Share

Empat

last update Last Updated: 2024-05-30 14:46:05

Gina tidak mengatakan apa pun pada sang suami. Danu kini sibuk menidurkan Putri hingga kedua orang Gina datang. Wajah Pak Syamsuri dan sang istri tampak masam. Gina memang meminta mereka untuk datang agar bisa bergantian jaga.

"Kamu tahu 'kan, kami ini sudah tua, tidak seharusnya disuruh gantian jaga anak kamu. Baru anak satu udah merepotkan orang tua," kata Tuti--ibunda dari Gina yang merasa tidak suka ketika datang menjenguk cucu mereka.

Dari empat anaknya, hanya Gina saja yang nasibnya tidak baik karena menikah dengan Danu. Ketiga kakak Gina sudah sukses semua. Lihat saja Gina, hidup jauh dari kata pas-pasan atau bahkan sangat kekurangan. Dulu Syamsuri menolak pernikahan mereka.

"Saya hanya minta tolong, Pak, Bu." Gina menahan air matanya yang akan jatuh ke pipi.

"Minta tolong? Lalu suami kamu sibuk apa? Kalian bisa bergantian jaga. Ibu itu anaknya empat, nggak pernah sekali pun merepotkan kakek dan nenekmu dulu." Tuti tampak sangat kesal karena harus jauh-jauh datang dari Bekasi ke Jakarta.

Perdebatan anak dan kedua orang tuanya itu menarik perhatian beberapa orang tua pasien. Mereka berkasak-kusuk dan merasa kasihan pada Gina. Tampak jelas dua orang paruh baya itu tidak menyukai cucu mereka. Benar, saat habis melahirkan Putri, kedua orang tua Gina tidak datang menjenguk sama sekali.

"Ya, sudahlah, Pak, Bu. Jika kalian keberatan untuk membantu, kalian boleh pulang. Maaf, kalo aku hanya bisa membuat susah kalian." Gina tidak mau berdebat lagi yang pada akhirnya akan malu setelah ini.

"Harusnya dari tadi pagi kamu bilang nggak usah datang. Jangan saat kami sudah sampai sini baru ngomong seperti itu!" Tuti menarik tangan sang suami agar segera meninggalkan ruang rawat cucu mereka.

Kedua orang tua Gina sama sekali tidak menyapa Danu yang duduk tak jauh dari mereka. Syamsuri tidak pernah menganggap keberadaan Danu sebagai menantu mereka. Gina yang bodoh, buta karena cinta.

"Kamu harusnya nggak usah minta mereka datang jika pada akhirnya harus sakit hati. Kalo hanya masalah gantian jaga, besok sepulang jualan aku usahakan datang ke sini," kata Danu justru menyalahkan Gina.

Lagi dan lagi, Gina tidak mau menjawab ucapan sang suami. Ia memilih diam karena tidak ada gunanya menjawab ucapan sang suami. Gina berharap, Putri segera sembuh. Tidak perlu lagi ada di rumah sakit ini.

Enam hari berlalu, Putri akhirnya diizinkan pulang ke rumah dengan catatan minggu depan harus kontrol. Gina menyanggupinya dan segera menebus obat di apotek rumah sakit. Kali ini, Danu sedikit kalang kabut karena memikirkan biaya rumah sakit untuk Putri. Danu takut kehabisan modal jualan.

"Kamu ada uang buat bayar rumah sakit?" tanya Danu setengah berbisik pada sang istri.

"Aku punya uang? Uang dari mana emangnya? Kamu ngasih aku uang selama ini berapa?" Gina menjawab dengan ketus ucapan sang suami.

Danu mengembuskan napas kasar saat melihat sorot mata penuh amarah dari Gina. Danu memang sangat perhitungan jika masalah uang. Danu pasti akan banyak bertanya ini dan itu setelah memberikan uang pada sang istri. Entahlah, bagaimana dulu kedua orang tuanya mendidiknya.

"Lha terus bayar pakai apa?" tanya Danu sambil terus mengekori sang istri dari belakang.

Gina tidak menjawab dan langsung menuju ruang perawat untuk melaporkan jika sudah mengurus semua administrasi. Perawat itu pun menggunting gelang tanda pasien masuk yang ada pada tangan Putri. Gina sedikit bersyukur, Putri sudah sembuh saat ini. Jangan lagi sakit seperti kemarin, jujur, Gina sangat sedih.

"Kamu dapat uang dari mana bisa bayar uang rumah sakit ini?" Danu mulai curiga pada sang istri.

"Aku buat asuransi pemerintah," jawab Gina dengan ketus dan tidak bersahabat.

"Asuransi pemerintah? Bayar tiap bulan dong nanti kita!" Danu kini merasa sangat kesal pada sang istri.

"Bayar? Ini semua gratis! Kamu kalo bicara itu otaknya selalu ketinggalan. Baca dulu tagihan dari rumah sakit," ketus Gina merasa tidak suka dengan sang suami.

Napas Danu kembang kempis menahan amarah. Entahlah, sejak Gina tidak pulang malam itu, emosi Danu seperti tidak terkendali. Ia selalu ingin marah pada sang istri meski Gina hanya diam. Kali ini mereka pulang ke rumah kontrakan.

"Kamu nggak kepengen masak buat kita makan?" tanya Danu seolah memerintah sang istri.

"Masak?" Gina menatap tajam pada Danu yang sama sekali tak peka dengan keadaan. "Kamu nggak liat, Mas, aku baru loh sampai di rumah. Aku capek!" ketus Gina sambil melengos karena lelah berdebat dengan sang suami.

Danu mengembuskan napas panjang mendengar jawaban sang istri. Ia juga capai karena tadi berjualan dan banyak dagangan buah-buahannya yang belum laku. Rasanya malu jika kembali datang ke pabrik tempat Salma bekerja. Tetangga kontrakannya itu pasti akan meminta semua teman kerjanya untuk membeli dagangannya.

"Assalamualaikum." Ketukan pintu dari luar disertai ucapan salam itu menjeda pertengkaran pasangan suami dan istri itu.

"Waalaikumussalam," balas Danu sambil menoleh ke arah luar rumahnya.

Ada Salma dan beberapa tetangga lain yang datang sore ini. Salma tersenyum lebar saat melihat Gina menggendong Putri. Meski belum kembali ceria, Putri tetap tersenyum. Ada beberapa ibu-ibu tetangga yang juga datang.

"Maaf, kami semua belum sempat jenguk Putri di rumah sakit." Salma mengatakannya untuk mewakili mereka semua.

"Oh, ya, nggak apa, Bu Salma," jawab Gina sambil menggendong Putri lalu mempersilakan semua tamunya duduk di atas tikar yang dipasang di lantai rumahnya.

Salma menyerahkan dua kantung kresek besar berisi makanan. Ada nasi dan lauk pauk juga jajanan untuk Putri. Ia tahu, Gina pasti tidak sempat memasak karena baru saja pulang dari rumah sakit. Gina merasa tidak enak hati terlebih beberapa waktu lalu meminjam uang kepada Salma.

"Bu Salma kok repot-repot? Bu Salma datang saja saya sudah sangat bahagia." Gina tak kuasa menahan rasa haru. "Terima kasih atas perhatian ibu-ibu semua dengan menjenguk anak saya," lanjut Gina yang saat ini mengusap air mata.

"Ya, Mbak Gina, kita tetangga jadi harus saling peduli. Kami sengaja datang jenguk pas Putri sudah pulang saja. Sebab, kami juga punya anak balita yang nggak mungkin bisa diajak masuk ke rumah sakit," kata Bu Rt sambil tersenyum ramah.

"Ya, Bu, saya paham." Gina kembali tersenyum pada semua tetangganya.

Sebenarnya, Salma tidak sengaja datang bersama dengan semua ibu-ibu yang ada di sini. Ia bertemu mereka saat motornya masuk gang dan parkir tak jauh dari rumah Danu. Niat Salma hanya datang sendiri saja. Tidak tahunya justru ada mereka semua.

"Mbak Gina, kita pamit, ya, sebentar lagi malam. Anak saya banyak PR dari rumah," kata salah satu dari mereka.

"Oh, ya, terima kasih atas kedatanganya. Mohon maaf, malah tidak menyuguhkan air minum," kata Gina merasa tidak enak hati.

"Nggak apa-apa, toh, baru saja pulang dari rumah sakit. Semoga Putri segera pulih, ya. Jaga makanan dan kesehatan Putri, Mbak. Kasihan kalo sampai sakit lagi," pesan dari Bu Rt sambil menyerahkan amplop berisi uang sumbangan warga sekitar.

Mereka pun segera pulang ke rumah masing-masing. Hanya ada Salma saja yang belum berniat pulang. Gina meminta izin untuk masuk ke dalam dan mengganti baju Putri. Anak perempuan itu merasa gerah dan tidak nyaman.

Saat di dalam kamar, samar-samar Gina mendengar obrolan Salma. Nada bicara Salma dan Danu setengah berbisik. Gina menajamkan pendengaran agar bisa mendengar semua. Sayang, Putri merengek meminta makan.

Related chapters

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima

    "Nggak usah dikembalikan uangnya, Dan. Anggap saja uang jajan buat Putri." Hanya itu yang bisa terdengar oleh Gina dari ujung pintu kamarnya."Nggak bisa gitu, Mbak Salma. Gina nggak pernah bilang kalo ada pinjam uang sama, Mbak. Saya sebagai suaminya harus tanggung jawab," lanjut Danu sambil mengeluarkan dompet dan mengambil empat lembar uang pecahan lima puluh ribuan.Gina menahan napas karena terkejut. Ternyata Salma datang ke rumah kontrakan ini karena mau menagih hutang. Gina tidak bisa berbuat banyak karena memang tidak ada uang saat itu. Ia butuh uang karena Putri harus segera berobat."Bukan gitu, Dan. Maksudku, pakai saja uangku itu. Toh, anggap saja rezekinya Putri. Mungkin Gina nggak ada pegang uang pas mau bawa anak kalian berobat," kata Salma menolak uang pemberian dari Danu.Napas Gina terengah menahan amarah. Ia tidak bisa lagi terus di dalam kamar. Uang itu masih tersisa separuhnya. Astaga! Kenapa hal ini membuat emosi."Bu Salma, maaf, kalo saya pinjam uang terlalu l

    Last Updated : 2024-05-30
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Enam

    Gina mengembuskan napas perlahan. Rasa sesak di dada itu nyata adanya. Gina melirik ke arah sang suami yang kini sibuk menyuapi Putri. Sial! Pemandangan itu nyatanya membuat hati Gina luluh."Aku sama sekali nggak ada uang buat ke puskesmas. Nggak mungkin aku jalan kaki ke puskesmas sementara Putri demam tinggi." Gina menjawab dengan nada datar."Lain kali, kamu bisa hubungi aku. Aku akan kasih kok uang buat kamu," jawab Danu enteng seolah menjadi suami yang sangat baik.Jika tidak diminta oleh Gina, Danu tidak akan mengeluarkan uang. Uang modal dan laba untuk mengembangkan dagangannya. Faktanya, justru Danu sering mengalami kerugian yang luar biasa. Entah mangga-mangga itu busuk, salah memberikan kembalian, atau banyak lagi yang lain.Gina kali ini membersihkan tubuhnya dan segera berganti pakaian. Selesai semua itu, Gina segera ke ruang tamu. Danu dan Putri tidak ada di sana. Samar-samar, terdengar seperti Danu sedang mengobrol dengan seseorang."Ya, aku nggak marahlah. Biar gimana

    Last Updated : 2024-07-04
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Tujuh

    Gina mengembuskan napas perlahan. Ia mengenal suara itu yang tak lain adalah Guntara--mantan suaminya. Entah ada keperluan apa datang sepagi ini. Gedoran pintu rumah kontrakan Gina semakin keras."Mungkin lagi di kamar mandi, Mbak Salma-nya, Mas. Tadi, ada kok dan belum berangkat kerja," kata salah satu tetangga yang masih terdengar oleh Danu dan Salma."Oh, gitu? Atau sedang ada tamu. Ini ada sandal laki-laki," kata Guntara menunjuk sepasang sandal laki-laki yang ada di teras rumah kontrakan Salma."Waduh, kalo itu saya nggak tahu. Mungkin sandal orang yang kemarin membersihkan got depan itu. Got itu mampet dan banjir saat hujan," kata tetangga Salma yang memang tidak salah.Guntara bukan cemburu, tetapi memang rasanya sangat aneh. Salma biasanya langsung membukakan pintu rumah ini. Kali ini tidak. Guntara hanya ingin membicarakan sesuatu pada Salma. Pagi adalah waktu yang tepat untuk bicara."Maaf, ada apa? Saya dari kamar mandi. Kebetulan perut saya tidak enak." Salma terpaksa kelu

    Last Updated : 2024-07-05
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Delapan

    Perempuan itu adalah Arumi, salah satu anak pejabat yang tinggal tak jauh dari kawasan kontrakan Salma dan Danu. Jika sudah mencari Danu, pasti Arumi ada keperluan dengan Gina. Entah meminta Gina untuk membantu pekerjaan rumah atau pekerjaan yang lain."Nanti gerobaknya ditarik aja. Biar Mang Dadang yang kaitkan dengan tali dengan bagian belakang mobil." Arumi menunjuk bagian belakang mobilnya.Gegas Mang Dadang pun segera membuka bagian belakang mobil milik sang majikan. Ia mengikat gerobak milik Danu tanpa menunggu diperintah dua kali. Kedua orang tua Danu ingin segera bertemu dengan Gina. Padahal, Danu belum mengiakan permintaan Arumi."Sudah, Mas Danu silakan duduk di depan. Biar saya yang di bagian tengah." Arumi justru membukakan pintu untuk Danu.Gagal sudah rencana Salma bermesraan dengan Danu. Arumi seolah datang tanpa permisi. Akan tetapi, Salma tidak bisa berbuat banyak. Ia pasrah dengan apa yang terjadi.Sesampainya di rumah kontrakan Danu, tampak Gina sedang menyuapi Putr

    Last Updated : 2024-07-06
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Sembilan

    Santi sengaja mengikuti Salma hingga depan warung Mpok Lela. Santi memang tidak suka dengan Salma. Sikap arogansi Salma di pabrik membuat muak banyak karyawati lain. Janda tanpa anak ini tak segan memotong gaji karyawan lain jika dinilai tidak becus dalam bekerja."Kamu kenapa? Mau belanja juga?" Salma tidak menggubris sindiran keras Santi. "Kalo mau belanja silakan milih dulu. Aku santai kok. Cuma mau beli telur dan sayuran secukupnya saja," kata Salma dengan sikap elegan."Nggak, cuma mau mengingatkan. Jangan ganggu suami-suami orang yang ada di kompleks ini. Jangan pernah menjadi murah hanya karena mantan suami sudah menikahi istri keduanya secara sah baik sah secara agama dan negara." Santi mencibir nasib pernikahan Salma yang terdahulu.Guntara adalah kakak sepupu Santi. Mereka bersaudara. Ayah Guntara adalah kakak kandung ibunda dari Santi. Wajar jika Santi tahu seperti apa Salma. Mereka sama sekali tidak cocok satu dengan lainnya. Salma pernah berusaha mendekati suami Santi."K

    Last Updated : 2024-07-07
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Sepuluh

    Aliyah kali ini sangat terpojok saat mendengar ucapan mantan kakak madunya itu. Apa yang dikatakan Salma memang benar adanya. Kini istri Guntara itu tidak bisa berbuat banyak. Ia pun menatap Salma dengan tatapan memelas."Mbak, saya tahu, dulu saya salah telah membuat Mbak Salma berpisah dengan Mas Guntara. Tapi, sekarang, saya mohon, Mbak kembali menikah dengan Mas Guntara." Aliyah mengatakannya dengan menekan rasa sakit luar biasa di dalam hatinya.Aliyah memang mendapatkan restu dari Yulianti, tetapi berbeda dengan Salma. Yulianti tidak pernah menyukai mantan istri Guntara itu. Padahal, Guntara dan Salma sudah berpacaran sangat lama sejak mereka SMA dulu. Restu memang tak kunjung didapatkan karena Salma berasal dari keluarga biasa dan bukan anak kuliahan. Guntara adalah salah seorang pegawai bank swasta. Ia sosok yang sangat sukses dalam karir, tetapi tidak untuk masalah percintaan. Entahlah, mengapa Yulianti dulu sangat membenci Salma. Salma dulu, bukanlah perempuan penggoda sepe

    Last Updated : 2024-07-08
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Sebelas

    Pukul delapan malam, Danu baru saja sampai di rumah. Ia terkejut saat melihat sang istri sudah di rumah terlebih dahulu. Jika pergi kerja membantu memasak di rumah orang lain, Gina akan pulang paling cepat pukul sepuluh malam. Sial, Gina pasti melihat gerobak buah itu ada di depan rumah."Kamu kok udah pulang? Emang masaknya nggak banyak?" Danu justru menunjukkan rasa tidak suka jika Gina pulang lebih cepat."Kenapa?" tanya Gina yang saat ini sibuk dengan ponsel di tangannya.Putri sudah tidur sejak tadi pukul 18.30 karena kelelahan. Setelah mandi sore di rumah Arumi, Putri memang tampak mengantuk. Sisa obat dari rumah sakit memang memberikan efek mengantuk. Gina bekerja sambil menggendong Putri di belakang."Kamu itu! Suami pulang bukannya disambut malah enak-enakan main ponsel. Emang nggak tahu diri!" Danu kelepasan emosi untuk menutupi kesalahannya.Danu tahu jika Gina saat ini curiga dengan tingkah lakunya. Salah sedikit saja bisa berakibat fatal. Gina tak akan segan memaki-maki d

    Last Updated : 2024-07-09
  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Dua Belas

    Salma mengingat setiap kejadian di masa lalu saat masih menjadi istri Guntara. Kala itu perekonomian mereka memang belum stabil. Guntara masih menjadi pegawai tidak tetap di salah satu bank. Gajinya hanya cukup untuk membayar uang kontrakan dan keperluan Yulianti juga dua adik Guntara. Mereka dulu pernah setuju untuk menunda punya momongan."Saya lupa, Dok. Banyaknya permasalahan membuat saya lupa jika masih terpasang alat kontrasepsi itu." Hanya itu jawaban yang bisa disampaikan oleh Salma.Menyalahkan Guntara dan keluarganya juga bukan solusi terbaik saat ini. Masalah tidak akan selesai dan bahkan Yulianti pasti akan memaki-makinya. Entahlah, Salma bingung bagaimana bisa lupa jika masih ada alat itu terpasang pada rahimnya. Lantas, mengapa Guntara tidak memberikan pembelaan saat Yulianti menuduhnya mandul?"Jadi mau dilepas saja atau bagaimana?" tanya dokter Mira setelah menunggu Salma kembali berbicara."Dilepas saja, Dok. Saya sudah bercerai dengan suami saya," kata Salma tanpa pi

    Last Updated : 2024-07-10

Latest chapter

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Tujuh

    Udara malam menyelimuti rumah kontrakan Danu dengan keheningan yang mencekam. Cahaya lampu jalan yang temaram menyoroti halaman sempit di depan rumah. Angin berembus pelan, mengayun tirai jendela yang dibiarkan terbuka sedikit, memberikan celah bagi cahaya bulan untuk masuk. Aroma tanah basah sisa hujan sore tadi masih tercium samar-samar.'Aku dan Salma sama-sama saling menguntungkan. Aku jelas tidak salah. Gina jauh!' Danu masih membayangkan aktivitas mereka saat di hotel beberapa waktu yang lalu.Danu duduk di kursi kayu tua di sudut ruangan, tangan kirinya memegang gelas berisi kopi hitam yang masih mengepul. Ia baru saja selesai mandi, rambutnya yang masih basah sedikit berantakan, meneteskan air ke kaus oblong yang dikenakannya. Pandangannya kosong, menatap ke luar jendela dengan mata sedikit sayu. Di dalam pikirannya, ada banyak hal yang berkecamuk—tentang Salma, tentang Gina, dan tentang kehidupannya yang semakin rumit.Ada Salma di rumah ini. Setelah kejadian itu, baru sekara

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Enam

    Sepanjang perjalanan menuju rumah, Salma selalu tersenyum. Ia masih mengingat bagaimana permainan Danu semalam. Sangat memuaskan dan Salma hampir kewalahan. Mendadak Salma membandingkan permainan ranjang Guntara dan Danu, lantas senyumnya langsung memudar. Salma baru saja tiba di rumahnya, sebuah rumah minimalis dengan pagar putih sederhana. Malam sudah larut, udara dingin menyelimuti lingkungan sekitar. Langit tampak gelap tanpa bintang, hanya rembulan yang bersinar redup di balik awan tipis. Rasa lelah masih menggelayut di tubuhnya, setelah seharian berada di luar rumah. Namun, belum sempat ia menghela napas lega, langkahnya terhenti.Di teras rumahnya, seorang pria berdiri tegap dengan tatapan tajam yang menusuk ke arah Salma. Guntara.'Ngapain dia di sana!' Salma menggerutu di dalam hati saat melihat Guntara duduk di salah satu kursi yang ada di terasnya.Salma kesal saat melihat sang mantan suami. Entah sejak kapan pria itu berada di sana. Salma tidak melihat mobilnya terparkir

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Lima

    Danu duduk di karpet rumah kontrakan dengan wajah kusut. Asap rokok yang mengepul di ujung jarinya perlahan membaur dengan udara dingin yang masuk dari jendela. Matanya menatap kosong ke arah jendela besar yang memperlihatkan kilauan lampu kota di malam hari. Hujan baru saja reda, meninggalkan jejak basah di trotoar dan jalan raya yang memantulkan cahaya lampu kendaraan yang melintas. Ternyata tidak semudah itu!Di depannya, Salma berdiri dengan tangan terlipat di dada, wajahnya penuh dengan ketegangan. Perempuan itu baru saja mentransfer sejumlah besar uang ke rekening Danu, dan kini menuntut kepastian. Ya, Danu meminta kompensasi atas apa yang diminta oleh Salma. Mereka baru saja beradu argumen dengan Guntara."Apa tidak ada pilihan lain?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Danu tanpa basa-basi sama sekali. "Kita sudah sepakat, Danu," ucapnya dingin. "Aku sudah melunasi hutang-hutangmu. Sekarang giliranmu melakukan bagianmu."Danu menghela napas panjang, membuang sisa rokoknya ke asb

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   54

    "Ck! Udah nggak ada uang lagi. Sepuluh ribu saja sisa uang celengan milik Gina!" Danu melempar celengan dari bahan kaleng yang dulu dibeli oleh sang istri.Gina memang punya kebiasaan memasukkan uang sisa belanja atau sengaja menyisihkan uang dalam celengan yang bisa dibuka. Celengan itu tidak dibawa oleh Gina, entah lupa atau sengaja. Uang dalam celengan itu digunakan Danu untuk bertahan hidup. Namun, perlahan, tetapi pasti uang itu habis. Sementara itu, sudah lebih dari satu bulan, tetapi Danu masih belum memberikan jawaban pasti. Salma mulai kehilangan kesabaran. Setiap kali mereka bertemu, tatapan matanya penuh harap, tetapi Danu hanya terdiam atau mengalihkan pembicaraan. Danu memang sengaja mengulur waktu hingga Gina mengirimkan uang. Namun, harapannya itu sia-sia, Gina tidak mengirim uang itu.Di dalam rumah kontrakan minimalisnya, Salma duduk di tepi jendela, memandangi langit malam yang pekat. Lampu-lampu kota berpendar di kejauhan, tetapi pikirannya berkecamuk. Ia sudah mer

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Tiga

    Sudah hampir sebulan Gina berada di Jerman. Kota Berlin yang dingin dengan langit kelabu menjadi saksi bisu perjuangannya untuk memulai hidup baru. Meski pekerjaannya sebagai pelayan restoran terbilang berat, Gina tetap menjalani hari-harinya dengan tabah. Waktu senggangnya sering ia habiskan di kamar kecil apartemennya untuk video call dengan Putri, anak semata wayangnya yang kini diasuh oleh Reza dan istrinya. Gina sering kali harus menahan tangis karena menahan kerinduan pada buah hati."Bunda, aku di sini baik-baik saja. Aku juga sering diajak Om Reza ke taman kalo sore. Kami sambil makan."Kata-kata yang keluar dari mulut Putri dengan logat cadelnya membuat Gina harus menahan tangis. Ia merindukan sang anak. Hal terberat bagi Gina adalah meninggalkan Putri. Ada rasa bersalah yang luar biasa saat meninggalkan sang anak. Namun, itu harus dilakukan demi masa depan mereka berdua.Saat video call berlangsung, Putri tampak ceria seperti biasa. Anak kecil itu bercerita tentang mainan ba

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Dua

    Langit sore yang suram menambah kelam suasana di salah satu ruangan rumah sakit. Di dalam ruang tunggu VIP, kedua orang tua Aliyah duduk dengan wajah tegang dan penuh amarah. Pak Ridwan, ayah Aliyah, melipat tangan di depan dada, matanya menatap tajam ke arah Yulianti yang duduk di seberang mereka. Sementara itu, Bu Rina, ibu Aliyah, menahan napas dengan dada yang berdegup kencang, mencoba mengontrol emosinya yang sudah hampir meledak.Suasana sangat mencekam, horor. Sebagai seorang ayah, Ridwan jelas tidak bisa menerima apa yang menimpa sang putri. Aliyah adalah anak semata wayang mereka. Mereka menyesal baru tahu jika kehidupan rumah tangga anak mereka tidak baik-baik saja. "Bu Yulianti," suara Pak Ridwan terdengar dingin. "Saya rasa percuma kita terus menunggu. Guntara sudah jelas tidak akan datang. Anda tahu sendiri dia sedang sibuk mengejar perempuan lain, bukan?"Yulianti terdiam. Wajahnya pucat, dan matanya menunjukkan rasa bersalah yang mendalam. Tangannya meremas tisu yang h

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh Satu

    Malam semakin larut ketika Guntara akhirnya tiba di parkiran rumah sakit. Ia mematikan mesin mobilnya dan duduk diam sejenak di balik kemudi. Di luar, lampu-lampu jalanan menerangi aspal yang basah akibat hujan ringan sebelumnya. Udara di dalam mobil terasa pengap, seolah menekan dadanya, namun bukan karena kurangnya ventilasi—melainkan karena beban pikiran yang menghantui."Pada akhirnya semua akan terbongkar dengan sendirinya. Aku muak dengan mereka semua. Mereka diam-diam jahat!" Guntara berbicara seorang diri sambil meremas rambut dengan kasar. Guntara sudah terlalu kecewa dengang sang ibu, Yulianti. Sangat kejam karena telah jahat pada Salma. Mereka sebenarnya tidak ada masalah. Kali ini Guntara merasa sangat menyesal dan perasaan bersalah pada Salma sangat menghantui hidupnya.Guntara menarik napas panjang. Ia tidak tahu apa yang mendorongnya untuk datang ke rumah sakit malam ini. Rasanya ada yang harus ia selesaikan, sesuatu yang tidak bisa menunggu. Aliyah pasti masih ada di

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Lima Puluh

    Suasana senja mulai merayap saat Guntara memarkir mobilnya di depan rumah. Wajahnya terlihat tegang, dengan rahang yang sesekali mengatup erat, menahan kemarahan yang masih membara. Pertemuannya dengan Salma di rumah itu tadi menjadi pemicu. Kata-kata Salma terus terngiang di kepalanya, menambah sesak di dadanya.Guntara bahkan tidak bisa menjawab ucapan Salma. Sang mantan istri sangat menolak ide gila. Menceraikan Aliyah akan ditempuh Guntara agar Salma mau rujuk. Namun, kenyataan berkata lain, Salma menolak mentah-mentah ide itu.'Apa dia juga nggak mikir kalo Danu masih sah secara hukum dan agama sebagai istri Gina? Bahkan Gina rela menjadi tulang punggung.' Danu hanya bisa berbicara dalam hati saja dengan penuh emosi. Namun, pemandangan yang menyambutnya di depan rumah membuat langkahnya terhenti. Yulianti, sang ibu, berdiri di dekat pagar dengan tangan terlipat di depan dada. Wajahnya terlihat kesal, tetapi sorot matanya sangatlah tajam, seperti sedang mempersiapkan konfrontasi.

  • Menikah Lagi untuk Membalas Sakit Hati   Empat Puluh Sembilan

    Pagi itu, Salma duduk di ruang tamu rumahnya yang sederhana. Sebuah jendela kecil di sisi ruangan memancarkan cahaya matahari yang hangat, tetapi tak cukup mengusir rasa dingin yang merayapi hatinya. Ia menatap cangkir teh di depannya yang sudah dingin sejak tadi. Pikirannya kalut, terutama setelah mendengar dari Danu bahwa Guntara mengetahui rencana mereka menikah secara agama. Salma tahu ini akan menjadi awal dari kekacauan yang baru.'Dia itu nggak bosan-bosannya bikin aku susah. Nggak mikir apa, udah punya istri. Dan parahnya istrinya lagi dirawat di rumah sakit!' Salma marah di dalam hati karena ulah sang mantan suami. Danu belum datang pagi itu, seperti biasa akan terlambat lagi. Salma menghela napas panjang, mencoba meredam rasa frustrasinya. Ia tahu Danu bukan sosok sempurna—pengangguran yang hanya mengandalkan kiriman dari Gina, istrinya yang bekerja di luar negeri. Entah kapan Gina akan mengiriminya uang, belum bisa dipastikan. Namun, Salma tetap bertahan. Bukan karena cin

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status