Setelah menjalani hubungan selama enam tahun, Reagan mengajukan putus kepada Nadine sambil merangkul pacar barunya. Nadine juga tidak membuat keonaran sama sekali. Dia hanya menarik koper, lalu membawa sejumlah uang perpisahan dan pindah begitu saja. Teman-teman Reagan mulai bertaruh, berapa lama Nadine akan bertahan kali ini. Sebab, semua orang tahu bahwa Nadine sangat mencintai Reagan. Saking cintanya, dia bahkan rela kehilangan harga diri dan emosi. Tidak ada yang percaya dia bisa bertahan lebih dari tiga hari sebelum datang untuk minta balikan kembali. Namun, hari demi hari berlalu .... Akhirnya, Reagan yang tidak tahan. Untuk pertama kalinya, dia mencoba meredakan ketegangan dan menelepon Nadine, "Kamu sudah cukup main-mainnya? Kalau sudah selesai, pulanglah ...." Namun, yang terdengar dari ujung telepon adalah suara tawa pria yang rendah, "Pak Reagan, kalau sudah putus, nggak bisa nyesal lagi." "Berikan teleponnya ke Nadine, aku mau bicara dengannya!" Reagan memaksa. "Maaf, pacarku lelah dan baru saja tertidur," jawab pria itu dengan tenang.
Lihat lebih banyakNadine tersenyum lembut. "Desain gaun memang lebih formal. Jadi kupikir, mencoba gaya yang lebih santai mungkin akan memberikan kejutan."Wajah Rebecca terlihat sangat muram. Namun, di hadapan begitu banyak orang, dia tidak bisa meluapkan amarahnya. Dia hanya bisa menekan emosi dalam hati. Eva menggigit bibir, sama sekali tidak menyangka dirinya akan kalah telak dari Nadine.Natasha yang memperhatikan ekspresi keduanya, tersenyum tipis. "Ada saja orang yang salah mengira kerikil sebagai mutiara. Bikin ketawa saja!""Baik, bungkus dua set ini. Aku ambil dua-duanya." Natasha melambaikan tangan pada pramuniaga."Baik, Nyonya. Mohon tunggu sebentar." Pramuniaga itu tersenyum lebar dan segera membawa pakaian untuk diproses di kasir."Yuk, Nadine. Kita jalan lagi, masih ada beberapa toko yang ingin kulihat.""Oke."Setelah Natasha dan Nadine pergi, Rebecca menatap pakaian yang sedang dia kenakan dengan jijik. Dia ingin segera melepaskannya dan melemparkan ke lantai untuk diinjak-injak!Bayan
Pramuniaga itu tertegun sejenak. Rebecca juga memandang Eva dengan bingung.Eva tersenyum ramah. "Bibi, gimana kalau kubantu pilihkan beberapa pakaian untuk Bibi juga?"Rebecca melirik Natasha, lalu mendengus dalam hati, 'Huh, memangnya cuma kamu yang punya orang untuk bantu milihin pakaian? Aku juga punya!'Dengan semangat kompetitif, dia tersenyum pada Eva dan mengangguk. "Boleh juga. Aku percaya sama seleramu." Saat mengucapkan perkataan itu, Rebecca sudah lupa bagaimana dia pernah mengejek selera Eva yang buruk.Eva langsung beraksi. Dia mulai memilih dengan menunjuk beberapa pakaian kepada dua pramuniaga di belakangnya. Gaya dan sikapnya terlihat penuh percaya diri.Sementara itu, Nadine memilih pakaian dengan cara yang berbeda. Dia selalu memperhatikan warna dan modelnya terlebih dahulu, lalu meraba kain untuk memastikan kualitasnya. Setelah yakin, barulah dia meminta pramuniaga menurunkan pakaian dan meletakkannya satu per satu."Bibi, aku sudah pilihkan dua set pakaian. Coba du
"Eh, di sini." Nadine baru saja keluar dari kamar mandi dan langsung melihat Natasha berdiri di dalam toko sambil melambai ke arahnya.Rebecca tercengang. Tatapannya mengikuti arah pandang Natasha dan dia pun melihat wajah yang tidak asing. Nadine!Eva juga melihat Nadine.Hari ini, Nadine memakai riasan tipis. Mantel trench coat dipadukan dengan sepatu bot panjang berwarna cokelat. Rambutnya dijepit seadanya, memberikan kesan yang santai dan elegan."Bibi." Nadine berjalan mendekat dan menggandeng lengan Natasha dengan santai. "Sudah lama nunggu? Maaf, ya."Nadine bahkan tidak melirik Rebecca atau Eva, seakan mereka tidak ada di sana.Rebecca langsung teringat bagaimana Nadine memutuskan hubungan begitu saja dengan Reagan. Namun, putranya masih terus memikirkannya, bahkan berniat untuk kembali bersama Nadine. Hal itu membuat Rebecca semakin kesal.Melihat situasi ini, Eva langsung bereaksi. Dengan sikap penuh perhatian, dia menuangkan teh ke dalam cangkir dan memberikannya kepada Rebe
Meskipun kartu yang digunakan adalah kartu tambahan milik Reagan, setidaknya kali ini Eva lebih royal dibanding sebelumnya yang hanya memberikan syal.Keduanya berjalan masuk ke sebuah butik pakaian mewah. Sang pramuniaga yang berpengalaman langsung mengenali Rebecca sebagai pelanggan penting dari penampilannya.Dengan senyum profesional, dia segera menyambut, "Nyonya, ada yang bisa saya bantu? Ini koleksi terbaru kami, elegan dan mewah, sangat cocok dengan aura Anda."Hari ini, Rebecca mengenakan mantel hitam klasik dari Gucci dengan kalung mutiara di lehernya, menonjolkan kesan berkelas dan anggun."Baik, tolong ambilkan dua potong ini. Aku mau coba."Eva yang tadi rela menggigit bibir sambil membayar beberapa tas mahal untuk Rebecca, terlihat tenang dari penampilannya. Namun, hatinya terasa seperti ditusuk jarum. Ratusan juta! Dia tidak pernah menghamburkan uang sebanyak ini seumur hidupnya.Meskipun dia memegang kartu tambahan Reagan, Eva selalu berhati-hati agar tidak terkesan mat
Nadine jelas baru bangun tidur. Dia mengenakan piama bergambar beruang kecil. Matanya masih tampak agak merah. Dia menguap perlahan dan reaksinya sedikit lebih lambat dari biasanya."Apa aku membangunkanmu?" tanya Arnold. Rumah tua itu memiliki isolasi suara yang buruk, bahkan langkah kaki di lorong sering terdengar meski pintu tertutup. Arnold berpikir mungkin dirinya yang membuat Nadine terbangun.Nadine mengusap matanya dan menggeleng pelan. "Nggak, aku memang mau bangun sekarang. Sudah jam setengah tujuh."Hari ini dia berencana menemani Natasha berbelanja, jadi dia harus bangun lebih awal untuk membaca jurnal dan mencari referensi. Melihat Nadine yang masih tampak mengantuk, suara Arnold menjadi lebih lembut. "Masih pagi. Kamu bisa tidur lagi kalau mau."Belum selesai bicara, dia malah mendapati Nadine menatapnya dengan penuh perhatian. Arnold tertegun. "Kenapa menatapku begitu?"Nadine bertanya langsung, "Pak Arnold, apa kamu lagi flu?"Arnold terkekeh, "Ketahuan ya?""Suaramu ag
Reagan menendang mangkuk yang terjatuh itu hingga pecah berkeping-keping di lantai. Eva merinding ketakutan."Sudah kubilang, jangan pura-pura di depanku! Kamu punya waktu tiga detik untuk naik ke kamarmu dan menjauh dari pandanganku!"Reagan menunjuk ke arah lantai atas, matanya dipenuhi amarah yang meluap-luap. Eva tak berani membantah. Dengan tubuh gemetar, dia buru-buru naik ke lantai atas.....Makan malam itu, Nadine merasa hubungan antara dirinya dan teman-teman laboratorium semakin akrab. Sebagian besar, tentu saja berkat keahlian memasaknya.Sekarang setiap siang, Nadine sengaja memasak lebih banyak sehingga teman-temannya bisa ikut mencicipi. Sebagai balasan, Kamila dan yang lainnya sering membantunya menjawab pertanyaan sulit tentang metode eksperimen.Namun perubahan yang paling mencolok datang dari Calvin.Sejak Nadine mempelajari teknik hitung cepat yang diajarkan Calvin dengan cepat dan sempurna, penilaian Calvin terhadapnya berubah total. Dia sering mengajak Nadine mend
Reagan menatap Eva dari atas ke bawah, lalu mencibir sinis, "Bukannya katanya perutmu sakit? Dari yang kulihat, kamu baik-baik saja."Tatapan tajam Reagan membuat Eva merasa trik murahan yang dia rencanakan sudah terbaca. "Kalau kamu nggak ada di rumah, aku bahkan nggak punya teman bicara. Aku kesepian ...."Reagan memotong dengan tak acuh, "Kesepian? Pergi baca buku atau kerjakan soal. Kamu kan masih mahasiswa? Nggak ada kelas? Bukannya mau persiapan ujian pascasarjana? Kamu kelihatan santai, tapi Bi Julia lagi sibuk di dapur. Kenapa kamu nggak bantu dia?"Eva terbata-bata, tak tahu harus menjawab apa.Mata Reagan semakin dingin. Trik seperti ini? Sudah terlalu sering dia lihat. Murahan dan tidak kreatif Dia berbalik hendak pergi, tapi tubuh Eva tiba-tiba memeluknya dari belakang dan tangannya melingkari pinggang Reagan dengan erat.Tubuh lembut Eva menempel ke punggungnya, suaranya terdengar lembut dan memelas, "Kak Reagan, jangan pergi. Aku sudah lama nggak ketemu kamu. Aku benar-be
"Kalau belum cukup, aku masih punya satu informasi lagi. Satu jam yang lalu, kami duduk berdua di kedai teh susu dekat apartemennya sambil mengobrol. Semua ini fakta, silakan dicek kalau nggak percaya ...."Philip melirik ke arah Reagan yang wajahnya tampak muram. Apa masih sempat jika dia mematikan speaker sekarang?Namun, Stendy malah memperburuk situasi, "Sudah dengar jelas belum? Perlu aku ulangi lagi? Biar beberapa orang bisa merekamnya, jadi bisa dibawa pulang dan dipelajari dengan saksama."Philip terdiam. Tolong, itu benar-benar tidak perlu!"Hm ... Sten, kamu sibuk ya? Aku di sini juga ada urusan lain, jadi kututup dulu teleponnya ya." Tanpa menunggu jawabannya, Philip buru-buru memutus panggilan. Stendy tertawa kecil, lalu menekan pedal gas dan mobilnya melesat."Kak Reagan ...." Philip berkata dengan hati-hati, "Jangan dengarkan omongannya. Siapa tahu cuma bualan ...."Reagan tidak menjawab. Ekspresinya datar ketika dia berbalik masuk ke dalam ruang VIP. Philip bergegas meng
Stendy tentu saja bisa melihat perasaan Arnold terhadap Nadine. Mungkin tidak terlihat jelas, tetapi Arnold sudah pasti menyimpan sedikit perasaan terhadap Nadine. Asalkan ada perasaan sedikit saja, Stendy tidak mungkin melewatkannya.Stendy tiba-tiba berhenti melangkah. Nadine yang berjalan setengah langkah di belakangnya, nyaris menabraknya jika dia tidak berhasil menahan diri."Maaf," ujar Stendy sambil menoleh ke bawah dan menatap Nadine. "Aku lupa sesuatu."Nadine mengernyit. "Hah?"Detik berikutnya, sebuah gelas teh susu hangat sudah berada di genggamannya. Hangatnya gelas itu menembus telapak tangannya dan membuat Nadine tertegun."Pegang baik-baik. Kalau tumpah, aku nggak mau tanggung jawab."Nadine memandang teh susu itu dengan heran. "Kapan kamu beli ini?"Sepanjang mereka duduk berhadapan, dia sama sekali tidak melihat Stendy memesan apa pun.Stendy menyunggingkan senyum kecil. "Rahasia.""Oh." Nadine mengangguk, lalu berkata sambil bercanda, "Sepertinya kamu sudah sering pa
Semua teman dekat di lingkungan pertemanan mereka tahu bahwa Nadine Wicaksono sangat mencintai Reagan Yudhistira. Saking cintanya, Nadine sampai tidak punya kehidupannya sendiri, seolah-olah ingin berada di dekatnya selama 24 jam sehari.Setiap kali mereka putus, belum sampai tiga hari saja Nadine akan kembali untuk meminta balikan. Di dunia ini, siapa pun mungkin bisa mengatakan kata "putus", kecuali Nadine. Ketika Reagan masuk sambil memeluk kekasih barunya, ruangan itu menjadi hening selama lima detik.Gerakan Nadine yang sedang mengupas jeruk terhenti, "Kenapa kalian semua diam? Kenapa pada lihat aku?""Nadine ...." Teman-temannya memandangnya dengan tatapan khawatir.Namun Reagan tetap santai memeluk wanita itu dan langsung duduk di sofa. "Selamat ulang tahun, Philip" ucapnya. Begitu terang-terangan, seolah-olah tidak terjadi apa pun.Nadine langsung berdiri. Ini hari ulang tahun Philip, jadi dia tidak ingin membuat kekacauan. "Aku ke toilet sebentar." Saat menutup pintu, dia mend...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen