Hasrat Berlebih Suamiku

Hasrat Berlebih Suamiku

Oleh:  Pipit Aisyafa  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 Peringkat
35Bab
15.0KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Memiliki kelainan dalam berhubungan suami istri, membuat sebuah rumah tangga hampir kandas. kelainan yang di bawa Suaminya, membuat si istri yang paska melahirkan harus tertekan dan terkena serangan babyblues. Apalagi, suami bukan memberikan solusi, justru mendatangkan masalah baru dengan menghadirkan ibunya dengan alasan membantu. Tentu itu bukan hal yang baik, karena justru membuat si Istri menjadi tambah stres dan gila.

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Virana Dewi
berakhir bahagia
2024-03-20 01:08:40
0
user avatar
liza sarah
bagus thor. cerita yg ringan tp ada pembelajaran. happy ending.
2022-11-22 12:09:08
1
35 Bab

Meminta Hak

"Bang, kali ini satu kali saja ya," ucapku pelan saat Bang Fardan menuntaskan hasratnya."Aku cape, ngurus Dede seharian, kalau harus bergadang rasanya ngga kuat!" Aku mencoba memberi pengertian pada suamiku itu."Kamu gimana si, Mel! Empat puluh hari loh aku nahan semua ini. Terus kamu bilang hanya sekali saja!" Dia mengeleng kepala, seolah tak terima atas apa yang tadi aku sampaikan."Tapi, Bang ....""Ngga ada tapi-tapian! Mandi dulu sana, yang wangi, biar Abang makin semangat!" ucapnya.Aku tak lagi membantah, rasanya berdebat pun percuma. Bang Fardan selalu meminta di layani dalam semalam minimal tiga kali. Mana setiap habis begitu harus mandi dulu lagi! Bayangkan saja, setiap malam bisa mandi sampai empat kali."Pokoknya sehabis itu kamu mandi dan kita begitu lagi mandi lagi! Aku ngga selera kalau begituan belum mandi dulu!"Itulah kata-kata yang di ucapkan Bang Fardan kala itu, saat pengantin baru, hal seperti itu masih aku sanggupi tapi sekarang?Aku punya bayi, yang sering ng
Baca selengkapnya

Bukan Solusi

Ku ayun-ayun Zia, badanku rasanya sakit semua. Kenapa tubuh ini seolah masih belum bisa fit seperti dulu.Zia tak jua mau menyusu. Aku makin di buat gemas. Makin lama aku makin merasa lelah. Kalau tak ada dia, aku tak akan seperti ini!"Susuin buruan! Nangis terus itu!" Bentakan Bang Fardan membuat hati ini makin dongkol. Kalau Zia mau nyusu pasti sudah aku susuin dari tadi.Kuraih popok milik Zia yang tergeletak disisi ranjang. Kukuel menjadi bentuk bulat dan bersiap untuk menyimpan mulut bayi mungil itu."Diam!" Segera aku melempar popok tadi. Aku masih waras. Aku tak mungkin menyakiti anakku."Kamu kenapa?" tanya Bang Fardan mendekat. Ia sudah mencuci muka."Aku capek, Bang! Aku capek ngurus bayi ngurus nafsu kamu! Aku capek, aku mau pulang kerumah ibu saja!" Kusingkapkan unek-unek dihati. Selama menikah dengan Bang Fardan dua setengah tahun, memang baru beberapa bulan aku punya rumah sendiri. Itu berkat tabungan yang kita kumpulkan selama menumpang di rumah orang tuaku. Kurangnya
Baca selengkapnya

Paksaan

Masih terdengar nyaring panggilan Ibu mertua. Aku masih sibuk menyusui Zia. Tak lama pintu di buka dengan keras."Kamu itu keterlaluan, Mel! Hampir saja rumah ini kebakaran karena ulahmu! Kenapa masak malah di tinggal?" Ibu memberondong perkataan yang kurasa tak penting. Pikiranku mulai terasa embuh."Aku kan kekamar karena Zia nangis. Hatinya Ibu yang lanjutkan masak bukan ongkang-ongkang kaki!" jawabku tanpa menatap Ibu."Kamu ini berani sama Ibu?!" Aku langsung menatapnya, "semalam apa yang dikatakan Bang Fardan, Bu? Ibu kesini untuk bantu-bantu aku karena Bang Fardan ngga mau keluarin uang buat bayar pembantu. Jadi Ibu yang di suruh buat bantu, bukan cuma baca koran sambil ngemil! Lagian, setiap gajian Lebih dari separuh di kasih ke Ibu kan?" Ibu telihat sangat murka, tapi aku tak peduli. Toh yang aku katakan memang benar semuanya."Kamu itu! Berani sekali menyuruh Ibu jadi pembantu. Awas kamu aku adukan pada Fardan!" Ibu keluar dengan menghentakkan kaki, aku hanya mengeleng pel
Baca selengkapnya

Mencari Solusi

"Bang!" Aku masih bisa memanggil Bang Fardan walau pelan. Rasanya nafasku mulai sesak dan darah tak kunjung berhenti."Bagaimana ini, Mel! Abang ... Abang!" Dia justru masih kebingungan, berputar putar saja di kamar. Aku makin lemas."Panggil Ibu!" Akhirnya dia punya inisiatif, tapi ini tengah malam pasti ibu sudah tidur."Bu ... Bu ...!" Teriak Bang Fardan di pintu. "Ada apa, Dan!" Kudengar suara Ibu. Mataku makin berkabut. Sudah tak jelas melihat keberadaan orang."Apa! Darah!" Hanya suara Ibu yang jelas kudengar, "dia pendarahan, Dan. Ayo bawa kerumah sakit. Ibu ngga kuat lama-lama lihat darah!"Aku sudah tergolek lemah, bahkan saat Bang Fardan membopongku di bantu Ibu. "Bawa dasternya saja, nanti kita pakaikan di jalan. Biar selimut sementara untuk menutupi tubuhnya." Suara Ibu masih kudengar, tapi bayangannya pun sudah tak tampak. Apa aku pingsan? Tapi aku masih bisa mendengar percakapan mereka.Bahkan aku masih berasa saat di pakaikan baju. Aku ingat Zia, dimana dia? Apa merek
Baca selengkapnya

Permintaan

"Begini, Dok. Suami saya itu ...." Aku menjeda, malu untuk menyebutkan."Lanjutkan, jangan merasa sungkan," ucap Dokter yang kutahu bernama Maria. Terlihat dari papan nama di baju putihnya."Jadi suamiku itu kalau semalam meminta itu ... Lebih dari tiga kali, Dok." Akhirnya terucap juga. Susah payah aku mengeluarkan kata-kata itu.Terlihat raut wajah kaget namun kemudian wajah Dokter Maria datar."Sebenarnya sebelum memiliki anak, saya tidak terlalu keberatan. Saya masih mampu mengimbanginya. Tapi ... Setelah melahirkan, rasanya badanku ngga sanggup, terlebih suamiku maunya sebelum melakukan ritual itu harus mandi dulu." Aku membuang pandangan, malu sekali sebenarnya, tapi aku ingin mencari sebuah solusi.Terlihat Dokter Maria berfikir sejenak, "sepertinya suami Mbak maniak s*x, dalam istilah lain hipersex. Itu sebuah kelainan yang bisa di alami seseorang. Banyak kasus yang seperti ini. Memang benar, orang yang memiliki kelainan ini cenderung mempunyai sikap aneh. Bahkan saya pernah d
Baca selengkapnya

Ngeprank

"Ma, kalau aku pulang kerumah Mama bagaimana?" Akhirnya apa yang tercengkal di tenggorokan keluar juga. Kulirik Bang Fardan dengan ekor mata. Dia nampak kesal."Loh kenapa? Kamu kangen sama Mama. Dasar kamu itu! Sudah punya suami, sudah punya anak bahkan sudah punya rumah. Masih saja minta di kelonin mamanya!" ucap Mama. Memang selama ini Mama memandang Bang Fardan merupakan suami idaman. Disamping tangung jawab dia juga perhatian kata mama. Mama tak pernah tahu tentang urusan ranjang yang tengah membuatku sampai tergolek."Duh, kamu bagaimana si, Mel. Kan dirumah juga ada Ibu. Kenapa malah minta pulang!" Kali ini Ibu mertua bersuara. Dia memang selalu bisa mencari muka."Biar, Bu. Gantian saya yang mong-mong cucu dulu. Besok gantian lagi, ngga papa kan, Dan?" tanya Mama pada Bang Fardan yang membuat dia tersentak. Mungkin dia kaget karena entah tengah melamun apa."Bo-boleh, Bu. Tapi jangan lama-lama nanti aku kangen sama Zia. Seminggu saja ya, Mel!" ucap Bang Fardan. Aku mengangguk
Baca selengkapnya

Sebuah Janji

"Apa keluhannya, Mbak?" tanya dokter Maria sambil mengeluarkan stetoskop."A-anu, Dok. Sebenarnya tadi saya bohongan. Saya cuma kesal, sakit begini masih saja kena marah. Kan saya tertekan, Dok!" ujarku yang seketika membuat Dokter Maria mengkerutkan kening. Ia menempelkan stetoskop pada dadaku."Maaf ya, Dok. Saya jadi ngeprank anda!" ucapku jujur.Dia tersenyum, menurunkan stetoskop dari telingga. Suster tadi juga masih ada di sini. Mungkin dia sedikit dongkol."Kalau alasannya seperti itu, saya tak apa-apa. Biar saya bantu untuk menjelaskan pada mereka jika kondisi Mbak tak boleh stres. Biar mereka tak semena-mena memperlakukan Anda.""Terima kasih, Dok. Maaf ya, Sus." "Iya, Mbak. Saya memaklumi. Saya juga tadi sempat dengar jika Ibu mertua Anda sedang menjelek-jelekan anda. Jadi saya tahu kalau anda memang butuh inisiatif untuk menghindarinya." Tuh kan benar, ibu mertua memang begitu. Dia itu sebenarnya tak menyukaiku. Entah aku punya salah apa padanya."Ya sudah, istirahatlah.
Baca selengkapnya

Perdebatan

"Ini?" Bang Fardan memegang kartu nama yang di beri Dokter Maria. Aku harus tenang."Kenapa, Bang?" tanyaku, kubuat sesantai mungkin."Ini ngapain kamu simpan kartu nama Psikiater?""Oh, itu. Kemarin Dokter Maria yang ngasih, dia bilang temannya prakter dan memberikan aku kartu nama itu. Siapa tahu butuh konseling katanya." Aku menjawab dengan sedikit di bumbui kebohongan. Belum saatnya aku cerita. Aku akan pelan-pelan membujuknya nanti. Mencari jalan keluar untuk masalahnya."Tapi ....""Bang, sekarang itu, psikiater bukan cuma untuk konsultasi orang gila. Cakupannya luas, kita punya masalah hutang, masalah keluarga atau masalah dengan orang lain. Kita bisa konseling ke psikiater. Biar hati dan pikiran kita lebih legowo dan kita di jauhi dari rasa stres berlebih." Aku mencoba menjelaskan. Bang Fardan terlihat hanya bergeming."Ayo! Kalian sudah siap?" tiba-tiba Ibu mertua datang dengan mengendong Zia."Udah, Bu. Ayo, Mel. Pamit sama Mama!" Aku melangkah dengan enggan. Sebenarnya masi
Baca selengkapnya

Konflik

Botol susu mengenai kepala Ibu Mertua."Mel!" Bang Fardan mengagetkanku."Astaghfirullah!" Kenapa aku halusinansi. Seolah ada yang membisikan untuk melakukan kejahatan, untuk melukai orang yang membuat aku merasa tektekan."Kenapa? Kok bengong begitu?" tanya Bang Fardan kembali, "kata Ibu kamu bertengkar lagi?!"Ya kan, dia ngadu lagi!"Sebaiknya Ibu suruh pulang saja, Bang! Ada Ibu aku makin tertekan. Bukan makin membantu meringankan dia kerjaannya nyindir mulu!" ucapku terus terang. Aku ingin Ibu Mertua pulang saja. Aku makin merasa jika dia menanmbah beban mental ku.Bang Fardan terdiam, pasti dia bingung untuk menyuruh Ibunya kembali pulang. Aku makin kesal, kuangkat Zia dan membawanya keluar.Aku keluar keteras. Terlihat didepan Ibu Mertua tengah berbelanja sayuran di tukang sayur yang keliling. Entah kenapa rasanya mereka memperhatikan aku. Masa bodoh! Aku mendekat ketempat di mana tukang sayur berhenti. Tepatnya di depan pintu gerbang rumahku."Bang, Mau apelnya satu!" Aku menu
Baca selengkapnya

Sisi Fardan

PoV Fardan"Ibu ... Ibu!" Aku berusaha mengejar Ibu yang kelaur dari kamarku. Dia sepertinya marah dan kesal karena mengira aku membela Amel. Nyatanya bukan begitu?Aku hanya tak mau mereka terus saja ribut. Kenapa sih, tak saling mengalah, menerima semua kelebihan dan kekurangan masing-masing! Ibu keras kepala, apa lagi Amel! Dia wanita yang tak mudah di salahkan.Lebih membuat aku segan, Ibu mengungkit tentang perjodohanmu dulu dengan anak temannya. Dia Janda beranak dua yang di tinggal mati suaminya yang kaya raya. Mungkin sebab itulah Ibu terus memojokanku untuk menikah dengan Lira--Janda itu.Aku yang telah menaruh hati pada Amel hanya menuruti saja. Bukan mau, tapi lebih pada tak ingin mengecewakan ibu. Nyatanya memang Allah takdirkan aku berjodoh dengan Amel. Sekuat apapun ada saja jalannya."Bu, tolong maafkan Fardan. Bukan begitu! Aku tak bermaksud untuk membuat Ibu tersingung!" Aku memohon padanya. Ibu yang langsung mengemasi barang-barang kuhentikan.Bukan aku tak mengizink
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status