Share

Bab 3

Author: Patricia
"Nggak nemu tempat parkir yang bagus ya? Aku keluar untuk bantu ...." Saat menyadari ekspresi Reagan yang muram, Philip baru tersadar. "Hah! Kak Reagan, jangan-jangan ... Kak Nadine masih belum kembali?"

Sekarang ini sudah lewat dari tiga jam.

Reagan membuka tangannya sambil mengangkat bahu. "Balik apanya? Kamu kira putus itu candaan?" Setelah berkata demikian, dia berjalan melewati Philip dan duduk di sofa.

Philip menggaruk kepalanya. Apakah kali ini mereka benar-benar putus? Namun, dia langsung menggelengkan kepala mengenyahkan pemikiran itu. Dia percaya bahwa Reagan tega memutuskan hubungan, tetapi Nadine ....

Semua wanita di dunia ini mungkin bisa menerima putus, tapi Nadine sudah pasti tidak bisa. Hal ini adalah fakta yang telah diakui dalam lingkaran pertemanan mereka selama ini.

"Reagan, kenapa kamu sendirian?" tanya Teddy sambil tersenyum sinis. "Tiga jam sudah lewat, sekarang sudah seharian."

Reagan menyeringai, "Aku kalah taruhan, jadi harus terima hukumannya. Apa hukumannya?"

Teddy mengangkat alis, "Hari ini kita main yang beda, nggak usah minum alkohol."

Reagan kebingungan.

"Kamu telepon Nadine, lalu ngomong dengan suaramu yang paling lembut, 'Maaf, aku salah. Aku cinta kamu.'"

"Hahaha ...." Semua orang langsung tertawa terbahak-bahak.

Philip bahkan langsung mengambil ponsel Reagan dan menelepon Nadine. Setelah beberapa kali nada tunggu, terdengar pesan suara, "Maaf, nomor yang Anda tuju tidak dapat dihubungi ...."

Ini ... apakah dia sudah diblokir? Reagan terlihat agak terkejut. Tawa di sekitar mereka mereda dan semua orang mulai saling memandang.

Philip segera memutuskan sambungan telepon, lalu menyerahkan kembali ponsel Reagan sambil mencoba mencairkan suasana, "Mungkin memang lagi nggak bisa dihubungi. Mana mungkin Kak Nadine blokir Reagan, kecuali turun hujan batu ... hahaha ...."

Pada akhirnya, dia sendiri merasa canggung.

Teddy terlihat merenung saat berkata, "Mungkin kali ini Nadine serius."

Reagan mendengus ringan, "Memangnya ada yang main-main waktu mengatakan putus? Aku nggak mau main permainan yang sama lagi untuk kedua kalinya. Mulai sekarang, siapa pun yang berani menyebut nama Nadine lagi, jangan harap kita masih bisa berteman."

Mata Teddy agak memicing, lalu setelah beberapa saat, dia berkata pelan, "Asal kamu nggak nyesal saja nanti."

Reagan menyeringai tipis dengan tak acuh. Dia tidak pernah menyesali apa pun yang dilakukannya. Melihat situasi yang semakin tegang, Stendy segera mencoba mencairkan suasana "Jangan terlalu serius, hahaha .... Kita semua sahabat, bukan?"

....

Pukul tujuh pagi keesokan harinya.

Kelly baru saja selesai jogging pagi. Begitu masuk rumah, dia langsung mencium aroma masakan yang lezat. Nadine keluar dari dapur dengan membawa bubur hangat dan mengenakan gaun motif houndstooth yang menampilkan kaki putih dan jenjangnya.

Meski tanpa riasan, kecantikannya tampak begitu mencolok. "Cepat mandi, habis mandi sarapan" kata Nadine.

Kelly mengerutkan alisnya, "Eh? Kamu ganti model rambut? Rambut hitam dengan kucir kuda? Dandan secantik ini, mau balik ke rumah? Atau Reagan mau jemput kamu?"

Nadine tertawa pelan, "Bisa nggak kamu doain yang baik-baik saja buat aku?"

"Reagan sudah inisiatif jemput kamu, itu masih belum cukup bagus?" Kelly berjalan ke samping meja makan dan melihat sarapan yang mewah.

"Mandi sana." Nadine menepis tangan Kelly yang mencoba mengambil makanan sambil mengeluh, "Kamu kotor sekali."

"Kamu ini pilih kasih, ya? Waktu Reagan pakai tangan, kenapa kamu nggak nepis tangannya?" tanya Kelly.

"Ya, kalau ada kesempatan lagi pasti akan kupukul."

"Siapa juga yang percaya ...."

Setelah Kelly selesai mandi, Nadine sudah pergi membawa kotak makanan.

"Cih, padahal sarapannya dimasakkin buatku, tapi tetap saja nggak lupa untuk nyisihkan sebagian buat pria itu. Dasar pilih kasih ...."

Di kamar rawat inap pribadi Rumah Sakit Weston.

"Freya, gimana perasaanmu hari ini?"

Freya menurunkan jurnal ilmiah yang sedang dibacanya dan mendorong kacamatanya ke atas, "Mario? Kenapa kamu bisa di sini?"

"Jangan bergerak." Mario buru-buru menambahkan bantal di belakang Freya sambil berkata, "Lukamu belum sembuh sepenuhnya."

"Radang usus buntu, operasi kecil saja, kok. Cuma karena sudah tua, kemampuan pemulihannya juga sangat lambat, makanya dokter menahanku lebih lama. Ngomong-ngomong, kuota penerimaan mahasiswa magister sudah turun tahun ini?"

"Sudah turun. Kamu dapat tiga, aku empat."

"Tiga ya ...," gumam Freya.

"Kenapa? Kamu tetap cuma mau ambil dua orang tahun ini?"

"Iya, sudah tua, jadi cuma bisa bimbing dua orang."

Mario mencibir. Padahal Freya memang sengaja mau menyisakan satu kuota untuk orang itu, tapi malah tidak mau mengakuinya.

"Bu Freya ... eh? Pak Mario juga ada di sini?" Taufan membawa dua adik kelasnya sambil meletakkan buah dan bunga segar. "Kami datang untuk jenguk Bu Freya."

Di tengah obrolan mereka, salah satu mahasiswa mengungkit, "Kudengar tahun ini ada adik kelas yang hebat sekali. Dia bisa langsung mendapatkan kualifikasi program S1 sampai S3 di fakultas kita."

Perlu diketahui, di Fakultas Ilmu Hayati Universitas Brata, jumlah mahasiswa yang langsung masuk program doktor tidak lebih dari tiga orang dalam sepuluh tahun terakhir.

"Katanya, tahun lalu adik kelas ini meraih dua medali emas di Olimpiade Matematika dan Komputer Internasional, lalu langsung diterima di fakultas kita."

"Dua medali emas? Biasa saja. Seingatku, ada seorang kakak kelas ... sepertinya murid Bu Freya, ya? Waktu masuk kuliah, dia sudah punya empat medali emas di tangannya ... matematika, fisika, kimia, dan komputer, semua diborongnya! Sepertinya namanya Na ... Nadine?"

"Oke, waktunya sudah habis." Mario langsung bergegas menghentikannya, "Kalian balik saja dulu ke kampus."

"Oh, kalau begitu ... kami pamit dulu."

"Ya."

Setelah keluar dari kamar pasien, mahasiswa itu menunduk dengan lesu. "Kak Taufan, aku salah bicara ya? Kenapa wajah Bu Freya sama Pak Mario kelihatannya muram sekali?"

Taufan juga merasa heran.

Di dalam kamar pasien.

Mario menghiburnya, "Anak-anak itu nggak sengaja, nggak usah diambil hati."

Freya melambaikan tangan, tetapi bibirnya terus gemetaran. Air mata yang menggenang, akhirnya berlinang juga.

"Genius sepertinya itu benar-benar nggak seharusnya begitu! Tapi kenapa ... kenapa dia nggak menghargai bakatnya sendiri?"

Mario menghibur, "Jangan emosi ...."

"Mario, tahu nggak apa yang dibilangnya waktu terakhir kali kita bertemu? Katanya dia menginginkan cinta ... hahaha ... cinta? Dia benar-benar menyakiti hatiku ...."

Nadine yang berdiri di luar pintu sambil memegang kotak makanan juga ikut meneteskan air mata. 'Maafkan aku, Bu Freya ...."

Pada akhirnya, Nadine tetap tidak berani masuk. Dia hanya meninggalkan kotak makanan itu di meja perawat. "Ini untuk Bu Freya, tolong bantu aku antarkan ya. Terima kasih."

"Hei ... kamu belum daftarkan namamu! Kenapa pergi begitu saja?"

Nadine berlari ke luar gedung dan menarik napas dalam-dalam untuk menghirup udara segar. Namun, perasaan bersalah itu masih tetap mencekiknya.

"Nadine?" Seorang wanita berpostur tinggi dengan riasan sempurna dan mengenakan sepatu hak tinggi, berjalan mendekatinya sambil membawa tas klasik berwarna hitam.

Dengan setelan blazer yang dipadukan dengan rok pensil dan rambut lurus yang terurai di bahu, sekujur tubuh wanita ini memancarkan aura yang elegan.

Wanita ini bernama Clarine, adik perempuan Reagan.

"Ternyata benar-benar kamu ya? Kenapa nggak di rumah, malah datang ke rumah sakit?" Clarine melirik sekilas gedung di hadapannya adalah gedung rawat inap. Jadi, Nadine seharusnya bukan datang untuk mengunjungi departemen kandungan.

Clarine menghela napas lega mewakili ibunya. Jika Nadine benar-benar harus menikah karena hamil, ibunya pasti akan jatuh pingsan saking kesalnya.

"Clarine," panggil Nadine sambil memaksakan senyuman.

"Kenapa matamu merah sekali? Baru nangis?"

Nadine tidak menjawab.

"Bertengkar sama kakakku lagi ya?" tanya Clarine.

"Bukan."

Clarine hanya menganggap Nadine sedang menyangkalnya, sehingga dia menunjukkan tatapan iba. Sebenarnya, Clarine lumayan menyukai Nadine. Penampilannya sangat cantik dan kepribadiannya jua baik. Sayangnya, dia masih kurang berkompeten untuk menikah ke keluarga mereka.

Terutama karena ibunya, Rebecca, sangat mementingkan jenjang pendidikan dan hanya menyukai menantu yang berasal dari perguruan tinggi ternama.

"Capek sekali ya pacaran sama kakakku? Temperamennya buruk, kamu harus banyak bersabar."

Nadine berkata, "Sebenarnya, kami sudah ...."

"Duh, aku lagi ada urusan, nggak bisa banyak ngobrol sama kamu." Setelah berkata demikian, dia melirik jam tangannya dan berjalan menuju gedung.

Clarine datang untuk menjenguk Profesor Freya. Berhubung dia mendengar orang mengatakan bahwa Freya menyukai mahasiswa yang pintar dan patuh, Clarine sengaja berdandan rapi. Apakah dia bisa mendapatkan kesempatan program doktor langsung atau tidak, semuanya bergantung pada kunjungan kali ini .…
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
haji nurhadiah
penasaran dengan lanjutnya tapi krn aku masih pemain baru jadi belon ngerti
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 4

    Reagan terlalu banyak minum semalam. Selain itu, si berengsek Philip malah mengajaknya untuk minum lagi di tengah malam. Saat Reagan diantar pulang oleh sopir, langit sudah mulai terang.Awalnya dia sudah terkapar di ranjang karena rasa kantuknya yang hebat. Namun, dia tetap memaksakan diri untuk pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya sebentar.'Kali ini Nadine seharusnya nggak akan marah, 'kan?' batin Reagan dalam pikirannya yang setengah sadar. Saat membuka mata kembali, rasa sakit yang hebat membuatnya terjaga."Ugh ...." Sambil menekan perutnya, Reagan berusaha untuk bangkit."Aku sakit maag! Nad ...." Saat hendak memanggil nama itu, Reagan terhenti seketika. Reagan mengerutkan alisnya sejenak. 'Hebat sekali Nadine kali ini, bahkan lebih keras kepala dari sebelumnya. Baiklah, kita lihat seberapa lama dia bisa bertahan.'Akan tetapi ... di mana letak obatnya?Reagan pergi ke ruang tamu untuk mengobrak-abrik laci dan lemari. Semua laci yang bisa menyimpan barang sudah digeleda

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 5

    "Kenapa Kak Reagan?" Philip melirik sekilas pria yang sedang minum sendirian. Dia diam-diam menggeser duduknya mendekat ke Teddy. Sejak Reagan masuk, wajahnya sudah tampak muram, membuat suasana yang tadinya ramai mendadak menjadi hening."Diblokir seseorang," ucap Teddy yang mengetahui situasinya, menikmati drama yang sedang terjadi ini. Mendengar komentarnya, wajah Reagan semakin muram.Prang!Gelas di tangannya membentur meja kaca dengan keras. Dengan gusar, dia membuka kancing kemejanya dengan satu tangan."Sudah kubilang jangan sebut namanya lagi. Nggak ngerti bahasa manusia ya?"Teddy mengangkat bahunya dan tidak berkomentar lagi. Suasana langsung berubah. Orang-orang yang tadinya bernyanyi memilih untuk diam. Orang lainnya juga ikut bungkam karena takut memancing kemarahan Reagan.Philip tersedak oleh alkohol yang baru diminumnya. Ternyata Nadine serius kali ini?Stendy yang sudah agak mabuk, berpaling dan menanyakan Philip, "Nadine sudah balik belum?"Philip menggelengkan kepal

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 6

    "Sudah seharusnya aku minta maaf atas tindakanku yang nggak rasional dan impulsif dulu. Ini adalah utangku padanya."Kelly hampir tersedak anggur yang diminumnya. Dia terbatuk dua kali dan berkata dengan wajah yang penuh penolakan, "Tolong, jangan libatkan aku dalam hal ini, Kak.""Kamu tahu sendiri, satu-satunya mata kuliahku yang gagal dan harus mengulang adalah mata kuliah pilihan dari Bu Freya. Setiap kali ketemu Bu Freya, aku langsung gemetaran. Lagian, aku ini orang yang nggak dikenal. Mungkin dia bahkan sudah lupa siapa aku. Aku benar-benar nggak bisa bantu kamu."Melihat Kelly menghindar seperti itu, Nadine tidak memaksanya lagi."Tapi ...." Mata Kelly berkilat licik dan nada bicaranya berubah, "Aku punya seseorang yang cocok untuk masalah ini.""Hmm?""Kamu masih ingat kakak sepupuku, Arnold, 'kan?"Nadine menyesap sedikit air hangat dan mengangguk. "Tentu saja ingat."Arnold adalah pionir termuda dalam bidang fisika di dalam negeri. Tahun lalu, dia dinobatkan sebagai salah sa

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 7

    Setelah mendekat, Reagan baru menyadari bahwa rambut bergelombang Nadine yang indah, kini telah diluruskan dan warna rambut favoritnya dulu, kini kembali menjadi hitam pekat. Nadine tidak memakai riasan dan tidak mengenakan sepatu hak tinggi.Dengan hanya memakai kaus putih, penampilannya sangat sederhana. Namun yang paling mencolok adalah matanya, yang tampak lebih cerah dari sebelumnya, tanpa jejak kesedihan atau keterpurukan karena putus cinta.Jika semua ini hanya berpura-pura, Reagan harus mengakui Nadine melakukannya dengan sangat baik. Saking baiknya, hingga itu berhasil membuatnya marah.Nadine mengerutkan kening. Dia terlalu mengenal Reagan. Ekspresi yang dia lihat sekarang adalah tanda bahwa kemarahannya akan segera meledak."Haha," pria itu tertawa sinis, "Tapi selera kamu buruk sekali. Sudah bertahun-tahun bersamaku, seharusnya kamu punya sedikit standar, 'kan? Jangan sampai asal pilih pria, jangan biarkan sembarang orang mendekat. Kalau nggak, di mana harga diriku sebagai

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 8

    Nadine sudah lama tidak merasakan pengalaman seperti ini, mengerjakan segala sesuatunya sendiri. Selama bertahun-tahun bersama Reagan, meskipun tidak hidup sepenuhnya bergantung pada pria itu, pekerjaan fisik seperti ini memang tidak pernah dilakukan Nadine.Bahkan beberapa tahun lalu saat Reagan baru memulai usahanya dan kondisi keuangan mereka masih ketat, mereka tetap mempekerjakan asisten rumah tangga untuk membersihkan rumah setiap minggu.Setelah selesai mengecat satu kaleng, Nadine menggosok pinggangnya yang terasa pegal. Setelah beberapa tahun hidup nyaman, dia memang sudah tidak terbiasa dengan pekerjaan fisik seperti ini ....Nadine keluar ke lorong bermaksud untuk mengambil sisa cat yang masih di luar. Namun tanpa sengaja, langkahnya terlalu cepat dan kakinya menendang salah satu kaleng cat hingga terguling. Meskipun Nadine sudah berusaha mengatasinya dengan cepat, tetap saja ada sedikit cat yang tumpah di depan pintu tetangga sebelah.Dia buru-buru mengambil pel dan mulai m

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 9

    Nadine berjalan lebih dulu, sementara Arnold mengikuti dari belakang. Jika dibandingkan dengan kegugupannya semalam, kini Nadine tampak sudah kembali normal.Arnold membawa mobilnya ke depan dan Nadine duduk di kursi penumpang. Dalam perjalanan, mereka melewati sebuah supermarket buah-buahan. Nadine tiba-tiba berkata, "Bisa berhenti sebentar? Aku butuh dua menit untuk beli buah.""Buah?" tanya Arnold."Ya, untuk Bu Freya."Arnold menggenggam setir dengan agak kebingungan. "Memangnya perlu seribet itu?"Nadine menoleh dengan ekspresi sedikit geli. "Kamu selalu berkunjung dengan tangan kosong?"Arnold mengangguk dengan jujur. Nadine diam-diam mengacungkan jempol dalam hati. Luar biasa. Mungkin orang-orang hebat memang begitu ... tidak terlalu peduli dengan hal-hal kecil?Meski demikian, Arnold tetap menepikan mobilnya.....Freya tinggal di Jalan Cempaka, tidak jauh dari Universitas Brata. Deretan rumah kecil bergaya campuran antara desain barat dan timur berjejer di kawasan itu. Masing-

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 10

    Arnold tetap diam. Baginya, makanan hanyalah sesuatu yang berfungsi untuk mengisi energi, bukan soal rasa. "Sudah selesai dicuci," katanya akhirnya.Nadine melirik sekilas pada paprika merah dan sayuran yang sudah tertata rapi seperti hasil kerja orang yang perfeksionis."Kenapa kamu ketawa?" tanya Arnold bingung. Nadine cepat-cepat berdeham, "Nggak apa-apa, kamu bisa keluar dulu.""Oke." Arnold mengeringkan tangannya, lalu mengangguk sedikit dan keluar dari dapur. Nadine kemudian menyiapkan semeja penuh makanan. Semuanya memiliki cita rasa yang ringan, sesuai dengan selera Freya dan jenis makanan yang bisa dikonsumsinya semasa pemulihan."Terima kasih, kamu masih ingat semuanya ....," komentar Freya dengan rasa syukur.Setelah makan, Nadine langsung mengambil inisiatif untuk membereskan piring dan peralatan makan. Arnold kembali masuk ke dapur untuk membantu dengan sukarela.Dia berdiri di bawah cahaya lampu yang hangat dan bayangannya terlihat memanjang di dapur. Dari sudut pandang N

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 11

    Setelah berkata demikian, Reagan langsung masuk mobil dan melaju dengan kecepatan tinggi, meninggalkan Kelly yang benar-benar marah. "Apa-apaan orang ini? Berengsek! Bikin emosi saja!" teriak Kelly sambil mengentakkan kakinya.Dia meraih kerah pria muda di sebelahnya sambil berkata, "Dengar, kali ini Nadine nggak akan kembali padanya! Aku yakin!" Pria muda itu berusaha menenangkan, "Iya, iya, tenang saja ... jangan marah ...."Namun, apakah benar-benar seperti itu?Reagan tampaknya sangat yakin bahwa Nadine pada akhirnya akan kembali. Pria muda itu diam-diam melirik Kelly, berharap dia juga bisa membuat Kelly begitu setia seperti Nadine terhadap Reagan ....Berhenti! Jangan bermimpi! Bahkan dalam mimpinya pun, dia tidak akan berani berpikir sejauh itu.....Di dalam mobil, Reagan menerima panggilan telepon. Dengan suasana hati yang buruk, suaranya terdengar sangat ketus, "Ada apa?""Sayang, aku baru ketemu restoran baru yang luar biasa, kepitingnya gemuk-gemuk. Kebetulan besok Sabtu, g

Latest chapter

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 649

    Kota Juanin, Laboratorium Absolut.Untuk ketiga kalinya, Nadine berdiri di depan meja eksperimen untuk mengubah data. Darius dan Mikha saling bertukar pandang. Ada yang tidak beres!"Nad, kamu tadi malam kurang tidur ya? Aku lihat kamu hari ini kayak nggak fokus.""Nggak tahu kenapa, dari tadi mataku terus berkedut, rasanya gelisah sekali.""Mata kiri atau mata kanan?""Dua-duanya."Saat siang, Nadine sempat tidur sebentar dan berharap kondisinya membaik. Namun, matanya tetap terus berkedut, seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi.Sore hari, setelah akhirnya menyelesaikan pekerjaannya dan memastikan semua data sudah benar, Nadine meregangkan tubuhnya sambil menghela napas."Huh ... akhirnya selesai juga."Mikha berseru, "Aku juga hampir selesai. Darius gimana?""Aku juga sudah beres.""Bagus! Malam ini kita akhirnya bisa tidur nyenyak. Yuk, makan di luar! Aku traktir!"Nadine menggeleng sambil melambaikan tangan. "Kalian saja, aku nggak ikut."Belakangan ini dia benar-benar le

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 648

    "Nggak usah pura-pura lagi. Bicara terus terang saja.""Aku sudah tanda tangan kontrak samm apenerbit lain. 'Seven Days'yang kamu lihat diterbitkan sama mereka. Jadi, nggak mungkin aku perpanjang kontrak denganmu. Demi hubungan kita selama 10 tahun terakhir, lebih baik kita berpisah baik-baik.""Pisah baik-baik?" Lauren tertawa dingin. Kali ini, dia tidak lagi berpura-pura ramah. "Kamu mau pergi begitu saja? Lalu siapa yang akan mengganti kerugianku?"Irene menatapnya dengan ekspresi tidak percaya. "Kerugian? Kerugian apa?""Aku sudah menghabiskan banyak uang untuk mengontrakmu! Sepuluh tahun, Irene! Selama sepuluh tahun penuh, nggak satu pun buku bestseller yang kamu hasilkan. Tapi begitu kontrak kita habis, kamu langsung menerbitkan buku sama penerbit lain dan sukses besar? Kamu sengaja mau mempermainkanku, ya?""Apa kamu pikir aku nggak mau nulis? Kamu yang selama ini selalu menolak setiap konsep yang kuberikan dan nggak ngasih kesempatan untuk menerbitkannya buatku. Selama sepuluh

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 647

    Saat itu, Jeremy sedang pergi ke kampus untuk mengajar dan di rumah hanya ada Irene seorang diri.Sejak kembali dari Kota Juanin, dia sudah menyusun kerangka novel barunya. Dia berencana menulis sebuah kisah horor bertema cerita mistis di sekolah.Di tengah kesibukannya, Nadine sempat menelepon untuk mengundang mereka menghadiri peresmian laboratorium barunya. Namun, Jeremy dan Irene terpaksa menolaknya dengan berat hati.Jeremy harus mengajar dan tidak bisa meninggalkan kampus; sementara Irene sedang dalam masa perenungan dan tidak ingin terganggu.Kini, cerita yang sedang dikerjakannya sudah hampir rampung. Bab terakhir sebentar lagi akan selesai, jadi belakangan ini dia benar-benar mengurung diri untuk fokus menulis.Ketika terdengar suara ketukan di pintu, Irene tidak terlalu memikirkan siapa yang datang. Dalam perjalanan menuju pintu, pikirannya masih hanyut dalam plot novelnya. "Kenapa hari ini cepat sekali datangnya? Bukankah ...."Namun, saat pintu terbuka, Irene langsung memat

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 646

    Lauren memiliki puluhan orang penulis seperti itu di bawah kontraknya!"Astaga! Bisa gitu ya? Para penulis itu bodoh ya? Bukannya menjual hak cipta harus dengan persetujuan dan tanda tangan mereka?"Jihan mendengus. "Kamu nangani dokumen setiap hari, tapi nggak pernah baca detail kontraknya?""Maksudnya?""Waktu Lauren merekrut seorang penulis, dia langsung mengamankan hak eksklusif atas seluruh karya mereka! Jadi, dia nggak perlu minta tanda tangan penulis setiap kali menjual hak cipta.""Asalkan ada cap resmi studio kita saja sudah cukup. Kalau benar-benar butuh tanda tangan? Ya tinggal siapa aja yang tanda tangan, toh pembeli nggak mungkin mengecek langsung ke penulisnya.""Jadi, Lauren bahkan nggak perlu berbagi royalti sama mereka? Penulis nggak tahu, uangnya masuk ke kantong sendiri, dan nggak ada yang mempermasalahkan?"Jihan menyesap kopinya dengan santai. "Tentu saja! Kamu pikir dia dapat uang dari mana buat beli mobil mewah, tinggal di rumah mahal? Dari ujung kepala sampai uj

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 645

    "Penulisnya bernama Irene. Irene ... Aileen ... bukankah terdengar mirip?"Itulah alasan mengapa Safir langsung tertarik dengan buku ini sejak awal.Saat melihat nama penulis di sampul, dia sempat terdiam. Sementara itu, Corwin hanya bisa menghela napas. Sepertinya, dia juga membaca buku ini karena alasan yang sama. Namun, semakin dibaca, dia semakin terhanyut dalam ceritanya.Awalnya, Safir hanya bertanya dengan santai. Lagi pula, Stendy tidak mungkin tahu segalanya. Namun, tak disangka ...."Aku kenal."Stendy menjelaskan secara singkat hubungannya dengan Irene. Corwin pun langsung mengingat sesuatu. Rupanya, gadis yang dia lihat di Toko Buku Gramilia waktu itu adalah putri Irene. Hari itu sedang diadakan acara penandatanganan buku untuk novel ini di lantai atas.Corwin tak kuasa tersenyum. "Nggak nyangka ternyata ada hubungan seperti ini."Safir juga teringat pada gadis yang dia lihat saat itu. Suaranya lembut, tutur katanya sopan, dan penuh kesantunan. Hatinya tiba-tiba merasa hang

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 644

    "Jam segini .... Kalau memang mau jenguk kami, biasanya bukan di waktu begini. Nggak seperti kamu."Stendy tersenyum, lalu menuntun Corwin ke ruang tamu. "Aku datang kalau mau, memangnya harus ada waktu khusus? Seperti pertemuan resmi begitu?""Tentu saja. Kamu ini orang sibuk, bisa meluangkan waktu sebentar saja sudah luar biasa.""Kakek, ini sindiran atau pujian?"Corwin tertawa terbahak-bahak.Stendy duduk di sofa, tapi tiba-tiba merasakan ada sesuatu yang mengganjal di bawahnya. Dia meraba ke bawah dan mengeluarkan sebuah buku. Saat melihat sampulnya, dia langsung terkejut."Eh? Bukankah ini buku yang ada di mobilku?"Judul yang tertera di sampulnya adalah ....[ Seven Days ]Stendy langsung mengenalinya. Itu bukunya sendiri. Stendy memang punya kebiasaan melipat sudut halaman sebagai penanda, dan lipatan itu masih ada di sana."Benar sekali! Aku ambil dari mobilmu waktu itu. Nggak nyangka isinya menarik sekali!" ujar Corwin dengan santai.Stendy mengangkat alis. "Kakek baca buku i

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 643

    "Baik." Nadine tersenyum dan mengangguk. "Kalau begitu aku pergi dulu. Paman, Bibi, sampai jumpa ....""Jangan! Bawa aku juga! Aku juga searah!" seru Mikha buru-buru.Namun, Darius langsung menariknya ke samping. "Ngapain ikut campur? Nanti aku antar kamu pulang.""Uh ... nggak baik, deh?" Sebenarnya, Mikha takut Darius masih dendam karena tadi dia tertawa terlalu keras. Darius tersenyum tipis. "Menurutku nggak masalah."Mikha terdiam.Sementara itu, Stendy menatap punggung Nadine dan Arnold yang berjalan menjauh. Matanya yang tajam memicing seketika.Saat hendak masuk ke mobil, Nadine melepas syalnya. Arnold refleks mengulurkan tangan untuk menerimanya. Tanpa berpikir panjang, Nadine benar-benar menyerahkannya padanya.Denny berjalan mendekat dan menepuk pundak Stendy sambil berkata, "Kamu masih mau ngantarin orang? Tadi di meja makan kamu minum lumayan banyak. Kita nggak bisa melakukan hal yang melanggar hukum ...."Stendy mengerutkan kening. "Arnold? Dia nggak minum?""Nggak." Denny

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 642

    Lalu, foto saat usia sepuluh tahun ...."Segendut ini?!" Nadine refleks berseru.Dalam foto itu, Darius sudah kehilangan kelucuannya saat masih kecil. Sekarang dia tampak seperti anak beruang hitam yang gemuk. Ya, bukan hanya gemuk, tapi juga berkulit gelap.Matanya hampir hilang, terhimpit oleh pipi tembamnya. Foto itu diambil saat musim panas, dia hanya mengenakan kaus dalam tipis dan celana pendek, memperlihatkan lengan dan kakinya yang montok.Nadine berdeham, berusaha menahan ekspresinya sebelum menegur Stendy dengan wajah serius, "Jangan lihat! Mengintip privasi orang itu ngga baik.""Bukannya kamu juga ikut lihat?" Stendy membalas santai."Aku nggak sengaja, dan sekarang aku sudah nggak lihat lagi."Namun, Stendy hanya menatap foto itu lebih lama. "Dipasang di sini berarti memang untuk dilihat orang, 'kan? Wah! Bocah gempal ini Darius? Ya ampun, kok bisa mirip balon yang mengembang begini?"Nadine menegur, "Kamu keterlaluan."Stendy menyeringai. "Kalau kamu nggak keterlaluan, co

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 641

    Namun, sebelum Stendy sempat menyelesaikan kalimatnya, Arnold tiba-tiba membuka mulut."Pak Denny, Anda sudah terlalu banyak minum. Mereka semua masih mahasiswa, pendidikan harus menjadi prioritas utama. Jangan berpikir yang aneh-aneh. Kalau sampai tersebar, itu nggak baik bagi siapa pun."Denny terdiam sejenak, lalu tersadar. "Aduh aku ini ... jadi cerewet setelah minum beberapa gelas .... Benar, mahasiswa memang harus fokus sama pendidikan. Masalah lainnya ... biarkan berjalan secara alami saja!"Setelah berkata demikian, dia pun pergi untuk menyapa tamu lainnya.Arnold tetap berdiri di tempatnya dengan tatapan lurus ke depan. "Kamu nggak seharusnya ngomong begitu tadi."Stendy menyeringai. "Kenapa? Pak Arnold keberatan?""Nggak ada orang tua yang ingin mendengar anak mereka dibicarakan dengan buruk. Pak Stendy memang bisa ngomong sesuka hati, tapi sebelum bicara lain kali, tolong pikirkan apakah itu akan berdampak sama orang lain."Stendy mengerutkan kening. "Maksudmu, aku nggak mem

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status