuapi Putri. Sial! Pemandangan itu nyatanya membuat hati Gina luluh."Aku sama sekali nggak ada uang buat ke puskesmas. Nggak mungkin aku jalan kaki ke puskesmas sementara Putri demam tinggi." Gina menjawab dengan nada datar."Lain kali, kamu bisa hubungi aku. Aku akan kasih kok uang buat kamu," jawab Danu enteng seolah menjadi suami yang sangat baik.Jika tidak diminta oleh Gina, Danu tidak akan mengeluarkan uang. Uang modal dan laba untuk mengembangkan dagangannya. Faktanya, justru Danu sering mengalami kerugian yang luar biasa. Entah mangga-mangga itu busuk, salah memberikan kembalian, atau banyak lagi yang lain.Gina kali ini membersihkan tubuhnya dan segera berganti pakaian. Selesai semua itu, Gina segera ke ruang tamu. Danu dan Putri tidak ada di sana. Samar-samar, terdengar seperti Danu sedang mengobrol dengan seseorang."Ya, aku nggak marahlah. Biar gimana

    Last Updated : 2024-07-04
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Tujuh

    Gina mengembuskan napas perlahan. Ia mengenal suara itu yang tak lain adalah Guntara--mantan suaminya. Entah ada keperluan apa datang sepagi ini. Gedoran pintu rumah kontrakan Gina semakin keras."Mungkin lagi di kamar mandi, Mbak Salma-nya, Mas. Tadi, ada kok dan belum berangkat kerja," kata salah satu tetangga yang masih terdengar oleh Danu dan Salma."Oh, gitu? Atau sedang ada tamu. Ini ada sandal laki-laki," kata Guntara menunjuk sepasang sandal laki-laki yang ada di teras rumah kontrakan Salma."Waduh, kalo itu saya nggak tahu. Mungkin sandal orang yang kemarin membersihkan got depan itu. Got itu mampet dan banjir saat hujan," kata tetangga Salma yang memang tidak salah.Guntara bukan cemburu, tetapi memang rasanya sangat aneh. Salma biasanya langsung membukakan pintu rumah ini. Kali ini tidak. Guntara hanya ingin membicarakan sesuatu pada Salma. Pagi adalah waktu yang tepat untuk bicara."Maaf, ada apa? Saya dari kamar mandi. Kebetulan perut saya tidak enak." Salma terpaksa kelu

    Last Updated : 2024-07-05
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Delapan

    Perempuan itu adalah Arumi, salah satu anak pejabat yang tinggal tak jauh dari kawasan kontrakan Salma dan Danu. Jika sudah mencari Danu, pasti Arumi ada keperluan dengan Gina. Entah meminta Gina untuk membantu pekerjaan rumah atau pekerjaan yang lain."Nanti gerobaknya ditarik aja. Biar Mang Dadang yang kaitkan dengan tali dengan bagian belakang mobil." Arumi menunjuk bagian belakang mobilnya.Gegas Mang Dadang pun segera membuka bagian belakang mobil milik sang majikan. Ia mengikat gerobak milik Danu tanpa menunggu diperintah dua kali. Kedua orang tua Danu ingin segera bertemu dengan Gina. Padahal, Danu belum mengiakan permintaan Arumi."Sudah, Mas Danu silakan duduk di depan. Biar saya yang di bagian tengah." Arumi justru membukakan pintu untuk Danu.Gagal sudah rencana Salma bermesraan dengan Danu. Arumi seolah datang tanpa permisi. Akan tetapi, Salma tidak bisa berbuat banyak. Ia pasrah dengan apa yang terjadi.Sesampainya di rumah kontrakan Danu, tampak Gina sedang menyuapi Putr

    Last Updated : 2024-07-06
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Sembilan

    Santi sengaja mengikuti Salma hingga depan warung Mpok Lela. Santi memang tidak suka dengan Salma. Sikap arogansi Salma di pabrik membuat muak banyak karyawati lain. Janda tanpa anak ini tak segan memotong gaji karyawan lain jika dinilai tidak becus dalam bekerja."Kamu kenapa? Mau belanja juga?" Salma tidak menggubris sindiran keras Santi. "Kalo mau belanja silakan milih dulu. Aku santai kok. Cuma mau beli telur dan sayuran secukupnya saja," kata Salma dengan sikap elegan."Nggak, cuma mau mengingatkan. Jangan ganggu suami-suami orang yang ada di kompleks ini. Jangan pernah menjadi murah hanya karena mantan suami sudah menikahi istri keduanya secara sah baik sah secara agama dan negara." Santi mencibir nasib pernikahan Salma yang terdahulu.Guntara adalah kakak sepupu Santi. Mereka bersaudara. Ayah Guntara adalah kakak kandung ibunda dari Santi. Wajar jika Santi tahu seperti apa Salma. Mereka sama sekali tidak cocok satu dengan lainnya. Salma pernah berusaha mendekati suami Santi."K

    Last Updated : 2024-07-07
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Sepuluh

    Aliyah kali ini sangat terpojok saat mendengar ucapan mantan kakak madunya itu. Apa yang dikatakan Salma memang benar adanya. Kini istri Guntara itu tidak bisa berbuat banyak. Ia pun menatap Salma dengan tatapan memelas."Mbak, saya tahu, dulu saya salah telah membuat Mbak Salma berpisah dengan Mas Guntara. Tapi, sekarang, saya mohon, Mbak kembali menikah dengan Mas Guntara." Aliyah mengatakannya dengan menekan rasa sakit luar biasa di dalam hatinya.Aliyah memang mendapatkan restu dari Yulianti, tetapi berbeda dengan Salma. Yulianti tidak pernah menyukai mantan istri Guntara itu. Padahal, Guntara dan Salma sudah berpacaran sangat lama sejak mereka SMA dulu. Restu memang tak kunjung didapatkan karena Salma berasal dari keluarga biasa dan bukan anak kuliahan. Guntara adalah salah seorang pegawai bank swasta. Ia sosok yang sangat sukses dalam karir, tetapi tidak untuk masalah percintaan. Entahlah, mengapa Yulianti dulu sangat membenci Salma. Salma dulu, bukanlah perempuan penggoda sepe

    Last Updated : 2024-07-08
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Sebelas

    Pukul delapan malam, Danu baru saja sampai di rumah. Ia terkejut saat melihat sang istri sudah di rumah terlebih dahulu. Jika pergi kerja membantu memasak di rumah orang lain, Gina akan pulang paling cepat pukul sepuluh malam. Sial, Gina pasti melihat gerobak buah itu ada di depan rumah."Kamu kok udah pulang? Emang masaknya nggak banyak?" Danu justru menunjukkan rasa tidak suka jika Gina pulang lebih cepat."Kenapa?" tanya Gina yang saat ini sibuk dengan ponsel di tangannya.Putri sudah tidur sejak tadi pukul 18.30 karena kelelahan. Setelah mandi sore di rumah Arumi, Putri memang tampak mengantuk. Sisa obat dari rumah sakit memang memberikan efek mengantuk. Gina bekerja sambil menggendong Putri di belakang."Kamu itu! Suami pulang bukannya disambut malah enak-enakan main ponsel. Emang nggak tahu diri!" Danu kelepasan emosi untuk menutupi kesalahannya.Danu tahu jika Gina saat ini curiga dengan tingkah lakunya. Salah sedikit saja bisa berakibat fatal. Gina tak akan segan memaki-maki d

    Last Updated : 2024-07-09
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Dua Belas

    Salma mengingat setiap kejadian di masa lalu saat masih menjadi istri Guntara. Kala itu perekonomian mereka memang belum stabil. Guntara masih menjadi pegawai tidak tetap di salah satu bank. Gajinya hanya cukup untuk membayar uang kontrakan dan keperluan Yulianti juga dua adik Guntara. Mereka dulu pernah setuju untuk menunda punya momongan."Saya lupa, Dok. Banyaknya permasalahan membuat saya lupa jika masih terpasang alat kontrasepsi itu." Hanya itu jawaban yang bisa disampaikan oleh Salma.Menyalahkan Guntara dan keluarganya juga bukan solusi terbaik saat ini. Masalah tidak akan selesai dan bahkan Yulianti pasti akan memaki-makinya. Entahlah, Salma bingung bagaimana bisa lupa jika masih ada alat itu terpasang pada rahimnya. Lantas, mengapa Guntara tidak memberikan pembelaan saat Yulianti menuduhnya mandul?"Jadi mau dilepas saja atau bagaimana?" tanya dokter Mira setelah menunggu Salma kembali berbicara."Dilepas saja, Dok. Saya sudah bercerai dengan suami saya," kata Salma tanpa pi

    Last Updated : 2024-07-10
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Tiga Belas

    Pertengkaran semalam rupanya masih terbawa hingga pagi ini. Gina jelas tidak akan mengajak berbicara terlebih dahulu. Justru jika Danu tidak cepat menyadarinya, maka wanita berusia dua puluh empat tahun itu yang akan cari tahu. Gina kali ini mulai mengucek satu per satu pakaian.'Apa ini?'Gina menemukan tiket bus dengan jurusan Jakarta-Bandung dalam saku celana jeans Danu. Rasanya tidak mungkin jika mendadak ada tiket itu jika Danu tidak bepergian. Gina langsung memasukkan kertas basah itu ke dalam saku rok yang dipakainya. Danu sejak tadi hanya mengamati apa yang dilakukan oleh sang istri.Setengah jam lebih mencuci pakaian, kini Gina bersiap untuk mandi. Suara Putri membuat Gina gagal mandi. Anak perempuannya sudah bangun dan harus segera diurus. Jika tidak, Putri akan rewel.Gina dengan telaten mulai membujuk sang anak perempuan. Pertama, biasanya Gina akan memandikan Putri lalu mengajaknya sarapan. Namanya juga anak kecil, apa yang dikatan sang ibu belum tentu dipatuhi. Gina bers

    Last Updated : 2024-07-11

Latest chapter

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Tujuh

    Udara malam menyelimuti rumah kontrakan Danu dengan keheningan yang mencekam. Cahaya lampu jalan yang temaram menyoroti halaman sempit di depan rumah. Angin berembus pelan, mengayun tirai jendela yang dibiarkan terbuka sedikit, memberikan celah bagi cahaya bulan untuk masuk. Aroma tanah basah sisa hujan sore tadi masih tercium samar-samar.'Aku dan Salma sama-sama saling menguntungkan. Aku jelas tidak salah. Gina jauh!' Danu masih membayangkan aktivitas mereka saat di hotel beberapa waktu yang lalu.Danu duduk di kursi kayu tua di sudut ruangan, tangan kirinya memegang gelas berisi kopi hitam yang masih mengepul. Ia baru saja selesai mandi, rambutnya yang masih basah sedikit berantakan, meneteskan air ke kaus oblong yang dikenakannya. Pandangannya kosong, menatap ke luar jendela dengan mata sedikit sayu. Di dalam pikirannya, ada banyak hal yang berkecamuk—tentang Salma, tentang Gina, dan tentang kehidupannya yang semakin rumit.Ada Salma di rumah ini. Setelah kejadian itu, baru sekara

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Enam

    Sepanjang perjalanan menuju rumah, Salma selalu tersenyum. Ia masih mengingat bagaimana permainan Danu semalam. Sangat memuaskan dan Salma hampir kewalahan. Mendadak Salma membandingkan permainan ranjang Guntara dan Danu, lantas senyumnya langsung memudar. Salma baru saja tiba di rumahnya, sebuah rumah minimalis dengan pagar putih sederhana. Malam sudah larut, udara dingin menyelimuti lingkungan sekitar. Langit tampak gelap tanpa bintang, hanya rembulan yang bersinar redup di balik awan tipis. Rasa lelah masih menggelayut di tubuhnya, setelah seharian berada di luar rumah. Namun, belum sempat ia menghela napas lega, langkahnya terhenti.Di teras rumahnya, seorang pria berdiri tegap dengan tatapan tajam yang menusuk ke arah Salma. Guntara.'Ngapain dia di sana!' Salma menggerutu di dalam hati saat melihat Guntara duduk di salah satu kursi yang ada di terasnya.Salma kesal saat melihat sang mantan suami. Entah sejak kapan pria itu berada di sana. Salma tidak melihat mobilnya terparkir

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Lima

    Danu duduk di karpet rumah kontrakan dengan wajah kusut. Asap rokok yang mengepul di ujung jarinya perlahan membaur dengan udara dingin yang masuk dari jendela. Matanya menatap kosong ke arah jendela besar yang memperlihatkan kilauan lampu kota di malam hari. Hujan baru saja reda, meninggalkan jejak basah di trotoar dan jalan raya yang memantulkan cahaya lampu kendaraan yang melintas. Ternyata tidak semudah itu!Di depannya, Salma berdiri dengan tangan terlipat di dada, wajahnya penuh dengan ketegangan. Perempuan itu baru saja mentransfer sejumlah besar uang ke rekening Danu, dan kini menuntut kepastian. Ya, Danu meminta kompensasi atas apa yang diminta oleh Salma. Mereka baru saja beradu argumen dengan Guntara."Apa tidak ada pilihan lain?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Danu tanpa basa-basi sama sekali. "Kita sudah sepakat, Danu," ucapnya dingin. "Aku sudah melunasi hutang-hutangmu. Sekarang giliranmu melakukan bagianmu."Danu menghela napas panjang, membuang sisa rokoknya ke asb

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   54

    "Ck! Udah nggak ada uang lagi. Sepuluh ribu saja sisa uang celengan milik Gina!" Danu melempar celengan dari bahan kaleng yang dulu dibeli oleh sang istri.Gina memang punya kebiasaan memasukkan uang sisa belanja atau sengaja menyisihkan uang dalam celengan yang bisa dibuka. Celengan itu tidak dibawa oleh Gina, entah lupa atau sengaja. Uang dalam celengan itu digunakan Danu untuk bertahan hidup. Namun, perlahan, tetapi pasti uang itu habis. Sementara itu, sudah lebih dari satu bulan, tetapi Danu masih belum memberikan jawaban pasti. Salma mulai kehilangan kesabaran. Setiap kali mereka bertemu, tatapan matanya penuh harap, tetapi Danu hanya terdiam atau mengalihkan pembicaraan. Danu memang sengaja mengulur waktu hingga Gina mengirimkan uang. Namun, harapannya itu sia-sia, Gina tidak mengirim uang itu.Di dalam rumah kontrakan minimalisnya, Salma duduk di tepi jendela, memandangi langit malam yang pekat. Lampu-lampu kota berpendar di kejauhan, tetapi pikirannya berkecamuk. Ia sudah mer

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Tiga

    Sudah hampir sebulan Gina berada di Jerman. Kota Berlin yang dingin dengan langit kelabu menjadi saksi bisu perjuangannya untuk memulai hidup baru. Meski pekerjaannya sebagai pelayan restoran terbilang berat, Gina tetap menjalani hari-harinya dengan tabah. Waktu senggangnya sering ia habiskan di kamar kecil apartemennya untuk video call dengan Putri, anak semata wayangnya yang kini diasuh oleh Reza dan istrinya. Gina sering kali harus menahan tangis karena menahan kerinduan pada buah hati."Bunda, aku di sini baik-baik saja. Aku juga sering diajak Om Reza ke taman kalo sore. Kami sambil makan."Kata-kata yang keluar dari mulut Putri dengan logat cadelnya membuat Gina harus menahan tangis. Ia merindukan sang anak. Hal terberat bagi Gina adalah meninggalkan Putri. Ada rasa bersalah yang luar biasa saat meninggalkan sang anak. Namun, itu harus dilakukan demi masa depan mereka berdua.Saat video call berlangsung, Putri tampak ceria seperti biasa. Anak kecil itu bercerita tentang mainan ba

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Dua

    Langit sore yang suram menambah kelam suasana di salah satu ruangan rumah sakit. Di dalam ruang tunggu VIP, kedua orang tua Aliyah duduk dengan wajah tegang dan penuh amarah. Pak Ridwan, ayah Aliyah, melipat tangan di depan dada, matanya menatap tajam ke arah Yulianti yang duduk di seberang mereka. Sementara itu, Bu Rina, ibu Aliyah, menahan napas dengan dada yang berdegup kencang, mencoba mengontrol emosinya yang sudah hampir meledak.Suasana sangat mencekam, horor. Sebagai seorang ayah, Ridwan jelas tidak bisa menerima apa yang menimpa sang putri. Aliyah adalah anak semata wayang mereka. Mereka menyesal baru tahu jika kehidupan rumah tangga anak mereka tidak baik-baik saja. "Bu Yulianti," suara Pak Ridwan terdengar dingin. "Saya rasa percuma kita terus menunggu. Guntara sudah jelas tidak akan datang. Anda tahu sendiri dia sedang sibuk mengejar perempuan lain, bukan?"Yulianti terdiam. Wajahnya pucat, dan matanya menunjukkan rasa bersalah yang mendalam. Tangannya meremas tisu yang h

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Satu

    Malam semakin larut ketika Guntara akhirnya tiba di parkiran rumah sakit. Ia mematikan mesin mobilnya dan duduk diam sejenak di balik kemudi. Di luar, lampu-lampu jalanan menerangi aspal yang basah akibat hujan ringan sebelumnya. Udara di dalam mobil terasa pengap, seolah menekan dadanya, namun bukan karena kurangnya ventilasi—melainkan karena beban pikiran yang menghantui."Pada akhirnya semua akan terbongkar dengan sendirinya. Aku muak dengan mereka semua. Mereka diam-diam jahat!" Guntara berbicara seorang diri sambil meremas rambut dengan kasar. Guntara sudah terlalu kecewa dengang sang ibu, Yulianti. Sangat kejam karena telah jahat pada Salma. Mereka sebenarnya tidak ada masalah. Kali ini Guntara merasa sangat menyesal dan perasaan bersalah pada Salma sangat menghantui hidupnya.Guntara menarik napas panjang. Ia tidak tahu apa yang mendorongnya untuk datang ke rumah sakit malam ini. Rasanya ada yang harus ia selesaikan, sesuatu yang tidak bisa menunggu. Aliyah pasti masih ada di

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh

    Suasana senja mulai merayap saat Guntara memarkir mobilnya di depan rumah. Wajahnya terlihat tegang, dengan rahang yang sesekali mengatup erat, menahan kemarahan yang masih membara. Pertemuannya dengan Salma di rumah itu tadi menjadi pemicu. Kata-kata Salma terus terngiang di kepalanya, menambah sesak di dadanya.Guntara bahkan tidak bisa menjawab ucapan Salma. Sang mantan istri sangat menolak ide gila. Menceraikan Aliyah akan ditempuh Guntara agar Salma mau rujuk. Namun, kenyataan berkata lain, Salma menolak mentah-mentah ide itu.'Apa dia juga nggak mikir kalo Danu masih sah secara hukum dan agama sebagai istri Gina? Bahkan Gina rela menjadi tulang punggung.' Danu hanya bisa berbicara dalam hati saja dengan penuh emosi. Namun, pemandangan yang menyambutnya di depan rumah membuat langkahnya terhenti. Yulianti, sang ibu, berdiri di dekat pagar dengan tangan terlipat di depan dada. Wajahnya terlihat kesal, tetapi sorot matanya sangatlah tajam, seperti sedang mempersiapkan konfrontasi.

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Empat Puluh Sembilan

    Pagi itu, Salma duduk di ruang tamu rumahnya yang sederhana. Sebuah jendela kecil di sisi ruangan memancarkan cahaya matahari yang hangat, tetapi tak cukup mengusir rasa dingin yang merayapi hatinya. Ia menatap cangkir teh di depannya yang sudah dingin sejak tadi. Pikirannya kalut, terutama setelah mendengar dari Danu bahwa Guntara mengetahui rencana mereka menikah secara agama. Salma tahu ini akan menjadi awal dari kekacauan yang baru.'Dia itu nggak bosan-bosannya bikin aku susah. Nggak mikir apa, udah punya istri. Dan parahnya istrinya lagi dirawat di rumah sakit!' Salma marah di dalam hati karena ulah sang mantan suami. Danu belum datang pagi itu, seperti biasa akan terlambat lagi. Salma menghela napas panjang, mencoba meredam rasa frustrasinya. Ia tahu Danu bukan sosok sempurna—pengangguran yang hanya mengandalkan kiriman dari Gina, istrinya yang bekerja di luar negeri. Entah kapan Gina akan mengiriminya uang, belum bisa dipastikan. Namun, Salma tetap bertahan. Bukan karena cin

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status