Share

Bab 6

"Sudah seharusnya aku minta maaf atas tindakanku yang nggak rasional dan impulsif dulu. Ini adalah utangku padanya."

Kelly hampir tersedak anggur yang diminumnya. Dia terbatuk dua kali dan berkata dengan wajah yang penuh penolakan, "Tolong, jangan libatkan aku dalam hal ini, Kak."

"Kamu tahu sendiri, satu-satunya mata kuliahku yang gagal dan harus mengulang adalah mata kuliah pilihan dari Bu Freya. Setiap kali ketemu Bu Freya, aku langsung gemetaran. Lagian, aku ini orang yang nggak dikenal. Mungkin dia bahkan sudah lupa siapa aku. Aku benar-benar nggak bisa bantu kamu."

Melihat Kelly menghindar seperti itu, Nadine tidak memaksanya lagi.

"Tapi ...." Mata Kelly berkilat licik dan nada bicaranya berubah, "Aku punya seseorang yang cocok untuk masalah ini."

"Hmm?"

"Kamu masih ingat kakak sepupuku, Arnold, 'kan?"

Nadine menyesap sedikit air hangat dan mengangguk. "Tentu saja ingat."

Arnold adalah pionir termuda dalam bidang fisika di dalam negeri. Tahun lalu, dia dinobatkan sebagai salah satu dari sepuluh ilmuwan muda yang paling berpengaruh di dunia oleh majalah Nature.

Dia dulu belajar di bawah bimbingan Freya di jurusan ilmu biologi terapan. Dalam dua tahun, dia sudah menerbitkan lima makalah di jurnal SCI, membuatnya disebut-sebut sebagai genius yang diharapkan bisa membawa perubahan besar di dunia biologi.

Namun entah mengapa, dia tiba-tiba memutuskan untuk pindah ke bidang fisika. Keputusan itu sempat menimbulkan kehebohan. Akan tetapi, memang terbukti fakta bahwa seseorang akan berhasil di bidang mana pun asalkan berbakat. Sekarang, Arnold adalah tokoh penting dalam dunia fisika internasional.

Nadine dan Arnold pernah satu universitas meskipun berbeda angkatan dan dia adalah senior Nadine. Ketika baru masuk, Nadine sudah mendengar banyak cerita tentang Arnold dan setelah berteman dengan Kelly, baru dia tahu bahwa Arnold adalah sepupunya.

Selama beberapa tahun terakhir, Arnold bekerja di sebuah institut fisika di luar negeri. Baru tiga bulan yang lalu dia kembali ke negara asal.

"Kak Arnold juga menanyakan kondisi Bu Freya beberapa hari lalu, tapi dia belum sempat mengunjunginya. Kalian bisa pergi sama-sama," kata Kelly yang semakin yakin bahwa ini adalah ide yang bagus. Lalu, dia langsung menelepon Arnold.

Telepon berdering dua kali sebelum tersambung .... Nadine mendengar suara rendah yang dingin dan tegas di seberang sana, "Ada apa?"

Kelly menjelaskan situasinya dengan singkat. Di belakangnya terdengar agak bising, tampaknya Arnold sedang sibuk. Hanya dalam waktu kurang dari satu menit, teleponnya sudah ditutup.

"Beres! Kak Arnold sudah atur pertemuan besok jam dua siang di Restoran West Coast untuk membicarakan hal ini," kata Kelly sambil menggenggam tangan Nadine. "Kamu istirahat saja malam ini, sisanya kita bahas besok," tambah Kelly.

Nadine mengangguk, "Terima kasih."

Keesokan harinya.

Nadine keluar rumah setengah jam lebih awal. Saat tiba di restoran, dia melirik jam tangannya. Masih ada dua menit sebelum jam dua siang. Tidak terlalu awal ataupun terlambat. Dia mendorong pintu masuk dan pelayan membawanya ke meja yang dituju. Saat mengangkat pandangannya, dia melihat seorang pria duduk di dekat jendela.

Arnold sedang meminum kopi dengan ekspresi tenang dan dingin. Dia mengenakan kemeja putih yang sederhana dengan celana panjang hitam, serta kacamata dengan bingkai emas bertengger di hidungnya. Cahaya matahari jatuh di sisi wajahnya, tampak bagaikan sebuah lukisan.

Sebaliknya, Nadine yang hanya memakai kaus putih, celana jeans, dan rambutnya dikucir kuda, kelihatannya terlalu santai. Dia merasa agak kurang cocok dengan suasana di sini. Merasakan pandangan Nadine, Arnold menoleh.

"Duduklah, mau minum apa?"

Suara rendah yang halus terdengar oleh Nadine dan membuatnya tersadar. Dia menarik kursi di depannya dan duduk.

"Maaf, sudah lama nunggu," kata Nadine dengan nada menyesal.

Arnold mendorong kacamatanya sedikit dan berkata dengan datar, "Nggak terlalu lama. Aku juga cuma datang lima menit lebih awal. Ada beberapa data di laboratorium yang perlu kuselesaikan, jadi aku cuma punya waktu 30 menit hari ini. Cukup?"

"Cukup," jawab Nadine.

Pelayan datang dan Nadine memesan segelas air lemon.

Arnold langsung membahas topik inti, "Apa yang kamu harapkan dariku setelah ketemu Bu Freya?" Arnold tidak berbasa-basi sama sekali.

Nadine sangat menyukai sikap yang blak-blakan seperti ini. Dia pun menyampaikan maksudnya, "Bu Freya sudah keluar dari rumah sakit, tapi sekarang aku nggak tahu alamat tinggalnya yang baru. Jadi, aku berharap kamu bisa membawaku untuk berkunjung. Kalau memungkinkan ...."

Tatapan mata Nadine berkilat sekilas, lalu melanjutkan, "Waktu Bu Freya marah, bisa nggak kamu bantu menenangkannya? Maksudku, marah itu nggak baik buat kesehatan, 'kan?"

Mendengar hal itu, pria di depannya tampaknya tersenyum samar. Nadine melanjutkan, "Aku tahu kamu sibuk sekali, jadi kamu yang tentukan saja waktunya."

Arnold mengangguk, "Oke, dua hari lagi."

Nadine mengucapkan terima kasih. Sambil memegang gelas air lemon, dia tiba-tiba bertanya, "Kenapa ... kamu mau bantu aku?"

Arnold menatapnya dengan mata yang hitam pekat selama beberapa saat. Ketika Nadine mengira dia tidak akan menjawab, pria itu akhirnya berbicara, "Karena kamu adalah Nadine."

Nadine kebingungan.

"Bu Freya pernah bilang ...." Arnold meminum kopinya, lalu melanjutkan dengan tenang, "Sampai saat ini, ada tiga hal yang menjadi penyesalan terbesar dalam hidupnya. Pertama, penelitian yang sangat luas, sedangkan hidup ini terlalu singkat. Kedua, nggak punya anak dan ketiga ... Nadine."

Nadine terdiam, jarinya mencengkeram telapak tangannya. Tatapan Arnold yang tajam mengarah padanya. Tebersit rasa penasaran dan pengamatan yang mendalam, tetapi ekspresinya kembali tenang dalam sesaat.

Ini adalah pertama kalinya Arnold bertemu dengan Nadine, tapi bukan pertama kali dia mendengar namanya. Seorang gadis yang dianggap sebagai salah satu dari tiga penyesalan terbesar oleh Freya. Bahkan bisa mengimbangi penyesalannya terhadap hidup, penelitian, dan keluarga ... apa yang membuat Nadine begitu istimewa?

Tenggorokan Nadine terasa kering dan dia menundukkan pandangannya sedikit. Dia bahkan bisa membayangkan tatapan Bu Freya yang kecewa setiap kali membicarakannya. Arnold mengeluarkan selembar kertas dan menuliskan serangkaian angka.

"Ini nomor ponselku."

Nadine meliriknya, tulisan tangannya rapi dan indah.

....

"Ini tiramisu yang Anda pesan."

Saat pelayan meletakkan makanan di meja, dia diam-diam mengamati kedua tamu di depannya. Pria dengan wajah tampan itu tampak tak acuh dan tidak sabaran. Di depannya, duduk seorang wanita dengan gaun merah Dior dan tas Hermès Constance putih. Dari penampilannya, dia jelas merupakan putri dari keluarga kaya.

Wanita itu tampaknya tidak menyadari rasa jengkel pria tersebut dan terus berbicara tanpa henti, "Reagan, aku dengar dari Bi Tania lambungmu sering bermasalah. Keluargaku punya dokter spesialis untuk gangguan lambung, nanti ...."

Reagan hanya memainkan korek apinya dan sesekali menanggapi dengan anggukan singkat. Kencan ini diatur oleh Tania. Berhubung Reagan sudah datang, dia juga tidak ingin membuat keributan. Namun, dia sama sekali tidak tertarik dengan apa yang dikatakan wanita itu.

Tiba-tiba, pandangannya terhenti pada sesuatu di kejauhan dan dia langsung duduk tegak. Dalam jarak beberapa meja di depannya, Reagan melihat Nadine sedang duduk berhadapan dengan seorang pria. Meski tidak bisa mendengar pembicaraan mereka, tapi dia bisa melihat senyuman tipis di wajah Nadine.

Suara wanita di sebelahnya yang tadinya masih bisa ditoleransi, kini mendadak terasa mengganggu dan membuat suasana hatinya semakin buruk. Reagan menyeringai dingin sambil memalingkan pandangan.

"Aku harus pergi." Arnold memang memiliki jadwal yang sangat padat, jadi bisa meluangkan waktu selama 30 menit sudah sangat maksimal baginya. Nadine mengerti akan hal itu dan mereka berdua pun berdiri bersamaan.

Ketika mereka meninggalkan restoran, Arnold melangkah maju terlebih dulu dan menahan pintu dengan tangannya. Kemudian, dia memberi isyarat kepada Nadine untuk keluar lebih dulu. Sikapnya sangat sopan.

Nadine tersenyum, "Terima kasih."

Setelah sampai di pinggir jalan, Arnold berkata, "Mobilku sudah datang."

Nadine mengangguk, "Sampai jumpa lusa."

Setelah berdiri di tempat dan mengawasi kepergian Arnold, Nadine baru berbalik. Namun ketika berbalik, dia tidak sengaja bertemu dengan sepasang mata yang penuh dengan ejekan. "Cepat sekali sudah ketemu pengganti?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status