Nadine berjalan lebih dulu, sementara Arnold mengikuti dari belakang. Jika dibandingkan dengan kegugupannya semalam, kini Nadine tampak sudah kembali normal.Arnold membawa mobilnya ke depan dan Nadine duduk di kursi penumpang. Dalam perjalanan, mereka melewati sebuah supermarket buah-buahan. Nadine tiba-tiba berkata, "Bisa berhenti sebentar? Aku butuh dua menit untuk beli buah.""Buah?" tanya Arnold."Ya, untuk Bu Freya."Arnold menggenggam setir dengan agak kebingungan. "Memangnya perlu seribet itu?"Nadine menoleh dengan ekspresi sedikit geli. "Kamu selalu berkunjung dengan tangan kosong?"Arnold mengangguk dengan jujur. Nadine diam-diam mengacungkan jempol dalam hati. Luar biasa. Mungkin orang-orang hebat memang begitu ... tidak terlalu peduli dengan hal-hal kecil?Meski demikian, Arnold tetap menepikan mobilnya.....Freya tinggal di Jalan Cempaka, tidak jauh dari Universitas Brata. Deretan rumah kecil bergaya campuran antara desain barat dan timur berjejer di kawasan itu. Masing-
Arnold tetap diam. Baginya, makanan hanyalah sesuatu yang berfungsi untuk mengisi energi, bukan soal rasa. "Sudah selesai dicuci," katanya akhirnya.Nadine melirik sekilas pada paprika merah dan sayuran yang sudah tertata rapi seperti hasil kerja orang yang perfeksionis."Kenapa kamu ketawa?" tanya Arnold bingung. Nadine cepat-cepat berdeham, "Nggak apa-apa, kamu bisa keluar dulu.""Oke." Arnold mengeringkan tangannya, lalu mengangguk sedikit dan keluar dari dapur. Nadine kemudian menyiapkan semeja penuh makanan. Semuanya memiliki cita rasa yang ringan, sesuai dengan selera Freya dan jenis makanan yang bisa dikonsumsinya semasa pemulihan."Terima kasih, kamu masih ingat semuanya ....," komentar Freya dengan rasa syukur.Setelah makan, Nadine langsung mengambil inisiatif untuk membereskan piring dan peralatan makan. Arnold kembali masuk ke dapur untuk membantu dengan sukarela.Dia berdiri di bawah cahaya lampu yang hangat dan bayangannya terlihat memanjang di dapur. Dari sudut pandang N
Setelah berkata demikian, Reagan langsung masuk mobil dan melaju dengan kecepatan tinggi, meninggalkan Kelly yang benar-benar marah. "Apa-apaan orang ini? Berengsek! Bikin emosi saja!" teriak Kelly sambil mengentakkan kakinya.Dia meraih kerah pria muda di sebelahnya sambil berkata, "Dengar, kali ini Nadine nggak akan kembali padanya! Aku yakin!" Pria muda itu berusaha menenangkan, "Iya, iya, tenang saja ... jangan marah ...."Namun, apakah benar-benar seperti itu?Reagan tampaknya sangat yakin bahwa Nadine pada akhirnya akan kembali. Pria muda itu diam-diam melirik Kelly, berharap dia juga bisa membuat Kelly begitu setia seperti Nadine terhadap Reagan ....Berhenti! Jangan bermimpi! Bahkan dalam mimpinya pun, dia tidak akan berani berpikir sejauh itu.....Di dalam mobil, Reagan menerima panggilan telepon. Dengan suasana hati yang buruk, suaranya terdengar sangat ketus, "Ada apa?""Sayang, aku baru ketemu restoran baru yang luar biasa, kepitingnya gemuk-gemuk. Kebetulan besok Sabtu, g
"Nggak mau." Eva menggelengkan kepalanya. Detik berikutnya, dia menjinjit kakinya sambil tersipu. "Aku masih mau sama kamu lebih lama lagi." Namun sebelum dia bisa mendekat, Reagan justru mengambil inisiatif untuk memeluk pinggang ramping Eva dan menciumnya dengan kuat."Wow!" Kerumunan yang menyaksikan langsung bersorak lagi."Keren ya!""Astaga, pasti cinta banget ya?"Sementara itu, Nadine melihat semua kejadian itu dari jauh. Tangannya yang menggenggam buku terasa tegang, begitu kuat hingga jari-jarinya berubah pucat. Ternyata hatinya masih bisa merasa sakit. Namun ... wajahnya tetap tenang, bahkan terlalu tenang sampai nyaris mati rasa.Dalam hatinya berpikir, 'Nggak apa-apa, lama-lama juga terbiasa.' Sama seperti orang yang baru berhenti merokok, pasti akan menimbulkan efek kecanduan, apalagi setelah mencintai seseorang selama enam tahun.Nadine tidak tinggal lebih lama lagi. Dia berbalik dan langsung pergi ... masih ada banyak buku yang harus dia baca.Namun saat itu, Reagan mer
Dalam pernikahan keluarga kaya, pria yang memiliki wanita simpanan sangat lumrah. Selama rumah tangga tetap terjaga, pria bebas berhubungan dengan siapa saja di luar.Sebagai seorang ibu, Rebecca tidak akan terlalu ikut campur. Hari ini, dia termasuk resmi menawarkan janji kepada Nadine. Namun, ungkapan terima kasih dari Nadine yang Rebecca bayangkan, sama sekali tidak diucapkan. Yang dia dapatkan malah cibiran.Nadine berkata, "Bu Rebecca, sebaiknya berikan niat baikmu sama orang lain saja. Aku nggak layak menerimanya. Selain itu, aku sudah putus sama Reagan. Kalau kelak kita bertemu, lebih baik menjadi orang asing.Dulu, Nadine akan menahan kesabarannya terhadap Rebecca demi Reagan. Rebecca mengeluh Nadine tidak berpendidikan tinggi, tidak punya latar belakang sekolah di luar negeri, dan tidak punya karier atau pekerjaan setelah lulus. Intinya, tidak cocok dengan putranya.Dulu, Nadine mungkin masih akan memikirkan cara untuk menyenangkan calon mertuanya ini. Kini, dia bahkan tidak
"Nggak bisa, aku masih ada urusan. Lain kali kita baru bertemu lagi," ucap Nadine. Hubungannya dengan Philip cukup baik. Jadi, Nadine tetap bersikap ramah kepada Philip meskipun menolak ajakannya.Philip memperhatikan Nadine membawa kotak perhiasan. Sepertinya Nadine memang ada urusan, bukan hanya alasan.Philip mengangguk. Saat dia hendak bicara lagi, Nadine langsung berjalan melewati Reagan dan pergi. Nadine sama sekali tidak melihat Reagan.Ekspresi Reagan menjadi dingin. Philip diam-diam melirik Reagan, lalu menjelaskan, "Itu ... Kak Reagan, mungkin Kak Nadine nggak lihat kamu. Jangan dipermasalahkan ...."Alhasil, ekspresi Reagan makin dingin. Philip berdeham dan tidak berani bicara lagi. Namun, dia merasa kali ini Nadine benar-benar gigih.Staf toko bertanya, "Pak, apa kamu masih mau beli perhiasan?"Reagan melihat staf toko dengan dingin dan menyahut, "Tentu saja aku mau beli. Aku mau yang paling mahal."Jika Nadine tidak menghargai Reagan, masih ada wanita lain yang menghargain
Eden mengantar Nadine ke bawah apartemennya. Setelah mengucapkan terima kasih, Nadine tidak langsung naik ke atas melainkan mampir ke pasar sayur di sebelah.Dua puluh menit kemudian, dia kembali dengan membawa banyak kantong belanjaan. Saat hendak naik ke apartemen, dia melihat Arnold berjalan mendekat dari arah matahari terbenam.Langit sudah mulai gelap, tetapi tubuhnya yang tinggi dibalut oleh sinar jingga senja membuat bayangannya makin panjang. Wajah Arnold serius dan setiap langkahnya terlihat penuh perhatian."Kebetulan banget, kita bertemu lagi," sapa Nadine dengan ramah.Arnold menoleh dan mendorong kacamata ke atas hidungnya. Dia membalas, "Ya, kebetulan banget.""Kamu sudah makan malam? Aku baru beli bahan makanan, mau makan bareng?" tawar Nadine.Arnold ingin menolak, tetapi tanpa sadar mengangguk karena mengingat keahlian memasaknya. Ini pertama kalinya Arnold datang ke rumah Nadine.Di depannya, ada balkon dengan bunga tulip yang sedang mekar. Di sebelahnya, ada sebuah a
Kelly suka sashimi, jadi dia memesan salmon segar dan beberapa seafood lainnya seperti udang besar.Sementara itu, Nadine tidak terbiasa makan makanan mentah. Jadi, dia memesan semangkuk ramen dan beberapa sushi. Rasanya ramen biasa saja, tetapi bahan-bahannya segar.Melihat Nadine makan dengan rapi, Kelly meledek, "Daging salmon ini segar dan lembut, masa kamu nggak mau coba? Siapa tahu bakal menemukan selera baru."Nadine menolak dengan sopan, "Kamu tahu jelas aku nggak bisa makan makanan mentah. Dari dulu, aku nggak bisa terima hal ini dari segi psikologis. Mending aku makan ramenku saja.""Kamu masih saja sama seperti dulu," ucap Kelly. Dari pertama kali mengenal Nadine, dia sudah tahu bahwa orang ini sangat teguh pada apa yang dia suka, begitu pula dengan hal-hal yang tidak disukainya.Kelly berujar, "Omong-omong, aku sudah beberapa hari nggak ke spa. Karena sibuk, tanganku sampai kasar."Kemudian, Kelly menghela napas sebelum mengeluh lagi, "Semuanya gara-gara ayahku. Belakangan
Namun, Arnold sama sekali tidak merasa ada yang salah karena dia juga bersiap untuk menutup pintu."Eh ... kamu ngapain?" Yenny buru-buru memegang gagang pintu.Arnold menatapnya dengan bingung. "Bukannya Ibu mau pulang?""Aku ... aku belum pergi, tapi kamu sudah mau tutup pintu?" Suaranya terdengar sangat keras, entah sedang mempertanyakan Arnold atau sedang mengungkapkan kekesalannya pada seseorang.Arnold masih bingung. "Bukannya Ibu memang mau pergi? Kalau nggak ditutup, udara hangat di rumah bisa keluar semua."Yenny tidak bisa berkata-kata."Hati-hati di jalan, suruh sopir pelan-pelan. Belakangan ini turun salju, jalanan jadi licin." Setelah berkata demikian, Arnold menyerahkan tas ibunya, lalu menutup pintu.Yenny hampir menghantamkan hak sepatunya ke lantai karena kesal. Dua-duanya sama saja! Anak kandung macam apa ini? Mending dulu tidak dilahirkan!....Kaki Nadine sebenarnya sudah sembuh total. Namun, demi memastikan, dia tetap berencana pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaa
Yenny tahu bahwa Nadine juga tinggal di apartemen ini, tetapi dia sama sekali tidak menyangka Nadine dan Arnold adalah tetangga yang tinggal berseberangan!Pantas saja rumah putranya tidak ada jejak wanita. Dengan jarak sedekat ini, mereka bisa tinggal bersama kapan saja sesuka hati. Bahkan, cukup membuka pintu dan berjalan beberapa langkah, Arnold sudah bisa tiba di rumah wanita ini untuk berkencan.Bagaimana mungkin dia bisa menemukan bukti kalau mereka memang bersama? Saat memikirkan hal itu, Yenny mulai mengamati Nadine dari ujung kepala hingga ujung kaki.Yenny masih punya sedikit persiapan mental, sedangkan Nadine benar-benar terkejut. Bukankah wanita yang baru saja keluar dari apartemen Arnold ini adalah nyonya kaya yang pernah mengikuti kelas tehnya dan juga pernah dia temui di lorong apartemen?Dia dan Arnold .... Apa hubungan mereka?Tepat saat itu, Arnold keluar dari rumahnya dengan sebuah tas di tangan. "Ibu, tasmu ketinggalan."Eh? Ibu? Nadine tertegun.Ketiga orang itu pu
Tiba-tiba, Inez teringat sesuatu. Dia mengambil ponselnya dan membuka foto yang diambil tadi.Wanita yang bersama Arnold barusan ... bukankah mirip dengan gadis yang beberapa waktu lalu belanja sepatu bersama putranya di mal?Inez menggeleng, merasa pikirannya terlalu berlebihan. Dia tahu betul bagaimana sifat putranya.Selama ini, hanya ada perempuan yang jatuh dalam pesona Stendy, bukan sebaliknya. Bagaimana mungkin Stendy dipermainkan oleh wanita?Tidak mungkin ... benar-benar tidak mungkin .... Pasti hanya kebetulan.....Setelah mengambil mobilnya, Nadine dan Arnold pulang. Karena area apartemen mereka tidak memiliki lahan parkir khusus, mobil harus diparkir di tempat parkir umum di seberang jalan.Karena Nadine kini sudah memiliki mobil sendiri dan membutuhkan tempat parkir tetap, Arnold menyarankan agar dia menyewa satu slot parkir secara permanen.Setelah menghubungi pihak pengelola, bernegosiasi harga, dan menandatangani kontrak, mereka baru selesai satu jam kemudian.Arnold m
Saat Nadine memilih mobil, Arnold memang tidak banyak bicara, tetapi selalu berada di sisinya. Jika ada detail yang terlewat, dia akan mengingatkan pada saat yang tepat.Mana mungkin teman biasa melakukan hal seperti ini? Apalagi, sejak mereka masuk ke showroom ini, si pria selalu memperhatikan si wanita. Tatapan penuh fokus dan kepedulian itu jelas bukan sesuatu yang bisa dipalsukan.Bukankah ini persis dengan pasangan pengantin baru yang sering dia temui? Kalaupun bukan pengantin baru, mereka pasti pasangan! Makanya, sales wanita itu bertanya demikian.Nadine sudah beberapa kali menghadapi kesalahpahaman seperti ini. Dia tidak berani melihat ekspresi Arnold dan hanya melambaikan tangan. "Bukan, kamu salah paham."Gadis itu buru-buru meminta maaf.Arnold tidak berkata apa-apa, hanya saja tatapannya pada Nadine tetap lembut.Sales itu semakin bingung. Kalau bukan pasangan, lalu mereka apa?....Di seberang jalan, Inez yang sedang jalan-jalan tiba-tiba teringat bahwa mobilnya sudah haru
"Nggak merepotkan. Sudah ada model yang kamu suka?"Nadine tidak punya permintaan khusus, yang penting mobilnya nyaman dikendarai."Kalau begitu, aku sarankan sedan. Kenyamanan duduk dan handling-nya lebih baik dibanding SUV. Hanya saja, ruang kabinnya lebih kecil. Kalau nggak mempertimbangkan perjalanan keluarga dan hanya untuk mobilitas harian, sedan adalah pilihan yang bagus.""Oke." Nadine mengangguk. Dia tipe yang mendengarkan saran."Gimana dengan merek?" Pria itu bertanya lagi, "Ada preferensi tertentu?""Nggak ada." Nadine menggeleng. "Tapi, aku suka mobil luar negeri."Arnold menaikkan alis. Kebetulan sekali. Dia juga."Kalau anggaran?""Bebas."Mereka pertama-tama pergi ke showroom Volkswagen terdekat. Begitu masuk, seorang sales segera menyambut mereka dengan senyuman. "Selamat datang! Mau lihat mobil seperti apa? Aku bisa membantu.""Sedan. Irit bahan bakar, mudah dikendarai. Ada rekomendasi?" tanya Arnold."Silakan lihat model ini." Sales itu membawa mereka ke sebuah mobil
Reagan tidak punya waktu untuk memikirkan perasaan Jinny, juga tidak memedulikan semangkuk bubur di sampingnya.Dia sedang dalam suasana hati yang buruk. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, dia baru menutup laptopnya.Tiba-tiba, dia melihat mangkuk bubur yang masih ada di dekatnya. Buburnya dimasak hingga lembut, hampir penuh satu mangkuk, dengan tambahan kurma merah dan goji berry. Dibandingkan dengan yang pernah dibuat Eva, ini terlihat lebih detail.Reagan memang sedikit lapar. Saat mengangkat mangkuk, dia menyadari buburnya masih hangat. Awalnya, dia hanya berniat mencicipi.Namun, begitu bubur itu masuk ke mulutnya, dia sontak termangu. Rasanya ....Dia menunduk menatap mangkuk itu, ekspresinya menjadi rumit. Sangat mirip, nyaris sama dengan yang dulu dibuat oleh Nadine.Reagan tidak bisa menahan diri untuk tertegun. Untuk sesaat, dia merasa wanita itu masih berada di sisinya.Saat turun ke lantai bawah, Jinny masih belum pergi. Dia duduk di sofa, membaca buku, terlihat tenang dan
Terlebih lagi, orang yang dikirimi mobil ini adalah seorang wanita cantik yang tinggal di apartemen tua. Garis bawahi, cantik!Siapa pun bisa menebak seperti apa skenarionya.Pasti karena kecantikannya, dia menarik perhatian seorang konglomerat yang ingin memilikinya, jadi mobil ini dikirim sebagai hadiah awal.Atau mungkin pria itu sudah mendapatkan wanita ini dan mobil ini adalah hadiahnya. Enaknya jadi orang kaya, sekali keluar uang langsung 10 digit untuk sebuah Maserati.Sayangnya, si sales terlahir sebagai laki-laki. Kalau saja dia perempuan, dia juga pasti akan mencari sponsor kaya raya. Zaman sekarang, siapa yang nggak mau dapat uang dengan rebahan, untuk apa sok suci?"Bu Nadine, kamu orang pintar. Kadang-kadang, jangan terlalu jual mahal. Ambil kesempatan yang ada sebelum malah merugikan diri sendiri, setuju?"Maksudnya jelas, ada orang kaya yang menghadiahimu mobil karena menganggapmu berharga. Bersikap jual mahal sedikit boleh, tetapi jangan keterlaluan. Ini hanya bagian da
Nadine tertawa terpingkal-pingkal melihat mereka berdua. "Sudahlah, biar aku saja yang masak hari ini. Kalian bantu aku saja."Keputusan sudah dibuat, jadi keduanya tidak lagi membantah.Darius dan Mikha tahu bahwa Nadine sangat teliti saat melakukan penelitian, tetapi mereka tidak menyangka dia juga sangat disiplin saat memasak.Daging dan sayuran harus dicuci terpisah. Dia juga tahu cara membedakan daun yang tampak hijau segar, tetapi sebenarnya sudah tua. Selain itu, daging harus dipotong melintang atau memanjang, semua itu tergantung serat daging.Mikha dan Darius hampir tidak pernah menyentuh pekerjaan dapur di rumah. Sekarang mereka disuruh-suruh, tetapi tidak mengeluh, justru merasa seperti menemukan dunia baru. Semuanya terasa menarik.Dua jam kemudian, hidangan akhirnya siap di atas meja. Mikha berdiri dengan tangan di pinggang, menatap hidangan lezat di depannya dengan ekspresi bangga. "Aku memang hebat! Aku berhasil menyiapkan semua makanan ini?"Ini harus diabadikan dan dip
Di tengah jalan, Darius ingin membantu, tetapi ditolak."Kamu meremehkanku?" Mikha mendelik.Melihat Mikha bersikeras, ditambah lagi tangannya sendiri sudah membawa dua kantong besar, Darius akhirnya menyerah.Hanya saja, dia tidak menyangka setelah sampai di lantai 7, Mikha berkeringat deras seperti orang yang berjemur di musim panas.Sebaliknya, Darius tetap tenang. Wajahnya tetap normal, napasnya stabil, hanya detak jantungnya yang sedikit lebih cepat dari biasanya.Nadine membuka pintu. Dia sudah menyiapkan sandal untuk mereka berdua.Dokter bilang, meskipun kaki yang cedera sudah tidak bengkak lagi dan secara teori sudah bisa digunakan untuk berjalan, demi keamanan, sebaiknya jangan bergerak terlalu banyak dulu.Jadi, begitu pintu terbuka, Darius dan Mikha melihatnya melompat dengan satu kaki. Setelah berdiri dengan stabil, dia baru menurunkan kaki yang cedera, tetapi tetap tidak berani menapakkan terlalu kuat."Aduh! Kak Nadine! Pelan-pelan dong!" Mikha segera maju untuk menopang